Anda di halaman 1dari 24

Askep Demam kejang

Askep Demam kejang

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar kasus, kejang
terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat anti kejang sebagai tindakan
pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam. Tetapi hal ini sekarang sudah jarang
dilakukan kepada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, saat mereka menderita
demam, bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun melalui rektal). Untuk mengatasi
demam bisa diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Aspirin sebaiknya tidak digunakan untuk mengobati
demam pada anak-anak karena resiko terjadinya sindrom reye. Kejang merupakan hal paling
dicemaskan oleh orang tua meski tidak membahayakan dan pada umumnya tidak berdampak buruk
pada tumbuh dan berkembangnya anak nantinya. (Mansjoer,Arif,2000)

Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan
dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah tebukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu
rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh sutu proses ekstranium (diluar rongga kepala). (Febrile
Seizures,1980)

Kejang merupakan mal fungsi pada system listrik otak. Kejang merupakan disfungsi neurologic yang
paling sering terlihat pada anak-anak dan dapat terjadi dengan berbagai keadaan yang melibatkan SSP
(Sistem Saraf Pusat). Manifestasi kejang di tentukan oleh lokasi asal gangguan dan dapat meliputi
keadaan tidak sadar atau perubahan kesadaran. Misalnya gerakan infolunter dan perubahan dalam
persepsi dan juga perubahan postur tubuh. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran
sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion K&Na melalui membran inti, sehingga terjadi
lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh
sel/membran sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter, sehingga terjadi kejang. Kejang
disebabkan oleh pelepasan hantaran listrik yang abnormal di otak. Gejala-gejala yang timbul dapat
bermacam-macam tergantung pada bagian otak yang terpengaruh, tetapi umumnya kejang berkaitan
dengan suatu sensai “aneh”, kekakuan otot yang tidak terkendali dan hilangnya kesadaran.
(Mansjoer,2000)

Kejang dapat terjadi akibat adanya kelainan medis. Rendahnya kadar gula darah, infeksi, cedera kepala,
keracunan, atau overdosis obat-obatan dapat menybabkan kejang dan juga terdapat faktor riwayat
kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa
neonates, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrum rendah. Setelah kejang demam pertama.
Resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapatkan kejang setelah demam
timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga
epilepsy. (Mansjoer,2000)

Kejang demam terjadi dalam waktu singkat, umumnya pada rentang waktu dibawah 15 menit. Diatas
rentang waktu 15 menit, serangan tersebut perlu diwaspadai, karena tergolong serangan kompleks yang
bisa terjadi lebih dari 1 kali dalam kurun waktu 24 jam. Kejang terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu
badan (demam) yang tinggi dan cepat hingga mencapai suhu luar tubuh 38oC atau lebih. Wujud kejang
dapat berupa (bola) mata ke atas disertai kekakuan atau kelemahan. Atau, terjadi gerakan sentakan
berulang tanpa didahului kekakuan pada anggota gerak. Anak tidak responsif untuk bebrpa waktu,
napas akan terganggu dan kulit akan tampak lebih gelap. Untuk kasus kejang demam kompleks,
biasanya penderita memiliki kelainan neurologis dan atau memiliki riwayat kejang bahkan epilepsi dalam
keluarganya penderita biasanya akan tidur pulas atau nyenyak setelah mengalami kejang demam.
(Mansjoer,2000)

Di Sulawesi Selatan, pada anak yang berumur 0 bulan sampai 5 tahun terdapat 50% yang terkena kejang
demam. Hasil yang diperoleh didapat demam dengan suhu >37,8oC mempunyai resiko kejadian kejang
demam sebesar 42,3 kali, umur <24 bulan mempunyai resiko kejadian kejang demam sebesar 4,32 kali,
riwayat keluarga mempunyai resiko kejadian kejang demam sebesar 7,04 kali, Trauma persalinan
mempunyai resiko kejadian kejang demam 3,88, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mempunyi resiko
kejadian kejang demam sebesar 0,13 kali. Kesimpulan didapatkan bahwa faktor demam, umur, riwayat
keluarga, trauma persalinan, BBLR, mempunyai resiko kejadian kejang demam. (Rahma, 2008)

