Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA AN. M DENGAN DIAGNOSA KEJANG


DEMAM DI RUANGAN ST. THERESIA RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM KOTA TAHUN 2023

DISUSUN OLEH :
NAMA : YENNI KRISTIWATI SARAGIH
NIM: 062022013

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH
MEDAN
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejang demam merupakan bangkitan kejang pada anak berumur 6 bulan sampai 5
tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (di atas 38°C dengan metode pengukuran suhu
apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Faktor- faktor risiko kejang
demam berkembang menjadi epilepsi adalah kelainan neurologis atau perkembangan yang
jelas sebelum kejang demam pertama, kejang demam kompleks (KDK), riwayat epilepsi
pada orangtua atau saudara kandung, dan kejang demam sederhana (KDS) berulang 4
episode atau lebih dalam satu tahun. Kombinasi faktor risiko tersebut akan lebih
meningkatkan risiko epilepsi. Pemberian obat rumatan kejang demam belum terbukti dapat
mencegah epilepsi di kemudian hari.(Hasibuan et al., 2020).
Berdasarkan yang di paparkan (Suwarba, 2016) data dari World Health Organization
(WHO) 2017, sebanyak 50 juta penduduk dunia memiliki kejang dan hampir sebanyak
80% diantaranya berasal dari negara-negara berpendapatan rendah dan menengah seperti
zibabue, liberia, spmalia, nigeria dan neragara yang berppenghasila rendah yang lainnya.
Menurut pemaparan (Arif, 2019) di Indonesia, diperkirakan, jumlah penderita epilepsi
sekitar 1 - 4 juta jiwa. Penelitian yang di RSU dr. Soetomo Surabaya selama satu bulan
mendapatkan data sebanyak 86 kasus epilepsi pada anak. Penderita terbanyak pada
golongan umur 1 - 6 tahun (46,5%), kemudian 6 - 10 tahun (29,1%), 10 - 18 tahun
(16,28%) dan 0 - 1 tahun (8,14%). (Suwarba, 2016).
Kejang adalah salah satu penyakit di bidang saraf anak disebabkan oleh berbagai
etiologi dengan salah satu gejala khas yaitu serangan yang terjadi tiba-tiba dan berulang
yang disebabkan oleh lepas muatan listrik kortikal secara berlebihan. Anak yang menderita
kejang memerlukan evaluasi dan terapi yang sesuai karena serangan yang berulang akan
mempengaruhi kualitas hidup pasien baik fisis, mental, maupun sosial. kejang yang tidak
dapat terkontrol juga meningkatkan risiko mortalitas 2-3 kali populasi normal dan
menurunkan kualitas pasinnya.(Lukas et al., 2016).
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Akan tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkepnia asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh semakin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot, dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah
faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang
lama. Faktor terpentingkan adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga terjadinya kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
hingga terjadi epilepsi (Purwanti & Maliya, 2008).
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu tubuh
pada saat timbul kejang merupakan nilai ambang kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38ºC sedangkan anak dengan ambang kejang yang
tinggi kejang baru terjadi bila suhu mencapai 40ºC atau lebih. Maka disimpulkan bahwa
berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang
rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa
pasien menderita kejang (Arifuddin, 2016).
Penanganan terhadap kejang demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis,
tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya. Tindakan farmakologis yaitu
memberikan obat antipiretik. Sedangkan tindakan non farmakologis yaitu tindakan
tambahan dalam menurunkan panas setelah pemberian obat antipiretik. Tindakan non
farmakologis antara lain memberikan minuman yang banyak, ditempatkan dalam ruangan
bersuhu normal, menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan memberikan kompres hangat
(Rahmasari & Lestari, 20l8). Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain
atau handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh
tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh (Windati
2020).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan utama
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada An M dengan diagnosa kejang
demam di ruangan St. Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada An.M dengan kejang demam di
ruangan St. Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota
2. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada An.M dengan kejang demam di
ruangan St. Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota
3. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada An.M dengan kejang demam di
ruangan St. Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota
4. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada An.M dengan kejang demam di
ruangan St. Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada An.M dengan kejang demam di ruangan
St. Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Kejang Demam


2.1.1 Defenisi
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi (kenaikkan
suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang demam atau febrile
convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu tubuh yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium (Lestari,2016).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering ditemukan pada
anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun. Masalah hipertermia
pada kejang demam (febris convulsion/stuip/step) tidak di sebabkan oleh proses di dalam
kepala (otak: seperti meningitis atau radang selaput otak, ensifilitis atau radang otak)
tetapi diluar kepala misalnya karena adanya infeksi di saluran pernapasan, telinga atau
infeksi di saluran pencernaan. Jika hipertemia pada pasien kejang demam tidak teratasi
maka akan terjadi kerusakan neurotransmitter, epilepsi, kelainan anatomis di otak,
mengalami kecacatan atau kelainan neurologis, dan kemungkinan mengalami kematian
(Indriyani, 2017).
2.1.2 Etiologi
Penyebab dari kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016) yaitu :

