Anda di halaman 1dari 29

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

“ KONSEP & ASKEP KRITIS DENGAN KEGAWATAN PADA ANAK “

OLEH :

KELOMPOK V

1. RUKIYA UMARELLA (R011191106)


2. RAHMANIA (R011191111)
3. FRANSISCA LIO (R011191120)
4. NADIA SRI DAMAYANTI (R011191121)
5. MISNAH MOCHTAR (R011191133)
6. RISKA ROFIQA (R011191142)
7. JULHAIDIN (R011191144)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya penyusun
dapat menyelesaikan makalah Asuhan keperawatan Kegawatan pada anak ini dengan tepat
waktu. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu
penyusun mengucapkan terima kasih kepada teman-teman angota kelompok yang merupakan
tempat bertukar ilmu dan informasi. Dan terima kasih pula kepada seluruh pihak yang membantu
dalam menyelesaikan makalah ini.
Pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis
serta sebagai penambah pengetahuan dan wawasan bagi penyusun dan para pembaca khususnya
mengenai Askep Kegawatan anak. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak yaitu bagi penyusun maupun pembaca. Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Makassar, Maret 2020

Kelompok V
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kejang demam (febrile convulsion,feris seizure ) ialah perubahan aktivitas motorik dan
behavior yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktivitas
listrik abnormal di otak yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh. Kejang pada anak umunya
diprovokasi oleh kelaianan somatic berasal dari otak yaitu demam tinggi, infeksi, sinkop,
trauma kpala, hipokia, keracunan atau aritmia jantung. Setiap anak dengan kejang demam
perlu diperiksa dengan seksama untuk mencari bila terdapat sepsis, meningitis bakteri , atau
penyakit serius lainnya. (Widagdo,2012).
Pengobatan kejang demam ditunjukan pertama untuk segera mengatasi kejang yang
terjadi pemberian diazepam 1 mg/kg 24 jam dalam 3 dosis ,biasanya selama 2-3 hari, dan
antipireik untuk segera menurunkan peningkatan suhu tubuh.pemberian antikonvulsan untuk
upaya pencegahan di anggap kontroveri karena kurang efektif dan pengaruh efek samping
yang tak dikehendaki .jika deam (38,5 0c atau lebih ) untuk mencegah terjadinya kejang
dapat diberi antipiretik. Prognosis untuk fungsi neurologic adalah sangat baik.
(Widagdo,2012).
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera.
Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat
yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga
perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta
mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi
aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan
serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual,
( Medula, 2013).
Bentuk dari terapi fisik yang dapat diterapkan oleh ibu adalah Pemberian cairan yang
lebih banyak dari kebutuhan anak yang disesuaikan dengan jumlah kebutuhan cairan menurut
umur anak, untuk mencegah dehidrasi saat evaporasi terjadi, mengusahakan anak tidur atau
beristirahat yang cukup supaya metabolismenya menurun, tidak memberikan anak pakaian
panas yang berlebihan pada saat menggigil. Lepaskan pakaian dan 4 selimut yang terlalu
berlebihan. Memakai satu lapis pakaian yang menyerap keringat dan satu lapis selimut sudah
dapat memberikan rasa nyaman kepada anak, memberi aliran udara yang baik atau
pertahankan sirkulasi ruangan yang baik dan memberikan kompres hangat (tepidsponging)
pada anak. Penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak dan lipat selangkangan (inguinal)
selama 10-15 menit dengan temperatur air 30-320C, akan membantu menurunkan panas
dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan. (IDAI, 2014).

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi kejang demam pada anak
2. Untuk mengetahui klasifikasi kejang demam pada anak
3. Untuk mengetahui etiologi kejang demam pada anak
4. Untuk mengetahui patofisiologi kejang demam pada anak
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis kejang demam pada anak
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik kejang demam pada anak
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang demam pada anak
8. Untuk mengetahui komplikasi kejang demam pada anak
9. Untuk mengetahui pencegahan kejang demam pada anak
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan kejang demam pada anak
BAB II
KONSEP TEORI

A. DEFINISI
Adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai
5 tahun. Anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang demam
atau kejang tanpa demam.