Secepatnya menurunkan panas badan adalah hal utama menghindari kejang. Longgarkan pakaian yang
ketat atau berbahan dasar dengan sifat memerangkap panas. Gunakan kompres air hangat dan
perbanyak minum air putih untuk merangsang turunnya panas badan penderita, hindari penggunaan air
dingin dan kompres alkohol. Obat penurunan panas dapat puka digunakan bila dibutuhkan. Hindari
penggunaan kopi sebagai anti kejang, gunakan obat pencegah kejang yang diberikan lewat bubur jika
penderita tidak dapat mengkonsumsi obat. Bila terjadi kejang, jangan menahan gerakan-gerakan anak
seperti memegani tangan atau kakinya. Segera miringkan anak apabila kejang telah berhenti.
(Fatimah,2004)

Keadaan ini tidak edentik dengan epilepsi, dimana serangan kejang terjadi berulang-ulang tanpa
demam. Ada sekitar 15% kasus epilepsi yang didahului dengan gejala kejang demam. Namun, kurang
dari 5% anak kejang demam berkembang menjadi epilepsi. Tetap monitor suhu tubuh penderita selama
16 hingga 24 jam sejak awal serangan. Karena kemungkinan serangan ulang masih mengintainya. Yang
paling penting tetap tenang dan tidak panik saat menghadapi gejala dan serangan kejang demam yang
terjadi pada pendeita. Kejang demam yang yang banyak dialami anak balita yang memiliki sifat bawaan
mudah mendapatkan gangguan kesehatan tersebut. Tidak seperti epilepsi, kejang demam pada
umumnya demam tinggi. (Fatimah,2004)

Namun bila serangan itu berlanjut lebih dari lima menit, segeralah mencari bantuan dokter. Orang tua
disarankan tetap waspada terhadap kemungkinan serangan kejang demam. Kalau serangan datang,
orang tua hendaknya tetap tenang. Menulis dan mengatakan untuk tetap tenang memang tidak
semudah melakukannya saat kita berhadapan dengan penderita, apalagi bila penderita adalah buah hati
tercinta. Kejang umumnya berhenti sendiri begitu kejang berhenti, anak tidak akan memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali
tanpda kelainan saraf. Ketika seorang perawat yang dihadapkan dengan kilien yang berbeda budaya,
maka perawat profesional tetap memberikan asuhan keperawatan yang tinggi, demi terpenuhinya
kebutuhan dasar klien tersebut. (Fatimah,2004)

1.2. Tinjauan Teori

Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21, termasuk tuntutan
terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar. Dengan adanya globalisasi, dimana
perpindahan penduduk antar Negara (imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran
terhadap tuntutan asuhan keperawatan. Keperawatan transkultural merupakan suatu arah utama dalam
keperawatan yang berfokus pada study komparatif dan analisis tentang budaya dan sub budaya yang
berbeda di dunia yang menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, niai-nilai, keyakinan tentang
sehat sakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of knowladge yang
ilmiah dan humanistik guna memberi tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu dan budaya
universal (Marriner-Tomey,1994)
Teori keperawatan transkultural ini menekankan pentingnya peran keperawatan dalam memahami
budaya klien. Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat, yang dapat
dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Perkembangan teori keperawatan
terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu metha theory, grand theory, midle range theory dan
practice theory. Salah satu teori yang diungkapkan pada Midle Range Theory adalahTranscultural
Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks
keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang
adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa
sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya
cultural shock. (Leinenger,1984)

Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi
dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa
ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang
sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara
diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi
karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau
menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak,
maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah
memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami
oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
(Leinenger,1984)

Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga, kelompok,
maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock maupun culture imposition.Cultural
shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan
kelompok budaya tertentu (klien) sedangkan culture imposition adalah kecenderungan tenaga
kesehatan (perawat), baik secara diam-diam mauoun terang-terangan memaksakan nilai-nilai budaya,
keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya pda individu, keluarga, atau kelompok dari budaya
lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi dari pada budaya kelompok lain.