1. Faktor genetika faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang


demam 25-50% anak yang mengalami kejang memiliki anggota keluarga yang
pernah mengalami kejang demam sekurang- kurangnya sekali.
2. Infeksi

a) Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius (pernapasan), pharyngitis (radang


tenggorokan), tonsillitis (amandel), dan otitis media (infeksi telinga).
b) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dan dengue (virus penyebab demam
berdarah).
c) Demam Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu
sakit dengan demam atau pada waktu demam tinggi.
d) Gangguan metabolisme Hipoglikemia, gangguan elektrolit (Na dan K)
misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
e) Trauma
2.1.3 Manifestasi Klinis
Menurut Wulandari dan Erawati (2016) Sebagian besar kejang berlangsung
kurang dari 6 menit kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang
berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali
tanpa defisit neurologis kejang dapat diikuti hemiparesis sementara ( hemiparesis
Todd) yang berlangsung beberapa jam samapi beberapa hari. Kejang unirateral yang
lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung
lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Tanda dan gejala dari kejang demam menurut Wulandari dan Erawati yaitu:
a) Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi
secara tiba-tiba)
b) Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi
pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
c) Kejang demam mempunyai insiden yang tinggi pada anak, yaitu 3- 4%
d) Kejang demam biasanya singkat, berhenti sendiri, terjadi lebih banyak
kepada anak laki – laki
e) Kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi di
luar susunan saraf misalnya otitis media akut, bronchitis, dan sebagainya
f) Bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau atonik
g) Takikardi pada bayi, frekuensi sering di atas 150-200 per menit

2.1.4 Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natriun (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi
ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan
potensial membran ini dapat diubah oleh :
a) Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular
b) Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik darisekitarnya
c) Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan


metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke
membran sel disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggiu rendahnya
ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama ( lebih
dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian
diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang (Lestari, 2016).
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Pudiastuti (2019) pemeriksaan penunjang kejang demam yaitu :
1. EEG (electroencephalogram) adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti
ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan
pada kejag demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan)
neurologis. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah
kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko
berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
2. Punksi lumbal merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dank anal tulang
belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan
ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia <12 bulan ) karena
gejala dan tanda meningitis pada bayimengkin sangat minimal atau tidak tampak.
Pada anak dengan usia >18 bulan, fungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi
system saraf pusat.
3. Neuroimaging Pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT- scan dan MRI
kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi
untuk pertama kalinya.

4. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk


mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan darah ruti, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,
magnesium, atau gula darah.
2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Nurarif (2020) dalam tujuannya pengobatan kejang adalah untuk
menghentikan kejang sehingga efek pernafasan dan hemodinamik dapat diminimalkan.
1. Pengobatan saat terjadi kejang

a. Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam


menghentikan kejang. Dosis pemberian : 5 mg untuk anak kurang dari 3
tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak kurang dari 3 tahun, 5 mg untuk BB
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB kurang dari 10
kg.
b. Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5
mg/kgBB. Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg
per menit untuk menghindari depresi pernafasan. Bila kejang berhenti
sebelum obat habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan
2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam tidak
dianjurkan diberikan per IM (intra muscular) karena tidak diabsorbsi
dengan baik.
c. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB
perlahan-lahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan fenobarbital 50
mg IM dan pasang ventilator bila perlu.

2. Setelah kejang berhenti


Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilakukan
dengan pengobatan intermitten yang berikan pada anak demam untuk mencegah
terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa :
a. Antipiretik
Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali
atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah, pertimbangkan efek samping
berupa hyperhidrosis. Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali.
b. Antikonvulsan
Berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang. Atau diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari.

3. Bila kejang berulang

Berikan obat rumatan dengan fenobarbital atau asam valproate dengan


dosis asam valproate 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, sedangkan
fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Indikasi untuk diberikan
rumatan adalah :
1) Kejang lama lebih dari 15 menit
2) Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum dan sesudah
kejang misalnya hemiparese, cerebral palsy, hidrocefalus
3) Kejang fokal
4) Bila ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsi
5) Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
6) Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Tindakan Non Farmakologi
Tindakan non farmakologis antara lain memberikan minuman yang
banyak, ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal, menggunakan pakaian
yang tidak tebal, dan memberikan kompres hangat (Rahmasari & Lestari, 2018).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada anak dengan Epilepsi berdasarkan(Rani
Murtiani, 2017) adalah :
1. Identitas pasien