B. KLASIFIKASI
1. Kejang demam sederhana
Berlangsung kurang dari 15 menit dan umum
2. Kejang demam kompleks
Berlangsung lebih dari 15 menit,fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali kejang dalam 24
jam )

C. ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui dengan pasti.Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi
dapat menyebabkan kejang.
Kejang demam dapat terjadi karena adanya pengaruh beberapa hal, yaitu:
1. Umur
Umur terjadinya bangkitan kejang demam berkisar antara 6 bulan – 5 tahun.Umur
terkait dengan fase perkembangan otak yaitu masa developmental window yang
merupakan masa perkembangan otak fase organisasi. Pada usia ini anak mempunyai nilai
ambang kejang rendah sehingga mudah terjadi kejang demam. Selaian itu, keadaan otak
belum matang, reseptor untuk asam glutamat sebagai eksitor bersifat padat dan aktif,
sebaliknya reseptor y-aminobutyric acid (GABA) sebagai inhibitor bersifat kurang aktif,
sehingga mekanisme eksitasi lebih dominan daripada inhibasi. Pada otak yang belum
matang, regulasi ion natrium, kalium, dan kalsium belum sempurna sehingga
mengakibatkan gangguan repolarisasi setelah depolarisasi dan meningkatkan eksitabilitas
neuron25- 27.
2. Suhu badan
Adanya kenaikan suhu badan merupakan suatu syarat untuk terjadinya kejang
demam. Anak yang sering menderita demam dengan suhu tinggi memiliki risiko semakin
besar untuk mengalami kejang demam. Perubahan kenaikan suhu tubuh berpengaruh
terhadap nilai ambang kejang dan eksitabilitas neural karena kenaikan suhu tubuh
berpengaruh pada kanal ion, metabolisme seluler, dan produksi ATP. Demam
menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi-reaksi kimia, dalam keadaaan demam,
kenaikan suhu 1̊ C akan mengakibatkan peningkatan metabolisme basal 10%-15% dan
kebutuhan oksigen 20%. Akibat keadaan tersebut, reaksi-reaksi oksidasi berlangsung
lebih cepat sehingga oksigen lebih cepat habis dan akan mengakibatkan kejadian
hipoksia. Hipoksia menyebabkan peningkatan kebutuhan glukosa dan oksigen serta
terganggunya berbagai transport aktif dalam sel sehingga terjadi perubahan konsentrasi
ion natrium. Perubahan konsentrasi ion natrium intrasel dan ekstrasel tersebut akan
mengakibatkan perubahan potensial membran sel neuron sehingga membran sel dalam
keadaan depolarisasi. Di samping itu, demam dapat merusak GABA-nergik sehingga
fungsi inhibisi terganggu. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar
antara 38.3̊ C-41.4̊ C. bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu
tubuh sekitar 38.9̊ C-39.9̊ C. suhu tubuh 39.4̊ C bermakna menimbulkan kejang
dibanding suhu tubuh 38.3̊ C28.
3. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Faktor-faktor pre natal yang berpengaruh terhadap terjadinya kejang demam antara
lain; umur ibu saat hamil, kehamilan dengan eklampsia dan hipertensi, kehamilan
primipara atau multipara, paparan asap rokok saat kehamilan. Umur ibu kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan
persalinan antara lain hipertensi dan eklampsia yang dapat menyebabkan aliran darah ke
plasenta berkurang sehingga terjadi asfiksia pada bayi dan dapat berlanjut menjadi kejang
di kemudian hari. Urutan persalinan dapat menjadi faktor resiko terjadinya kejang pada
bayi. Insiden kejang ditemukan lebih tinggi pada anak pertama, hal ini kemungkinan
besar disebabkan karena pada primipara lebih sering terjadi penyulit persalinan yang
menyebabkan kerusakan otak dengan kejang sebagai manifestasi klinisnya.Paparan asap
rokok saat kehamilan dapat mempengaruhi terjadinya kejang demam pada anak. Menurut
penelitian Cassano (1990) dan Vestergaard (2005) menunjukan bahwa komsusmi rokok
pada masa kehamilan termasuk faktor resiko terjadinya kejang demam sederhana maupun
kejang demam kompleks. Sebaliknya, pengurangan atau pembatasan konsumsi rokok dan
alcohol selama masa kehamilan merupakan usaha yang efektif untuk mencegah kejang
demam pada anak30. Faktor natal yang menjadi faktor risiko untuk terjadinya kejang