Adapun Konsep dalam Transcultural Nursing sebagai berikut:

1.Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yangdipelajari, dan dibagi serta
memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak danmengambil keputusan.
2.Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang
dipertahankan pada suatu waktu tertentu danmelandasi tindakan dan keputusan.

3.Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yangoptimal dari pemberian
asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinanvariasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan
untuk memberikan asuhanbudaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan
tindakantermasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang danindividu yang mungkin
kembali lagi (Leininger, 1985).

4.Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggapbahwa budayanya adalah
yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimilikioleh orang lain.

5.Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yangdigolongkan menurut
ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.

6.Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan padamendiskreditkan asal muasal manusia.

7.Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologipada penelitian etnografi
memungkinkan perawat untuk mengembangkankesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap
individu, menjelaskandasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan
salingmemberikan timbal balik diantara keduanya.

8.Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,dukungan perilaku pada
individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadianuntuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun
potensial untuk meningkatkankondisi dan kualitas kehidupan manusia.

9.Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,mendukung dan mengarahkan
individu, keluarga atau kelompok pada keadaanyang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk
meningkatkan kondisi kehidupanmanusia.
10.Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,kepercayaan dan pola
ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukungatau memberi kesempatan individu, keluarga
atau kelompok untukmempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidupdalam
keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.

Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatanuntuk memaksakan


kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lainkarena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh
perawat lebih tinggi dari pada kelompok lain.

Teory keperawatan transkultural matahari terbit, sehinnga di sebut juga sebagai sunrise modelmatahari
terbit (sunrise model) ini melambangkan esensi keperawatan dalam transkultural yang menjelaskan
bahwa sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok,
komunitas, lembaga), perawat terlebih dahulu harus mempunyai pengetahuan mengenai pandangan
dunia (worldview) tentang dimensi dan budaya serta struktur sosial yang, bersyarat dalam lingkungan
yang sempit. Teori leininger berasal dari ilmu antropologi, tapi konsep ini relevan untuk keperawatan.
Leininger mendefinisikan “Transkultural nursing” sebagai area yang luas dalam keperawatan yang mana
berfokus dalam komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan menghargai
perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan
perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk kultur yang universal dalam keperawatan.
(Leininger,2002)

Aplikasi teori dalam transkultural dalam keperawatan diharapkan adanya kesadaran dan apresiasi
terhadap perbeaan kultur. Hal ini berarti perawat yang professional memiliki pengetahuan dan praktek
yang berdasarkan kultur secara konsep petencanaan dan untuk praktik keperawatn. Tujuan penggunaan
keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis
sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal kultur yang spesifik adalah
kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang dimiliki oleh kelompok laen. Kultur yang universal
adalah nilai-nilai dan norma – norma yang diyakini dan dilakukan hamper semua kultur seperti budaya
minum the dapat membuat tubuh sehat. (Leininger, 2002)

Leininger mengembangkan diteorinya dari perbadaan kultur dan universal berdasarkan kepercayaan
bahwa masyarakat dengan perbedaan kultur dapat menjadi sumber informasi dan menentuan jenis
perawatan yang diinginkan dari pemberian peleyanan yang professional, karena kultur adalah pola
kehidupan masyarakat yang berpengaruh terhadap keputusan dan tindakan. Culture care adalah teori
yang holistic karena meletakan di dalam nya ukuran dari totalitas kehidupan manusia dan berada
selamanya, termasuk social struktur, pandangan dunia, nilai cultural, konteks lingkungan, ekspresi
bahasa dan etnik serta system professional. Dimensi budaya dan struktur sosial tersebut menurut
Leininger di pengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu teknologi, agama dan falsafah hidup, faktor sosial dan
kekerabatan. (Leinenger,2002)

Peran perawatan pada transcultural nursing teory ini adalah menjebatani antara sistem perawatan yang
dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan prosfesional melalui asuhan keperawatan.
Eksistensi peran perawat tersebut digambarkan oleh leininger.oleh karena itu perawat harus mampu
membuat keputusan dan rencana tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada masyarakat. Jika di
sesuaikan dengan proses keperawatan, hal tersebut merupakan tahap perencanaan tindakan
keperawatan.