2. Keluhan utama pada umumnya klien panas yang meninggi disertai kejang
(Hipertermi).
3. Riwayat penyakit sekarang menanyakan tentang keluhan yang dialami
sekarang mulai dari panas, kejang, kapan terjadi, berapa kali, dan keadaan
sebelum, selama dan setalah kejang.
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita Penyakit yang diderita saat kecil
seperti batuk, pilek, panas. Pernah di rawat dinama, tindakan apa yang
dilakukan, penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
saat kejang.
5. Riwayat penyakit keluarga tanyakan pada keluarga tentang di dalam
keluarga ada yang menderita penyakit yang diderita oleh klien seperti
kejang atau epilepsi.
6. Riwayat alergi bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti
antiepilepsi, perlu dibedakan apakah ini suatu efek samping dari
gastrointestinal atau efek reaksi hipersensitif. Bila terdapat semacam
“rash” perlu dibedakan apakah ini terbatas karena efek fotosensitif yang
disebabkan eksposur dari sinar matahari atau karena efek hipersensitif
yang sifatnya lebih luas.
7. Riwayat pengobatan bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan
antiepilepsi, perlu ditanyakan bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa
kali diminum sehari dan berapa lama sudah diminum selama ini, berapa
dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya.
8. Riwayat psiko sosial peran terhadap keluarga akan menurun yang
diakibatkan oleh adanya perubahan kesehatan sehingga dapat
menimbulkan psikologis klien dengan timbul gejala-gejala yang di alami
dalam proses penerimaan terhadap penyakitnya.
9. Riwayat imunisasi apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindari.
10. Riwayat gizi status gizi anak yang menderitaEpilepsi dapat bervariasi.

Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila
terdapat faktor predisposisinya. Anak yang menderita epilepsi sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila
kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang.
11. Kondisi lingkungan bagaimana keadaan lingkungan yang mengakibatkan
gangguan kesehatan.
12. Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : Pada umumnya klien kesukaran menelan.
Kaji frekuensi, jenis, pantangan, nafsumenurun.
b. Eliminasi : Pada klien febris convulsi tidak mengalami gangguan.
c. Tidur dan istirahat : Pada umumnya klien mengalami gangguan waktu
tidur karena panas yang meninggi.
d. Pola aktifitas dan latihan : Pada umumnya klien mengalami gangguan
dalam melakukan aktifitas.
13. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dari
ujung rambut sampai kaki.
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dari
ujung rambut sampai kaki.
14. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Elektrolit, glukosa, Ureum atau kreatinin.
2) Pungsi lumbal (PL) : untuk mendeteksi tekanan abnormal dari CSS,
tanda- tanda infeksi, perdarahan (hemoragik subarachnoid,
subdural) sebagai penyebab kejang tersebut.
b. Pemeriksaan EEG
c. MRI : melokalisasi lesi-lesi fokal.
d. Pemeriksaan radiologis : Foto tengkorak.
e. Pneumoensefalografi dan ventrikulografi
untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub arachnoid serta
gambaran otak. Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali
pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma dan hematoma.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan berdasarkan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2017)
1. Pola nafas tidak efektif b.d Gangguan neorologi
2. Hipertermia b.d proses penyakit
3. Resiko cedera b.d kondisi terkait kejang
4. Ansietas b.d d kurang terpapar informasi

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang diharapkan. Sedangkan tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas
spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan. tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik,
edukasi dan kolaborasi (PPNI, 2018).
1. Pola nafas tidak efektif b.d Gangguan neorologi
Tujuan : inspirasi dan ekpirasi yang memberikan ventilasi yang adekuat
Kreteria hasil : dispnea menurun, penggunaan otot bantu nafas menurun, frekuensi
nafas menurun, kedalaman nafas menurun
a. Monitor pola nafas (frekuensi kedalaman, usaha nafas) R/memantau pola
nafas pada pasien
b. Monitor bunyi nafas R/ memantau bunyi nafas pada pasien
c. Pertahankan kepatenan jalan nafas R/ menetapkan jalan nafas agar tetap
terbuka
d. Posisikan semi fowler atau fowler R/ mempermudahkan pasien untuk
bernafas secara optimal
e. Anjurkan asupan 2000ml/hari R/ pemenuhan cairan untuk mengurangi
resiko dehidrasi
f. Ajarkan batuk efektif R/ untuk mengeluarkan sekret yang masih tertinggal
di tenggorokan
g. Kolaborasikan dengan ekspektoran R/ untuk membantu mengeluarkan
sekret
2. Hipertermia b.d proses penyakit
Tujuan : pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentan normal
Kreteria hasil : menggigil menurun, suhu tubuh membaik, suhu kulit membaik
a. Identifikasi penyebab hipertermia R/ untuk mengetahui faktor penyebab
terjadinya hipertermia
b. Monitor suhu tubuh R/ memantau perkembangan suhu tubuh anak
c. Sediakan lingkunga yng dingin R/ mengatur suhu tubuh agar tetap normal
d. Longgarkan atau lepaskan pakaian R/ agar suhu panas dalam tubuh keluar
e. Anjurkan tirah baring R/ meningkatkan metabolisme tubuh
f. Kolaborasi Pemberian cairan yang cukup R/ mencegah anak dehidrasi
3. Resiko cedera b.d kondisi terkait kejang
Tujuan : mengamati tingkat keparahan dan cedera yang di amati atau di laporkan
Kreteria hasil : kajadian cedra menurun, luka lecet menurun
a. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
b. Gunakan pengaman tempat tidur
c. Diskusikan dengan anggota keluarga untuk mendampingi anak selama periode
kejang
d. Eduaksi keluarga cara penanganan pasien kejang pertama kali
e. Anjurkan keluarga untuk melapor kejadian kejang

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai tujuan yang
spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah intervensi disusun dan ditujukan pada
nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam,
2019).
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan, intervensi dan
implementasi. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan (Nursalam, 2019).
BAB 3
TINJAUAN KASUS
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK

Nama Mahasiswa yang Mengkaji: Yenni kristiwati saragih NIM:062022013

Unit : Anak Tgl. Pengkajian : 02-05-2023


Ruang/Kamar : St. Theresia/ 231-2 Waktu Pengkajian : 21:30
Tgl. Masuk RS : 02-05-2023 Auto Anamnese :
Allo Anamnese : √

IDENTIFIKASI
KLIEN
Nama Initial : An. M
Nama Panggilan : An. M
Tempat/Tgl Lahir (umur) : 26-03- 2021
Jenis Kelamin : √ Laki-laki Perempuan
Anak ke : 2 dari 2 bersaudara
Agama/Suku : Islam/Jawa
Warga Negara : √ Indonesia Asing
Bahasa yang Digunakan : Indonesia
Pendidikan :-
Alamat Rumah : Perumahan Green Nongsa
ORANG TUA/PENANGGUNG JAWAB
Ayah Ibu Penanggung Jawab
Nama (Initial) : Tn. A Ny. D ……………………
Umur : 29 Tahun 27 Tahun ……………………
Agama/Suku : Islam/Jawa Islam/Jawa ……………………
Kebangsaan : Indonesia Indonesia ……………………
Pendidikan : SMA SMA ……………………
Pekerjaan : Wiraswasta Wiraswasta ……………………
Alamat rumah : Green Nongsa Green Nongsa ……………………
Alamat kantor : Batam Ampar - ……………………

DATA MEDIK
Dikirim oleh : √ UGD Dokter praktek
Diagnosa Medik :
Saat Masuk : Kejang Demam

Saat Pengkajian : Kejang Demam


KEADAAN UMUM
KEADAAN SAKIT : Klien tampak sakit ringan / sedang / berat / tidak tampak
Sakit
Alasan : Tak bereaksi / baring lemah / duduk / aktif / gelisah /
posisi tubuh …………………. / pucat / Cyanosis / sesak
napas/penggunaan alat medic Terpasang IVFD D5 ¼ NS 20
Tpm Mikrodrips
Alasan masuk RS: Orangtua mengatakan anak demam hari ini dan kejang 1 kali
dirumah, mata mendelik keatas badan kaku dan kelonjotan sleuruh tubuh,
muntah 1 kali, kejang sekitar 2-3 menit
TANDA-TANDA VITAL
Kesadaran :

Kualitatif : Compos mentis Somnolens Coma
Apatis Soporocomatous
Kuantitatif
Skala Coma Glasgow :
Respon Motorik :6
Respon Bicara :5
Respon Membuka Mata :4
Jumlah : 15
Kesimpulan : sadar penuh
Flapping Tremor / asterixis Positif √ Negatif
Tekanan darah: - mm Hg
MAP :- mm Hg
Kesimpulan : Tidak dilakukan

Suhu : 40 OC Oral Axillar √ Rectal


Nadi : Frekuensi 128 / menit
Teratur √ Tidak Teratur
Penuh Lemah

Arteri Radialis

Pernafasan : Frekuensi 28 X/menit


Irama : Teratur Kusmaul

Cheynes-Stokes

Jenis : √ Dada Perut


PENGUKURAN
Panjang/Tinggi Badan : 88 cm
Berta Badan : 9 kg
Lingkar Kepala : 78 cm
Lingkar Dada : 70 cm
Lingkar Perut : 40 cm
Lingkar Lila : 10 cm
GENOGRAM :

