Disusun Oleh:
YELLI DELVIA, S.Kep
NIM. 21020249
(___________________) (__________________)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain
sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus
bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya
jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam (Munir
Badrul. 2019)
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan
bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan (Muda Rahayu, S. 2018)
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan
pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada
wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki
(Fida & Maya. 2017)
Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam
mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan
kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta
memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-
spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah :
Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma,
mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif,
memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis
dan kebutuhan penanganannya (Munir Badrul. 2019)
B. Tujuan
Tujuan dibuatnya laporan tugas mandiri ini adalah untuk mengetahui
secara jelas anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang harus
digunakan, etiologi, epidomologi, patofisiologi, diagnosis differential,
penatalaksanaan, prognosis pada anak kejang demam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi
yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang
dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius atau
lebih suhu rektal. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari
sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang
meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba
yang disebabkan oleh demam dari luar otak.
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba
yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori
yang bersifat sementara. Kejang demam adalah serangan pada anak yang
terjadi dari kumpulan gejala dengan demam. Kejang demam sering juga
disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak
usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia
anak dibawah lima tahun. Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi
atau anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun. Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Kejang demam kompleks adalah kejang demam fokal, lebih dari 15 menit,
atau berulang dalam 24 jam. Pada kejang demam sederhana kejang bersifat
umum, singkat, dan hanya sekali dalam 24 jam (Fida & Maya. 2017).
B. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri
dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam
keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan
elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya
(Riandita, A. 2017).
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel
maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel
neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi
dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Perbedaan potensial membran sel neuron disebabkan oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis,
kimiawi, aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan
menyebabkan metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen
meningkat 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan
dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang (Riandita, A. 2017).
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang
kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada
suhu 40 derajat celcius. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat
suhu berapa penderita kejang (Riandita, A. 2017).
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas
otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permebealitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan
sel neuron otak (Riandita, A. 2017).
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian
hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga
terjadi epilepsi.
C. PROGNOSIS
Menurut Harjaningrum, A (2019), dengan penanggulangan yang tepat
dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian, resiko
seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung faktor :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak
menderita kejang
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian
hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding
bila hanya terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan
kejang tanpa demam 2%-3% saja (“Consensus Statement on Febrile Seizures
1981”).
D. GAMBARAN KLINIS
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara
(Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.
Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap.
Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam
yang pertama (Harjaningrum, A. 2019)
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai
lebih dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan
frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali
sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali
sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.
Gejalanya berupa:
a. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang
tejradi secara tiba-tiba)
b. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir
selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
c. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang
biasanya berlangsung selama 10-20 detik)
d. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan
berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit)
e. Lidah atau pipinya tergigit
f. Gigi atau rahangnya terkatup rapat
g. Inkontinensia (mengompol)
h. Gangguan pernafasan
i. Apneu (henti nafas)
j. Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya:
a. akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur
selama 1 jam atau lebih
b. terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
c. mengantuk
d. linglung (sementara dan sifatnya ringan)
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Ngastiyah (1997) dan Hassan & Alatas dalam Harjaningrum,
A. (2019) ada 4 faktor yang perlu dikerjakan :
1. Segera diberikan diezepam intravena dosis rata-rata 0,3mg/kg ≥
10 kg = 10 mg
a. Bila kejang tidak berhenti tunggu 15 menit atau diazepam
rektal dosis ≤ 10 kg = 5mg/kg dapat diulangi dengan
dosis/cara yang sama.
b. Kejang berhenti berikan dosis awal fenobarbital
neonatus =30 mg IM
1 bln-1 thn=50 mg IM
>1 thn=75 mg IM
Pengobatan rumat
4 jam kemudian
Hari I+II = fenobarbital 8-10 mg/kg dibagi dlm 2 dosis
Hari berikutnya = fenobarbital 4-5 mg/kg dibagi dlm 2 dosis
Bia diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital dengan dosis
awal selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
2. Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya
3. Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres
seluruh tubuh dan bila telah memungkinkan dapat diberikan
parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3
mg/kgBB
4. memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup
lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu:
a. Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit
primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri
larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara
intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan
glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena.
Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring
jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian
dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara
intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 %
sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
b. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium
dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB
(IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-
hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum
menyerupai floppy infant dapat muncul.
c. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan
metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak
dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir
adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi
metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak
sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan
anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg, kg BB IV
berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk
memberantas kejang pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya sebentar
dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya. Disamping itu pemberian
bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan
karena zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat
menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.
DAFTAR PUSTAKA
Fida & Maya. 2017. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: D-Medika
Jones, T., & Jacobsen, S. T. 2017. Childhood Febrile Seizures: Overview and
Implication. Int
1. IDENTITAS PASIEN
Identitas klien : An. Andika
Tanggal lahir : 13 Desember 2019
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kruang Baro, Sawang Aceh Utara
Agama : Islam
Tanggal masuk : 02 April 2023
Tanggal pengkajian :05 April 2023
Diagnosa medis : kejang demam
No register : 106076
PENANGGUNG JAWAB
a. Nama : Ibu Rohani
b. Umur : 39 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Wiraswasta
e. Alamat : ALue Entok, Matangkuli
2. RIWAYATKEPERAWATAN
a. RIWAYAT KESEHATAN PASIEN
Riwayat Penyakit Sekarang
1) Keluhan utama
Ibu psien mengatakan selama kurang lebih 1 minggu batuk, pilek,
kejang 3 kali selama 10 menit setelah kejang tubuhnya panas sampai
38,60 C
2) Kronologi penyakit saat ini
Keluarga pasien membawa pasien dengan keluhan demam tinggi dan
disertai kejang sebanyak 6 kali, diikuti suhu tubuh yang tinggi kurang
lebih 1,5 jam, setelah kejang klien minta BAB, BAB cair berampas,
dibawa ke rumah sakit RSUD Cut Meutia ke UGD dalam keadaan
lemah.
3) Riwayat Penyakit Masa Lalu
Menurut keterangan keluarga klien belum pernah menderita penyakit
kejang seperti ini, biasanya cuma demam dan sembuh setelah minu
m obat turun panas dari Puskesmas atau dokter praktek terdekat.
Eliminasi Urine
Ibu pasien mengatakan BAK sehari 4 – 5 kali sehari dengan warna
kuning jernih
d. PERSONAL HYGIENE
Pasien mengatakan mandi 2 kali sehari, cuci rambu 3x seminggu dan
sikat gigi 2 x sehari
3. PEMERIKSAAN
FISIK
a. KEADAAN UMUM
4. ANALISA DATA
5. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi atau inflamasi.
b. Resiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang.
c. Resiko kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
sering buang air besar dan muntah
6. Intervensi Keperawatan
7. Implementasi Keperawatan