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien harus tetap memperhatikan tiga perinsip asuhan
keperawatan, yaitu :

1.Culture care preservation/maintenance, yaitu prinsip membantu, memfasilitasi, atau memperhatikan


fenomena budaya guna membantu individu menentukan tingkan kesehatan dan gaya hidup yang
diinginkan.

2.Culture care accommodation/negatiation, yaitu prisip membantu, memfasilitasi, atau memperhatikan


fenomena budaya, yang merefleksikan cara-cara untuk beradaptasi, atau bernegosiasi atau
mempertimbangkan kondisi kesehatan dan gaya hidup individu atau klien.

3.Culture care repatterning/restructuring, yaitu : prinsip merekonstruksiatau mengubah desain untuk


membantu memperbaiki kondisi kesehatan dan pola hidup klien kearah lebih baik.

1.3. Tujuan Umum

Mengetahui budaya dan nila-nilai yang melekat pada klien

Mengetahui apa cultural shock yang ditimbulkan klien

Mengetahui perkembangan klien dari sakit hingga sembuh

1.4. Tujuam Khusus


Mampu menerapkan model keperawatan in nursing kepada klien

Mampu memberikan asuhan keperawatan dengan model keperawatan in nursing

Mampu menenangkan klien yang mengalami cultural shock

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Keperawatan Transcultural in Nursing

2.1.1. Model Keperawatan Transcultural in Nursing

Transcultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek
keperawatan yang focus memandang perbedaan dan kesamaan antara budaya dengan menghargai
asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada
manusia. (Leininger, 2002)

Asumsi mendasar daro teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari keperawatan,
membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan
sebagi tindakan yang dialkukan dalam memberikan dukugan kepada individu secara utuh. Perilaku
Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa
pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring merupakan fenomena yang universal
dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainya.
2.1.2. Paradigma Transcultural Nursing

Paradigma keperawtan trankultural adalah cara pandang, persepsi, keyakinan, nilai-nilai, dan konsep-
konsep dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap
empat konsep sentral,yaitu manusia, keperawatan, kesehatan, dan lingkungan (Leininger,1984,Andrew
& barnim,1995).

Leininger (1985) mengartikan paradigm keperawatan transcultural sebagai cara pandang, keyakinan,
nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang yang sesuai dengan latar
belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu: manusia, sehat, lingkungan dan
keperawatan. Andrewand Boyle, 1995)

Manusia

Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang
diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan.Menurut Leininger (1984)
manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budanya pada setiap saat dimanapun dia
berada (Geiger and Davidhizar, 1995).

Sehat

Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada
rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai,pola kegiatan dalam konteks budaya
yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam
aktifitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan
keadaan sehat dalam rentang sehat sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).

Lingkungan

Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan,


kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien
dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, social dan
simbolik .Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah
katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah didaerah Eskimo yang hamper
tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan social adalah
keseluruhan struktur social yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok
kedalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan social individu harus mengikuti struktur dan
aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan
symbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti music, seni, riwayat hidup,
bahasa dan atribut yang digunakan.

Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
diberikan kepaqda klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan
memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan
adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoisasi budaya dan mengubah /
mengubah menganti budaya klien (Leininger, 1991).

Cara I : Mempertahankan budaya

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah
dimiliki klien sehinga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya
budaya berolahraga setiap pagi.

Cara II : Negosiasi budaya

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradapatasi
terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Keperawatan membantu klien agar
memiliki dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien
sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber
protein hewani yang lain.

Cara III : Restrukturisasi budaya

Restrukturasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat
berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola
rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntgungkan dan sesuai dengan keyakinan yang
dianut.