Ket.symbol genogram
:Pria : Wanita : Pasien
: Tinggal serumah

PENGKAJIAN POLA KESEHATAN

KAJIAN PERSEPSI KESEHATAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN


Riwayat Prenatal
Ibu pernah sakit Ibu muntah berlebihan Ibu perdarahan

Kebisaaan minum obat/jamu/makanan tertentu/minuman keras/merokok

Vaksinasi Ya Tidak

Riwayat Kelahiran
√ Cukup bulan Kurang bulan Lewat bulan √ Spontan
Mudah/sulit Dengan alat: Vakum/Forceps Sectio Caesaria

Ditolong oleh Dukun/Bidan/Dokter/lain-lain

BB lahir : 2800 gr PB lahir : 48 cm


Perdarahan Partus lama
Ketuban pecah dini Ketuban warna hijau
Cairan ketuban berlebihan
Apgar Score (kalau tahu) (sebutkan): 7/8

Bayi menangis kuat

Kelainan bawaan (sebutkan) : Tidak ada

Trauma kelahiran (sebutkan): Tidak ada


Riwayat tumbuh kembang anak :
Tidak ada keterlambatan anak dan perkembangan sesuai dengan usia
Riwayat Penyakit Yang Pernah Dialami :
(Sakit berat, dirawat, kecelakaan, operasi, transfuse, reaksi alergi)
Kapan Catatan

Tidak ada
Kapan Catatan

Tidak ada
Kapan Catatan

Tidak ada
Riwayat Vaksinasi
BCG : Sudah
DPT I II III : Sudah
Polio I II III : Sudah
Campak : Sudah
MMR : Belum
Hepatitis : Sudah
Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak aktif dirumah dan dapat fokus saat bermain

b. Keadaan sejak sakit


Orangtua mengatakan anak kurang aktif dan rewel
2. Data Obyektif
Observasi
Kebersihan rambut : Bersih
Kulit Kepala : Bersih
Kebersihan Kulit : Bersih
Higiene rongga mulut : Bersih
Kebersihan genitalia : Bersih
Kebersihan anus : Bersih
Tanda / Scar Vaksinasi BCG Cacar
B. KAJIAN NUTRISI METABOLIK
1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak selera makan, makan 4 kali sehari dan diberikan snack dan
susu
b. Keadaan sejak sakit
Orangtua mengatakan anak nafsu makan berkurang tapi masih mau minum susu dan
makan buah

2. Data Obyektif
a. Observasi
Porsi makanan anak hanya dihabiskan ½ porsi
b. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan rambut : Lembut
 Hidrasi kulit : Baik
 Palpebrae : Normal
 Conjungtiva : An Anemis
 Sclera : Ikterik
 Hidung : Normal
 Rongga mulut : Bersih
 Gusi : Bersih
 Bibir : Kering
 Gigi Geligi : Normal
 Kemampuan mengunyah keras : Mampu
 Lidah : Pink
 Kelenjar getah bening leher : Normal
 Kelenjar parotis : Normal
 Kelenjar tyroid : Normal
 Abdomen
 Inspeksi : Bentuk Simetris
Bayangan vena: Tampak
Benjolan vena: Tidak ada
 Auskultasi : Peristaltik 6 X / menit
 Palpasi : Tanda nyeri umum : Tidak ada
Massa : Tidak ada
Hidrasi kulit : Tidak ada

Nyeri tekan R. Epigastrica

Titik Mc. Burney

R. Supra Pubica

R. Illiaca
Hepar : Normal
Lien : Normal
 Perkusi
Ascites √ Negatif
Positif, Lingkar perut …… / …… / ……. Cm

 Kelenjar limfe inguinal : Normal Kulit : Normal


 Spider nevi √ Negatif Positif

 Uremic frost √ Negatif Positif

 Edema √ Negatif Positif

 Icteric √ Negatif Positif

 Tanda-tanda radang : Tidak ada


 Lesi : Tidak ada
c. Pemeriksaan Diagnostik
 Laboratorium Darah Rutin
 Lain-lain: -

d. Terapi
IVFD D5 ¼ NS 20 Tpm Mikrodrips
Inj Cefotaxime 3x250 mg IV
Inj Ranitidne 2x10 mg IV
Diazepam 3x3 mg Pulvis
Bufect Syr 4x2.5 ml Jika Demam
Nozepav 5 mg Supp Jika Kejang

C. KAJIAN POLA ELIMINASI


1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak BAK 8 x/ hari dan BAB 2 kali/ hari
b. Keadaan sejak sakit
Orangtua mengatakan tidak ada masalah dengan BAK dan BAB

2. Data Obyektif
a. Observasi
Anak menggunakan pempres

b. Pemeriksaan Fisik
 Peristaltik usus : 6 X / Menit
 Palpasi Supravibiki : kandung kemih Penuh √ kosong

 Nyeri ketuk ginjal : Kiri √ :Negatif Positif

Kanan √ :Negatif Positif

 Mulut Urethra : Normal


 Anus :
 Peradangan : Negatif Positif

 Fisura : Negatif
√ Positif

 Hemoroid : √ Negatif Positif



 Prolapsus recti : Negatif Positif

 Fisura : Negatif Positif

D. KAJIAN POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN


1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak aktif bermain dirumah dengan abangnya
b. Keadaan sejak sakit
Orangtua mengatakan anak lemas dan mudah menangis

2. Data Obyektif
a. Observasi
0 : mandiri
Aktivitas Harian
1 : bantuan dengan alat
 Makan
2 : bantuan orang
2 3 : bantuan orang dan alat
 Mandi 4 : bantuan penuh
2
 Berpakaian
2
 Kerapian
2
 Buang air besar 2

 Buang air kecil 2

 Mobilisasi 2

 Mobilisasi ditempat tidur 2

 Ambulansi : Mandiri / tongkat / kursi / tempat tidur

Postur tubuh : Normal


Gaya jalan : Normal
Anggota gerak yang cacat : Tidak ada
Fiksasi : Tidak ada
Tracheostomie : Tidak ada

b. Pemeriksaan Fisik
b. Thorax dan Pernafasan
Inspeksi : Bentuk Thorax : Simetris
Stridor Negatif Positif
Dyspnea d’Effort Negatif Positif

Cyanosis Negatif Positif

Palpasi : Vocal Fremitus

Perkusi : Sonor Redup Pekak


Batas paru hepar :
Kesimpulan :
Auskultasi Suara Napas : Vesikuler
Suara Ucapan :
Suara Tambahan : Ronchi basah

c. Jantung
Inspeksi : Normal
Ictus Cordis :
Palpasi : Normal
Ictus Cordis :
HR : 124 X/menit
Thrill : Negatif Postitif

Perkusi : Batas atas jantung : Normal


Batas kanan jantung : Normal
Batas kiri jantung : Normal
Auskultasi : Bunyi Jantung II A : Lupdup
Bunyi Jantung II P :Lupdup
Bunyi Jantung I T :Lupdup
Bunyi Jantung I M :Lupdup

Bunyi Jantung III Irama Gallop : Negatif


Positif
Mumur : Negatif
Positif:Tempat :…………………………..
Grade : ……………............
Bruit Aorta Negatif Positif
A. Renalis Negatif Positif
A. Femoralis Negatif Positif
d. Lengan Dan Tungkai
Atrofi otot : √ Negatif Positif, Tempat : ………………….
Rentang gerak : Normal
Mati sendi : Tidak ada
Kaku sendi :Tidak ada
Uji kekuatan otot : Kiri
1 2 3 4 5
Kanan
1 2 3 4 5

Reflex Fisiologik : Normal



Reflex Patologik : Babinski, Kiri Negatif Positif

Kanan Negatif Positif √

Clubing Jari-jari : √ Negatif Positif

Varices Tungkai : √ Negatif Positif

 Columna Vertebralis
Inspeksi :Kelainan bentuk: Tidak ada
Palpasi : Nyeri tekan √ Negatif Positif

E. KAJIAN POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT

1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak tidur siang 2 jam dan tidur malam dari jam 19:00 sampai
07:00 wib
b. Keadaan sejak sakit
Orangtua mengatakan anak sering bangun tengah malam

2. Data Obyektif
a. Observasi :
Anak tampak sering bangun tengah malam

Expresi wajah mengantuk : Negatif Positif

Banyak menguap : Negatif Positif

Palpebrac Inferior berwarna gelap : Negatif Positif

F. KAJIAN POLA PERSEPSI KOGNITIF


1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan sangat menjaga kesehatan semua keluarganya termasuk pola
makan dan istirahat
b. Keadaan sejak sakit
orangtua mengatakan sedih karena anaknya sakit

2. Data Obyektif
a. Observasi
Orangtua tampak mendampingi anak

b. Pemeriksaan Fisik
Penglihatan
Cornea : Normal
Visus : Normal
Pupil : Normal
Lensa Mata : Normal
Tekanan Intra Ocular (TIO) : Normal

Pendengaran
Pina : Normal
Canalis : Normal
Membran Tympani : Normal
Tes Pendengaran : Normal

Pengenalan rasa posisi pada gerakan lengan dan tungkai


NI : Normal
N II : Normal
N V Sensorik : Normal
NVII Sensorik : Normal
N VIII Pendengaran : Normal
Tes Romberg : Normal

