Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

PADA KLIEN DENGAN KEJANG DEMAM DI RUANG SAFIR


RUMAH SAKIT PHC SURABAYA

Oleh :
HANA MARSHADITA YOWANDA SARI
NIM : P27820720093

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPEAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN
2022-2023
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan diagnosa Kejang Demam di Ruang Safir
Rumah Sakit PHC Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 17 November 2022
s.d tanggal 26 November 2022 telah disahkan sebagai laporan Praktik Klinik
Keperawatan Anak Semester V di Ruang Safir 5 Rumah Sakit PHC Surabaya.

Nama Mahasiswa : Hana Marshadita Yowanda Sari

NIM : P27820720093

Surabaya, 17 November 2022


Pembimbing Pendidikan Pembimbing Ruangan

(Kusmini Suprihatin,.M.Kep) (Darma Sriati.S.Kep.,Ns.)


NIP. 19710252001122001 NIP.0989131276

Mengetahui,
Kepala Ruangan

(Mustika Ayu Chandra Putri Winoto S.Kep.,Ns.)


NIP.0985070675
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang
sering dijumpai pada anak, khususnya anak balita. Anak balita adalah anak
yang dikategorikan bersadarkan usia 0 sampai 5 tahun. Kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh diatas 38 C yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Terdapat banyak faktor yang
dapat menyebabkan kejang demam antara lain umur, demam, riwayat
keluarga, faktor kehamilan dan persalinan serta anemia defiensi besi
(Wulandini et al., 2019).(1)
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang
bersifat paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas
listrik abnormal di otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh. Kejang
demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi (kenaikkan
suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang demam
atau febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan
suhu tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Jadi dapat
disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi akibat dari
peningkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang yang
diakibatkan karena proses ekstrakranium (Indrayati & Haryanti, 2020). (1)
Prevalensi kejadian kejang demam di Amerika Serikat berkisar antara
2-5% pada anak umur kurang dari 5 tahun (Sharafi et al., 2019). Angka
kejadian tersebut lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi kejadian
kejang demam di Asia, yaitu 9-10%. Sekitar 80-90% kejadian kejang demam
di Jepang adalah kejang demam sederhana. 9,10 Pada studi epidemiologi (Lee
et al., 2018). di Korea didapatkan rata-rata prevalensi kejang demam pada
anak dibawah 5 tahun berdasarkan tingkat kunjungan rumah sakit di Korea
adalah 6,92% (7,67% untuk anak laki-laki dan 6,12% untuk anak perempuan).
(2)
Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain
tidaklah sama, tergantung nilai ambang kejang masing-masing. Oleh karena
itu, setiap 2 serangan kejang harus mendapat penanganan yang cepat dan
tepat, apalagi kejang yang berlangsung lama dan berulang. Sebab,
keterlambatan dan kesalahan prosedur bisa mengakibatkan gejala sisa pada
anak, bahkan bisa menyebabkan kematian (Sari et al., 2021). Kejang yang
berlangsung lama biasanya disertai apneu (henti nafas) yang dapat
mengakibatkan terjadinya hipoksia (berkurangnya kadar oksigen jaringan)
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Apabila anak sering kejang, akan
semakin banyak sel otak yang rusak dan mempunyai risiko menyebabkan
keterlambatan perkembangan, retardasi mental, kelumpuhan dan juga 2-10%
dapat berkembang menjadi epilepsi (Putri et al., 2018).(1)
2. Etiologi
Menurut (Indrayati & Haryanti, 2019), mengatakan bahwa faktor resiko
terjadinya kejang demam diantaranya adalah faktor-faktor prinatal atau
periode yang muncul pada waktu 22 minggu kehamilan dan berakhir 7 hari
setelah kelahiran, malformasi otak congenital, faktor genetika dari orang tua,
demam dengan suhu leih dari 38.5, gangguan metabolisme, trauma,
neoplasma, gangguan Sirkulasi. (1)
3. Klasifikasi
Menurut (Hardika & Mahailni, 2019) kejang demam dibagi 3 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat
pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh
yang mencapai ≥ 39⁰C. Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya
berlangsung beberapa detik/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir
kejang kemudian diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk
(drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam,
anak tidak mempunyai kelainan neurologik pada pemeriksaan fisik dan
riwayat perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena
meningitis atau penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion)
biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24
jam dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca
bangkitan. Umur pasien, status neurologik dan sifat demam adalah sama
dengan kejang demam sederhana.
c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat
dan umur demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan
sebelumnya anak mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut.
Faktor resiko untuk timbulnya epilepsi merupakan gambaran kompleks
waktu bangkitan. Kejang bermula pda umur < 12 bulan dengan kejang
kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka
pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan
adanya meningitis. (3)
4. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K+ ) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natriun (Na+ ) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (CI- ). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi
dan bantuan enzim Na+/K+ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : Perubahan
konsentrasi ion diruang ekstraselular, rangsangan yang datang mendadak
misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya, perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan (Hardika &
Mahailni, 2019).
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan
kenaikkan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel
disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggiu rendahnya
ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu (Sari et al., 2021).
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang
berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang (Wulandini et al., 2019). (2)

5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang dapat dijumpai pada pasien dengan kejang demam
diantaranya adalah suhu tubuh mencapai >38⁰C, anak sering hilang kesadaran
saat kejang, mata melotot, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak
berguncang (gejala kejang bergantung pada jenis kejang), kulit pucat dan
membiru, akral dingin, kedua kaki dan tangan kaku disertai gerakan – gerakan
kejut yang kuat dan kejang – kejang selama 5 menit, intensitas waktu saat
kejang juga sangat bervariasi dari beberapa detik sampai puluhan menit, bola
mata terbalik keatas, gigi terkatup dan muntah, (Purnama Dewi et al., 2019).
(2)
6. Penatalaksanaan
Menurut (Marwan, 2018), Dalam penanggulangan kejang demam ada
beberapa faktor yang perlu dikerjakan yaitu:
1. Penatalaksanaan Medis
a. Memberantas kejang secepat mungkin
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang), obat
pilihan utama yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis yang diberikan pada pasien kejang disesuaikan
dengan berat badan, kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kgBB dengan
minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/KgBB.
Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg /kgBB/kali dengan
maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg
pada anak yang lebih besar. Setelah disuntikan pertama secara
intravena ditunggu 15 menit, bila masih kejang diulangi suntikan
kedua dengan dosis yang sama juga melalui intravena. Setelah 15
menit pemberian suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan
ketiga denagn dosis yang sama juga akan tetapi pemberiannya secara
intramuskular, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga
berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena. Efek samping dari pemberian diazepan adalah mengantuk,
hipotensi, penekanan pusat pernapasan. Pemberian diazepan melalui
intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan, cara
pemberian yang mudah dan efektif adalah melalui rektum. Dosis yang
diberikan sesuai dengan berat badan ialah berat badan dengan kurang
dari 10 kg dosis yang diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg
diberikan 10 mg. Obat pilihan pertama untuk menanggulangi kejang
atau status konvulsivus yang dipilih oleh para ahli adalah
difenilhidantion karena tidak mengganggu kesadaran dan tidak
menekan pusat pernapasan, tetapi dapat mengganggu frekuensi irama
jantung.
b. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan
penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya
miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan
napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi vital seperti
kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung diawasi
secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan dengan
dipantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit. Obat untuk hibernasi
adalah klorpromazi 2-. Untuk mencegah edema otak diberikan
kortikorsteroid dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
atau sebaiknya glukokortikoid misalnya dexametason 0,5-1 ampul
setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
c. Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja
diazepan sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah
disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptik dengan
daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumat tergantung daripada
keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu
pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis jangka
panjang.
d. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi
oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis
media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati
penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang demam yang datang
untuk pertama kali sebaliknya dilakukan pungsi lumbal untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi didalam otak
misalnya meningitis. (3)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengobatan fase akut
1) Airway Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan
dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada
guedel lebih baik, Singkirkan benda-benda yang ada disekitar
pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan, berikan
O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
2) Breathing : Isap lendir sampai bersih
3) Circulation bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara
intensif, setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat
( berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar). Jika
dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter
apakah perlu pemberian obat penenang.
b. Pencegahan kejang berulang
1) Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3mg/kgBB
atau diazepam rektal. Jika kejang tidak berhenti tunggu 15 menit
dapat diulang dengan dengan dosis dan cara yang sama.
2) Bila diazepam tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital dengan
dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumah.
(2)
PATHWAY

Perubahan status kesehatan

Hospitalisasi

Stress orang tua terhadap penyakit anak

Ansietas
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengkajian Keperawatan
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data melalui wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik pada sasaran yang dituju, selain itu pengumpulan data dapat
diperoleh dari klien,keluarga,tenaga kesehatan, catatan medis, medical recod
dan literature. Hal-hal yang dibagi pada klien antara lain:
1) Identitas
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang
tua, penghasilan orang tua., mengatakan kebanyakan serangan kejang
demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari
18 bulan (Rasyid et al., 2019). (1)
2) Keluhan Utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien
mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam
kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran (Supriyanto, 2018).
(1)
3) Upaya yang telah dilakukan
Berisi upaya pengobatan untuk klien yang dilakukan oleh keluarga klien
sebelum dibawa ke rumah sakit. (1)
4) Terapi atau operasi yang pernah dilakukan
Berisi data klien apabila klien pernah melakukan terapi atau operasi
sebelum menderita penyakit kejang demam. (1)
5) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu
makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung
pada jenis kejang demam yang dialami anak (Windawati & Alfiyanti,
2020). (1)
6) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan kejang demam
kompleks mengalami gangguan keterlambatan perkembangan dan
intelegensi pada anak serta mengalami kelemahan pada anggota gerak
(hemifarise).
Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak
lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti virus influenza.
Riwayat nutrisi : Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu
makan karena mual dan muntahnya (Rasyid et al., 2019). (1)

7) Riwayat Kesehatan Keluarga


Dari genogram apakah keluarga klien memiliki Riwayat penyakit kronis
seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, serta penyakit menular
lainnya seperti TBC, hepatitis, dan penyakit kelamin yang mungkin
diturunkan kepada klien. (1)
8) Pola-pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Menggambarkan persepsi dan tatalaksana hidup sehat
b. Pola Nutrisi
Menjelaskan masukan nutrisi balance cairan dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah dan
makanan kesukaan.
c. Pola Eliminasi
Meliputi berapa kali BAB, konsistensi, warna, bau, dan klien dengan
post cesar untuk BAK melalui kateter yang sebelumnya telah
terpasang.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Meliputi pola istirahat dan tidur serta persepsi terhadap energi. Jumlah
jam tidur siang dan malam serta masalah dalam istirahat tidur dan
insomnia.
e. Pola Aktifitas dan Latihan
Menggambarkan pola aktifitas dan latihan, fungsi pernafasan dan
sirkulasi, Riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan kedalaman
pernafasan.
f. Pola Hubungan dan Peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan peran klien terhadap
anggota keluarga.
g. Pola Sensori dan Kognitif
Meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran dan penghidu.
h. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam, kurang bersahabat,
tidak suka bermain.
i. Pola Seksual dan Reproduksi
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih susah untuk dikaji
j. Pola Koping
Anak sering menangis, jika remaja saat sakit dominan mudah marah
dan tersinggung
k. Pola Nilai dan Kepercayaan
Nilai keyakinan meningkat seiring dengan kebutuhan untuk mendapat
sumber kesembuhan dari Tuhan YME. (2)
9) Pemeriksaan fisik
a. Pada anak yang mengalami kejang demam di perlukan pemeriksaan
fisik untuk mengetahui apakah ada kelainan yang terjadi pada anak
meliputi.
1) Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos
mentis, dan kerjadi gejala mengantuk sesaat setelah kebangkitan
(Ardian, 2020).
2) Tanda- tanda vital : Suhu : biasanya >38,0⁰C, Respirasi: pada usia
< 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit Pada usia 12 bulan - 40
kali/menit, Nadi : biasanya >100 x/i 3) (Butarbutar, 2017).
3) Berat badan pada anak dengan kejang demam tidak terjadi
penurunan berar badan yang berarti, namun bisanya terjadi
kekurangan cairan (Sitohang, 2019). (3)
b. Pemeriksaan kepala dan rambut
Pada kepala tidak terdapat benjolan, rambut berwarna hitam, tidak ada
nyeri tekan, tidak ada kelainan yang tampak (Isnaini, 2020).
c. Mata
Pada pemeriksaan fisik mata gerakan mata normal, tidak cekung, mata
simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor.
d. Hidung
Biasanya penciuman baik, terdapat pernafasan cuping hidung, bentuk
simetris, mukosa hidung berwarna merah muda, terdapat otot bantu
pernafasan ketika kejang terjadi (Windawati & Alfiyanti, 2020).
e. Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan
katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat
sementara, nyeri tekan mastoid, pendengaran baik.
f. Mulut dan Tenggorokan
Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak
kotor, tidak tampak sianosis, tidak ada perdarahan gusi, tidak ada
sariawan atau stomatitis, tidak terdapat tonsil. (Ardian, 2020).
g. Tengkuk dan leher
Leher simetris terpusat pada posisi kepala, ada pembesaran kelenjar
getah bening, tidak ada pembesaran thyroid, tidak ada kaku kuduk.

h. Pemeriksaan thorax/dada Paru


Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot
bantu pernapasan.
Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi, suara sonor
Auskultasi, biasanya didapatkan bunyi irama regular, ditemukan bunyi
napas tambahan seperti ronchi (Shodikin, 2018).
i. Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung I: Ictus
cordis tidak terlihat P: Ictus cordis di SIC V teraba P: batas kiri jantung
: SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung), SIC V kiri
agak ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah kanan jantung
disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea parasternalis kanan,
batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan. A:
BJ II lebih lemah dari BJ I (Isnaini, 2020).
j. Punggung
Pada punggung tidak terdapat decubitus, dan tidak ada kelainan tulang
belakang, tidak ada benjolan
k. Pemeriksaan abdomen
Biasanya pada Inspeksi lemas, datar, kembung, tidak didapatkan
benjolan yang abnormal. Pada palpasi tidak ada nyeri tekan pada
abdomen. Pada perkusi didapatkan bunyi timpani. Pada auskultasi
bising usus diatas normal.
l. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
Ada/tidak ada benjolan, anus normal/tidak, jenis kelamin pasien
m. Pemeriksaan musculuskeletal
Kemampuan pergerakan sendi, kekuatan otot tangan kanan dan kiri
dan kekuatan kaki kanan dan kiri.
n. Ekstremitas
Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral
dingin. Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2
detik, akral dingin
o. Pemeriksaan neurologi
Kesadaran compos mentis, terjadi kejang.
p. Pemeriksaan integumen
Tidak ada oedema, turgor kulit elastis
q. Pemeriksaan tingkat perkembangan
Tumbuh kembang: BB sesuai dengan usia toddler. Adaptasi sosial,
bahasa, motorik halus, motorik kasar. (1)

Analisis Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status, kesehatan
klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan
hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus adalah data
tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah
kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap
klien.
Tipe Data :
a) Data Subjektif
Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu
situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat,
mencakup persepsi, perasaan, ide pasien tentang status kesehatannya.
Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, frustasi, mual,
perasaan malu.
b) Data objektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan panca
indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya
frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat
kesadaran. (3)
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan assesment dan respons yang diberikan oleh pasien, sebagian
besar diagnosis keperawatan yang sering muncul dalam kejang demam pada
anak adalah (SDKI, 2018) :
1) Resiko cidera (D.0136) b.d kegagalan mekanisme pertahanan tubuh,
perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
2) Hipertermi (D.0130) b.d proses penyakit, dehidrasi, aktivitas berlebihan,
peningkatan laju metabolisme.
3) Ansietas (D.0080) berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
4) Resiko hipovolemia (D. 0034) b.d kegagalan mekanisme regulasi,
kekurangan intake cairan, kehilangan cairan aktif. (4)
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan yang dipilih
untuk membantu klien dalam mencapai hasil dan tujuan yang. Menurut Tim
pokja SIKI DPP PPNI (2018), perencanaan keperawatan pada kasus Kejang
Demam yaitu:
a. Diagnosa 1 : Resiko cidera (D.0136) b.d kegagalan mekanisme
pertahanan tubuh, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
Kriteria hasil : Tingkat Cedera menurun (L.14136)
Toleransi aktivitas meningkat, kejadian cedera menurun, ketegangan otot
menurun, ekspresi wajah kesakitan menurun.
Rencana tindakan : Pencegahan Cedera (I. 14537)
Observasi
- Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
- Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstinitas
bawah
Terapeutik
- Sediakan pencahayaan yang memadai
- Gunakan lampu tidur selama jam tidur
- Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat
(mis penggunaan telepon, tempat tidur, penerangan ruangan dan lokasi
kamar mandi)
- Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami cedera serius
- Sediakan alas kaki antislip
- Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi di tempat tidur, jika perlu
- Pastikan bel panggilan atau telepon mudah dijangkau
- Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
- Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat digunakan
- Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi terkunci
- Gunakan pengaman tempat tidur sesual dengan kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
- Pertimbangkan penggunaan alarm elektronik pribadi atau alarm sensor
pada tempat tidur atau kursi
- Diskusikan mengenal latihan dan terapi fisik yang diperlukan
- Diskusikan mengenal alat bantu mobilitas yang sesuai (mis. tongkat
atau alat bantu jalan)
- Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi pasien
- Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
Edukasi
- Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
- Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri
b. Diagnosa 2 : Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit
dan peningkatan laju metabolisme.
Kriteria hasil : Termoregulasi membaik (L.14134)
Tanda tanda vital dalam batas normal :
Suhu : 36,5-37,5°C,
HR : Anak 70-100x/menit, Remaja-dewasa 60 100x/menit,
TD : 110-130/70-80 mmHg, Klien tidak lemah.
Rencana tindakan: Manajemen Hipertermia (I.15506)
Observasi
- Identifikasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan inkubator)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urine
- Monitor komplikasi akibat hipertermi
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepas pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat berlebih).
- Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia
atau kompres pada dahi, leher, dada, abdomen dan aksila)
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan klien untuk tirah baring atau bedrest
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu
c. Diagnosa 3 : Ansietas (D.0080) berhubungan dengan kurang terpapar
informasi.
Kriteria hasil : Tingkat ansietas menurun (L.09093)
Verbalisasi kebingungan menurun, verbalisasi khawatir akibat kondisi
yang dihadapi menurun, perilaku gelisah menurun, perilaku tegang
menurun.
Rencana tindakan: Reduksi Ansietas (I.09314)
Observasi
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu,
stresor)
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
- Monitor tanda- tanda ansietas (verbal dan non verbal)
Terapeutik
- Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas 7. Dengarkan dengan penuh
perhatian
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
- Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
- Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
datang
Edukasi
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan
prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,
- Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu


d. Diagnosa 4 : Resiko hipovolemia (D. 0034) b.d kegagalan mekanisme
regulasi, kekurangan intake cairan, kehilangan cairan aktif.
Kriteria hasil : Status Cairan membaik (L.03028)
Membran mukosa lembab, turgor kulit elastis, suhu normal (36,5 -
37,5°C), dan balance cairan seimbang, oliguria membaik, intake cairan
membaik.
Rencana tindakan : Manajemen Hipovolemia (I.03116)
Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran
mukosa kering, volume urin menurun hematokrit meningkat,
haus, lemah)
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis me. NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2
5%, NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis albumin
Plasmanate)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian produk darah. (5) (6)
4. Implementasi
Imlementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap ini disebut juga tahap pelaksanaan
tindakan yang dimulai dengan menyusun rencana tindakan, lalu dilakukan
sesuai perencanaan. Hal ini perlu untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan (meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan
kesehatan serta memfasilitasi koping). Pelaksanaan keperawatan dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dan menyesuaikan dengan
kondisi terkini pasien. Pelaksanaan yang mengacu pada Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI).
Implementasi keperawatan juga disebut dengan pelaksanaan keperawatan
merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat utnuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang baik. Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah realisasi dari
perencanaan keperawatan (Induniasih dan Hendarsih, 2018). Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada
nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu, rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang memengaruhi masalah kesehatan klien (Manurung, 2018).
Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut:
1) Tahap 1 : Persiapan Tahap awal tindakan keperawatan ini perawat
mengevaluasi hasil identifikasi pada tahap perencanaan.
2) Tahap 2 : Pelaksanaan Fokus tahap pelaksanaan tindakan
keperawatan adalah kegiatan dari perencanaan untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan
meliputi tindakan independent, dependen, dan interdependen.
3) Tahap 3 : Dokumentasi Pelaksanaan tindakan keperawatan harus
diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu
kejadian dalam proses keperawatan. (6)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan fase akhir dari proses keperawatan, meliputi aktivitas
yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah. Evaluasi menjadi penting dalam
asuhan keperawatan mengingat kesimpulan yang ditarik dari evaluasi akan
menentukan keberlanjutan dari perencanaan, apakah perlu dimodifikasi,
diakhiri, atau bahkan dilanjutkan.
a. Evaluasi proses (formatif): Tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari
proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan
keperawatan, evaluasi proses harus dilakukan segera setelah
perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu
keefektifan terhadap tindakan.
b. Evaluasi hasil (sumatif): Evaluasi hasil adalah perubahan perilaku
atau status kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan secara
sempurna.
c. Dokumentasi: Perawat mendokumentasikan hasil yang telah atau
belum dicapai pada “medicalrecord” pengunaan istilah yang tepat
perlu ditekankan pada penulisannya untuk menghindari salah
persepsi penjelasan dalam menyusun tindakan keperawatan lebih
lanjut sudah tercapai / tidak evaluasi dicatat bentuk SOAP. Pada
saat akan melakukan pendokumentasian, menggunakan SOAP,
yaitu:
S : Data subyektif merupakan masalah yang diutarakan klien.
O : Data obyektif merupakan tanda klinik dan fakta yang
berhubungan dengan diagnosa keperawatan.
A : Analisis dan diagnosa.
P : Perencanaan merupakan pengembangan rencana untuk yang
akan datang dari intervensi.
Seluruh tindakan intervensi terlaksana dengan baik dan klien
menunjukkan perubahan dengan kriteria hasil meningkat, menurun,
atau membaik pokja SDKI, SLKI, SIKI DPP PPNI (2018). Kondisi
klien dapat menunjukkan perubahan :
- Toleransi aktivitas meningkat,
- Kejadian cedera menurun,
- Ketegangan otot menurun,
- Ekspresi wajah kesakitan menurun.
- Tanda tanda vital dalam batas normal
- Membran mukosa lembab,
- Turgor kulit elastis,
- Suhu normal (36,5 - 37,5°C),
- Balance cairan seimbang,
- Oliguria membaik,
- Intake cairan membaik.
- Verbalisasi kebingungan menurun,
- Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun,
- Perilaku gelisah menurun,
- Perilaku tegang menurun. (5)
DAFTAR PUSTAKA

1. Syafi'i, Doni Muhammad. 2021. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


PADA An. A DENGAN KEJANG DEMAM.
https://eprints.umm.ac.id/86170/. Malang, Jatim. Diakses pada 19
November 2022
2. Ekayani. 2020. Konsep Kejang Demam. http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/4415/3/BAB%20II.pdf. Bali. Diakses pada 19 November
2022
3. Dhevi. 2019. KTI Keperawatan Keluarga Dengan Klien KEJANG Demam.
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1483/1/17.DHEVI
%20KHARISMA%20%28KTI%20KEJANG%20DEMAM%29%20PDF
%20DONE.pdf. Kalimantan Timur. Diakses pada 19 November 2022
4. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia. 2018: 328.
5. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia. 2018: 193.
6. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. 2018: 527.

Anda mungkin juga menyukai