2.1.3. Proses keperawatan Transcultural Nursing


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam
menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budanya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model) Pengelolahan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnose
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Pengkajian

Pengkajian adalah peroses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi maslah kesehatan klien sesuai
dengan latar belakang budaya klien (Giger anDavidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7
komponen yang ada pada “Sinrise Model” yaitu:

Faktor teknologi (tecnologi factors)

Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan
masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat
atau mengatasi masalah kesehatan, alas an mencari bantuan kesehatanm alas an klien memilih
pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permaslahan kesehatan saat ini.

Factor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)

Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amata realitas bagi para pemeluknya.
Agama memeberikan motivasi yang sangat kuat untuk menepatkan kebenran diatas segalanya, bahkan
diatas kehidupanya sendiri. Faktor aga,a yang harus dikaji oleh parawata adalah : agama yang dianut,
status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan
agama yang berdampal positif terhadapa kesehatan. Faktor social dan keterikatan keluarga (kinship and
social factors). Perawat pada tahan ini harus mengkaji factor-faktor : namalengkap, nama panggilan,
umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.

Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap
baik atau buruk.Norma-norma budaya adlah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada factor ini adalah: posisi dan jabata yang dipegang
oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.

Factor kebijakan dan peraturan yang berlaku(political dan legal factors)

Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan
individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada
tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota
keluarga yang boleh menunggu, cara pembayraan untuk klien yang dirawat.

Faktor ekonomi (economical factors)

Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji perawata diantaranya :
pekerja klien,sumber biaya pengobatan,tabungan yang dimiliki oleh keluarga,biaya dari sumber lain
misalnya asuransi,penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.

Factor pendidikan (educational factors)

Latar belakang pendidikan klien adalam pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal
tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya oleh bukti-bukti ilmiah
yang rasional dan individu tersebutu dapat belajar beradaptasi terhadapa budaya yang sesuai dengan
kondisi kesehatanya. Hal yang perlu dikaji dalam tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuan untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga
tidak berulang kembali

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budanya yang dapat dicegah,diubah
atau dikurangi melalui intervensi keperawatan ( Giger and Davidhizar,1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatam transkultural yaitu : gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,gangguan interaksi sosial berhubungan
disorientasi sosiokultural dan ketidak patuhan dalam pengobatanm berhubungan dengan sistem nilai
yang diyakini.

Perencanaan dan Pelaksanaan


Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang
tidak dapat dipisahkan.Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan
adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien (Gierand
Davidhizar,1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and
Boyle,1995) yaitu: mempertahankan budaya yang dimiliki klien tidak bertentangan dengan kesehatan,
mengakomodasi budaya klien bila budaya klienkurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya
klien bila budaya yang dimilki klien bertentangan dengan kesehatan

Cultural care preservation/maintenance

Indentifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi

Bersikap tenang dan tidak berburu-buru saat berinterkasi dengan klien

Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

Cultural careaccomadation/negotiation

Gunakan bahas yang mudah dipahami oleh klien

Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan

Apabila ada konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan
pengetahuan biomedis.pandangan klien dan standar etik

Cultual care repartening/reconstruction

Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksankannya

Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok

Gunakan pihak ketiga bila perlu

Terjemahkan terminologi gejala pasien kedalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan
orang tua

Berikan informsi kepada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.Perawat dan klien harus mencoba
untuk memahami budaya masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka bila
perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan
terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan,mengurangi budaya klien yang tidak sesuai
dengan kesehatan atau beradapatasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki oleh klien. Melalui evaluasi dapat diketahuhi asuhan keperawatan yang sesuai
dengan latar belakang budaya klien

2.2. Tinjauan Medis

2.2.1. Pengertian

Kejang demam adalah bamgkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari
380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.Menurut Consensus Staement on Febrile
Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur
tiga bulan dan 5 bulan, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang
dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai
dengan kejang berulang tanpa demam.Definisi ini menyingkirkan kejanag yang disebabkan penyakit
saraf seperti meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaaan ini mempunyai prognosis
berbeda dengan kejang demam karena keadaaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf
pusat. Hampir 3% daripad anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderitanya (Millichap, 1968).
Wegman (1939) dan Millichap(1959) dari percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi
dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang.Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepad
umur,tinggi serta cepatnya suhu meningkat (Wegman,1939; Prichard dan McGread, 1958). Faktor
hereditas juga mempunyai peranan. Lennox-Buchthal (1971) bependapat bahwa kepekaan terhadap
bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna.
Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% znggota keluarga menderita mempunyai riwayat kejang
sedangkan pada anak normal hanya 3%

2.2.2. Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas,
otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalau timbul pada
suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tunggi dapat menyebabkan kejang. demam
yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang
setelah imunisasi terutama di dapatkan setelah imunisasi pertussis (DPT) dan morbili (campak). Dari
penelitian yang telah dilakukan Prof. Dr. dr. S.M.Lumbantobing pada 297 penderita kejang demam,
66(22.2%) penderita tidak diketahui penyebanya. Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang
terlihat peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya,
misalnya tonsilo-faringitis dan otrtis media akut.

2.2.3. Klasifikasi Kejang Demam

Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana,
yang berlangsung kurang dari 15 menit, dan kejang demam kompleks, yang berlangsung lebih dari 15
menit, fokal atau, ultipel (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Disini anak sebelumnya dapat
mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang demam dalam keluarga. Kriteria penggolongan
tersebut di kemukakan oleh berbagai pakar dalam hal ini terdapat berberapa perbedaan kecil dalam
penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tinggi demam, usia penderiat, lamanya kejang
berlangsung, gambaran rekam otak dan lainya

2.2.4. Manifestasi Klinis

Umunya kejang demam berlangsung singkat,berupa serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral.
Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan
atau kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan
atau kekauan fokal. Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%
berlangsung lebih dari 15 menit. Seringfkali kejang berhenti sensiri setelah kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defidit neirologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara
(Hemiparesisi Toddd) yang berlangsung bebebrapa jam sampai bebebrapa hari. Kejang unilateral yang
lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering
terjadi pada kejang demam yang pertama.

2.2.5. Diagnosis Banding

Penyebab lain kejang disertai demam harus disingkirkan khususnya meningitis atau ensefalitis. Fungsi
lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media
tidak meyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotik maka perlu pertimbangan
fungsi lumbal.
2.2.6. Penatalaksanaan

Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu (1) pengobatan fase akut; (2) mencari dan mengobati penyebab;
dan (3) pengobatan profilaksis terhadap berulang kejang demam

Pengobatan fase akut.Sering kali kejang berhenti sendiri pad waktu kejang pasien di miringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar orgenasi terjamin.Perhatikan
keadaan vital seperti kesadarantekanan darah,suhu,pernafasan dan fungsi jantung suhu tubuh yang
tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian anti piretik.Obat yang paling cepat
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam
intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila
kejang berhenti sebelum diazepam habis,hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul
kejang lagi jarum dicabut. Bila dizepam tidak tersedia atau pemberianya sulit gunakan diazepam
intraktel 5 mg (BB<10kg) atau 10 mg (BB>10kg) bila kejang tidak berhenti dapat diulang lagi lima menit
kemudian. Bila tidak berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena
pelahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenition harus dilakukan pembilasan dengan NaCI
fisiologis karena fenition bersifat basa dan meyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan
iazepam lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk
bayi 1 bulan – 1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuskular. Empat jam
kemudian berikan fenobarbital dosis rumat. Untuk dua hari pertama dengan dosis 8-10 mg/khBB/hari
dibagi 2 dosis.Selama keadaan belum membaik obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per
oral.Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek samping adalah hipotensi
penuruanan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin lanjutkan fenitoin
dengan dosis 4-8 mg/kgBB/hari,12-24 jam setelah dosis awal

Mencari dan menobati penyeba. Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk meyingkirkan
kemungkinan meningitis terutama pada pada pasien kejang demam yang pertama. Walapun demikian
kebanyakan dokter melakukan fungsi lubal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis misalnya
bila ada gejala meningitis atau bile kejang demam berlangsung lama

Pengobatan profilaksis. Ada dua cara profilaksis, yaitu(1) profilaksis intermiten saat demam dan (2)
profilaksis terus-menerus dengan anti konvulsan setiap hari.

Untuk profilaksis intermiten di berikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi
menjadi 3 dosis saat pasien demam diazepam dapat dpat pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam
sebanyak 5 mg (BB,10 kg) dan 10 mg (BB>10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 derajat
C efek samping diazepam adalah ataksia,mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus-menerus tiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/khBb/hari dibagi dlam 2 dosis. Obat lain
yang dapat digunakan adlah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.Antikonvulsan profilaksis
terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2
tahun. Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada dua kriteria (termasuk poin 1 atau 2)
yaitu:

Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan(misalnya
serebral palsi atau mikrosefal)

Kejang demam lebih dari 15 menit,fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap

Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung

Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam
datu episode demam.

Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan
profilaksi intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazipam oral atau rektal tiap 8 jam
disamping antipiretik.

2.2.7. Konsep Asuhan Keperawatan Anak Dengan Kejang Demam

Pengkajian

Identitas Klien

Nama : An.“R“

Umur : 7 Bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan Terakhir : Belum Sekolah

Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia

Alamat : Pondok III Batu Ampar

Tanggal Masuk RS : 28 Juni 2014

Tanggal Pengkajian : 28 Juni 2014

No. Register : 04. 93. 084

Diagnosa Medis : Demem Kenjang

Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn“ M“

Umur : 25 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan Terakhir : SMP

Pekerjaan : Memanen Sawit

Agama : Islam
Alamat : Pondok III Batu Ampar

Hub dengan Klien : Ayah Klien

Riwayat Penyakit

Keluhan utama

Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan kejang

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan kejang demam dan badannya panas. Ke Rumah Sakit Umum daerah
Amanah Husada Tanah Bumbu pada tanggal 28 Juni 2014 jam 10.58 WITA. Sejak 1 hari sebelum masuk
Rumah Sakit klien badanya panas dan kejang. Klien di diagnosa medis Demam Kejang pada tanggal 28
Juni 2014.

Riwayat Penyakit Dahulu

Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak pernah di rawat di Rumah Sakit sebelumnya. Klien pernah
demam tapi tidak seperti sekarang yang di alami klien – klien tidak menderita penyakit menular maupun
keturunan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga klien mengatakan bahwa keluarganya ada yang mengalami penyakit demam, tetapi tidak
dirawat di Rumah Sakit, dikeluarga klien tidak ada yang memiliki penyakit diabetes, hepatitis, dan TB
Paru.

III. Pemeriksaam Fisik

Keadaan Umum
Compost Mentis ( sadar sepenuhnya ) dan sebelum terpasang infus. Pengukuran tanda-tanda vital, pada
tanggal 28 Juni 2014

Pukul 09.00 pagi :

BB : 9 kg

N : 100 x /menit

R : 28 x /menit

T : 39,5oc

Kulit

Inpeksi : Kulit klien kelihatan bersih, tidak tidak ada lesi atau peradangan

Palpasi : Kulit klien teraba panas dengan suhu 39,5oC

Kepala dan Leher

Inpeksi : Struktur simetris, warna rambut hitam,kelihatan bersih

Palpasi : Tidak ada luka tekan pada kepala dan leher, tidak ada benjolan dan perdarahan

Mata dan Penglihatan

Inpeksi : Struktur mata,kelihatan bersih, tidak ada sekret yang tampak, tidak ada benjolan peradangan
Hidung dan Penciuman

Inpeksi : Hidung klien terlihat bersih, tidak ada perdarahan dan peradangan

Palpasi : tidak ada luka tekan maupun nyeri pada hidung

Telinga dan Pendengaran

Inpeksi : Struktur telinga simetris, kebersihan telinga cukup bersih, tidak ada perdarahan dan
peradanga.

Mulut dan Gigi

Inspeksi : Kebersihan gigi dam mulut cukup bersih, warna mukosa bibir tampak lembab,tidak ada
sariawan dan tidak ada perdarahan dan peradangan

Palpasi : Tidak ada nyeri pada gigi

Dada, pernapasan, dan Sirkulasi

Inpeksi : Struktur simetris, bentuk dada normal, pergerakan rongga dada simetris antara kanan dan kiri,
pernapasan cepat dan dangkal 36 X /menit

Palpasi : Tidak ada lika tekan dan nyeri pada dada, tidak ada benjolan dan pendarahan.

Perkusi : Terdengar redup pada dada sebelah kanan

Auskultasi : Dada bagian terdengar ronchi basah

Abdomen

Inpeksi : Abdomen simetris, abdomen tampak cekung, abdomen cukup bersih


Palpasi : Tidak ada nyeri saat ditekan, perut teraba kembung, tidak ada benolan, berdarah, dan tidak lesi
atau odema

Genetalia dan Reproduksi

Klien tidak pernah terkena penyakit kelamin, klien berjenis kelamin perempuan, tidak ada nyeri saat BAK

Ekstremitas Atas dan Bawah

Ekstremitas Atas : Tidak ada keterbatasan aktivitas, tidak ada kelainan bentuk tulang, ekstremitas atas
sebelah kanan terpasang infus Wida Ds1/4 NS 18 TPm. Dalam sehari menghabiskan 2 botol infus.

Ekstrimitas Bawah : Tidak ada keterbatasan aktivitas maupun kelainan bentuk tulang dan tidaka ada
trauma pada ekstrimitas bawah.

Pola Kebiasaan sehari-hari

Aktivitas dan Istirahat

Dirumah : Klien masih anak-anak dan klien tidur siangnya selama 3 – 4 jam dan tidur malamnya klien 9 –
10 jam sehari.

Di RS : Klien hanya berbaring diatas tempat tidur dan digendongnya oleh ibunya dan kondisinya masih
lemah.

Personal Hgyiene

Di rumah : Klien Mandi 2x sehari, dan potong kuku bila panjang.

Di RS : Selama di RS klien tidak pernah mandi hanya diseka 1x sehari oleh keluarganya.
Nutrisi

Di rumah : Klien makan 3x/ hari, makan SUN, dan minumnya setelah makan dan apabila haus minum
susu.

Di RS : Klien makan 2x sehari, minum air putih, dan juga minum susu

Eliminasi

Di rumah : Klien BAB kurang teratur, sedangkan BAK 7 – 8x sehari

Di RS : Selama di RS klien BABnya juga kurang teratur, sedangkan BAK 7 – 9x sehari.

Sexsual

Klien berjenis kelamin perempuan, klien tidak pernah mengalami penyakit kelamin.

Pisiko Sosial

Hubungan klien dengan keluarga sangat baik karena banyaknya keluarga yang mengunjungi klien,
hubungan dengan perawat, dokter dan tenaga medis lainnya baik dan dapat bekerjasama dalam
perawatanya.

Spiritual

Klien beragama islam, keluarga klien hanya bisa berdoa untuk kesembuhan klien

Diagnosa Keperawatan

Peningkatan suhu tubuh b.d peningkatan metabolisme penyakitnya.

Tujuan : dalam 3 hari suhu badan klien kembali normal, tidak terjadi kejang lagi.

Kriteria hasil : suhu badan normal, tidak ada kejang, kembali segar.
Rencan :

Observasi TTV

Anjurkan keluarga untuk kopres dingin klien

Anjurkan keluarga untuk memakaikan baju yang menyerap keringat untuk klien

Berikan penjelasan pada keluarga klien

Jelaskan tentang :

Nama penyakit anak

Penyebab penyakit

Akibat yang di timbulkan

Pengobatan yang dilakukan

Jelaskan tentang :

Pengertian kompres dan pentingnya

Suhu badan yang normal bagi anaknya

Beri kesempatan keluarga untuk mengulangi isi penyuluhan

Anjurkan keluarga untuk membawa anak selalu kontrol setelah pulang dari rumah sakit

Anda mungkin juga menyukai