OLEH:
TINGKAT 2.1
DIII KEPERAWATAN
i
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat, Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas berkat rahmat-Nyalah peper yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada
Bayi/Anak dengan Kejang Demam” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
pada waktunya. Paper ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Anak.
Dalam membuat paper ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak
yang berkontribusi dalam penyelesaiannya. Untuk itu penulis ucapkan terima
kasih.
Penulis menyadari akan kekurangan paper ini. Untuk itu penulis mohon
kritik dan saran demi kelengkapan dan kesempurnaan karya ilmiah ini. Sebagai
akhir kata semoga paper ini dapat dimanfaatkan bagi kita semua.
Penulis
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan kelaianan neurologis yang paling sering
ditemukan pada anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun.
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak-anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologic yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang
sekitar 4% anak. Pada setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda,
hal ini tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Anak
dengan kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 C, tetapi pada anak
dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru akan terjadi pada suhu 40 C atau
bahkan lebih (Sodokin, 2012). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38 C) yang disebabkan
serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh rektal di atas 38 C
(Riyadi, 2009).
Demam tinggi pada anak dapat menjadi factor pencetus serangan kejang
metabolism basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi disfusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui
membrane tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membrane sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan
terjadi kejang. Masalah yang terjadi pada pasien kejang demam seperti
hipertermia, pola napas tidak efektif, dan risiko cedera. Dampak kejang demam
yang tidak teratasi dapat menyebabkan kerusakan sel otak. Setiap kejang
menyebabkan konstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah tidak lancardan
mengakibatkan kelumpuhan samapi radiasi mental bila kerusakan berat
(Ngastiyah, 2014).
Berdasarkan uraian tersebut maka dibuat paper asuhan keperawatan pada
bayi/anak dengan kejang demam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pengertian kejang demam?
2. Bagaimanakah etiologi kejang demam?
3. Bagaimanakah manifestasi klinis kejang demam?
4. Bagaimanakah patofisiologi kejang demam?
5. Bagaimanakah klasifikasi kejang demam kejang demam?
6. Bagaimanakah pathway kejang demam?
7. Bagaimanakah pemeriksaan penunjang kejang demam?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan kejang demam?
9. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan anak kejang demam?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan prmaparan rumusan masalah, adapun
tujuan dari penulisan paper asuhan keperawatan ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian kejang demam.
2. Untuk mengetahui etiologi kejang demam.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis kejang demam.
4. Untuk mengetahui patofisiologi kejang demam.
5. Untuk mengetahui klasifikasi kejang demam kejang demam.
6. Untuk mengetahui pathway kejang demam.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang kejang demam.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang demam.
9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan anak kejang demam.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini sebagai
berikut.
1. Manfaat Praktis
Secara teoritis makalah ini dapat menambah wawasan atau pengetahuan
pembaca mengenai asuhan keperawatan bayi/anak dengan kejang
demam(pengkajian,diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi,
evaluasi) .
2. Manfaat Teoritis
Makalah ini dapat menjadi pedoman bagi pembaca yang sedang
melaksanakan praktik keperawatan anak terlebih tentang asuhan
keperawatan bayi/anak dengan kejang demam(pengkajian,diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi) .
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
A. PENGERTIAN
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral
yang berlebihan, (Betz & Sowden, 2002). Kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan
oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang
paling sering dijumpai pada anak terutama pada golongan anak berumur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah
mengalami kejang demam (Ngastiyah, 2014). Jadi kejang demam adalah kenaikan
suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial
listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.
Kejang Demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering
ditemukan pada anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun.
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak-anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang
sekitar 4% anak. Pada setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda,
hal ini tergantung dari tinggi serta rendahnya ambang kejang seorang anak. Anak
dengan kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38ºC, tetapi pada anak
dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru akan terjadi pada suhu 40ºC atau
bahkan lebih (Sodikin, 2012). Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium (Widodo, 2011).
B. ETIOLOGI
Penyebab dari kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016)
diantaranya sebagai berikut.
1. Faktor genetika
Faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang
demam 25-50 % anak yang mengalami kejang memiliki anggota keluarga
yang pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.
2. Infeksi
a. Bakteri diantaranya penyakit pada traktus respiratorius
(pernapasan), pharyngitis (radang tenggorokan), tonsillitis
(amandel), dan otitis media (infeksi telinga).
b. Virus diantaranya varicella (cacar), morbili (campak), dan dengue
(virus penyebab demam berdarah ).
3. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada
waktu sakit dengan demam atau pada waktu demam tinggi.
4. Gangguan Metabolisme
Hipoglikemia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada
pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
5. Trauma
Kejang demam dapat terjadi karena trauma lahir dan trauma
kepala.
C. MANIFESTASI KLINIS
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti,
anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat
diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering
terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih
dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan
frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali
sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali
sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.
Adapun gejala kejang demam diantaranya sebagai berikut.
1. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi
secara tiba-tiba)
2. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
3. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik)
4. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit)
5. Lidah atau pipinya tergigit
6. Gigi atau rahangnya terkatup rapat
7. Inkontinensia (mengompol)
8. Gangguan pernafasan
9. Apneu (henti nafas)
10. Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya akan terjadi beberapa hal diantaranya
sebagai berikut.
1. Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama
1 jam atau lebih
2. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
3. Mengantuk
4. Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Staff pengajar FKUI (2005: 847) sumber energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oksidasi menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi
oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) yang sangat sulit dilalui
oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CL-).
Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
natrium rendah, dan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseinibangan potensial ini diperlukan energi dan bantuan
enzim Na-K-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisms basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20 %. Pada, usia 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Sehingga kenaikan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
terjadi difusi ion kalium maupun natrium melalui membran, akibatnya
terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sekitarya
dan dengan bantuan neurotransmitter mengakibatkan terjadinya kejang.
H. PENATALAKSANAAN
Dalam penanggulangan kejang demam menurut IKA-FKUI
(2005:850) ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu:
1. Memberantas kejang secepat mungkin.
Bila pasien datang dalam keadaan konvulsi, obat pilihan utama
adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Pemberian dosis sesuai
dengan BB. Kurang dari 10 kg pemberiannya 0,5 -0,75 mg / kg BB
dengan minimal dalam spuit 0,75 mg. Bila BB diatas 20 kg
pemberiannya 0,5 mg / kg BB. Bila kejang belum juga berhenti dapat
diberikan fenobarbital atau poraldehid 4 % per I.V.
2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya
pengobatan penunjang sebagai berikut:
a. Semua pakaian ketat dibuka.
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung.
c. Usahakan untuk jalan napas bebas untuk menjamin
kebutuhan oksigen.
d. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan
diberikan oksigen.
e. Fungsi vital harus diawasi secara ketat, jika suhu meningkat
sampai hiperpireksia dilakukan libernasi dengan kompres alkohol
dan air es.
3. Pengobatan rumat.
Setelah kejang diatasi harus di susul pengobatan rumat, daya
kerja diazepam sangat singkat yang berkisar antara 45-60 menit.
Oleh karena itu harus diberikan obat antiepilepsi dengan daya kerja lebih
lama, misalnya fenobarbital yang diberikan langsung setelah kejang
berhenti.Dengan diazepam dosis awal pada neonatus 30 mg, umur 1
bulan - 1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun keatas 75 mg, sedangkan cara
pemberian secara IM.
4. Mencari dan mengobati penyebab.
Penyebab kejang demam sederhana dan epilepsi yang
diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian
atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat
untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang
demam yang datang pertama kali sebaiknya dilakukan fungsi lumbal
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi didalam otak,
misalnya meningitis.
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK KEJANG DEMAM
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan
sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan
menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang
meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data
didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien
dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui
observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara
(yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan
(berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur
(mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
a. Data Subjektif
1) Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata
orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak
meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
2) Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang
ditanyakan :
a) Apakah betul ada kejang .
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak
b) Apakah disertai demam .
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai
kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan
dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang
dengan demam.
c) Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan
waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat
mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan
pengobatan.
d) Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap
mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik,
klonik.
1. Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang
kesadaran seperti epilepsi mioklonik .
2. Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik .
3. Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi
sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme
infantile .
e) Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur
berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi
kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang
timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering
timbul.
f) Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan
tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah,
muntah, sakit kepala dan lain-lain.
Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya.
Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar,
tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan
sebagainya.
3) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya
pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA,
OMA, Morbili dan lain-lain.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan
apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
saat kejang terjadi untuk pertama kali. Apakah ada riwayat trauma
kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
5) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma,
perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan
maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah
sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante
partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi
panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
6) Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum
ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari
imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek
sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
7) Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
a) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi
dengan lingkungannya.
b) Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan
anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang
melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan
otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat,
misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
c) Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan
sikap tubuh.
d) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan.
8) Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25%
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota
keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya. Adakah anggota
keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit
infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
9) Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya
perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak. Bagaimana hubungan
dengan anggota keluarga dan teman sebayanya.
10) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana. Pola
kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
a) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan
tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap
perawatan dan tindakan medis. Bagaimana pandangan terhadap
penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan,
tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan
obat-obatan pertolongan pertama.
b) Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi
oleh anak. Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak.
Bagaimana selera makan anak. Berapa kali minum, jenis dan
jumlahnya per hari.
c) Pola Eliminasi
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara
makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah
terdapat darah. Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak
kencing. BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak.
Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir.
d) Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman
sebayanya. Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam.
Aktivitas apa yang disukai.
e) Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur. Berangkat tidur jam berapa.
Bangun tidur jam berapa. Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana
dengan tidur siang.
b. Data Objektif
a) Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat
kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam
sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah
kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan
neurologi.
b) Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali. Adakah
dispersi bentuk kepala. Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan
ubun-ubun besar menutup atau belum..
2) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai
rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah
dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
3) Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang
paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah
tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus,
strimus. Apakah ada gangguan nervus cranial.
4) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa
pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera,
konjungtiva.
5) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda
adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang
telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
6) Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung. Polip yang
menyumbat jalan napas. Apakah keluar sekret, bagaimana
konsistensinya, jumlahnya.
7) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus. Adakah cynosis.
Bagaimana keadaan lidah. Adakah stomatitis. Berapa jumlah gigi
yang tumbuh. Apakah ada caries gigi .
8) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil. Adakah tanda-tanda
infeksi faring, cairan eksudat.
9) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar
tiroid. Adakah pembesaran vena jugulans.
10) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale. Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan.
11) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya.
Adakah bunyi tambahan . Adakah bradicardi atau tachycardia.
12) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada
abdomen . Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus. Adakah
tanda meteorismus. Adakah pembesaran lien dan hepar.
13) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun
warnanya. Apakah terdapat oedema, hemangioma. Bagaimana
keadaan turgor kulit.
14) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah
terjadi kejang. Bagaimana suhunya pada daerah akral.
15) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari
vagina, tanda-tanda infeksi.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan perjalanan patofisiologi dan manifestasi klinik yang
muncul maka diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan
kejang demam adalah:
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, dan
kulit teraba panas.
b. Pola napas tidak efektif behubungan dengan hambatan upaya napas
ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu napas, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal, ortopnea, pernapasan pursed-lip,
pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-posterior
meningkat, vantilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun,
tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, dan ekskursi
dada berubah.
c. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.
3. Intervensi
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, dan
kulit teraba panas.
NOC lable:
Termoregulasi
1) Penurunan suhu kulit
2) Tidak terjadi perubahan warna kulit
3) Tingkat pernapasan normal
Intervensi
SIKI lable:
Manajemen hipertermia
1) Identifikasi penyebab hipertermia
2) Monitor suhu tubuh
3) Longgarkan atau lepaskan pakaian
4) Berikan cairan oral
5) Ganti linen setiap hari/lebih sering jika mengalami hyperhidrosis
6) Anjurkan tirah baring
7) Kolaborasikan pemberian cairan dan elektrolit intravena
b. Pola napas tidak efektif behubungan dengan hambatan upaya napas
ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu napas, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal, ortopnea, pernapasan pursed-lip,
pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-posterior
meningkat, vantilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun,
tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, dan ekskursi
dada berubah.
NOC lable:
Status pernapasan
1) Frekuensi pernapasan normal
2) Irama pernapasan normal
3) Suara auskultasi napas normal
NIC lable:
Manajemen jalan napas
1) Monitor pola napas
2) Minitor bunyi napas tambahan
3) Monitor sputum
4) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin lift
5) Posisikan semifowler atau fowler
6) Berikan minum hangat
7) Lakukan fisioterapi dada
8) Ajarkan Teknik batuk efektif
9) Kolaborasi pemberian bronkodilator
c. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan
NOC lable:
Kontrol risiko
1) Klien bebas dari cedera
SIKI lable:
Manajemen kejang
1) Monitor terjadinya kejang berulang
2) Monitor kerakteristik kejang
3) Monitor tanda-tanda vital
4) Baringkan pasien agar tidak terjatuh
5) Jauhkan benda-benda berbahaya terutama benda tajam
6) Anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun ke dalam
mulut pasien saat periode kejang
7) Kolaborasikan pemberian antikonvulsan
4. Implementasi
Implementasi yang dilaksanankan adalah implementasi yang sudah
sesuai dengan intervensi yang sudah direncanakan sebelumnya.
5. Evaluasi
a. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan dengan menilai
respon anak atau pasien langsung setelah tindakan keperawatan
dilakukan.
b. Evaluasi sumatif adalah proses evaluasi yang dilaksanakan diakhir
proses keperawatan.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
I. IDENTITAS
A. Anak
1. Nama : An. A
2. Anak yang ke :2
3. Tanggal lahir/umur: 9 Januari 2017 / 2 tahun 2 bulan
4. Jenis kelamin : Laki-laki
5. Agama : Hindu
B. Orang tua
1. Ayah
a. Nama : Tn. B (kandung/tiri)
b. Umur : 33 tahun
c. Pekerjaan : PNS
d. Pendidikan : S1
e. Agama : Hindu
f. Alamat : Jalan Matahari Terbenam No. 1
2. Ibu
a. Nama : Ny. C (kandung/tiri)
b. Umur : 31 tahun
c. Pekerjaan : Wiraswasta
d. Pendidikan : S1
e. Agama : Hindu
f. Alamat : Jalan Matahari Terbenam No. 1
II. GENOGRAM ( dibuat apabila ada hubungan dengan kasus yang dibuat )
III. ALASAN DIRAWAT
a) Keluhan Utama : Demam dan Kejang
b) Riwayat Penyakit : Pasien datang ke rumah sakit pada 12 Maret 2019
pukul 08.58 WITA dengan keluhan demam dan kejang. Pasien demam
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien kejang di rumah 2 kali
selama ± 5 menit setiap kejang. Ibu pasien mengatakan pada saat pasien
kejang akan mengalami penurunan kesadaran. Inu pasien mengatakan
apabila pasien kejang diberi sendok yang dilapisi kain untuk mencegah
gigi patah. Suhu saat pengkajian 39,2°C. Pasien dipasang infus RL 30 tpm,
diberikan paracetamol 250 mg.
D. Aktifitas
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan anaknya senang bermain dengan teman
sebayanya, anak juga berkumpul dan bermain dengan keluarga.
Saat sakit ibu pasien mengatakan anaknya hanya bermain dengan ibunya,
pasien tidak dapat berkumpul dengan keluarganya, pasien sering menangis
karena takut tubuhnya terancam, pasien membawa bola mainannya
E. Rekreasi
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan ketika ada waktu senggang anaknya
sering jalan-jalan di dekat rumah bersama keluarganya.
Saat sakit ibu pasien mengatakan anaknya hanya berbaring ditempat tidur.
F. Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan anaknya tidur malam 9 jam dan tidur
siang 1-2 jam sehari.
Saat sakit ibu pasien mengatakan anaknya tidur malam dan sering terbangun
dan tidur siang 1-2 jam sehari.
G. Kebersian Diri
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan anaknya dimandikan keluarga 2 kali
sehari dibak mandi, menggunakan sabun dan dikeringkan menggunakan
handuk kering, cuci rambut 2 kali dalam seminggu, gunting kuku seminggu
sekali.
Saat sakit ibu pasien mengatakan anaknya dimandikan menggunakan waslap 2
kali sehari, cuci rambut dan gunting kuku belum pernah sejak masuk rumah
sakit
H. Pengaturan Suhu Tubuh
Sebelum dan saat pengkajian ibu pasien mengatakan anaknya demam
I. Rasa Nyaman
Sebelum sakit hubungan pasien dengan orang tua dan keluarganya sangat baik
dan saat dikaji pasien lebih nyaman ditemani oleh ibunya.
J. Rasa Aman
Sebelum dan saat pengkajian ibu pasien mengatakan merasa aman karena ia
selalu menemani anaknya dibantu suaminya, ibu pasien mengatakan bed
sudah aman dan terpasang pengaman.
K. Belajar (Anak dan Orang Tua)
Sebelum sakit ibu mengatakan sering mengajarkan anaknya hal-hal tertentu
seperti berbicara, bermain, belajar bernyanyi, belajar berhitung, dll.
L. Prestasi
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sudah pandai bernyanyi,
mampu menyebutkan angka 1 sampai 10, sering bertanya-tanya dan saat sakit
anaknya hanya terdiam di tempat tidurnya
M. Hubungan Sosial Anak
Sebelum sakit ibu mengatakan dalam keluarga orang yang paling dekat
dengan anaknya adalah ibu, orang yang paling disegani yaitu ayahnya,
hubungan dan komunikasi anak dengan orang tuanya sangat baik dan saat
sakit ibu mengatakan anaknya hanya ingin dekat bersama ibunya saja
N. Melaksanakan ibadah
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan pasien tebiasa sembahyang bersama di
rumah ketika sore hari dengan keluarga dan untuk kesembuhan anaknya ibu
pasien juga melakukan pesembahyangan.
X. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : baik
B. Kesadaran : composmentis
c. Tanda-tanda Vital :
a. Tekanan darah :-
b. Denyut nadi : 144x/menit
c. Suhu : 39,2 C
d. Pernapasan : 32x/menit
e. Berat badan : 12,2 kg
f. Panjang badan : 88 cm
C. Warna Kulit : sawo matang,kulit bersih
D. Suara waktu menangis: normal
E. Tonus Otot : normal
F. Turgor kulit : elastis
G. Udema ( ada/tidak) di : tidak ada benjolan
H. Kepala
Inspeksi
Keadaan rambut & Hygiene kepala:
a. Warna rambut : hitam kecoklatan
b. Penyebaran : merata
c. Mudah rontok : tidak
d. Kebersihan rambut : bersih
Palpasi
Benjolan : ada / tidak ada
Nyeri tekan : ada / tidak ada
Tekstur rambut : kasar / halus
I. Mata
Inspeksi
a. Pelpebra : tidak edema
b. Sklera : tidak ikterus
c. Konjungtiva: anemis
d. Pupil : isokor, pupil mengecil saat diber rangsangan cahaya
e. Posisi mata: simetris
f. Gerakan bola mata : simetris
g. Penutupan kelopak mata : menutup rapat
h. Keadaan bulu mata : melengkung keatas
i. Keadaan visus :-
j. Penglihatan : tidak kabur
Palpasi
Tekanan bola mata : tidak teraba benjolan
Data lain :-
J. Hidung
Inspeksi
1. Posisi hidung : tepat ditengah antara kedua mata
2. Bentuk hidung : simetris
3. Keadaan septum : lurus ditengah
4. Sekret / cairan : tidak ada
Data lain :-
K. Telinga
Inspeksi
a. Posisi telinga : simetris, tepat disamping kiri dan
kanan kepala
b. Ukuran / bentuk telinga : normal simetris
kanan dan kiri
c. Aurikel : tipis dan lembut
d. Lubang telinga : bersih
e. Pemakaian alat bantu : tidak ada
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Pemeriksaan uji pendengaran
a. Rinne :-
b. Weber :-
c. Swabach :-
L. Mulut
Inspeksi
Gigi
Keadaan gigi : pasien belum mempunyai gigi
Karang gigi / karies : pasien belum mempunyai gigi
Pemakaian gigi palsu : pasien belum mempunyai gigi
Gusi : warna merah, tidak tampak radang atau benjolan
abnormal
Lidah : sedikit kotor
Bibir
Sianosis / pucat / tidak : tidak sianosis
Basah / kering / pecah : basah
Mulut berbau / tidak : mulut tidak berbau
Tenggorokan
Warna mukosa : merah muda
Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
Nyeri menelan : tidak ada nyeri menelan
Data lain :-
M. Leher
Inspeksi
Kelenjar thyroid : tidak membesar
Palpasi
a. Kelenjar thyroid : tidak teraba
b. Kaku kuduk / tidak : tidak teraba kaku kuduk
c. Kelenjar limfe : tidak teraba membesar
Data lain :-
N. Thoraks
Bentuk dada : simetris
Irama pernafasan : reguler
Pengembangan di waktu bernapas: ada pengembangan saat inspirasi dan
mengempis saat ekspirasi
Tipe pernapasan : pernapasan dada
Data lain :-
Palpasi
a. Vokal fremitus :-
b. Massa / nyeri : tidak teraba massa
Auskultasi
a. Suara nafas : Vesikuler
b. Suara tambahan :-
Perkusi : sonor
O. Jantung
Palpasi
Ictus cordis : 4-5 kiri
Perkusi
Pembesaran jantung: tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi
BJ I : terdengar BJ 1 tunggal
BJ II : terdengar BJ 2 tunggal
BJ III : -
Bunyi jantung tambahan: -
Data lain
P. Abdomen
Datar, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar
Q. Ekstremitas
Ekstremitas atas
Motorik
- Pergerakan kanan / kiri : bergerak normal, tidak tampak kelainan
- Pergerakan abnormal : -
- Kekuatan otot kanan / kiri : 5
- Tonus otot kanan / kiri : normal
- Koordinasi gerak : gerak terkoordinasi
Refleks
- Biceps kanan / kiri : positif
- Triceps kanan / kiri : positif
Sensori
- Nyeri : positif, menarik saat diberi rangsang nyeri
- Rangsang suhu: positif, menarik saat diberi rangsang suhu
dingin
- Rasa raba : positif
Ekstremitas bawah
Motorik
- Gaya berjalan : belum dapat
berjalan
- Kekuatan kanan / kiri :5
- Tonus otot kanan / kiri : normal
Refleks
- KPR kanan / kiri : positif
- APR kanan / kiri : positif
- Babinsky kanan / kiri : positif
Sensori
- Nyeri : positif
- Rangsang suhu : positif
- Rasa raba : positif
- Data lain :-
R. Alat kelamin : laki-laki, tanpa bersih dan tidak ada kelainan
S. Anus : ada lubang anus, tanpa bersih dan tidak ada
kelainan
T. Antropometri (ukuran pertumbuhan)
1.BB : 8 kg
2.TB : 70 cm
3.Lingkar kepala : 43 cm
4.Lingkar dada : 52 cm
5.Lingkar lengan : 11,7 cm
U. Gejala kardinal
1.Suhu :38 ,4 C
2.Nadi :146 x/menit
3.Pernafasan :32 x/menit
4.Tekanan darah:- mmhg
Nama/
No Tgl. Diagnosa Keperawatan
TTD
1 12 Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Maret
ditandai dengan suhu tubuh 39,2 C, kulit tampak
2019
kemerahan, dan kulit teraba panas.
2 12 Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan
Maret
2019
XIII. RENCANA KEPERAWATAN
Tgl/ Nama/
No Dx Kep Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional
Jam TTD
1 12/3/ Hipertermi Tujuan: SIKI lable: 1. Identifikasi penyebab
2019
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia hipertermia mempermudah
dengan proses asuhan keperawatan selama 1. Identifikasi penyebab memberi asuhan yang tepat
penyakit 2x24 jam hipertermi teratasi hipertermia untuk klien
ditandai dengan kriteria hasil: 2. Monitor suhu tubuh 2. Suhu tubuh merupakan
dengan suhu NOC lable: 3. Longgarkan atau lepaskan acuan dalam mengetahui
Termoregulasi pakaian status termoregulasi pasien
tubuh 39,2 C,
1. Penurunan suhu kulit 4. Berikan cairan oral 3. Pakaian yang tidak ketat
kulit tampak
2. Suhu pada rentang (36,5-37,5 5. Ganti linen setiap hari atau dan nyaman membantu
kemerahan,
C) lebih sering jika mengalami pasien lebih rileks
dan kulit
3. Tidak terjadi perubahan warna hyperhidrosis 4. Permberian cairan oral
teraba panas.
kulit 6. Anjurkan tirah baring memenuhi kebutuhan cairan
4. Tingkat pernapasan normal
7. Kolaborasikan pemberian dan menurunkan demam
cairan dan elektrolit 5. Lingkungan yang bersih
intravena memberikan kenyamanan
bagi pasien
6. Tirah baring memberikan
kesempatan pada pasien
untuk beristirahat dan
memulihkan kondisi
7. Cairan dan elektrolit
menjaga status hidrasi
pasien tetap baik
2 12/3/ Risiko cedera Tujuan: SIKI lable: 1. Membantu
2019 berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen kejang mengetahui tindakan yang
dengan asuhan keperawatan selama 1. Monitor terjadinya kejang tepat untuk perawatan pasien
hipoksia 2x24 jam pasien terhindar dari berulang 2. Membantu
2. Monitor kerakteristik
jaringan cedera dengan kriteria hasil: mengetahui pemberian
kejang
NOC lable: perawatan yang tepat untuk
3. Monitor tanda-tanda vital
Kontrol risiko 4. Baringkan pasien agar pasien
1) Klien bebas dari cedera tidak terjatuh 3. Tanda-tanda vital
5. Jauhkan benda-benda
merupakan acuan untuk
berbahaya terutama benda
mengetahui keadaan umum
tajam
pasien
6. Anjurkan keluarga
4. Posisi berbaring
menghindari memasukkan
apapun ke dalam mulut membuat pasien lebih aman
pasien saat periode kejang 5. Menjaga keamanan
7. Kolaborasikan pemberian
pasien, keluarga, dan
antikonvulsan
petugas
6. Mencegah terjadinya
cedera
7. Pemberian
antikonvulsan
mengambalikan kestabilan
sel saraf sehingga dapat
mencegah atau mengatasi
kejang
XIV. TINDAKAN KEPERAWATAN
No Tgl/ No Implementasi Evaluasi Nama/
Jam TTD
Dx
1 12 1 Mengidentifikasi penyebab DS: Ibu pasien mengatakan pasien
Maret hipertermia demam sejak 2 hari dan mengalami
2019 kejang di rumah sebanyak 2 kali
09.01 DO: -
WITA
2 09.03 1 Memonitor suhu tubuh DS: -
WITA DO: Suhu pasien 40 C
3 09.03 2 Memonitor tanda-tanda DS: -
WITA vital DO: Nadi pasien x/menit dan
respirasi x/menit
4 09.05 2 Memonitor kerakteristik DS: -
WITA kejang DO: kejang pada pasien termasuk
kejang tonik karena kejang tersebut
membuat otot pasien kaku
5 09.06 2 Menganjurkan pasien DS: Keluarga pasien mengatakan
WITA untuk berbaringkan agar mengerti dengan anjuran yang
tidak terjatuh diberikan
DO: Keluarga pasien mengikuti
anjuran untuk memposisikan pasien
berbaring
6 09.06 2 Menganjurkan keluarga DS: Keluarga pasien mengatakan
WITA menghindari memasukkan mengerti dengan anjuran yang
apapun ke dalam mulut diberikan
pasien saat periode kejang DO: Keluarga pasien mengikuti
anjuran untuk memasukkan apapun
ke dalam mulut pasien saat periode
kejang
7 09.21 1 Memonitor suhu tubuh DS: Ibu pasien mangatakan badan
WITA pasien masih panas
DO: Suhu pasien 38,8 C
8 09.22 1 Menganjurkan memakai DS: Keluarga pasien mengatakan
WITA pakaian tipis mengerti dengan anjuran yang
diberikan
DO: Keluarga pasien mengikuti
anjuran untuk memakaikan pakaian
tipis pada pasien
9 09.31 1 Memberikan cairan oral DS: Ibu pasien mengatakan pasien
WITA tdak mau minum air
DO: Pasien tampak menolak
diberikan air
10 09.35 1 Mengolaborasikan DS: -
WITA pemberian cairan dan DO: pasien diberikan cairan infus
elektrolit intravena RL 30 tpm
11 09.39 1 Menganjurkan tirah baring DS: Keluarga pasien mengatakan
WITA mengerti dengan anjuran yang
diberikan
DO: Keluarga pasien mengikuti
anjuran untuk memposisikan pasien
tirah baring
12 09.45 1 Memonitor suhu tubuh DS: -
WITA DO: Suhu pasien 38,6 C
13 09.50 Mengolaborasikan DS: -
WITA pemberian antipiretik DO: Pasien diberikan paracetamol 1
(paracetamol) sendok teh (120 mg/5 ml) setiap 4
jam
Mengetahui, Denpasar,……………..............
Pembimbing Praktik Mahasiswa
......................................................... .........................................................
NIP............................................. NIM.............................................
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
..................................................................
NIP....................................................
DAFTAR PUSTAKA