G. KAJIAN POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI


1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak aktif dirumah
b. Keadaan sejak sakit
orangtua mengatakan anak selama sakit menjadi rewel
2. Data Obyektif
Observasi
Kontak mata : Ada
Rentang perhatian : Kurang fokus
Suara dan cara bicara : rewel
Postur tubuh : Normal
Pemeriksaan Fisik
Kelainan bawaan yang nyata : Tidak ada
Abdomen : Bentuk : Normal
Bayangan vena : tampak
Benjolan massa : Normal
Kulit : lesi kulit : Normal

Penggunaan protesa : Hidung Tungkai

H. KAJIAN POLA PERAN DAN HUBUNGAN DENGAN SESAMA


1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak mau bermain dengan abangnya
b. Keadaan sejak sakit
orangtua mengatakan anak tidak mau berinteraksi dengan orang lain
2. Data Obyektif
a. Observasi
anak tampak lemes dan rewel

I. KAJIAN POLA REPRODUKSI – SEKSUALITAS


1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
orangtua mengatakan anak berjenis kelamin laki-laki dan tidak ada masalah reproduksi
b. Keadaan sejak sakit
orangtua mengatakan tidak ada masalah
2. Data Obyektif
a. Observasi
tidak ada masalah
b. Pemeriksaan Fisik
tidak ada masalah

J. KAJIAN MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRES


1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
orangtua mengatakan anak aktif selama dirumah

b. Keadaan sejak sakit


orangtua mengatakan anak rewel
2. Data Obyektif
a. Observasi
Anak rewel
b. Pemeriksaan Fisik
Expresi wajah : sedih √ menangis kesakitan

marah tenang

Kulit : Keringat dingin : Tidak ada


Basah :Tidak ada
K. KAJIAN POLA SISTEM NILAI KEPERCAYAAN
1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan beragama islam
b. Keadaan sejak sakit
Orangtua mengatakan tetap melaksanakan sholat
2. Data Obyektif
Observasi

Nama dan Tanda Tangan Mahasiswa yang Mengkaji

( Yenni saragih )
ANALISA DATA

Nama/Usia : An. M/ 2 Tahun


Ruangan : St. Theresia
No Sign Symptom Etiologi Problem
DX
1. Ds: Roses penyakit Hipertermia
Orangtua mengatakan anak demam sudah 1
hari
D0:
Keadaan umum: Sedang Kesadaran: Compos
mentis
Akral teraba hangat
Nadi teraba kuat
Memonitor Vital Sign
HR:128x/i
RR:28 x/i
S: 40*Celsius
Badan teraba hangat
Hasil DL Lekosit: 21.000

2 DS: Perubahan Risiko


Orangtua mengatakan anak kejang 1 kali fungsi Cedera
dirumah, mata mendelik keatas badan kaku psikomotor
dan kelonjotan seluruh tubuh (Kejang)
DO:
Keadaan umum: Sedang Kesadaran: Compos
mentis
Akral teraba hangat
Kejang (+)
Badan teraba hangat
Memonitor Vital Sign
HR:128x/i
RR:28 x/i
S: 40*Celsius
Badan teraba hangat
Hasil DL Lekosit: 21.000
Anak rewel
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama/Usia : An. M/ 2 Tahun


Ruangan : St. Theresia

N Diagnosa Keperawatan Paraf


o
Dx
1. Hipertermia berhubungan dengan proses enyakit ditandai dengan Orangtua
mengatakan anak demam sudah 1 hari Keadaan umum: Sedang Kesadaran: Compos
mentis Akral teraba hangat Nadi teraba kuat Memonitor Vital Sign HR:128x/I Yenni

RR:28 x/I S: 40*Celsius Badan teraba hangat Hasil DL Lekosit: 21.000


2. Risiko cedera berhubungan dengan proses perubahan psikomotr (Kejang ) ditandai
dengan Orangtua mengatakan anak kejang 1 kali dirumah, mata mendelik keatas Yenni
badan kaku dan kelonjotan seluruh tubuh Keadaan umum: Sedang Kesadaran:
Compos mentis Akral teraba hangat Kejang (+) Badan teraba hangat Memonitor
Vital Sign HR:128x/i RR:28 x/i S: 40*Celsius Badan teraba hangat Hasil DL
Lekosit: 21.000 Anak rewel
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama/Usia : An. M/ 2 Tahun
Ruangan : St. Theresia

SDKI SLKI SIKI


Hipertermia Setelah Manajemen Hipertermia
berhubungan dengan dilakukan 1. Identifikasi penyebab hipertermia
proses infeksi tindakan 2. Monitor suhu tubuh
keperawatan 3. Sediakan lingkungan yang dingin
3x24 jam 4. Berikan cairan peroral
diharapkan 5. Kompres dengan air hangat
Termoregulasi Kolaborasi pemberian cairan dan
membaik dengan
elektrolit intravena jika perlu
kriteia hasil:
1. Mengigil menurun
2. Suhu tubuh membaik
3. Suhu kulit membaik

Risiko cedera Setelah Manajemen kejang


berhubungan dengan dilakukan 1. Monitor karakteristik kejang
proses perubahan tindakan 2. Baringkan pasien diatas tempat
psikomotr (Kejang) keperawatan tidur agar tidak terjatuh
3x24 jam 3. Dampingi pasien saat periode
diharapkan kajng
Tingkat cedera 4. Mendokumentasikan
menurun dengan perkembangan kejang
kriteia hasil: 5. Catat durasi kejang
1. Cedera menurun 6. Kolaborasi pemberian
2. Kejang menurun antikonvulsion
3. Suhu badan
membaik
4. Kadar sel darah
putih menurun
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama/Usia : An. M/ 2 Tahun
Ruangan : St. Theresia
No. Tanggal/ Implementasi Evaluasi Paraf
Dx jam
1,2 02-05- S: Orangtua mengatakan
2023 anak masih demam Yenni
23:00 Mengidentifikasi penyebab O:
hipertermia Keadaan umum: Sedang
H: anak demam sudah 1 hari dan Kesadaran: Compos
03-05- Leukosit: 21.000 mentis
2023 Memonitor Vital Sign
00:00 Memonitor Vital Sign H:
H: HR:120x/i
HR:128x/i RR:26 x/i
RR:28 x/i S: 38*Celsius
S: 40*Celsius A: Masalah belum
Sp02 99% teratasi
P: - Lanjutkan intervensi
00:15
Memberikan terapi oral Bufect Syr
keperawatan
2.5 ml

00:30
Mengompres anak dengan air S: Orangtua mengatakan
hangat anak kejang
02:00 O:
Anak kejang 1 menit, mata
Keadaan umum: Sedang
mendelik keatas dan badan
Kesadaran: Compos
kelonjotan
mentis
02:00 Badan teraba hangat
Memberikan Nozepav Supp 5 mg
Anak kejang 1 menit, mata
02:05 mendelik keatas dan badan
Memberikan oksigen nasal canul 2
kelonjotan
lpm Sp02 99%
A: Masalah belum
04:00 teratasi
Menyambung IVFD D5 ¼ NS 20 P: Lanjutkan intervensi
Tpm Mikrodrips keperawatan
04:05
Memberikan terapi Inj:
Cefotaxime 250 mg IV
04:30
Memberikan posisi yang nyaman
05:00 pada anak
Mengompres anak dengan air
05:00 hangat
Memonitor Vital Sign
H:
HR:120x/i
RR:26 x/i
06:00
S: 38*Celsius
07:00
Memberikan Bufect Syr 2.5 ml
Memberikan terapi oral Diazepam
1 Pulv

1,2 03-05- S: Orangtua mengatakan Yenni


2023 anak masih demam
21:15 Melakukan timbang terima pasien O:
di ruang perawatan anak Keadaan umum: Sedang
04-05- Kesadaran: Compos
2023 Memonitor Vital Sign mentis
00:00 H: Memonitor Vital Sign
HR:120x/i H:
RR:24 x/i HR:120x/i
S: 38*Celsius RR:24 x/i
S: 38*Celsius
00:10 Memberikan terapi oral Bufect Syr
A: Masalah belum
2.5 ml
teratasi
P: - Lanjutkan intervensi
00:00 Memberikan terapi Inj Ratinal 10
keperawatan
mg IV

01:00 Menganjurkan anak minum 100 ml


S: Orangtua mengatakan
Mengompres anak dengan air demam tidak ada kejang
hangat O:
Keadaan umum: Sedang
04:00 Memberikan terapi Inj: Kesadaran: Compos
Cefotaxime 250 mg IV mentis
Ratinal 15 mg IV Badan teraba hangat
Memonitor Vital Sign
07:00
Memberikan terapi oral: Diazepam H:
1 Pulv HR:120x/i
RR:24 x/i
S: 38*Celsius
Kejang tidak ada
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Lanjutkan intervensi
keperawatan
Daftar Pustaka

Evelyn.C.Pearce (2015). Anatomi fisiologi untuk paramedic. Prima Grafikam:Jakarta

Herdman, T . H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi
2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.

Indriyani, R. (2017). Asuhan keperawatan pada anak yang mengalami kejang demam
dengan hipertermi. Diakses pada tanggal 22 februari 2022

Kakalang, J.P, dkk, (2016). Profil Kejang Demam di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Prof. Dr. R. D. Kondou Manado periode Januari 2014-Juni 2016.
http://download.portalgaruda.org . Diaskes pada tanggal 20 Februari 2022

Lestari, T, (2016).Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika

Ngastiyah (2012). Perawatan anak sakit. Jakarta : EGC

Nurarif, Amin & Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 2. Media Action Publising: Yogyakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai