Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di
bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang
menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang
demam dengan tepat dan cepat. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak
berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang
berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf
Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari.
Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata
laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama
kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan
waktu anak berumur berapa . Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang
bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran
pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk
demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian.
Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.1
Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara
spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan
kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam.2
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah
penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan
penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami
kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis
kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.3

1.2 Batasan Masalah


Case report session ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, klasifikasi, pengobatan dan komplikasi dari kejang demam.

1.3 Tujuan Penulisan

1
Case report session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca
pada umumnya dan penulis khususnya mengenai Case report session ini
membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi,
pengobatan dan komplikasi dari kejang demam.

1.4 Metode Penulisan


Case report session ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan
pustaka yang merujuk dari berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan


Case report session ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
informasi dan pengetahuan tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
klasifikasi, pengobatan dan komplikasi dari kejang demam.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan
oleh kelainan ekstrakranial.3 Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk
diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan
dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam.4

2.2 Epidemiologi3,5
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang
demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak
didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132
orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya
peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah
penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan
penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami
kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis
kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.

2.3 Etiologi

3
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui,
akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi
terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang
mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam
pasa masa kecilnya.3
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas
terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak
segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga
dapat menyebabkan kejang demam.6
2.4 Patofisiologi7
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi ion K + dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari

4
ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

2.5 Klasifikasi
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi
dua4
1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)
- Berlangsung singkat
- Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit
- Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal
- Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)
- Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan
kejang parsial
- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di
antara bangkitan kejang.
2.6 Manifestasi Klinis8
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-
lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya
kelainan neurologik.

5
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi
secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung
selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami
kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot
kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan,
tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi
otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot
yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau
pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan
air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti
nafas), dan kulitnya kebiruan.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.
2.7 Diagnosis6,8,9
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-
penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf
pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan
adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang
menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.
1. Anamnesis
- waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
- sifat kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)

6
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
- Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap
atau naik turun)
- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA,
GE)
- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak
disertai demam atau epilepsi)
- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
- Trauma kepala
2. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang
berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya
kelainan struktur otak.
- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid
mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala
berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang
dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial
yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural.
Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau
bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan
karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan
kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex
serebri.

7
- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan
cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau
hidrosefalus.
- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya
demam (ISPA, OMA, GE)
- Pemeriksaan refleks patologis
- Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
3. Pemeriksaan laboratorium
- Darah tepi lengkap
- Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dapat
mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah.
- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan
metabolisme
- Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat
dicurigai Ensefalitis akut / Ensefalopati.
4. Pemeriksaan penunjang
- Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12
bulan sangat dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.
- EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun
memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat
dipertimbangkan pada KDK. Tetapi beberapa ahli berpendapat EEG tidak
sensitif pada anak < 3 tahun.
- CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan
neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda
peningkatan tekanan intrakranial.

2.8 Diagnosis Banding3


Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat.
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis,

8
abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan
dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi
dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas
dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi
kekhilafan yang berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal
yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam
kejang demam atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.

Tabel Diagnosa Banding


No Kriteri Banding Kejang Epilepsi Meningitis
Demam Ensefalitis
1. Kejang Pencetusnya Tidak berkaitanSalah satu gejalanya
demam dengan demam demam
2. Kelainan Otak (-) (+) (+)
3. Kejang berulang (+) (+) (+)
4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)

2.9 Penatalaksanaan4,9
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu :
1. Mengatasi kejang secepat mungkin
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang
sudah berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat
untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena
dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit
atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua
di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis
diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari

9
10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun
atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Jika kejang masih berlanjut :
1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum
terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Jika kejang masih berlanjut :
1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit
2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan
kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang
perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas,
pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua
pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi
lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi
terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender
dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen.
Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan
metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala
pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol
tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi
yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien
menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun
bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang
waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi
semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian,

10
apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan
ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan.
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik
tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5
– 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari.
3. Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara
mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut.
Kejang demam kompleks merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk
dirawat di rumah sakit selain adanya hiperpireksia, pasien < 6 bulan, kejang
demam yang pertama kali, dan terdapat kelainan neurologis. Pengobatan ini
dibagi atas dua bagian, yaitu:
 Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang
demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus
diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah
paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen
dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan
banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam,
baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah
10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis
0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh ≥ 38,50C. Profilaksis intermitten ini
sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam
sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
 Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis
teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah

11
terulangnya kejang di kemudian hari. Pengobatan jangka panjang dapat
dipertimbangan jika terjadi hal berikut:
1. Kejang demam ≥ 2 kali dalam 24 jam
2. Kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan
3. Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:


1) Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka
panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus
tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
2) Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 1-2 tahun
dan dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat
terjadi adalah gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
3) Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat
berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang
memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini
dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi.
Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan
jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya
infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian
antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara
akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali
sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk
menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila
menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu
dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah,
kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.

12
2. 10 Prognosis6,9
1. Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa
biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian
ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %.
2. Terulangnya Kejang. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang
lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.
3. Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 %
dari kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan
dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada
faktor:
a.   riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b.   kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita
KDS
c.    kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan
mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila
hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.
4. Hemiparesis. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang
lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat
umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan
kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2
minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS
mengalami hemiparese sesudah kejang lama.
5. Retardasi Mental. Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak
mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang
sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan
neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam
diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi
retardasi mental adalah 5x lebih besar.

13
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An.M.Rehan
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 1 tahun
No. MR : 13.90.15
Alamat : Mekar Jaya

ANAMNESIS (alloanamnesis dari ibu kandung)


Seorang anak laki-laki dirawat di RSUD Mukomuko pada tanggal 01 januari 2017
dengan :
Keluhan Utama : kejang pada 2 jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :


- Demam sejak 2 hari yang lalu, demam cukup tinggi, terus menerus, tidak
menggigil, tidak berkeringat
- Berak-berak encer sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi ±5
kali/hari, jumlah ±¼ gelas/ kali, ampas ada, tidak berdarah dan tidak berlendir
- Kejang pada 2 jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 2 kali, lama kejang
<5 menit, kejang pada seluruh tubuh dengan mata melihat ke atas, anak tetap
sadar setelah kejang, ini merupakan episode kejang pertama
- Mual dan muntah tidak ada
- Batuk pilek tidak ada
- Riwayat trauma kepala sebelumnya tidak ada
- Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada
- Buang air kecil jumlah dan warna biasa

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Pasien tidak pernah kejang dengan atau tanpa demam sebelumnya

14
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita kejang dengan atau tanpa demam
Riwayat Kelahiran :
Pasien anak tunggal, lahir spontan, ditolong oleh dokter, cukup bulan, berat badan
lahir 2800 gram, panjang badan 50 cm, langsung menangis kuat.

Riwayat Makanan dan Minuman :


- ASI : 0 bulan – 10 bulan
- Susu formula : usia 8 bulan- sekarang
- Makan biasa : 1 tahun- sekarang
Kesan makanan dan minuman : kualitas dan kuantitas cukup.

Riwayat Imunisasi :
- BCG : umur 1 bulan
- DPT : umur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
- Polio : saat lahir, umur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
- Hepatitis B : saat lahir, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
- Campak : umur 9 bulan
Kesan : imunisasi dasar lengkap menurut umur

Riwayat Sosial Ekonomi :


- Ayah : pendidikan : Sarjana, pekerjaan : PNS, Penghasilan ± Rp
2.000.000/bulan.
- Ibu : pendidikan : Sarjana, pekerjaan : PNS, Penghasilan ± Rp
2.000.000/bulan.