demam antara lain adalah prematuritas, afiksia, berat badan lahir rendah, dan partus lama.
Hipoksia dan iskemia di jaringan otak dapat terjadi pada asfiksia perinatal. Hipoksia dan
iskemia akan menyebabkan peningkatan cairan dan natrium intraseluler sehingga terjadi
edema otak. Daerah yang sensitif terhadap hipoksia adalah inti-inti pada batang otak,
thalamus, dan kolikulus inferior. Daerah yang sensitif terhadap iskemia adalah
“watershead area” yaitu daerah parasagital hemisfer dengan vaskularisasi paling sedikit.
Hipoksia dapat mengakibatkan kerusakan faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi
neuron eksitator sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan yang memadai.
Perkembangan alat-alat tubuh bayi prematur kurang sempurna sehingga belum berfungsi
dengan baik. Hal ini menyebabkan bayi sering mengalami apneu, asfiksia berat, dan
sindrom gangguan nafas hingga hipoksia. Semakin lama terjadi hipoksia, semakin berat
kerusakan otak yang terjadi dan semakin besar kemungkinan terjadi kejang. Daerah yang
rentan terhadap kerusakan antara lain adalah hipokampus, serangan kejang berulangan
menyebabkan kerusakan otak semakin luas. Infeksi susunan saraf pusat, trauma kepala,
dan gangguan toksis metabolik pada masa paska natal dapat menjadi faktor risiko
terjadinya kejang demam di kemudan hari.31
4. Gangguan Perkembangan Otak
Tahap perkembangan otak dibagi menjadi 6 fase, yaitu neurulasi, perkembangan
prosensefali, proliferasi neuron, migrasi neural, organisasi, dan mielinisasi. Fase
perkembangan otak merupakan fase rawan apabila mengalami gangguan, terutama pada
fase organisasi, dimana dapat terjadi gangguan perkembangan dan bangkitan kejang.
Gangguan perkembangan, riwayat keluarga pernah menderita kejang demam, dan riwayat
sering dititipkan pada penitipan anak (day care) merupakan faktor risiko terjadi kejang
demam. Gangguan perkembangan disertai dua atau lebih faktor risiko di atas mempunyai
risiko 28%-30% untuk terjadi kejang demam.
5. Faktor Genetik
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa faktor genetik merupakan faktor penting
dalam terjandinya bangkitan kejang demam. Pada anak dengan kejang demam petama,
risiko untuk terjadi kejang demam pada saudara kandungnya berkisar 10%-45%.Hasil
pemetaan terhadapa beberapa keluarga dengan riwayat kejang demam menunjukan
bahwa kejang demam berhubungan dengan mutasi gen pada kromosom 19p dan 8q13-
21di antaranya memiliki pola autosomal dominan32.Menurut penelitian Bahtera T (2007)
terhadap 148 anak yang mendertia kejang demam, didapatkan adanya hubungan mutasi
gen pintu kanal voltase ion Natrium (channelophaty) dengan umur, suhu, jarak waktu
antara mulai demam sampai timbul bangkitan kejang, jenis kejang demam saat bangkitan
kejang demam pertama, dan riwayat keluarga (first degree relative) pernah menderita
kejang demam. Mutasi gen pintu kanal voltase ion Natrium subunit α (SCANIA)
mempunyai risioko 3,5 kali terjadi kejang demam berulang sedangkan mutasi gen pintu
kanal voltase ion Natrium sub unit β (SCNIB) mempunyai risiko 2,8 kali terjadi kejang
demam berulang.
6. Defisiensi Seng
Defisiensi seng akan menyebabkan perubahan pada beberapa organ seperti sistem
saraf pusat (malformasi permanen, pengaruh terhadap neuromotor dan fungsi
kognitif),saluran pencernaan, sistem reproduksi, dan fungsi pertahanan tubuh baik
spesifik maupun natural (menekan sistem imun). Gangguan sistem imunitas spesifik
seperti kerusakan sel-sel epidermal, ganggun aktifitas sel NK, fagositosis dari makrofag
dan nitrofil. Gejala-gejala diatas akan terjadi bila terjadi defisiensi seng berat.Salah satu
tanda klinis dan defisensi seng adalah imunitas yang terganggu.Defisiensi seng
menurunkan kemampuan badan untuk melawan infeksi, menekan responimun seluler dan
humoral. Proliferasi sel B tidak terlalu dipengaruhi oleh difisiensi seng dibandingakan sel
T, namun bagaimanapun defisiensi seng dapat menurunkan jumlah sel B naive yang
dapat menghasilkan antibodi untuk melawan antigen baru34.
Faktor-faktor predisposisi defisiensi seng:

1. Masukan yang inadekuat: malnutrisi, vegetarian, pemberian nutrisi enteral dan


parenteral atau diet untuk mengatasi inborne error metabolism, infeski
intestinal,interaksi nutrien antara komponen diet dan obat obatan.
2. Maldigestesi dan malabsrobsi: mekanisme absorbsi karena imaturitas, akrodermatitis
enterohepatica, pembedahan lambung dan reseksi usus, enterohepeti, penyakit
inflamasi usus, isufisiensi eksokrin pankreas, obtruksi kandung empedu, hepatitis.
3. Eskresi yang meningkat: keadaan katabolisme, enterohepati dengan loss protein,
gagal ginjal, renal dialysis, terapi diuretik, chelating agent (spesifik dan nonspesifik),
dermatosis eksfoliatif
4. Kebutuhan yang meningkat: sintesa jaringan yang cepat, konvalesen pasca katabolik,
penyakit neoplasma, resolving anaemias.

Penyakit Penyakit yang Menyertai:

Adapun penyakit yang sering menyertai pada kejang demam adalah: infeksi saluran
nafas akut, faringitis dan otitis media, pneumonia, infeksi saluran kemih, serta gangguan
gastroenteritis.

1. Infeksi saluran pernafasan akut


2. Infeksi saluran kemih
3. Penyakit Lain

D. PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut dengan
akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan
oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga
terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.

E. MANIFESTASI KLINIS
Umumnya kejang demam berlangsung singkat,berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral.Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas
dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpadidahului
kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 persen
berlangsung lebih dari 15 menit.Seringkali kejang berhenti sendiri.Setelah kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,tetapi setelah beberapa detik atau
menit,anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurologis.Kejang dapat
diikutihemiparesis sementara ( hemiparesis Todd ) yang berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari.Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang
menetap.Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam
yang pertama.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi-bayi kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi
berumur kurang dari 6 bulan,dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18
bulan.Elektroensefalografi ( EEG ) ternyata kurang mempunyai nilai prognostic.EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsy atau
kejang demam berulang di kemudia hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk
pasien kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah
otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
o Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
o Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
o Panel elektrolit
o Skrining toksik dari serum dan urin
o GDA
o Kadar kalsium darah
o Kadar natrium darah
o Kadar magnesium darah

G. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi
terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu,pernapasan dan
fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dan pemeberian
antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentika kejang adalah Diazepam yang diberikan
intravena atau intrarektal. Dosis Diazepam intravena 0,3 mg/kgBB/kali dengan kecepatan
1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum Diazepam
habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum
dicabut. Bila Diazepam IV tidak tersedia atau pemeberiannya sulit, gunakan Diazepam
intrarektal 5mg ( BB<10 kg ) atau 10 mg ( BB > 10 kg ). Bila kejang tidak berhenti, dapat
diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan Fenitoin dengan dosis
awal 10-20 mg/kg BB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah
pemberian Fenitoin,harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena Fenitoin
bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan Diazepam, lanjutkan dengan Fenobarbital diberikan
langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan sampai 1 tahun 50 mg
dan umur 1 tahun keatas 75 mg secara IM.4 jam kemudian berikan Fenobarbital dosi
rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis,
untuk hari hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama
keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik peroral.
Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek samping adalah
hipotensi,penurunan kesadaran,dan depresi pernapasan.
Bila kejang berhenti dengan Fenitoin, lanjutkan Fenitoin dengan dosis 4-8
mg/kgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama.
3. Pengobatan profilaksis
Ada 2 macam yaitu:
 Profilaksis intermitten saat demam
Diberikan Diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis saat pasien demam.Dapat pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam
sebanyak 5 mg ( BB<10 kg ) dan 10 mg ( BB>10 kg ) setiap pasien menunjukkan
suhu lebih dari 38,5 derajat Celsius. Efek samping adalah ataksia, mengantuk dan
hipotonia.
 Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari
Berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy di
kemudian hari.
Dengan Fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.Obat lain yang
dapat digunakan adalah Asan Valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang
terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 dari kriteria ini yang
termasuk yaitu:

 Sebelum kejang demam yang pertama, sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan
( cerebral palsy atau micricephalus )
 Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap
 Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
 Bila kejang demam terjadi pada bayi beumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multiple dalam satu episode demam
 Bila hanya memenuhii satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka
panjang maka berikan profillaksis intermitten yaitu pada waktu anak demam.

H. KOMPLIKASI
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula
kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsi. Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan
kejang demam :
a) Pneumonia aspirasi
b) Asfiksia
c) Retardasi mental
Kejang demam sederhana tidak mengakibatkan kerusakan otak maupun kecacatan
mental. Salah satu komplikasi dari kejang demam adalah kemungkinan mengalami kejang
demam kembali di kemudian hari. Risiko tersebut akan lebih besar jika:

a) Jeda waktu antara awal demam dengan munculnya kejang cukup singkat.
b) Kejang demam pertama kali terjadi ketika suhu tubuh tidak terlalu tinggi.
c) Usia anak di bawah 18 bulan ketika mengalami kejang demam pertama.
d) Memiliki anggota keluarga lain yang juga pernah mengalami kejang demam.

Anak yang menderita kejang demam memiliki risiko menderita epilepsi di kemudian
hari, tetapi risiko ini ada pada anak yang mengalami kejang demam kompleks. Selain epilepsi,
anak penderita kejang demam berisiko menderita kelainan otak atau ensefalopati. Namun,
kasus ini sangat jarang terjadi.

I. PENCEGAHAN
Kejang demam umumnya tidak dapat dicegah, termasuk dengan pemberian obat-obatan
penurun panas atau obat antikejang. Namun jika anak mengalami demam, dokter tetap dapat
memberikan obat penurun panas. Pemberian obat antikejang lewat dubur biasanya hanya
diberikan bila kejang terjadi lebih dari 5 menit.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan
masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, psikal assesment.
1. Identitas
Identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, status
perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat, tanggal dan jam MRS, no register, serta
identitas yang bertanggung jawab.
2. Keluhan utama
Pada umumnya pasien panas yang meninggi disertai kejang
3. Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan tentang keluhan yang dialami sekarang mulai dari panas, kejang,
kapan terjadi, berapa kali, dan keadaan sebelum, selama dan setelah kejang.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang diderita saat kecil seperti batuk, pilek, panas. pernah dirawat dimana,
tindakan apa yang dilakukan, penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur
berapa saat kejang.
5. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada keluarga pasien tentang apakah didalam keluarga ada yang
menderita penyakit yang diderita oleh pasien seperti kejang atau epilepsi.
6. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breath) : Keadaan umum tampak lemah, tampak peningkatan frekuensi nafas
sampai terjadi gagal nafas.Dapat terjadi sumbatan jalan nafas akibat penumpukan
sekret
2) B2 (Blood) : TD normal, nadi, perfusi, crt<2" , suhu panas, kemungkinan terjadi
gangguan hemodinamik
3) B3 (Brain): Kesadaran komposmentis sampai koma
4) B4 (Bladder): monitor produksi urine dan warnanya(jernih,pekat)
5) B5 (Bowel): Inspeksi : tampak normal, auskultasi : terdengar suara bising usus
normal, palpasi : turgor kulit normal, perkusi : tidak ada distensi abdomen
6) B6 (Bone): pada kasus kejang demam tidak ditemukan kelainan tulang akan tetapi
saat kejang berlangsung akan terdapat beberapa otot yang mengalami kejang.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
b) Urine lengkap
c) Serum elektrolit
b. EEG: didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat fokal
bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam
(Soetomenggolo, 1989)
c. CT Scan: pada pemeriksaan ini dapat menunjukan adanya lesi pada daerah kepala.
8. Terapi
1) Bebaskan jalan napas
2) Berikan oksigenasi
3) Berikan posisi sligh head up 300
4) Pasang IV line
5) Pemberiap terapi sesuai advis dokter
6) Longgarkan pakaian yang dipakai oleh pasien
B. PATWAY
C. DIAGNOSA
1. Hipertermi
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral
3. Nyeri
4. Risiko infeksi
5. Risiko syok
6. Gangguan tumbuh kembang
7. Ansietas
8. Defisit pengetahuan
9. Intoleransi aktivitas
10. Gangguan proses keluarga

D. INTERVENSI
No. Diagnose NOC NIC
1 Hipertermi Termoregulasi (0800) dengan Managemen hipertermi
kriteria hasil : (I.15506)

1. Denyut nadi radial 1. Monitor suhu tubuh


dipertahankan pada sangat 2. Monitor kadar elektrolit
terganggu (1) ditingkatkan 3. Monitor haluaran urine
ke sedikit terganggu (4) 4. Monitor komplikasi akibat
2. Tingkat pernapasan hipertermi
dipertahankan pada sangat 5. Longgarkan atau lepaskan
terganggu (1) ditingkatkan pakaian
ke sedikit terganggu (4) 6. Berikan cairan oral
3. Peningkatan suhu kulit 7. Berikan oksigen
dipertahankan pada berat 8. Anjurkan tirah baring
(1) ditingkatkan ke tidak 9. Kolaborasi pemberian
ada (5) cairan dan elektrolit
4. Hipertermia dipertahankan intravena jika perlu
pada berat (1) ditingkatkan
ke tidak ada (5)
5. Dehidrasi dipertahankan
pada berat (1) ditingkatkan
ke tidak ada (5)
2 Resiko Perfusi Perfusi jaringan : serebral Managemen peningkatan
jaringan cerebral (0406) tekanan intracranial (I.06194)
tidak efektif
Dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab
peningkatan TIK
1. Tekanan intracranial
2. Monitor tanda/gejala
dipertahankan pada deviasi
peningkatan TIK
berat dari kisaran normal
3. Monitor MAP
(1) ditingkatkan ke deviasi
4. Monitor CVP, jika perlu
ringan dari kisaran normal
5. Monitor PAWP, jika perlu
(4)
6. Monitor PAP, jika perlu
2. Hasil serebral angigram
7. Monitor ICP, jika perlu
dipertahankan pada deviasi
8. Monitor CPP, jika perlu
berat dari kisaran normal
9. Monitor status pernapasan
(1) ditingkatkan ke deviasi
10. Monitor output dan intake
ringan dari kisaran normal
cairan
(4)
11. Cegah terjadinya kejang
3. Kognisi terganggu
12. Pertahankan suhu tubuh
dipertahankan pada berat
normal
(1) ditingkatkan ke ringan
(4)
4. Penurunan tingkat
kesadaran dipertahankan
pada berat (1) ditingkatkan
ke ringan (4)
5. Reflex saraf terganggu
dipertahankan pada berat
(1) ditingkatkan ke ringan
(4)
3 Nyeri akut Control Nyeri (1605) Pemberian analgesic (2210)

Dengan kriteria hasil : 1. Tentukan lokasi dan


tingkat keparahan nyeri
1. Mengenali kapan nyeri
sebelum memberi obat
terjadi dipertahankan pada
2. Cek perintah pengobatan
tidak pernah menunjukkan
3. Cek adanya riwayat alergi
(1) ditingkatkan ke sering
4. Tentukan pilihan obat
menunjukkan (4)
analgesic yang sesuai
2. Menggunakan analgesic
5. Monitor TTV setelah
yang direkomendasikan
pemberian obat
dipertahankan pada tidak
pernah menunjukkan (1)
ditingkatkan ke sering
menunjukkan (4)
3. Melaporkan perubahan
terhadap gejala nyeri
dipertahankan pada tidak
pernah menunjukkan (1)
ditingkatkan ke sering
menunjukkan (4)
4. Melaporkan nyeri yang
terkontrol dipertahankan
pada tidak pernah
menunjukkan (1)
ditingkatkan ke sering
menunjukkan (4)
4 Resiko infeksi Tingkat infeksi ( L.14137 ) Pencegahan infeksi
( 0142 ) Dengan kriteria hasil : ( L.14539 )
1. Kebersihan tangan 1. Monitor tanda dan gejala
dipertahankan pada (1) infeksi local dan sistemik
ditingkatkan ke (4) 2. Cuci tangan sebelum dan
2. Kebersihan badan sesudah kontak dengan
dipertahankan pada (1) pasien dan lingkungan
ditingkatkan ke (4) pasien
3. Nafsu makan 3. Jelaskan tanda dan gejala
dipertahankan pada (1) infeksi
ditingkatkan ke (4) 4. Ajarkan cara mencuci
4. Demam dipertahankan tangan yang benar
pada (1) ditingkatkan ke 5. Anjurkan meningkatkan
(4) asupan nutrisi
5. Nyeri dipertahankan pada 6. Anjurkan meningkatkan
(1) ditingkatkan ke (4) asupan cairan
7. Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu
5 Resiko syok Tingkat syok (L.03032) Pencegahan syok (I.02068)
( D.0039 ) Dengan kriteria hasil : 1. Monitor status
1. Kekuatan nadi kardiopulmonal
dipertahankan pada (1) ( frekuensi dan kekuatan
ditingkatkan ke (4) nadi, frekuensi napas,TD,
2. Tingkat kesadaran MAP)
dipertahankan pada (1) 2. Monitor status oksigenasi
ditingkatkan ke (4) ( oksimetri, nadi, AGD)
3. Saturasi oksigen 3. Monitor status cairan
dipertaahankan pada (1) ( masukan dan haluaran,
ditingkatkan ke (4) turgor kulit, CRT)
4. Frekuensi nafas 4. Monitor tingkat kesadaran
dipertaahankan pada (1) dan respon pupil
ditingkatkan ke (4) 5. Jelaskan penyebab / factor
resiko syok
6. Jelaskan tanda dan gejala
awal syok
7. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
6 Gangguan tumbuh Status pertumbuhan ( L.10102) Perawatan perkembangan
kembang Dengan kriteria hasil : (I.10339)
( D.0106 ) 1. Berat badan sesuai usia 1. Identifikasi pencapaian
dipertahankan pada (1) tugas perkembangan anak
ditingkatkan ke (4) 2. Pertahankan lingkungan
2. Panjang / tinggi badan yang mendukung
sesuai usia dipertahankan perkembangan optimal
pada (1) ditingkatkan ke 3. Berikan sentuhan ang
(4) bersifat gentle dan tidak
3. Kecepatan pertambahan ragu – ragu
berat badan dipertaahankan 4. Jelaskan orang tua dan/
pada (1) ditingkatkan ke atau pengasuh tentang
(4) milestone perkembangan
4. Asupan nutrisi anak dan perilakuk anak
dipertahankan pada (1) 5. Anjurkan orang tua
ditingkatkan ke (4) berinteraksi dengan
anaknya
6. Motivasi anak berinteraksi
dengan anak lain
7 Ansietas (D.0080) Tingkat ansietas (L.09093) Reduksi ansietas (I.090314):
Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi saat tingkat
keperawatan 3x24 jam ansietas ansietas berubah (mis.
teratasi dengan kriteria hasil: kondisi, waktu, stressor)
1. Verbalisasi kebingungnan 2. Identifikasi kemampuan
dan khawatir akibat kondisi pengambilan keputusan)
yang dihadapi dari 3. Monitor tanda-tanda
meningkat (1) diturunkan ansietas (verbal nonverbal)
ke cukup menurun (4) 4. Ciptakan suasana
2. Perilaku gelisah dan tegang terapeutik untuk
dari meningkat (1) menumbuhkan
diturunkan ke cukup kepercayaan
menurun (4) 5. Temani pasien untuk
3. Perasaan keberdayaan dari mengurangi kecemasan
memburuk (1) ditingkatkan 6. Pahami situasi yang
ke cukup membaik (4) membuat ansietas
7. Dengarkan dengan penuh
perhatian
8. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
9. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
10. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
11. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis, pengobatan dan
prognosis
12. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
13. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
8 Defisit Tingkat pengetahuan Edukasi prosedur tindakan
pengetahuan (L.12111) (I.12442):
(D.0111) Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi kesiapan dan
keperawatan 3x24 jam defisit kemampuan menerima
pengetahuan teratasi dengan informasi
kriteria hasil: 2. Sediakan materi dan media
1. Kemampuan menjelaskan pendidikan kesehatan
tentang suatu topik dari 3. Jadwalkan pendidikan
menurun (1) ditingkatkan kesehatan sesuai
ke cukup meningkat (4) kesepakatan
2. Pertanyaan tentang masalah 4. Jelaskan tujuan dan
yang dihadapi dari manfaat tindakan yang
meningkat (1) diturunkkan akan dilakukan
ke cukup menurun (4) 5. Jelaskan keuntungan dan
3. Persepsi yang keliru kerugian jika tindakan
terhadap masalah dari tidak dilakukan
meningkat (1) diturunkkan 6. Jelaskan persiapan pasien
ke cukup menurun (4) sebelum tindakan
dilakukan
7. Informasikan durasi
tindakan dilakukan
8. Anjurkan bertanya jika ada
sesuatu yang tidak
dimengerti sebelum
tindakan dilakukan
9. Anjurkan kooperatif saat
tindakan dilakukan
10. Ajarkan teknik untuk
mengantisipasi/mengurang
i ketidaknyamanan akibat
tindakan, jika perlu
9 Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas (L.05047) Dukungan perawatan diri
(D.0056) Setelah dilakukan asuhan (I.11348):
keperawatan 3x24 jam 1. Identifikasi kebiasaan
intoleransi aktivitas teratasi aktivitas perawatan diri
dengan kriteria hasil: sesuai usia
1. Kemudahan dalam 2. Monitor tingkat
melakukan aktivitas sehari- kemandirian
hari dari menurun (1) 3. Identifikasi kebutuhan alat
ditingkatkan ke cukup bantu kebersihan diri,
meningkat (4) berpakaian, berhias dan
2. Perasaan lemah dari makan
meningkat (1) diturnkan ke 4. Sediakan lingkungan yang
cukup menurun (4) terapeutik (suasana hangat,
rileks, privasi)
5. Siapkan keperluan pribadi
(mis. sikat gigi, sabun
mandi)
6. Damping dalam
melakukan perawatan diri
sampai mandiri
7. Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
8. Fasilitasi kemandirian,
bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri
9. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
10 Gangguan proses Dukungan keluarga (I.13112) Promosi dukungan kelurga
keluarga (D.0120) Setelah dilakukan asuhan (L.13488):
keperawatan 3x24 jam 1. Identifikasi sumber daya
gangguan proses keluarga fisik, emosional dan
teratasi dengan kriteria hasil pendidikan keluarga
dari menurun (1) ditingkatkan 2. Identifkasi kebutuhan dan
ke cukup meningkat (4): harapan anggota keluarga
1. Verbalisasi keinginan 3. Identifikasi persepsi
anggota keluarga untuk tentang situasi, pemicu
mendukung anggota kejadian, perasaan dan
keluarga yang sakit cukup perilaku pasien
meningkat 4. Identifiksasi stressor
2. Menanyakan kondisi pasien situasional anggota
cukup meningkat keluarga lainnya
3. Mencari dukungan social 5. Identifikasi gejala fisik
bagi anggota keluarga yang akibat stress
sakit cukup meningkat 6. Sediakan lingkungan yang
4. Mencari dukungan spiritual nyaman
bagi anggota keluarga yang 7. Fasilitasi program
sakit cukup meningkat perawatan dan pengobatan
5. Bekerjasama dengan yang dijalani anggota
anggota keluarga yang sakit keluarga
dalam menentukan 8. Diskusikan anggota
perawatan cukup meningkat keluarga yang akan
6. Bekerjasama dengan dilibatkan dalam
penyedia layanan kesehatan perawatan
dalam menentukan 9. Diskusikan kemmpuan dan
perawatan cukup meningkat perencanaan keluarga
7. Berpartisipasi dalam dalam perawatan
perencanaan pulang cukup 10. Diskusikan cara
meningkat mengatasi kesulitan dalam
perawatan
11. Dukung anggota
keluarga untuk menjaga
atau mempertahankan
hubungan keluarga
12. Hargai keputusan yang
dibutuhkan keluarga
13. Hargai mekanisme
perawatan yang digunakan
keluarga
14. Jelaskan kepada
kelurga tentang perawatan
dan pengobatan yang
dijalani pasien
15. Anjurkan keluarga
bersikap asertif
16. Anjurkan
meningkatkan aspek
positif dari situasi yang
dijalani pasien
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kejang demam (febrile convulsion,feris seizure ) ialah perubahan aktivitas motorik dan
behavior yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktivitas
listrik abnormal di otak yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh. Kejang pada anak umunya
diprovokasi oleh kelaianan somatic berasal dari otak yaitu demam tinggi, infeksi, sinkop,
trauma kpala, hipokia, keracunan atau aritmia jantung. Setiap anak dengan kejang demam
perlu diperiksa dengan seksama untuk mencari bila terdapat sepsis, meningitis bakteri , atau
penyakit serius lainnya. (Widagdo,2012). Hingga kini belum diketahui dengan pasti.
Umumnya kejang demam berlangsung singkat,berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral.Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas
dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpadidahului
kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi-bayi kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi
berumur kurang dari 6 bulan,dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18
bulan.Elektroensefalografi ( EEG ) ternyata kurang mempunyai nilai prognostic.EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsy atau
kejang demam berulang di kemudia hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk
pasien kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
Kejang demam umumnya tidak dapat dicegah, termasuk dengan pemberian obat-obatan
penurun panas atau obat antikejang.

B. SARAN
Bagi perawat yang melakukan perawatan kegawatdaruratan anak diharapkan mampu
berpikir kritis dalam melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan standar pelayanan
keperawatan yang komperhensif untuk menghasilkan pelayanan yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Kejang. Jakarta :Sagung Seto
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI.
Deswani. (2009). Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta : Salemba Medika.
Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and classification
2018-2020. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, M.L., & Swanson, Elizabeth. (2016). Nursing
Outcomes Classification (NOC), Edisi 5. Philadelpia: Elsevier.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC), Edisi 6.Philadelpia: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai