Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS PEDIATRI

KEJANG DEMAM KOMPLEK

Pembimbing:
dr. Rahmat Hadi S, Sp. A

Oleh :

Cantik Maharendra Putri


201720401011108

SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD JOMBANG

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya, laporan kasus Pediatri tentang “Kejang Demam Komplek”dapat
saya selesaikan. Laporan kasus ini disusun sebagai bagian dari proses belajar
selama kepaniteraan klinik di bagian Pediatri dan saya menyadari bahwa laporan
kasus ini tidaklah sempurna. Untuk itu saya mohon maaf atas segala kesalahan
dalam pembuatan laporan ini.
Saya berterima kasih kepada dokter pembimbing, dr. Rachmat Hadi S, Sp.A
atas bimbingan dan bantuannya dalam penyusunan laporan kasus ini. Saya sangat
menghargai segala kritik dan masukan sehingga laporan kasus ini bisa menjadi
lebih baik dan dapat lebih berguna bagi pihak-pihak yang membacanya di
kemudian hari.

Jombang, 21 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 2

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3

2.1 Definisi.................................................................................................. 3

2.2 Epidemiologi ......................................................................................... 3

2.3 Manifestasi Klinis ................................................................................ 4

2.4 Faktor Resiko ....................................................................................... 5

2.5 Patofisiologi ......................................................................................... 9

2.6 Diagnosis ............................................................................................ 11

2.7 Penatalaksanaan .................................................................................. 15

2.8 Prognosis ............................................................................................. 19

BAB 3 LAPORAN KASUS ............................................................................ 20

BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................... 29

BAB 5 KESIMPULAN ..................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 34

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam ini terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang
dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari
6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahuluidemam, kemungkinan
lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan
terjadi bersama demam
Faktor-faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam yaitu faktor
demam, usia, riwayat keluarga, riwayat prenatal (usia saat ibu hamil),
riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan dan bayi berat lahir
rendah).Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna.
Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam
sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%.
Walaupun prognosis kejang demam baik,bangkitan kejang demam cukup
mengkhawatirkan bagi orang tuanya. Kejang demam juga dapat mengakibatkan
gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat
akademik.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal > 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Menurut consensus statment on febrile seizures kejang demam adalah suatu

kejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun

berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial

atau penyebab tertentu.1 Definisi kejang demam menurut International

League Against Epilepsy (ILAE) adalah kejang yang terjadi setelah usia 1

bulan yang berkaitan dengan demam yang bukan disebabkan oleh infeksi

susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang sebelumnya pada masa neonatus

dan tidak memenuhi kriteria tipe kejang akut lainnya misalnya karena

keseimbangan elektrolit akut.5,6

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.

Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami

kejang didahului dengan demam pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi

susunan saraf pusat atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 1,2

2.2 Epidemiologi

Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum

berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan.Hanya sedikit

yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau

setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak

3
kejang demam lagi/ namun, beberapa pasien masih dapat mengalami kejang

demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun.1

Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% pada

anak umur kurang dari 5 tahun.Di Asia angka kejadian kejang demam

dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah

kejang demam sederhana. Di Jepang angka kejadian kejang demam adalah 9-

10%.3

2.3 Manifestasi Klinis

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang

klonik atau tonik-klonik bilateral.Seringkali kejang berhenti sendiri.Setelah

kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi

setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar embali tanpa

defisit neurologis. Kejang demam kompleks dapat diikuti oleh hemiparesis

sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai

beberapa hari.1,8

Perbedaan kejang demam sederhana (KDS) dan kompleks (KDK) dapat

dilihat pada tabel berikut 4:

Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks

4
2.4 Faktor Resiko Kejang Demam

Terdapat enam faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam,

yaitu: demam, usia, riwayat keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil,

riwayat pre-eklamsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan

toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan,

partus lama, cara lahir) dan faktor paskanatal (kejang akibat toksik, trauma

kepala).3,4

a. Faktor demam.

Demam ialah hasil pengukuran suhu tubuh di atas 37,8oC aksila atau

di atas 38,3oC rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab,

tetapi yang tersering pada anak disebabkan oleh infeksi dan infeksi virus

merupakan penyebab terbanyak. Demam merupakan faktor utama

timbulnya bangkitan kejang. 4

Kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang

dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada

kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan

suhu tubuh satu derajat celsius akan meningkatkan metabolisme

karbohidrat sebesar 10-15%, sehingga meningkatkan kebutuhan glukosa

dan oksigen. 4,9

Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk

jaringan otak. Pada keadaan hipoksia, otak akan kekurangan energi

sehingga menggangu fungsi normal pompa Na+. Permeabilitas membran

sel terhadap ion Na+ meningkat, sehingga menurunkan nilai ambang

5
kejang dan memudahkan timbulnya bangkitan kejang.Demam juga dapat

merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu. 4,9

Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh

berkisar 38,9°C-39,9°C (40 -56%). Bangkitan kejang terjadi pada suhu

tubuh 37°C-38,9°C sebanyak 11% dan sebanyak 20% kejang demam

terjadi pada suhu tubuh di atas 40oC. 4

b. Faktor usia

Tahap perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu 4:

1. Neurulasi

2. Perkembangan prosensefali

3. Proliferasi neuron

4. Migrasi neural

5. Organisasi

6. Mielinisasi.

Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai fase neurulasi sampai

migrasi neural. Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masih

berlanjut sampai tahun-tahun pertama paskanatal. Kejang demam terjadi

pada fase perkembangan tahap organisasi sampai mielinisasi. Fase

perkembangan otak merupakan fase yang rawan apabila mengalami

bangkitan kejang, terutama fase perkembangan organisasi.4

Pada keadaan otak belum matang (developmental window), reseptor

untuk asam glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan aktif,

sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak

belum matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi. 4,9

6
Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid

eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang

kadar CRH di hipokampus tinggi dan berpotensi untuk terjadi bangkitan

kejang apabila terpicu oleh demam. 4,9

Anak pada masa developmental window merupakan masa

perkembangan otak fase organisasi yaitu saat anak berusia kurang dari 2

tahun. Pada masa ini, apabila anak mengalami stimulasi berupa

demam, maka akan mudah terjadi bangkitan kejang. 4,9

Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan 90% kasus

terjadi pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun, dengan

kejadian paling sering pada anak usia 18 sampai dengan 24 bulan.4

c. Riwayat keluarga

Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan

kejang demam. Pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak

ditemukan sekitar 60-80%.

Apabila salah satu orang tua memiliki riwayat kejang demam maka

anaknya beresiko sebesar 20-22%. Apabila kedua orang tua mempunyai

riwayat pernah menderita kejang demam maka resikonya meningkat

menjadi 59-64%. Sebaliknya apabila kedua orangtuanya tidak mempunyai

riwayat kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.

Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah yaitu

27% berbanding 7%.4

7
d. Faktor Prenatal dan Perinatal

Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat

mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan.

Komplikasi kehamilan diantaranya hipertensi dan eklamsia, sedangkan

gangguan pada persalinan diantaranya trauma persalinan.Hipertensi pada

ibu dapat menyebabkan aliran darah ke plasenta berkurang sehingga

berakibat keterlambatan pertumbuhan intrauterin, prematuritas dan

BBLR. Komplikasi persalinan diantaranya partus lama. Keadaan tersebut

dapat mengakibatkan janin dengan asfiksia sehingga akan terjadi hipoksia

dan iskemia. Hipoksia mengakibatkan lesi pada daerah hipokampus,

rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi,

sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan yang memadai

seperti demam.4

e. Faktor Paskanatal

Risiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih tinggi bila

serangan berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi sistem saraf

pusat seperti meningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi

lainnya. Ensefalitis virus berat seringkali mengakibatkan terjadinya

kejang. Di negara-negara barat penyebab yang paling umum adalah virus

Herpes simplex (tipe l) yang menyerang lobus temporalis.4

Selain infeksi, ditemukan bukti bahwa cedera kepala memicu kejadian

kejang demam pada anak sebesar 20,6%.

8
2.5 Patogenesis Kejang Demam

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan

listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada

neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi.Sel

syaraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial

membran.Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan

ekstrasel.Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan ekstrasel. Dalam

keadaan istirahat potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih

potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan

rangsangan.

Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu 4 :

- Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,

misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan

pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi

hipoksemia.

- Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan

hipomagnesemia.

- Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan

dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang

berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat

akan menimbulkan kejang.

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan

bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh.

Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya

9
oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport

aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K

ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran

cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat. 4

Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,

jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan

menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin

bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa

hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan

hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena

kegagalan metabolisme di otak. 4

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut 4:

- Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang

belum matang/immatur.

- Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang

menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel.

- Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat

dan CO2 yang akan merusak neuron.

- Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta

meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan

gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel.

10
Gambar 1. Mekanisme terjadinya kejang demam

2.6 Diagnosis

Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain

dapat disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala,

ketidakseimbangan elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya.Dari

beberapa diagnosis banding tersebut, meningitis merupakan penyebab kejang

yang lebih mendapat perhatian.Angka kejadian meningitis pada kejang yang

disertai demam yaitu 2-5%.6

Kejadian demam pada kejang demam biasanya dikarenakan adanya infeksi

pada sistem respirasi atas, otitis media, infeksi virus herpes termasuk roseola.

Lebih dari 50% kejadian kejang demam pada anak kurang dari 3 tahun

berhubungan dengan infeksi virus herpes (Human Herpes Virus 6 dan 7).6

11
Hal – hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu 11 :

- Adanya kejang, jenis kejang , kesadaran, lama kejang

- Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan

anak pasca kejang

- Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi

saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK. Otitis media

akut/OMA, dll)

- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam

keluarga

- Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang

mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan

hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain11:

- Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran

- Suhu tubuh: apakah terdapat demam

- Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique,

Lasuque dan pemeriksaan nervus cranial

- Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB)

membonjol, papil edema

- Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluran

pernapasan, faringitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan lain

sebagainya yang merupakan penyebab demam

12
- Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex

patologis11

Pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin tidak begitu bermanfaat

untuk dilakukan pada pasien dengan kejang demam sederhana kecuali jika

terdapat komplikasi atau penyakit lain yang mendasari seperti gangguan

keseimbangan elektrolit yang berkaitan dengan dehidrasi akibat infeksi

saluran gastrointestinal. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan untuk

mencari penyebab demam diantaranya pemeriksaan kultur urin untuk melihat

ada tidaknya infeksi saluran kemih jika ternyata tidak ditemukan fokus

infeksi dari pemeriksaan fisik. Pemeriksaaan kadar elektrolit seperti kalsium,

fosfor, magnesium dan glukosa yang biasa dilakukan pada pasien kejang

tanpa demam juga kurang memberikan arti yang bermakna jika dilakukan

pada pasien kejang demam sederhana.7

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah EEG

(elektroensefalogram).EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di

daerah belakang yang bilateral, sering asimetris kadang-kadang unilateral.

Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari

kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan 3 sampai 7 hari

setelah serangan kejang. Namun, perlambatan EEG ini kurang mempunyai

nilai prognostik dan kejadian kejang berulang dikemudian hari atau

perkembangan ke arah epilepsi. Saat ini sudah tidak dianjurkan untuk

melakukan pemeriksaan EEG pada pasien kejang demam sederhana karena

hasil pemeriksaan yang kurang bermakna.1

13
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis

karena manifestasi klinisnya tidak jelas, oleh karena itu pemeriksaan pungsi

lumbal harus dilakukan pada bayi berumur < 6-12 bulan, sangat dianjurkan

pada bayi berumur 12-18 bulan dan tidak rutin dilakukan pada bayi berumur

>18 tahun jika tidak disertai riwayat dan gejala klinis yang mengarah ke

meningitis.1,2,6,9

Pemeriksaan radiologi tidak begitu memberikan manfaat dalam evaluasi

kejang demam sederhana dan masih kontroversial untuk dilakukan pada

kejang demam kompleks sekalipun. Pemeriksaan radiologi misalnya

Magnetic resonance imaging (MRI) dapat dilakukan untuk mengevaluasi ada

tidaknya kerusakan di otak misalnya di daerah hipokampus jika penyebab

kejang masih belum diketahui.

Secara umum, perlu tidaknya pemeriksaan penunjang dilakukan dapat

dilihat pada tabel di bawah ini8:

Tabel 2. Pemeriksaan penunjang pada kejang yang disertai demam

14
Pada kejang demam sederhana tidak diperlukan pemeriksaan penunjang

baik berupa pungsi lumbal, EEG, radiologi maupun biokimia darah karena

kejang demam sederhana didiagnosis berdasarkan gambaran klinis.

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding

kejang yang disertai dengan demam seperi meningitis.8 Diagnosis kejang

demam sederhana menurut konsensus ikatan dokter anak Indonesia yaitu jika

memenuhi kriteria sebagai berikut 2:

- Terjadi pada anak usia 6 bulan - 5 tahun

- Kejang berlangsung singkat, tidak melebihi 15 menit

- Kejang umumnya berhenti sendiri

- Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal

- Kejang tidak berulang dalam 24 jam

2.7 Tatalaksana

Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu 1:

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pada waktu pasien datang dalam keadaan kejang maka hal yang harus

dilakukan ialah membuka pakaian yang ketat dan posisi pasien dimiringkan

apabila muntah untuk mencegah aspirasi.Jalan napas harus bebas agar

oksigenasi terjamin.Pengisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan

terapi oksigen dan jika perlu dilakukan intubasi. 1

Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan

dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air

15
hangat dan pemberian antipiretik. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan

antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di

Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan ketika anak demam

(> 38,5oC).Dosis parasetamol yang digunakan ialah 10-15 mg/kgBB/kali

diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10

mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari.2

Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang

diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam

darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan secara

intravena dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan secara intrarektal. Dosis

diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, diberikan perlahan-lahan dengan

kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal

20 mg. Untuk memudahkan orangtua di rumah dapat diberikan diazepam

rektal dengan dosis 1,2:

- 5 mg pada anak dengan berat badan < 10 kg

- 10 mg untuk berat badan anak > 10 kg

Buccal midazolam (0.5 mg/kg; dosis maximal 10 mg) dikatakan lebih

efektif daripada diazepam per rektal pada anak.10

Tabel 3. Dosis obat anti konvulsi untuk kejang demam10

16
Tatalaksana kejang demam dan kejang secara umum yaitu tampak pada

Gambar 2. Tatalaksana kejang demam12

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena sering

berulang dan menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada 2 cara

profilaksis yaitu proflaksis intermiten pada waktu demam dan profilaksis

terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari. 1

Untuk profilaksis intermiten, antikonvulsan hanya diberikan pada waktu

pasien demam.Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk

ke jaringan otak.Diazepam intermiten memberikan hasil lebih baik karena

17
penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam

pada kenaikan suhu mencapai 38,5oC atau lebih yaitu dengan dosis 1:

- 5 mg untuk pasien dengan berat badan < 10 kg

- 10 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kg

Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari

dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam

ialah ataksia, mengantuk dan hipotonia.1

Untuk profilaksis terus-menerus dilakukan dengan pemberian fenobarbital

4-5mg/kgBB/hari dengan kadar obat dalam darah sebesar 16µg/ml

menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang

demam. Efek samping fenobarbital berupa kelainan watak yaitu iritabel,

hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 30-50% pasien. Efek

samping dapat dikurangi dengan menurunkan dosis fenobarbital.

Obat lain yang dapat digunakan yaitu asam valproat dengan dosis 15-40

mg/kgBB/hari. Fenitoin dan carbamazepin tidak efektif untuk pencegahan

kejang demam. Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2

tahun setelah kejang terakhir kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2

bulan. 1

Adapun indikasi profilaksis terus-menerus yaitu sebagai berikut 1:

- Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis

atau perkembangan

- Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara

kandung

18
- Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan

neurologis sementara dan menetap

- Kejang demam terjadi pada bayi berumur < 12 bulan atau terjadi

kejang multipel dalam satu episode demam

2.8 Prognosis

Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka

kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam

sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%.

Kejang demam juga dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta

penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik. 4

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan.Kematian akibat kejang demam juga tidak pernah

dilaporkan.Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada

pasien yang memang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif

melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini

biasanya terjadi pada kasus kejang yang lama atau kejang berulang baik fokal

atau kejang umum. 2,5

19
BAB 3

LAPORAN KASUS

Identitas

• Nama : An. H

• Umur : 1 tahun

• Jenis Kelamin : Laki-laki

• Agama : Islam

• Suku : Jawa

• Bangsa : Indonesia

• Alamat : Perak, Jombang

• MRS : 2 April 2019

• RM : 44 33 72

Keluhan Utama

Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang:

An H mengalami kejang 3x sejak Selasa malam (2-4-2019) jam 01.00,

kejang yang pertama selama 20 detik, kejang yang kedua selama 1 menit, kejang

ketiga 2 menit. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan mata melirik ke atas.

Saat kejang anak tidak sadar dan diantara kejang anak langsung menangis.

Sebelumnya pada hari Senin siang jam 11.00 (1 hari yll) pasien mulai demam,

demam naik turun sampai saat ini demam (38,1 C). Sejak hari senin mual(-),

muntah(-), batuk (+) pilek (-), anak rewel, nafsu makan berkurang, minum asi

mau, BAB & BAK normal.

20
Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada riwayat kejang sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak ada yang seperti ini (-)

Riwayat Tumbuh dan Kembang

Tidak ada keluhan dalam perkembangan, ibu mengatakan tumbuh

kembang anak normal seperti anak biasanya. Makan tambahan bubur tim

Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi lengkap sesuai jadwal.

Riwayat Alergi

Alergi obat disangkal, alergi makanan disangkal.

Riwayat Prenatal dan Kelahiran

9 bulan/sptB/bidan/3000gr

Pemeriksaan Fisik

• KU : Lemah

• GCS : 456

• TD : 90/60 mmHg

• HR : 104 x/mnt

• RR : 24 x/mnt

• S : 38,1 C

• BB : 11 Kg

• PB : 80 cm

21
• Gizi : Baik

Kepala / Leher

• Kepala

– Normosefali, A/I/C/D: -/-/-/-

• Mata

– Edema periorbital D/S (-), anemis -/- , cowong -/- , ikterik -/- ,

pupil bulat isokor ϴ 3 mm, reflek cahaya +/+

• THT

– Telinga : otorea (-), MAE hiperemis (-) nyeri tekan tragus (-)

– Hidung : rinorhea bening encer (-), pernafasan cuping hidung (-)

– Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemis (-), detritus (-), faring

hiperemis (-)

• Mulut

– Edema (-), bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-).

• Leher

– deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thoraks

• Inspeksi

– Bentuk dinding dada normal, Gerak nafas simetris, retraksi otot

pernapasan -/-

• Palpasi

– Pergerakan dinding dada simetris-, stem fremitus (-)

• Perkusi : Sonor

• Auskultasi

22
– Suara napas normal vesikuler / vesikuler , Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung

• Inspeksi

– iktus cordis (-),voussure cardiac (-)

• Palpasi

– ictus cordis tidak kuat angkat, thrill/fremissment (-)

• Perkusi

– Redup, batas jantung kiri terdapat pada ICS V midclavicula line

sinistra, batas jantung kanan terdapat pada ICS IV parasternal,

batas jantung atas terdapat pada ICS III parasternal line sinistra

• Auskultasi : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

• Inspeksi : Flat (+)

• Auskultasi : bising usus (+) normal

• Perkusi : timpani, meteorismus (-), shifting dullnes (-)

• Palpasi : supel, undulasi (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,

massa intra abdominal (-), nyeri tekan abdomen(-)

Ekstremitas

• Akral hangat/kering/merah, CRT < 2 detik, edema ekstremitas inferior (-/-

23
Pemeriksaan Penunjang

DL

Hb 10,4 GDA 82

Leukosit 12.700 Natrium 136

Hct 30,3 Klorida 109

Eritrosit 4.710.000 Kalium 4,08

Trombosit 272.000

- Eosinofil 0

- Basofil 0

- Stab -

- Segmen 60

- Limfosit 26

- Monosit 14

Clue and Cue

• Anak laki-laki 1 tahun

• Kejang berulang 3 kali

• Demam

• Batuk (+)

• Status gizi baik

Problem List

1. Kejang Demam Kompleks

2. ISPA

Diagnosis

24
Kejang Demam Kompleks

ISPA

Diagnosis banding

Kejang Demam Sederhana

Epilepsy

Planning Diagnosis

DL, SE, GDA, LP

Planning Terapi

Medikamentosa

Inf D5 ¼ NS 1000cc/24jam

Inj Viccilin sx 3x500mg

Inj Sanmol 3x15cc k/p

Vallepsi 2x1,5 cc

Non medikamentosa

Diet TKTP

Planing Monitoring
- Tanda-tanda vital (suhu)
- Tanda-tanda kejang berulang
- Tanda-tanda distress napas
- Tanda bahaya dan infeksi
- Saturasi oksigen dan gerak napas
Planing Edukasi
 Menjelaskan kepada keluarga tentang keadaan pasien
 Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan
 Menjelaskan tentang tatalaksana yang akan diberikan kepada pasien
 Menjelaskan tentang komplikasi dan prognosis yang mungkin akan terjadi

25
 Menjelaskan kepada orang tua dan keluarga pasien untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi bayi.

26
SOAP

TGL SUBJEK OBJEK Assesment PLANNING

2/4/ Kejang (-) GCS TD HR RR S KDK Planning Dx :


2019
Demam (+) 456 90/60 104 24 38,1 ISPA  -
Planning tx :
Batuk (+)  Kepala : AICD -/-/-/-
 Leher : pemb.KGB (-) Inf D5 ¼ NS 1000cc/24jam
 Thorax: Inj Viccilin sx 3x500mg
parusimetris, retraksi -, ves/ves, Rh -/-, wh
-/- Inj Sanmol 3x15cc k/p
Cor S1 S2 Tunggal Vallepsi 2x1,5 cc
 Abdomen : Flat, BU+N, soefl Diet TKTP
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/-

3/4/ Kejang (-) GCS TD HR RR S KDK Planning Dx :-


2019
Demam (-) 456 90/60 110 20 37,1 ISPA Planning tx :

Batuk (+)  Kepala : AICD -/-/-/- Inf D5 ¼ NS 1000cc/24jam


berkurang  Leher : pemb.KGB (-) Inj Viccilin sx 3x500mg
 Thorax:
paru simetris, retraksi -, ves/ves, Rh -/-, Inj Sanmol 3x15cc k/p
wh -/- Vallepsi 2x1,5 cc
Cor S1 S2 Tunggal Diet TKTP
 Abdomen : Flat, BU+N, soefl
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/-
4/4/ Kejang (-) GCS TD HR RR S KDK Planning Dx :-
2019
Demam (-) 456 100/60 98 22 36,9 ISPA Planning tx :

Batuk (+)  Kepala : AICD -/-/-/- Inf D5 ¼ NS 1000cc/24jam


berkurang  Leher : pemb.KGB (-) Inj Viccilin sx 3x500mg
 Thorax:
paru simetris, retraksi -, ves/ves, Rh -/-, Inj Sanmol 3x15cc k/p
wh -/- Vallepsi 2x1,5 cc
Cor S1 S2 Tunggal
 Abdomen : BU+N, soefl Diet TKTP
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/-
5/4 Kejang (-) GCS TD HR RR S KDK Planning Dx :-

2019 Demam (-) 456 100/70 100 22 36,8 ISPA Planning tx :

Batuk (+)  Kepala : AICD -/-/-/- Inf D5 ¼ NS 1000cc/24jam


berkurang  Leher : pemb.KGB (-) Inj Viccilin sx 3x500mg
 Thorax:
paru simetris, retraksi -, ves/ves, Rh -/-, Inj Sanmol 3x15cc k/p
wh -/-, retraksi +/+ Vallepsi 2x1,5 cc
Cor S1 S2 Tunggal
 Abdomen : BU+N, soefl Diet TKTP
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/- KRS

27
BAB 4

PEMBAHASAN

Pada kasus ini subjek pembahsan adalah anak laki-laki usia 1 tahun

dengan kejang. An H mengalami kejang 3x sejak Selasa malam (2-4-2019) jam

01.00, kejang yang pertama selama 20 detik, kejang yang kedua selama 1 menit,

kejang ketiga 2 menit. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan mata melirik

ke atas. Saat kejang anak tidak sadar dan diantara kejang anak langsung menangis.

Sebelumnya pada hari Senin siang jam 11.00 (1 hari yll) pasien mulai demam,

demam naik turun sampai saat ini demam (38,1 C). Sejak hari senin mual(-),

muntah(-), batuk (+) pilek (-), anak rewel, nafsu makan berkurang, minum asi

mau, BAB & BAK normal. Sesuai teori bahwa kejang demam adalah bangkitan

kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38oC) yang

disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium dan biasanya terjadi antara umur 6

bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya

infeksi intrakranial atau penyebab tertentu2.

Berdasarkan hasil anamnesis pada orang tua pasien, kejadian kejang

demam pada pasien ini diklasifikasikan sebagai kejang demam komplek karena

sesuai teori kejang demam komplek adalah kejang demam yang berdurasi lebih

dari 15 menit, berulang dalam 24 jam, bersifat umum/fokal. Pada pasien ini

kejang berulang 2 kali dalam dengan jarak waktu yang tidak terlalu lama atau

kurang dalam 24 jam.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh 38,1 C, meningeal sign (-),

tanda-tanda defisit neurologi (-), tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

seperti ubun-ubun menonjol, papil edema tidak didapatkan. Sehingga berdasarkan

28
pemeriksaan fisik pasien ini mengarah pada kejang demam. Pada pemeriksaan

penunjang darah lengkap didapatkan Hb normal, leukosit meningkat, trombosit

normal, namun pada hitung sel leukosit didapatkan peningkatan monosit dari

batas normal sehingga dicurigai adanya infeksi oleh virus. Pemeriksaan lain

seperti gula darah acak dalam batas normal, serum elektrolit dalam batas normal.

Pemeriksaan lumbal pungsi tidak dilakukan, pemeriksaan EEG tidak disarankan.

Pada beberapa literatur usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan untuk

pemeriksaan lumbal pungsi, namun bila secara klinis yakin bukan meningitis

maka tidak perlu dilakukan2.

Pada pasien ini mendapatkan Vallepsi 2 x 1,5 cc, mendapat injeksi

paracetamol 3x15 cc jika perlu, dan mendapat antibiotik Viccilin 3x500mg.

Sesuai dengan protap kejang demam untuk terapi rumatan dapat diberikan Asam

Valproat, karena As. Valproat merupakan terapi pilihan. Dosis Asam valproat

adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Untuk mengatasi panas badannya

dapat diberikan antipiretik. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik

mengurangi risiko terjadinya kejang demam, namun dokter neurologi anak di

Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang

digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam, pada pasien ini

diberikan sanmol sebagai antipiretiknya. Untuk mengatasi sumber infeksi dapat

diberikan antibiotik.

Prognosis kejang demam pada pasien ini baik, kejang demam bersifat

benigna. Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang

demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-

7%.Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

29
dilaporkan.Kematian akibat kejang demam juga tidak pernah

dilaporkan.Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada

pasien yang memang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif

melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini

biasanya terjadi pada kasus kejang yang lama atau kejang berulang baik fokal atau

kejang umum.

30
BAB 5

KESIMPULAN

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal > 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Menurut consensus statment on febrile seizures kejang demam adalah suatu

kejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun

berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau

penyebab tertentu. Terdapat enam faktor yang berperan dalam etiologi kejang

demam, yaitu: demam, usia, riwayat keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu

hamil, riwayat pre-eklamsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan

toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan, partus

lama, cara lahir) dan faktor paskanatal (kejang akibat toksik, trauma kepala).

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan

bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan

demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan

lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan

ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan

menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf

meningkat.

Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain

dapat disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala,

ketidakseimbangan elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya. Dari beberapa

31
diagnosis banding tersebut, meningitis merupakan penyebab kejang yang lebih

mendapat perhatian.

Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam

yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam

darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan secara

intravena dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan secara intrarektal. Dosis

diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan

1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal 20 mg

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetomenggolo, T.S., (2008), Kejang Demam dalam Buku Ajar Neurologi,

IDAI, Jakarta.

2. Pusponegoro, H.D., Widodo, D.P., Ismael, S., (2006), Konsensus

Penatalaksanaan Kejang Demam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan

Dokter Anak Indonesia, Jakarta.

3. Kusuma, D., Yuana I., (2010), Korelasi antara Kadar Seng Serum dengan

Bangkitan Kejang Demam, (Tesis), Magister Ilmu Biomedik dan Program

Pendidikan Dokter Spesialis 1, Ilmu Kesehatan Anak, Universitas

Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.

4. Fuadi, F., (2010), Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak,

(Tesis), Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.

5. Jones, T., Jacobsen, S.J., (2007), Childhood Febrile Seizures: Overview and

Implications, Int. J. Med. Sci. 4(2):110-114.

6. Wolf, P., Shinnar, S., (2011), Febrile Seizures in Current Management in

Child Neurology, Third Edition.BC Decker Inc.

7. Srinivasan, J., Wallace, K.A., Scheffer, I.E., (2005), Febrile Seizures,

Australian Family Physician, Vol. 34, No. 12: 1021-1025.

8. Scheffer, I.E., Sadleir, L.G., (2007), Febrile Seizures, BMJ;334;307-311.

9. Bahtera, T., (2006), Pengelolaan Kejang Demam, Neurologi Anak, FK

UNDIP, Jawa Tengah.

10. Ministry of Health Service, (2010), Guidelines and Protocols : Febrile

seizures, British Columbia Medical Assosiation.

33
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan

Dokter anak Indonesia Jilid 1.

12. Mangunatmadja, I., Widodo, D.P., (2011), Simposium dan Workshop Tata

Laksana Terkini Kejang Demam dan Epilepsi pada Anak, Ikatan Dokter Anak

Indonesia Cabang Kalimantan Barat.

34

Anda mungkin juga menyukai