Riwayat Tumbuh Kembang :


- Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
- Tengkurap : 4 bulan
- Duduk : 6 bulan
- Berdiri : 9 bulan
- Berjalan : 10 bulan

15
- Bicara : 11 bulan
Kesan : perkembangan fisik dan mental normal
Riwayat Lingkungan dan Perumahan :
Tinggal di rumah permanen, pekarangan cukup luas, sumber air minum dari
PDAM, buang air besar di WC dalam rumah, sampah dibuang ke TPS.
Kesan : higiene dan sanitasi cukup baik.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : GCS 15, composmentis
Nadi : 104 x/menit, teraba kuat angkat, teratur, pengisian cukup.
Nafas : 24 x/menit, cepat dan teratur Berat badan : 10 kg
Suhu : 40,6°C Tinggi badan : 86 cm
Sianosis : tidak ada BB/U : 84%
Edema : tidak ada TB/U : 101%
Anemis : tidak ada BB/TB : 83%
Ikterus : tidak ada Status gizi : baik
Kulit : teraba hangat, turgor baik
Kelenjar getah bening : tidak ditemukan pembesaran KGB
Kepala : normocephal, bulat simetris,UUB datar.
Rambut : hitam, tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : nafas cuping hidung ada
Tenggorokan : tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Gigi dan mulut : mukosa mulut basah
Leher : JVP 5-2 cmH2O, kaku kuduk tidak ada
Dada :
Paru : I : simetris kanan dan kiri, retraksi epigastrium ada
Pa : fremitus normal kiri = kanan
Pe : sonor

16
Au : suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak
ada
Jantung : I : iktus kordis tidak terlihat
Pa : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Pe : batas jantung atas RIC II, Kiri LSD, kanan ictus
Au : irama regular, bising tidak ada
Abdomen : I : distensi tidak ada
Pa : hepar dan lien tidak teraba
Pe : timpani
Au : bising usus (+) normal
Punggung : tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : status pubertas A1M1P1
Anus : colok dubur tidak dilakukan
Anggot gerak : akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik
Refkeks fisiologis +/+ normal
Refleks Patologis : babinsky -/-
Chaddok -/-
Gordon-/-
Opeinheim -/-
Scaffer -/-
Tanda Rangsangan Meningeal: brudzunsky I (-)
Brudzunsky II (-)
Kernig Sign (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Rutin : Hb : 12,4 mg/dl
Leukosit : 16.100/mm3
Hematokrit : 35%
Trombosit : 350.000/ mm3
GDS : 104 g/dl

17
WORKING DIAGNOSIS
- Kejang demam Kompleks
- Diare Akut ec Susp.Rotavirus dengan dehidrasi ringan-sedang

PEMERIKSAAN ANJURAN
- Lumbal pungsi
- Cek kadr elektrolit

DIAGNOSIS BANDING
- Meningitis
- Gangguan elektrolit

TERAPI
- IVFD KaEn 1B 14 gtt/I (makro)
- Inj.Ceftriaxone 2x500 mg
- Parasetamol 4x100 m
- Luminal 2x50 mg (pulv)
- Zinc 1x 20 mg
- L-Bio 2x1 sachet
- Pamol supp 125 mg (k/p)

FOLLOW UP
02 januari 2017
S/ kejang tidak ada
Demam ada
Batuk dan pilek tidak ada
BAK ada, BAB encer tidak ada
O/ Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : GCS 15
Nadi : 112 x/menit
Nafas : 38 x/menit
Suhu : 38,2oC

18
BB : 10 kg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Cor : irama regular, bising tidak ada
Pulmo : vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Refkeks fisiologis +/+ normal
Refleks Patologis : babinsky -/-
Chaddok -/-
Gordon-/-
Opeinheim -/-
Scaffer -/-
Tanda Rangsangan Meningeal: brudzunsky I (-)
Brudzunsky II (-)
Kernig Sign (-)
Tatalaksana:
- IVFD KaEn 1B 14 gtt/I (makro)
- Inj.Ceftriaxone 2x500 mg
- Parasetamol 4x100 m
- Luminal 2x50 mg (pulv)
- Zinc 1x 20 mg
- L-Bio 2x1 sachet
- Pamol supp 125 mg (k/p)

03 januari 2017
S/ kejang tidak ada
Demam tidak ada
Batuk dan pilek tidak ada
BAK ada, BAB encer tidak ada
O/ Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : GCS 15
Nadi : 108 x/menit

19
Nafas : 34 x/menit
Suhu : 37,2oC
BB : 10 kg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Cor : irama regular, bising tidak ada
Pulmo : vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Refkeks fisiologis +/+ normal
Refleks Patologis : babinsky -/-
Chaddok -/-
Gordon-/-
Opeinheim -/-
Scaffer -/-
Tanda Rangsangan Meningeal: brudzunsky I (-)
Brudzunsky II (-)
Kernig Sign (-)
Tatalaksana:
- IVFD KaEn 1B 14 gtt/I (makro)
- Inj.Ceftriaxone 2x500 mg
- Parasetamol 4x100 m
- Luminal 2x25 mg (pulv)
- Zinc 1x 20 mg
- L-Bio 2x1 sachet
- Pamol supp 125 mg (k/p)

03 januari 2017
S/ kejang tidak ada
Demam tidak ada
Batuk dan pilek tidak ada
BAK ada, BAB encer tidak ada
O/ Keadaan umum : sakit sedang

20
Kesadaran : GCS 15
Nadi : 102 x/menit
Nafas : 28 x/menit
Suhu : 36,9oC
BB : 10 kg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Cor : irama regular, bising tidak ada
Pulmo : vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Refkeks fisiologis +/+ normal
Refleks Patologis : babinsky -/-
Chaddok -/-
Gordon-/-
Opeinheim -/-
Scaffer -/-
Tanda Rangsangan Meningeal: brudzunsky I (-)
Brudzunsky II (-)
Kernig Sign (-)
Tatalaksana:
- Rawat Jalan
- Cefixime syr 2x1/2 cth
- Parasetamol 4x100 mg
- Zinc 1x 20 mg hingga hari ke 10
- L-Bio 2x1 sachet

21
BAB IV
PENUTUP

4.1 Diskusi
Penegakan diagnosis kejang demam simpleks dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
didapatkan, pasien mengalami kejang saat demam sebanyak 1 kali dalam waktu
24 jam, dengan lama sekitar 5 menit. Kejang bersifat umum. Selama dan setelah
kejang pasien tetap sadar. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam
simpleks. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kejang pada saat tidak demam,
untuk menyingkirkan diagnosis epilepsi
Dari pemeriksaam fisik didapatkan tidak adanya kaku kuduk, rangsang meningeal,
refleks patologis menunjukkan penyebab kejang demam pada pasien tidak
disebabkan oleh proses intrakranial walaupun hal ini harus dipastikan lebih lanjut
dengan pemeriksaan pungsi lumbal. Dari pemeriksaan penunjang darah rutin
didapatkan hasil Hb 12,4 mg/dl, leukosit 16.100/mm3,, Hematokrit 35%,
Trombosit 350.000/ mm3, dan GDS 104 g/dl. Pada pasien ini dianjurkan
pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah untuk menyingkiran kemungkinan
kejang akibat gangguan elektrolit.
Penatalaksanaan pasien ini pemberian IVFD KaEn 1B 14 gtt/I (makro),
Inj.Ceftriaxone 2x500 mg, Parasetamol 4x100 mg, Luminal 2x25 mg (pulv), Zinc
1x 20 mg diteruskan hingga 10 hari, L-Bio 2x1 sachet, Pamol supp 125 jika suhu
>38 ˚C.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson,


Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII :
2059 – 2060
2. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15,
EGC, 2000. Hal 2059-2067.
3. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14.
4. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. EGC, Jakarta 2006.
5. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh
pada tanggal 4 Januari 2017. Didapatkan dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
6. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2.
Blackwell pulblishing; 2006. Hal 72-90.
7. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati
ED. Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta.
2010. h. 150-2.
8. Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British
columbia medical association. 2010.
9. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke
Diunduh pada tanggal 4 Januari 2017. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.html

23

Anda mungkin juga menyukai