Anda di halaman 1dari 26

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................2
D. Manfaat Penulisan ................................................................................2
E. Sistematika Penulisan ............................................................................3
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
1. Kosep Dasar Medik
A. Definisi ...................................................................................................4
B. Klasifikasi .............................................................................................5
C. Etiologi ..................................................................................................6
D. Manifestasi Klinis .................................................................................8
E. Patofisiologi ..........................................................................................8
F. Pathway ...............................................................................................10
G. Komplikasi ..........................................................................................11
H. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................12
I. Penatalaksanaan ..................................................................................12
2. Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian ............................................................................................15
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................17
C. Intervensi Keperawatan ........................................................................17
D. Implementasi Keperawatan ..................................................................19
E. Evaluasi ................................................................................................19
BAB III : TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian .............................................................................................20
B. Diangnosa Keperawatan ........................................................................24
C. Intervensi Keperawatan .........................................................................25
D. Implementasi Keperawatan ...................................................................25
E. Evaluasi Keperawatan ............................................................................25
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................32
B. Saran ...................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................34

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah
mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang
demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai dengan
5 tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya
infeksi ataupun kelainan lain yang jelas di intrakrania. (Abdoerrachman.
2007).
Prevalensi kejang demam sekitar 2– 5% pada anak balita. Umumnya
terjadi pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun. Ada beberapa faktor yang
ikut mempengaruhi, diantaranya; usia, jenis kelamin, riwayat kejang dan
epilepsi dalam keluarga, dan normal tidaknya perkembangan neurologi.
Menurut Nadirah (2011), di antara semua usia, bayi yang paling rentan
terkena step atau kejang demam berulang. Risiko tertinggi pada umur di
bawah 2 tahun, yaitu sebanyak 50% ketika kejang demam pertama. Sedang
bila kejang pertama terjadi pada umur lebih dari 2 tahun maka risiko
berulangnya kejang sekitar 28%. Selain itu, dari jenis kelamin juga turut
mempengaruhi. Meskipun beberapa penelitian melaporkan bahwa anak laki-
laki lebih sering mengalami kejang demam dibanding anak perempuan,
namun risiko berulangnya kejang demam tidak berbeda menurut jenis
kelamin. Riwayat kejang dalam keluarga merupakan risiko tertinggi yang
mempengaruhi berulangnya kejang demam, yaitu sekitar 50-100%, dan anak-
anak yang mengalami keterlambatan perkembangan neurologi meningkatkan
risiko terjadinya kejang demam berulang.
Daerah Eropa Barat dan Amerika tercatat 2-4% angka kejadian Kejang
demam per tahunnya. Sedangkan di India sebesar 5-10% dan di Jepang 8,8%.
Angka kejadian kejang demam di Asia dilaporkan lebih tinggi dan sekitar
80% - 90% dari seluruh kejang demam sederhana. Kejadian kejang demam di
Indonesia disebutkan terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan sampai dengan

1
3 tahun dan 30% diantaranya akan mengalami kejang demam berulang
(Pusponegoro, 2006).
Berdasarkan latar belakang di atas, semakin banyak nya terjadi masalah
kejang demam pada anak sehingga kelompok memilih judul ini untuk
mengetahu penyebab semakin banyak terjadi kejang demam pada anak.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini yaitu, “Bagaimana Asuhan Keperawatan
Pada Anak Dengan Gangguan Sistem Syaraf: Kejang Demam ?”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memahami tentang Asuhan
Keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem
Syaraf: Kejang Demam.
2. Tujuan khusus.
a. Memahami Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Gangguan Sistem Syaraf: Kejang Demam mulai dari definisi sampai
dengan pencegahan.
b. Memahami Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem
Syaraf: Kejang Demam

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Kelompok
Sebagai tamabahan referensi dan bahan pustaka bagi Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hangtuah Tanjungpinang mengenai Asuhan Keperawatan Pada
Anak Dengan Gangguan Sistem Syaraf: Kejang Demam
2. Bagi Pembaca
Untuk menambah wawasan dan memberikan informasi kepada mahasiswa
lain dan kepada masyarakat tentang Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Gangguan Sistem Syaraf: Kejang Demam

2
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 Bab, yaitu BAB I Pendahuluan, BAB II Tinjauan
Teoritis, BAB III Tinjauan Kasus, BAB IV Penutup. Masing-masing bab
memiliki subbab dengan garis besar isinya sebagai berikut,yaitu :
BAB I Pendahuluan. Pada bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan dan
Sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis. Pada bab ini berisi, Definisi, Anatomi, Klasifikasi,
Etiologi, Manifestasi, Patofisiologi, Pathway,
Pemeriksaan Penunjang, Farmakologi, Pencegahan.
BAB III Tinjauan Kasus
BAB IV Penutup. Pada bab ini berisi Kesimpulan dan Saran

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Kejang-kejang karena demam, biasa juga disebut dengan kejang demam
atau stuip atau setep, adalah suatu kondisi saat tubuh anak sudah tidak dapat
menahan serangan demam pada suhu tertentu. Naiknya suhu badan pada anak
dapat merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan, sehingga
jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasikan persyaratan-persyaratan
pada anggota gerak tubuh, antara lain pada lengan dan kaki. Akibatnya
terjadilah kejang-kejang pada lengan dan kaki.
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) (1993, dalam
Pellock, 2014) kejang demam merupakan gangguan neurologis akut yang
paling umum terjadi pada bayi dan anak-anak disebabkan tanpa adanya
infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam terjadi pada umur 3 bulan
sampai 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia <6
bulan atau >3 tahun. Kejang demam dapat terjadi bila suhu tubuh diatas 38oC
dan suhu yang tinggi dapat menimbulkan serangan kejang.
Menurut Maria (2011), setiap anak dengan kejang demam memiliki
ambang kejang yang berbeda dimana anak dengan ambang kejang yang
rendah terjadi apabila suhu tubuh 38oC tetapi pada anak yang memiliki
ambang kejang yang tinggi terjadi pada suhu 40oC bahkan bisa lebih dari
itu. Demam dapat terjadi setiap saat dan bisa terjadi pada saat setelah kejang
serta anak dengan kejang demam memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan
dengan penyakit demam kontrol (Newton, 2015).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba
yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau
memori yang bersifat sementara. Kejang demam adalah serangan pada anak
yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam. Kejang demam sering
juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu
awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus.

4
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai
pada usia anak dibawah lima tahun. Kejang demam adalah suatu kejadian
pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun.
(Soebandi, 2014)

B. Klasifikasi
Menurut American Academy of Pediatrics (2011), kejang demam dibagi
menjadi dua jenis diantaranya adalah :
2. Simple febrile seizure atau kejang demam sederhana
Kejang demam sederhana adalah kejang general yang berlangsung
singkat (kurang dari 15 menit), bentuk kejang umum (tonik dan
atau klonik) serta tidak berulang dalam waktu 24 jam dan hanya
terjadi satu kali dalam periode 24 jam dari demam pada anak
yang secara neorologis normal. Kejang demam sederhana
merupakan 80% yang sering terjadi di masyarakat dan
sebagian besar berlangsung kurang dari 5 menit dan dapat
berhenti sendiri.
3. Complex febrile seizure atau kejang demam kompleks
Kejang demam kompleks memiliki ciri berlangsung selama lebih
dari 15 menit, kejang fokal atau parsial dan disebut juga kejang
umum di dahului kejang parsial dan berulang atau lebih dari satu
kali dalam waktu 24 jam. Menurut Chung (2014), pada kejang
demam sederhana umumnya terdiri dari tonik umum dan tanpa
adanya komponen fokus dan juga tidak dapat merusak otak
anak, tidak menyebabkan gangguan perkembangan, bukan
merupakan faktor terjadinya epilepsi dan kejang demam
kompleks umumnya memerlukan pengamatan lebih lanjut dengan
rawat inap 24 jam.

5
Tabel : Karakteristik kejang demam
No Klinis KD sederhana KD kompleks
1. Durasi <15 menit >15 menit
2. Tipe kejang Umum Umum/fokal
3. Berulang dalam (24 jam) 1 kali >1 kali
4. Defisit neurologis - ±
5. Riwayat keluarga kejang demam ± ±
6. Riwayat keluarga kejang tanpa ± ±
demam
7. Abnormalitas neurologis - ±
sebelumnya

Kejang demam simpleks lebih banyak ditemukan dan memiliki


prognosis baik. Kejang demam kompleks memiliki risiko lebih tinggi
terjadinya kejang demam berulang dan epilepsi di kemudian hari.

C. Etiologi
Kejang demam terjadi akibat lonjakan atau kenaikan suhu tubuh anak
secara drastis ketika mengalami demam. Beberapa teori dikemukakan
mengenai penyebab terjadinya kejang demam, dua diantaranya adalah
karena lepasnya sitokin inflamasi (IL-1-beta), atau hiperventilasi yang
menyebabkan alkalosis dan meningkatnya pH otak sehingga terjadi
kejang. Kejang merupaka manifestasi adanya gangguan sementara yang
disebabkan oleh hantaran saraf yang berlebihan atau abnormal di dalam otak.
Kejang merupakan sebuah gejala, bukan penyakit. Jika anak mengalami
kejang, pasti ada penyebab atau penyakit yang yang mendasarinya.
Beberapa penyebab kejang, yaitu demam (tersering), epilepsi, tumor otak,
gangguan metabolik, trauma kepala (terjatuh, terpukul, dsb), infeksi,
keracunan, kelainan bawaan pada pembuluh darah otak, dan perdarahan di

6
dalam kepala. Sedangkan ada beberapa faktor yang dapat memperbesar
risiko terjadinya kejang demam adalah :
1. Infeksi
Infeksi virus lebih sering menyebabkan demam yang berujung pada
kejang demam bila dibandingkan dengan infeksi bakteri. Infeksi virus
menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang tinggi, seperti contohnya
adalah campak, cacar air dan rubella.
2. Demam Pasca-Imunisasi
Pasca-imunisasi, demam dapat terjadi sebagai bagian dari kejadian
ikutan pasca imunisasi (KIPI). Imunisasi yang sering menyebabkan
demam adalah imunisasi yang memiliki kuman hidup yang
dilemahkan, yaitu difteri-tetanus-pertussis (DTP) dan mumps-
measles-rubella (MMR). Perlu diinformasikan kepada orang tua bahwa
kejang disebabkan karena demam-nya bukan karena imunisasi.
3. Usia
Usia anak juga merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam.
Kejang demam umumnya terjadi pada usia 6 bulan hingga 5 tahun
dengan puncak tertinggi pada usia 17- 23 bulan.
4. Infeksi saluran pernafasan
Demam pada anak yang sering menimbulkan kejang adalah demam
akibat infeksi saluran pernafasan, saluran pencernaan, telinga-hidung-
tenggorokan, saluran kencing, kulit, dan pasca imunisasi.
5. Riwayat keluarga dengan kejang demam
Sudah banyak diteliti sebagai salah satu faktor risiko kejang demam,
kejang demam diturunkan secara dominan autosal (Lumbantobing,
2002). Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya
kejang demam, 25-50% anak dengan kejang demam mempunyai
anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam sekurang-
kurangnya sekali. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bethune et
al di Halifax, Nova Scosia, Canada mengemukakan bahwa 17%
kejadian kejang demam dipengaruhi oleh faktor keturunan. Hal ini

7
juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Talebian dan
Mohammadi yang memperoleh hasil bahwa sebesar 42,1% kejadian
kejang demam pada bayi disebabkan oleh riwayat keluarga yang juga
positif kejang demam.

D. Manifestasi Klinis
Gejala kejang demam berbeda-beda, tergantung pada tingkat keparahannya.
Dalam tingkatan yang masih tergolong ringan hingga menengah. Kejang
demam biasanya juga terjadi dalam waktu 24 jam pertama pada saat demam
dan berlangsung singkat. Djamaludin (2010), menjelaskan bahwa tanda
pada anak yang mengalami kejang adalah sebagai berikut :
1. Suhu badan mencapai 39oC
2. Saat kejang anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang napas dapat
terhenti beberapa saat
3. Tubuh termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai ke belakang
disusul munculnya gejala kejut yang kuat
4. Warna kulit berubah pucat bahkan kebiruan dan bola mata naik ke atas
5. Gigi terkatup dan terkadang disertai muntah
6. Napas dapat berhenti selama beberapa saat
7. Anak tidak dapat mengontrol untuk buang air besar atau kecil.
8. Mulut berbusa.

E. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan menyebabkan metabolisme
basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada
seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel

8
maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang
kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas
otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permebealitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan
sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah
mendapatkan serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
“matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelaian
anatomis di otak hingga terjadi epilepsy.

9
F. Pathway
Infeksi bakteri virus dan Demam pasca imunisasi Usia ISPA Riwayat keluarga
parasit (DPT, dan campak)

Reaksi inflamasi Tubuh sedang membentuk Sistem imun yang Reaksi


Mutasi gen
sistem imunitas baru belum sempurna inflamasi
bersama vaksin yang
disuntikkan
Bakteri dan virus
mudah menyerang
M.K : Resiko
tubuh
keterlambatan
perkembangan
M.K : hipertermia

Resiko kejang berulang Ketidakseimbngan potensial Perubaha difusi Na+ dan


membrane ATP ASE K+

Metabolisme meningkat Perubahan beda potensial


membrane sel neuron
Kontraksi otot meningkat M.K : Resiko Cidera
Kurang dari 15 menit (KDS)
Pelepasan muatan listrik
kejang semakin meluas ke seluruh
Perubahan suplay darah ke Lebih dari 15 menit (KDK)
sel maupun membrane sel
otak
sekitarnya dengan bantuan
M.K : Resiko neurotransmiter
Resiko kerusakan sel ketidakefektifan perfusi
neuron jaringan otak

10
G. Komplikasi
Kejang demam sederhana tidak mengakibatkan kerusakan otak
ataupun kecacatan mental. Kondisi ini juga bukan merupakan tanda-tanda
epilepsi. Pada anak yang pernah mengalami kejang demam, risiko untuk
mengalami kejang demam lagi akan lebih besar jika:
1. Kemungkinan berulangnya kejang demam. Kejang demam akan
berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya
kejang demam adalah riwayat kejang demam dalam keluarga, usia
kurangnya 12 bulan, temperature yang rendah saat kejang, dan
cepatnya kejang setelah demam. Bila seluruh faktor tersebut ada,
kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan
bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang
demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam
paling besar adalah pada tahun pertama
2. Faktor resiko terjadinya epilepsy. Faktor resiko menjadi epilepsy
adalah : kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama, kejang demam kompleks, dan riwayat
epilepsy pada orangtua atau saudara kandung. Masing-masing faktor
resiko meningkatan kemungkinan kejadian epilepsy sampai 4-6%
kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan
epilepsy menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsy tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.
3. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelahiran neurologis,
kejadian kecacatan sebgai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umunya tetap
normal. Penelitian lain secara retrosfektif melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya
terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal.
4. Demam tinggi berpotensi merusak persyarafan dan protein – protein
tubuh terutama pada level di atas 40 Celcius.

11
H. Pemeriksaan penunjang
1. EEG ( electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti
ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya
defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan
bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya
atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa
demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran
gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut
tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau
risiko epilepsi.
2. CT scan : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitiv dari biasanya
untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ), mengasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetic dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak jelas terlihat bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau aliran darah dalam otak
5. Uji laboratorium
a. Glukosa darah : hipoglikemia merupakan predisposisi kejang ( N< 200
mq/dl).
b. BUN : peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

I. Penatalaksanaan
Jika anak sudah terlanjur menderita kejang demam, hindarilah rasa panik dan
lakukanlah langkah-langkah pertolongan sebagai berikut :

12
1. Bila anak yang mengalami kejang demam berusia di bawah enam
bulan, tindakan yang harus dilakukan sebagai berikut :
b. Telungkupka dan palingkan wajahnya ke samping
c. Ganjal perutnya dengan bantal agar ia tidak tersedak
d. Lepaskan seluruh pakaiannya dan basahi tubuhnya
dengan air hangat. Langkah ini diperlukan untuk
membantu menurunkan suhu badannya.
e. Bila anak muntah, bersihkanlah mulutnya dengan jari.
f. Walaupu anak telah pulih kondisinya, sebaiknya tetap
di bawa ke dokter agar dapat ditangani lebih lanjut.
2. Bila anak yang mengalami kejang berusia lebih dari enam bulan
tindakan dan prosedur yang harus dilakukan pada dasarnya sama
dengan anak yang berusia di bawah enam bulan. Perbedaannya pada
tindakan yang ditujukan pada mulut anak, yaitu harus diganjal
dengan sendok yang sudah dibungkus perban. Tujuannya agar
lidahnya tidak tergigit atau saluran pernafasannya tidak tersumbat.
4. Memberantas kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam
keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat
kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara
intravena. Setelah 15 menit suntikan kedua masih kejang diberikan
suntik ketiga dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat
diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. Untuk
mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan
dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat
kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira-kira sampai
anak berumur 4 tahun
5. Mencari dan mengobati penyebab.
Etiologi dari kejang demam sederhana maupun epilepsi biasanya
disebabkan oleh infeksi pernapasan bagian atas serta otitis media

13
akut. Cara untuk penanganan penyakit ini adalah dengan
pemberian obat antibiotik dan pada pasien kejang demam yang
baru datang untuk pertama kalinya dilakukan pengambilan
pungsi lumbal yang bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan
terdapat infeksi didalam otak seperti penyakit miningitis. (Arief,
2015).
Patel (2015), menjelaskan bahwa orang tua harus di ajari
bagaimana cara menolong pada saat anak kejang dan tidak boleh panik serta
yang penting adalah mencegah jangan sampai timbul kejang serta
memberitahukan orang tua tentang apa yang harus dilakukan jika
kejang demam berlanjut dan terjadi di rumah dengan tersedianya obat
penurun panas yang didapat atas resep dokter yang telah mengandung
antikonvulsan, anak segera diberikan obat antipiretik bila orang tua
mengetahui anak mulai demam dan jangan menunggu suhu meningkat
serta pemberian obat diteruskan sampai suhu sudah turun selama 24 jam
berikutnya.

14
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan,
alamat.
b. Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
2. Keluhan utama
Pada anak kejang demam riwayat yang menonjol adalah adanya demam
yang dialami oleh anak (suhu di atas 38oC). Demam ini di latar belakangi
adanya penyakit lain yang terdapat pada luar kranial seperti tonsillitis,
faringitis.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan sekarang
Pada anak kejang demam biasanya anak demam di atas 38oC, dan
penyakit disertai dengan muntah, diare, truma kepala, gagap bicara
(khususnya pada penderita epilepsi, gagal ginjal, kelainan jantung,
DHF, ISPA, OMA, morbili dan lain-lain)
b. Riwayat kesehatan dahulu
Pernah mengalami kejang sebelumnya dan ada riwayat trauma kepala,
radang selaput otak, KP, OMA, dll.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang, penyakit syaraf,
ISPA, dan penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya
kejang demam.
d. Riwayat kehamilan atau persalinan
Keadaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Keadan selama neonatal apakah
bayi panas, diare, muntah.

15
e. Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum serta reaksi dari
imunisasi. Pada umunya setelah mendapat imunisasi DPT efek
sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
4. Pemeriksaan umum
Periksa TTV, pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi
sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum
kejang tanpa kelainan neurologi.
5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala : adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali, dispersi
bentuk kepala, dan tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu
ubun-ubun besar cembung.
b. Rambut : warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut.
c. Mata : periksa pupil dan ketajaman penglihatan, apakah ada
sklera, konjungtiva.
d. Telinga : periksa fungsi telinga, kebersihan telingan serta tanda-
tanda infeksi
e. Hidung : apakah ada pernafasan cuping hidung, polip yang
menyumbat jalan nafas
f. Mulut : adakah sianosis, jumlah gigi dan caries pada gigi
g. Tenggorokan : adakah tanda-tanda peradangan pada tonsil, infeksi
faring dan cairan eksudat
h. Leher : adakah pembesaran kelenjar tiroid, dan pembesaran vena
jugularis
i. Thorax : amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernafasan,
frekuensi, irama, kedalaman, dan adakah suara nafas tambahan
j. Jantung : amati keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya,
adakah bunyi tambahan, serta bradikardi dan takikardi.
k. Abdomen : adakah distensia abdomen serta kekakuan otot abdomen,
turgor kulit, peristaltik usus, dan pembesaran hepar.

16
l. Kulit : kebersihan, dan warna kulit. Apakah ada oedema,
hemangioma.
m. Ekstremitas : apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setalah
terjadi kejang,
n. Genetalia : adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari
vagina, dan tanda-tanda infeksi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d reaksi inflamasi (peradangan)
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan aliran darah
ke otak akibat kerusakan sel nueron otak
3. Resiko cidera b.d ketidakefektifan orientasi (kesadaran umum, kejang)
4. Resiko keterlambatan perkembangan b.d gangguan kejang

C. Intervensi Keperawatan
1. Dx. Keperawatan
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan aliran darah
ke otak akibat kerusakan sel nueron otak
Definisi Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Berisiko mengalami 1. Tekanan systole dan 1. Monitor adanya daerah
penurunan sirkulasi diastole dalam batas tertentu yang hanya
jaringan otak yang dapat normal peka terhadap
mengganggu kesehatan. 2. Tidak ada ortostatik panas/dingin/tajam/tum
Batasan karakteristik : hipertensi pul
- Massa protrombin 3. Tidak ada tanda- 2. Monitor adanya
abnormal tanda peningkatan paretese
- Sekmen ventrikel tekanan intrakranial 3. Instruksikan keluarga
kiri akinetik (tidak lebih dari 15 untuk mengobservasi
- Diseksi arteri mmHg) kulit jika ada isi atau
- Tumor otak 4. Berkomunikasi laserasi
- Embolisme dengan jelas dan 4. Gunakan sarung tangan

17
- Trauma kepala sesuai dengan untuk proteksi
kemampuan 5. Batasi gerakan pada
5. Menunjukkan fungsi kepala, leher dan
sensori motori punggung
cranial yang utuh : 6. Monitor kemampuan
tingkat kesadaran BAB
membaik, tidak ada 7. Kolaborasi pemberian
gerakan involunter. analgetik
8. Monitor adanya
tromboplebitis

2. Dx. Keperawatan
Resiko cidera b.d ketidakefektifan orientasi (kesadaran umum, kejang)
Definisi Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Beresiko mengalami 1. Klien terbebas dari Manajemen lingkungan
cedera sebagai akibat cedera 1. Sediakan lingkungan
kondisi lingkungan yang 2. Klien mampu yang aman untuk
berinteraksi dengan menjelaskan cara pasien
sumber adaptif dan atau metode untuk 2. Identifikasi kebutuhan
sumber defensif individu mencegah injury keamanan pasien,
Faktor resiko : atau cedera sesuai dengan kondisi
a. Eksternal 3. Klien mampu fisik dan fungsi
- Biologis (mis, menjelaskan faktor kognitif pasien dari
tingkat imunisasi resiko dari riwayat penyakit
komunitas, lingkungan atau terdahulu pasien
mikrooragnisme) perilaku personal 3. Menghindari
- Zat kimia(mis, 4. Mampu lingkungan yang
racun, polutan) memodifikasi gaya berbahaya(misalnya,
- Manusia (spt, hidup untuk memindahkan
agens mencegah injury perabotan)

18
nosokomial, pola 5. Menggunakan 4. Memasang side rail
ketegangan, atau fasilitas kesehatan tempat tidur
faktor kognitif, yang ada 5. Menyediakan tempat
afektif, dan 6. Mampu mengenali tidur yang nyaman dan
psikomotor) perubahan status bersih
b. Internal kesehatan 6. Membatasi pengunjung
- Disfungsi 7. Mengontrol lingkungan
biokimia dari kebisingan
- Usia 8. Memindahkan barang-
perkembangan barang yang dapat
- Disfungsi efektor membahayakan
- Disfungsi imun- 9. Menganjurkan keluarga
autoimun untuk menemani pasien
- Malnutrisi
- Hipoksia jaringan

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan dan perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai
hasil efektif. Dalam pelaksanaan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan
harus dimiliki oleh setiap perawat supaya memberikan pelayanan yang
bermutu. Dengan demikian tujuan dapat tercapai.

E. Evaluasi
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing
4. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis dan
program pengobatan
5. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

19
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : An. M
Tanggal lahir : 20 Juli 2001
Umur : 11 bulan 11 hari
Jenis Kelamin : laki-laki
BB : 11 kg
PB/TB : 86 cm
Alamat : Buluspesantren
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
No. RM : 346714
Diagnose Medis : Kejang Demam Sederhana
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. Y
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan denga klien : Ibu
3. Keluhan utama : demam
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien An. M datang ke IGD dengan keluhan kejang. Pasien
mengalami demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengalami demam tinggi pada malam hari. Pasien
mengalami kejang 1x, kejang terjadi pada kaki, tangan dan mata
berputar-putar. Kejang terjadi kurang dari 5 menit. Saat demam ibu
pasien memberikan paracetamol. Saat demam ibu pasien

20
memberikan paracetamol. Saat pengkajian S : 37,90C, N:
128x/menit, RR: 30x/menit. An. M sudah pernah dirawat di RS
pada awal dan pertengahan puasa 2017 karena demam.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Ibu pasien mengatakan An.M pernah sakit pilek dan batuk.
Keluarga pasien hanya membawa ke bidan atau dokter saat An.
M sakit. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami kejang.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu pasien mengatakan dalam keluarga dulu ada yang pernah
mengalami kejang saat kecil yaitu neneknya. Keluarga tidak ada
yang mempunyai penyakit menurun seperti asma, DM,
hipertensi maupun penyakit menular seperti HIV/AIDS , TBC,
Hepatitis dll.
d. Riwayat kehamilan
Anak laki-laki dari ibu G2 P2 A0. Ibu pasien mengatakan saat hamil
ibu pasien mengalami mual muntah tetapi hanya pada trimester I
dan biasanya hanya pada pagi hari. Pada Trimester ke III ibu
mengalami nyeri punggung dan tulang belakang. Ibu pasien tidak
pernah jatuh saat hamil pasien mengatakan rutin memeriksakan
kehamilannya ke dokter kandungan dan melakukan imunisasi.
e. Riwayat imunisasi
Pasien sudah mendapat imunisasi lengkap : hepatitis, campak, BCG,
Polio I, II, III dan DPT I, II, III
5. Pemeriksaan umum
a. TTV
Nadi : 128 x/menit
Suhu : 37.9 ̊C
RR : 30 x/menit
b. Antropometri
Lingkar Kepala : 48 cm
Lingkar Lengan atas : 14 cm

21
Lingkar dada: 48 cm
BB : 11 Kg
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Hasil Normal
Hemoglobin 11,3 g/dL 10,7-13,1
Leukosit 8.5 /uL 60-17,5
Hematokrit 35% 35-43
Eritrosit 4,7 106/uL 3,60-5,20
Trombosit L 149 103/uL 217-497
MCH 24 pg 23-31
MCHC H 33 g/dl 28-32

22
ANALISA DATA
No Data Fokus Etiologi Masalah
keperawatan
1. DS : Penyakit Hipertermi
- Ibu pasien mengatakan
pasien demam sejak tanggal
10 Juli 2017
- Ibu pasien mengatakan, saat
demam pasien langsung
dibawa ke rumah sakit
- Ibu pasien mengatakan saat
di IGD pasien mengalami
kejang 1x saat dijalan
menuju RS
DO :
- Terjadi peningkatan suhu
tubuh , S: 37,9 ̊C
- Kulitteraba hangat
- Kulit tampak kemerahan
- Pasien tampak kejang pada
tangan
2. DS : Kurang informasi Defisiensi
- Ibu pasien mengatakan pengetahuan
belum tahu penyakit
anaknya
- Ibu pasien mengatakan
saat An. M kejang, ibu
pasien memasukan garam ke
mulut anaknya
- Ibu pasien mengatakan

23
belum tahu penanganan
kejang demam
DO :
- Ibu pasien tampak bingung
saat ditanya penanganan
kejang demam
- Ibu pasien tampak
bertanya tentang penyakit
anaknya kepada tim medis
3. DS : Aktivitas kejang Resiko cidera
- Ibu pasien mengatakan
selama pasien mengalami
kejang 1x
- Ibu pasien mengatakan saat
kejang mata An. M
berputar-putar, kaki dan
tangan kejang
DO :
- An. M tampak kejang,
terjadi pergerakan pada
tangan
- An. A tampak rewel

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d Efek dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
2. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi
3. Risiko cidera b.d aktivitas kejang

24

Anda mungkin juga menyukai