Anda di halaman 1dari 55

STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI

INSTALASI GIZI

RSU AMINAH BLITAR

Disusun oleh:

Jati Nurwigati 201710401011014

Baiq Annisa Pahleviana 201710401011015

Hendrian Novantiano 201710401011023

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI
I. STATUS UMUM TEMPAT KERJA (FACTORY VISIT)

A. IDENTITAS:

1. Nama Perusahaan : Instalasi Gizi RSU Aminah Blitar

2. Alamat : Jl. Veteran No. 39, Kepanjen Kidul, Kota Blitar

3. Jenis usaha : Pelayanan Gizi dan Konsumsi Rumah Sakit

4. Jumlah tenaga kerja : 16 orang

B. ANALISIS KOMPONEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

1. Proses Kerja Industri/ Proses Kerja:

Unit Bahan Bahan / Alat


No Alat Kerja Cara Kerja
Kerja Baku Berbahaya
1 Kepala - Tinta - 1 kursi kerja 1. Melaksanakan tugas-tugas
- Staples
instalasi printer - 1 komputer manajemen
- Gunting
gizi - Kertas - 1 printer a. Perencanaan
- 1 meja - Merencanakan kebutuhan
- 1 lemari tenaga unit gizi
etalase kaca - Merencanakan pola
- 1 rak buku asuhan gizi pasien
alat tulis - Perencanaan bahan
seperti makanan gizi
bolpoin, - Membuat rencana kerja
stabilo, staples, tahunan
gunting - Membuat rencana
anggaran pendapatan dan
belanja tahunan serta
menuangkan dalam
program kerja tahunan

2
b. Pengorganisasian
- Mengkoordinasi semua
kegiatan pelayanan
- Merotasi dan
mengorganisasi jadwal
kerja staf yang berada
dibawahnnya
- Penyelenggaraan rapat
ruangan setiap bulan
c. Pelaksanaan
- Menyusun kebijakan dan
prosedur
- Mengawasi semua
pelaksanaan kegiatan
pelayanan di Instalasi Gizi
(Pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pengolahan,
penyajian dan
pendistribusian bahan
makanan gizi,)
- Mengawasi dan
memastikan kualitas
penyimpanan dan
pengolahan makanan serta
memastikan penggunaan
efektif barang dan
peralatan kerja
- Mengawasi kegiatan
asuhan gizi meliputi
konsultasi gizi baik rawat
inap maupun rawat jalan.

3
- Melaksanakan program
keselamatan kerja
- Berperan aktif dalam
pengembagan diri dengan
mengiuti pelatihan
d. Monitoring
- Monitoring pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan, pengolahan,
penyajian dan
pendistribusian makanan
gizi
- Monitoring penggunaan
barang dan inventarisasi
peralatan dalam proses
produksi
- Monitoring pelayanan
konsultasi gizi baik rawat
inap maupun rawat jalan
e. Evaluasi
- Evaluasi pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan, pengolahan,
penyajian, dan
pendistribusian makanan
- Evaluasi pelayanan
konsultasi gizi baik rawat
inap maupun rawat jalan
- Evaluasi kegiatan bulanan
dan semesteran
- Evaluasi kinerja staf
Instalasi Gizi

4
- Melakukan pelaporan
masalah dan hasil rapat
dengan menejemen dan
rapat internal unit
2. Melaksanakan tugas-tugas
fungsional
a. KIE (Komunikasi,
Informasi, dan
Edukasi)
b. Konseling Gizi
2. Ahli Gizi  Buku diet 1. Melakukan asuhan gizi
Asuhan gizi kepada pasien rawat inap
Gizi  Buku dan rawat jalan
Pasien antopometri 2. Melakukan penyuluhan
Rawat  Alat tulis gizi
Inap dan  Daftar Diet 3. Menerima dan
Rawat (Liflet gizi) melaporkan kepada atasan
Jalan tentang complain asuhan
gizi
4. Bertanggung jawab dalam
meningkatkan mutu pola
asuhan gizi
5. Menjaga kebersihan di
unit gizi
6. Melakukan upaya
keselamatan kerja di unit
gizi
Penyelen  Buku menu 1. Melakukan perencanaan
ggaraan  Alat tulis menu
makanan 2. Melakukan perencanaan
pasien kebutuhan bahan makanan

5
3. Melakukan perencanaan
anggaran belanja
4. Melakukan pengadaan
bahan makanan, dengan
menentukan spesifikasi
bahan makanan dan
melakukan survei pasar
5. Melakukan pemesanan
dan pembelian bahan
makanan
6. Melakukan penerimaan
bahan makanan
7. Melakukan penyimpanan
dan penyaluran bahan
makanan
8. Persiapan bahan makanan
dan pemasakan
9. Distribusi makanan
10. Memastikan keamanan
makanan, higienitas dan
sanitasi
11. Melakukan keselamatan
kerja
3 Staf  Makan  Peralatan 1. Bertanggung jawab atas 1. Sabun cuci
Distribusi an yang makan dan pelaksanaan distribusi piring
dan telah minum makanan ke pasien sesuai 2. Handsaniti
pencucian jadi  Lemari jadwal dan jenis diet zer
peralatan  Handsa etalase pasien
makanan nitizer sebagai 2. Bertanggung jawab pada
dan  Sabun tempatuntuk pengambilan peralatan
minuman cuci meniriskan dan minum pasien
piring peralatan

6
pasien makan 3. Bertanggung jawab atas
Pasien minum pencucian peralatan
pasien makanan dan minuman
 Rak pasien
terbukauntuk 4. Bertanggung jawab dalam
meniriskan pensterilan makan dan
peralatan minum pasien
dapur 5. Bertanggung jawab dalam
 Tempat pemorsian makan minum
sabun cuci pasien
alat-alat 6. Bertanggung jawab atas
dapur BHP (Bahan Habis Pakai)
 Tempat 7. Membuat laporan ke
sabun cuci atasan tentang waste,
alat-alat ketepatan waktu distribusi
untuk pasien dan kesalahan pemberian
infeksius (2 diet
buah) dan 8. Menjaga kebersihan unit
non infeksius gizi
(2 buah) 9. Memberikan informasi

 Tempat yang akurat kepada

sampah atasan

tertutup 2 10. Melakukan upaya

buah (1 buah keselamatan kerja di unit

untuk gizi

sampah
kering dan 1
buah untuk
sampah
basah sisa
makanan)
 Water heater

7
 Bak untuk
merendam
alat makan 2
buah
 Rak terbuka
tempat
penyimpanan
alat makanan
cadangan
 Troli untuk
pendistribuas
ian makanan
5 buah
4 Staf  Bahan  Meja kerja/ 1. Menghitung kebutuhan -Minyak
Produksi makan persiapan 1 bahan makanan yang goreng
an buah akan diolah - Bahan bakar
basah  Kursi 5 buah 2. Mengecek kebersihan kompor
seperti  Bak cuci seragam dan kelengkapan (LPG)
daging, persegi 2 APD (Alat Pelindung - Pisau
sayur, buah untuk Diri)
dll mencuci 3. Menyiapkan peralatan
 Bahan buah sebelah yang akan digunakan
dalam utara dan untuk mengolah
kemasa mencuci 4. Mengolah bahan
n sayur sebelah makanan mentah menjadi
seperti, selatan makanan siap saji
air  Pisau dan 5. Mengecek makanan siap
mineral talenan saji sebelum diserahkan
, susu, masing- ke bagian distribusi
gula, masing 6 makanan
biskuit, buah (1 6. Membersihkan area kerja
agar- untuk daging dan peralatan yang akan

8
agar, matang, 1 digunakan untuk
madu, untuk daging mengolah makanan
dll. mentah, 1 7. Distribusi catering
 Bahan untuk lauk 8. Menyetok peralatan
bakar nabati, produksi
untuk 1untuk sayur, 9. Mengusulkan
kompo 1 untuk ketersediaan peralatan
r (LPG) bumbu, 1 produksi ke atasan
 Bumbu untuk buah) 10. Memberikan informasi
dasar 5  Mixer 1 buah yang akurat kepada
macam  Blender, atasan
 Minya tempat teh 11. Melakukan upaya
k dan saringan keselamatan kerja di unit
goreng teh gizi
 Tempat gula
pasir 1 buah,
tempat
garam 1
buah, tempat
merica dan
ketumbar 1
buah
 Tempat
bumbu dasar
tertutup 5
buah
 Kompor 4
buah
 Cerobong
asap 4 buah
 Kulkas 1
buah

9
 Troli tempat
menaruh
makanan
panas 1 buah
 Tempat
sampah
tertutup 2
buah
 Alat pres
gelas plastik
1 buah
5 Staf -  Timbangan 1. Menghitung dan Tidak
Pengadaa kapasitas 150 merencanakan kebutuhan didapatkan alat
n, kg bahan makanan basah dan dan bahan
Penyimpa  Meja tempat kering, berbahaya
nan dan penerimaan
2. Melakukan pemesanan
Penyalura bahan
dan penerimaan bahan
n Bahan makanan
makanan sesuai spesifikasi
Makanan ukuran 2 x 1
bahan makanan yang telah
(Logistik) m2
ditetapkan.
 Timbangan
bahan 3. Menyimpan dan

makanan menyalurkan bahan

 Lemari makanan dan mencatat

pendingin pada kartu stok

kulkas 3 penyimpanan dan

pintu 1 buah penyaluran harian

 Lemari 4. Memelihara/menjaga
pendingin/ku kualitas dan kuantitas
lkas 1 pintu 1 bahan makanan selama
buah dalam penyimpanan serta

10
 Lemari meja bertanggung jawab atas
penyimpanan keamanan bahan makanan
buah 1 buah terhadap vector dan rodent
 Termometer
5. Melakukan stok bahan
suhu kulkas 3
makanan dalam gudang
buah
dan membuat laporan stok
 Lemari
bahan makanan setiap
tempat
bulan serta memberikan
menyimpan
informasi akurat kepada
buah dan
atasan
rempah-
rempah 6. Mengikuti program

 Lemari pendidikan dan pelatihan

tempat yang diselenggarakan

penyimpanan rumah sakit,

bahan habis meningkatkan

pakai, pengetahuan dan

 Lemari ketrampilan di bidang gizi

tempat melalui pertemuan ilmiah

penyimpanan dan pelatihan.

bahan kering 7. Bertanggung jawab dalam


 Meja, kursi pemberian konumsi rapat
dan dan tamu
komputer
8. Melaksanakan tugas
 Tempat
kedinasan lain yang
pencucian
diberikan oleh atasan
bahan yang
diterima

11
2. Lingkungan Kerja:

N Unit Ling. Ling. Ling.


Ling. Fisik Ling. Ergonomi
o Kerja Biologi Kimia Sos-Bud
1. Kepala Tata ruang yang  Bakteri - -  Posisi kerja
instalasi tersusun rapi,  Virus sudah
gizi dan
namun banyak ergonomis,
Ahli gizi
tumpukan namun kursi
dokumen di rak kerja yang
buku dan lemari beroda
kaca etalase membuat
yang masih risiko untuk
kurang tersusun jatuh bisa
rapi terjadi.
Terdapat AC
dan ventilasi
yang cukup
sehingga suhu
udara cukup
baik
Ruang kepala
gizi menjadi
satu dengan
salah satu staf
gizi jadi
terkesan sempit
untuk satu
ruangan
digunakan oleh
2 orang yang
bekerja

12
2. Staf Tata ruang yang  Bakteri - Cairan - Proses penyajian
Distribu tersusun rapi.  Virus pencuci dilakukan
si, Terdapat kipas piring dengan posisi
pencucia angin, dan - Cairan berdiri.
n pengukur suhu pembersi Troli tberukuran
peralata ruangan, h tangan tidak terlalu
n sehingga suhu (handsan besar sehingga
makana udara terpantau. itizer) menyulitkan
n dan Terdapat tempat petugas saat
minuma untuk pengambilan dan
n Diet menyiapkan penyimpanan
Pasien makanan makanan dalam
sebelum diantar troli dan dapat
ke pasien dan menyebabkan
untuk menutupi kesulitan dalam
makanan pasien mengantar.
dengan plastik Posisi saat
Terdapat 1 celah mencuci dan
gorden plastik memotong bahan
antara dalam makanan sudah
dapur dan luar ergonimis karena
dapur untuk tidak
menyalurkan membungkuk
makanan, sesuai posisi
sehingga makan tubuh.
yang didistribusi Penyucian
tidak keseluruhan
terkontaminasi. dengan air
Makanan yang hangat
akan
didistribusikan
disimpan dalam

13
box makanan
dan/ plastik
wrapping dan
terdapat
identitas pasien.
Untuk tempat
pencuucian
terdapat
wastafel panas
untuk seluruh
alat cuci
Lantai terbuat
dari keramik
yang tidak licin.
3. Staf Tata ruang yang  Bakteri - minyak - Proses
Produksi tersusun rapi.  Virus panas pencampuran
Terdapat kipas - air panas adonan
pembuang udara -Proses ini dilakukan
ke luar, tidak dengan posisi
pengukur suhu, mengguna berdiri tetapi
kipas angin dan kan bahan tidak
ventilasi yang pewarna membungkuk.
cukup memadai buatan Bentuk wajan
sehingga suhu ataupun serta bahan
udara terpantau. pengawet masakan dalam
Terdapat ukuran yang
cerobong besar karena
pembuang asap memasak untuk
dan uap orang banyak.
sehingga Memerlukan
ruangan bebas energi tambahan
untuk

14
dari asap dan mengangkat,
uap panas. memindahkan
Letak tempat serta
pengolahan, memasukkan
wastafel untuk alat-alat masak
mencuci bahan dengan ukuran
mentah serta lebih besar dari
kompor untuk biasanya.
memasak sudah Ada kursi untuk
berdekatan dan mencuci dan
cukup efisien memotong bahan
untuk pekerjaan baku namun
jarang digunakan
oleh karyawan
karena lebih
cepat jika dengan
berdiri.
Petugas produksi
ada 2-3 orang
dalam 1x shift,
namun untuk
APD hanya
terdapat untuk 2
orang

4. Staf Tata ruang  Bakteri -Proses ini - Pengangkutan


Pengada penyimpanan  Virus tidak bahan-bahan
an, bahan basah dan mengguna diangkat dengan
Penyimp kering yang kan bahan tangan karena
anan dan tersusun rapi. pewarna tidak tersedianya
Penyalur Ada dua jenis buatan troli untuk
an tempat memindahkan

15
Bahan penyimpanan ataupun bahan baku
Makana bahan makanan pengawet sehingga dapat
n yaitu terjadi low back
(Logisti penyimpanan pain pada
k) bahan makanan karyawan di
segar (ruang bagian ini.
pendingin) dan Proses persiapan
penyimpanan bahan baku
bahan makanan mentah dimulai
kering. dari mengambil
Ruangan ini bahan- bahan
dilengkapi dalam bentuk
dengan alat box kemudian
pengukur suhu dibersihkan dan
ruangan untuk di potong-potong
penyimpanan sesuai
bahan kering kebutuhan.
sedangkan Pengambilan
untuk bahan kadang
penyimpanan dilakukan
bahan basah tiap dengan
lemari membungkuk
pendingin atau mengambil
dilengkapi dengan sedikit
dengan menjijit untuk
termometer barang yang
kulkas tinggi.

16
3. Karyawan:

Jumlah Rata-Rata
No Status Resiko Penanganan
Unit kerja Populasi Lama
. Kesehatan Kesehatan Resiko
L P Kerja
1 Kepala - 1 7 jam Normal  CTS Ada asuransi
instalasi karena jika terjadi
gizi sering kecelakaan kerja
mengetik
dan
menulis
2 Ahli gizi - 2 7 jam Normal  CTS Ada asuransi
karena jika terjadi
sering kecelakaan kerja
mengetik
dan
menulis
3 Pelaksana:  Low Back Ada asuransi
a. - 9 7 jam Normal Pain jika terjadi
Distribusi karena kecelakaan kerja
sering
mengangk
at rak
piring ke
pasien
b. 1 3 7 jam Normal  Dermatiti
Produksi s kontak
iritan
akibat
pencucian
bahan
makanan
mengguna
kan
detergen
tertentu
 Dermatiti
s kontak
alergi
akibat
pengolaha

17
n bahan
makanan
tertentu
yang
mengandu
ng
allergen
bagi
beberapa
individu
 Luka
bakar
derajat I
hingga II
akibat
karena
panas dari
penggoren
gan,
kompor,
atau oven
atau
terkena
tumpahan
air panas
ketika
sedang
bekerja

c. Logistik - 1 7 jam Normal  Low back Ada asuransi


pain jika terjadi
akibat kecelakaan kerja
sering
mengangk
at benda
berat
mengguna
kan
tangan
kosong
(seperti
bahan
makanan,
gas elpigi)

18
4. Sistem Manajemen

 Upaya atau kebijakan pimpinan pada kegiatan K3

Problem K3
No. Komponen Kebijakan Manajemen
Internal Eksternal
1 Proses  Proses produksi -  Sebaiknya disediakan
Industri/ berhubungan dengan troli untuk mobilitas
Kerja bahan baku yang bahan baku mentah ke
banyak. ruang produksi
 Proses persiapan  Sebaiknya
yaitu pengolahan memberikan AC pada
bahan baku mentah ruang penyiapan
mengharuskan untuk makanan agar sesuai
mengangkat bahan dengan suhu yang
baku yang berat, ditetapkan
membersihkan dan
memotong bahan
baku mentah.
 Proses pengolahan
bahan baku mentah
menggunakan
kompor dengan
bahan bakar gas
elpiji
 Proses penyajian
dilakukan pekerja
dengan melakukan
gerakan pada tangan
yang berulang yang

19
beresiko terhadap
kesehatan pekerja
 Proses kebersihan
dilakukan pekerja
dengan gerakan pada
tangan yang berulang
dan berdiri serta
membungkuk yang
beresiko terhadap
kesehatan pekerja.
2 Lingkungan  Tata ruang dapur -  Sebaiknya ruangan
Kerja bersih dan rapi, tiap penerimaan dan
bidang memiliki persiapan bahan
ruangan masing- makanan diperluas.
masing.  Jalan menuju ke
 Ukuran ruangan tempat penyimpanan
penyimpanan bahan bahan basah dan
baku basah kurang kering jika dari luar
sesuai cukup sempit jadi ada
 Posisi kerja ada yang masalah jika
kurang ergonomis membawa bahan baku
dalam jumlah yang
besar

3 Karyawan Resiko terjadinya - Promotif


penyakit saat proses Memberi penyuluhan dan
kerja : LBP, Luka pelatihan kepada pekerja
iris,luka bakar dan tentang pengenalan,
Dermatitis Kontak penilaian, dan
Iritan. pengendalian resiko
penggunaan bahan dan

20
Banyak karyawan yang alat dalam proses industri
merangkap tugas di serta alat pelindung diri.
bidang lainnya. Preventif
 Melakukan
pemeriksaan
kesehatan secara
berkala.
 Keharusan
penggunaan alat
pelindung diri
(penggunaan sarung
tangan tebal saat
bekerja dengan bahan
atau alat yang panas).
Kuratif
- Memberi pengobatan
secara menyeluruh
sesuai hasil
pemeriksaan
kesehatan pekerja.
- Menyediakan kursi
dan meja yang
ergonomis
- Menambah karyawan
di bidang ahli gizi dan
bagian tata boga agar
tidak terjadi rangkap
kerja.
Rehabilitasi
- Rehabilitasi dini
secara tepat untuk

21
memperbaiki kualitas
hidup pekerja.

5. Regulasi/Undang-Undang

 Regulasi yang diterapkan oleh industry yang bersangkutan

A. Lokal atau Regional:

Peraturan Direktur RSU Aminah Blitar nomor 01/PER/GIZI/I/2011.

B. Nasional:

Pelayanan Gizi Rumah Sakit diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik

Tenaga Gizi dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 78

Tahun 2013. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 78 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit

dijelaskan bahwa Pelayanan Gizi merupakan upaya memperbaiki,

meningkatkan gizi, makanan, dietetik masyarakat, kelompok, individu, atau

klien yang merupakan suatu rangkaian kegiatan meliputi pengumpulan,

pengolahan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi,

makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam

kondisi sehat atau sakit (Peraturan Menkes RI, 2013).

Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit mengacu pada Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor 983 Tahun 1998 tentang Organisasi Rumah Sakit

dan Peraturan Menkes Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman

Organisasi Rumah Sakit di lingkungan Departemen Kesehatan.

22
Kegiatan Pelayanan Gizi Rumah Sakit, meliputi:

1. Asuhan Gizi Rawat Jalan

2. Asuhan Gizi Rawat Inap

3. Penyelenggaraan Makanan

4. Penelitian dan Pengembangan (Peraturan Menkes RI, 2013).

Gambar 1. Mekanisme Pelayanan Gizi di Rumah Sakit


(Sumber: Peraturan Menkes RI, 2013)

23
Gambar 2. Mekanisme Pelayanan Konseling Gizi Rawat Jalan
(Sumber: Peraturan Menkes RI, 2013)

Gambar 3. Proses Asuhan Gizi Di Rumah Sakit


(Sumber: Peraturan Menkes RI, 2013)

24
Proses terapi gizi terdiri dari skrinning gizi, kajian, diagnosis medik dan

diagnosis gizi (penentuan masalah gizi), formulasi terapi (intervensi gizi),

pelaksanaan terapi, pemantauan dan evaluasi terapi, penyusunan rencana

ulang terapi atau penghentian terapi. Pelayanan GK (Gizi Klinik) pasien

rawat jalan dilaksanakan oleh SMF GK yang dibantu oleh dietisien. Pada

pasien rawat inap, setelah pemeriksaan klinis, diagnosis, dan terapi termasuk

diet awal oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien. Perawat ruangan

melakukan skrinning gizi. Bagi pasien bermasalah atau berisiko malnutrisi

langsung di kirim langsung ke TTG (Tim Terapi Gizi) untuk dilakukan

pengkajian gizi, formulasi terapi gizi. Dan selanjutnya implementasi terapi

gizi yang dilanjutkan monitoring serta evaluasi terapi gizi. Bila tujuan terapi

gizi berhasil TTG memutuskan menghentikan pemantauan atau pemantauan

selanjutnya diteruskan oleh DPJP. Dan bila tujuan belum tercapai dilakukan

pembaharuan rencana terapi gizi (Depkes, 2009).

Langkah- langkah terapi gizi meliputi skrining gizi bertujuan

mengindentifikasi status gizi pasien yang masuk dalam kategori malnutrisi

atau resiko malnutrisi, sehingga membutuhkan kajian gizi yang lebih

mendalam. Metoda skrinning dan kategori malnutrisi di tetapkan oleh tim.

Kajian gizi dilakukan pada pasien yang masuk dalam kategori malnutrisi

maupun risiko malnutrisi. Kajian gizi merupakan proses sistematis dalam

pengambilan, verifikasi dan interprestasi data untuk menetapkan masalah gizi

yang berkaitan dengan penyakitnya, status gizi dan perubahan metaboliknya.

Kajian ini merupakan dasar formulasi terapi gizi. Formulasi rencana terapi

gizi merupakan penetapan waktu di mulainya pemberian terapi gizi dan

25
penetapan kebutuhan energi. Perhitungan bergantung pada berat badan, umur,

jenis kelamin dan aktivitas fisik. Spesific dynamic action dan perubahan

fisiologis dan metabolisme tubuh. Pelaksanaan implementasi gizi meliputi

beberapa aspek yaitu pemberian makanan sesuai dengan rancangan diet serta

pemberian konseling dan edukasi gizi sesuai dengan kesepakatan dan

kebijakan rumah sakit (Depkes, 2009).

Pemantauan dan evaluasi terapi gizi meliputi penetapan jadwal

pelaksanaan dengan ruang lingkup antara lain: dampak pemberian makanan

terhadap status gizi, toleransi saluran cerna serta status hemodinamik serta

kondisi metabolik pasien, faktor-faktor yang mempengaruhi asupan gizi

seperti kondisi nafsu makan, jumlah makanan yang tidak dimakan, makanan

dari luar rumah sakit yang dimakan, reaksi saluran cerna terhadap makanan

dan lain-lain. Konseling gizi bertujuan memberikan edukasi untuk memahami

dan mampu merubah perilaku diet sesuai dengan yang dianjurkan. Konseling

diberikan kepada pasien dan atau keluarganya yang membutuhkan untuk

mendapatkan penjelasan tentang diet yang harus dilaksanakanoleh pasien

sesuai dengan penyakit dan kondisinya (Depkes, 2009).

Terapi gizi merupakan bagian dari pelayanan medis yang memberi

kontribusi penyembuhan pasien dan menurunkan angka malnutrisi Rumah

sakit, lama hari rawat dan biaya perawatan. Manajemen rumah sakit wajib

memberikan dukungan terhadap TTG dalam bentuk kebijakan dan

operasional dengan membentuk Tim Terapi Gizi, meningkatkan

profesionalisme tenaga dan penetapan biaya makan pasien dipisahkan dari

biaya perawatan, sehingga biaya terapi gizi merupakan bagian dari biaya

26
makan pasien. Keberadaan Tim Terapi Gizi seyogyanya merupakan salah

satu kriteria standar pelayanan rumah sakit dan dijadikan kriteria penilaian

akreditasi. Sehingga mutu pelayanan gizi rumah sakit dapat ditingkatkan

secara berkesinambungan (Depkes, 2009).

27
II. OCCUPATIONAL DIAGNOSIS (DIAGNOSIS KESEHATAN
KERJA)

Penyakit berhubungan
No Nama Penyakit akibat kerja
dengan kerja
1. Ny.Dw - -
2. Ny. Ar - -
3. Ny. Er - -
4. Ny.Nv - -
5. Ny.Ln - -
6. Ny.An - -
7. Tn. Dm - -
8. Ny. Cc - -
9. Ny. Is - -
10. Ny. Ak - -
11. Ny. El - -
12. Ny. Rt - -
13. Ny. Ry - -
14. Ny. Di - -
15. Ny. Ty - -
16. Ny. Ar - -

III. PEMBAHASAN

Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang

spesifik atau asosisasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari

satu agen penyebab yang sudah diakui (Buhori,2007). PAK adalah penyakit yang

disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Permennaker No. 01/Men/1981)

yang akan berakibat cacat sebagian maupun cacat total). Dalam melakukan

pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapat gangguan kesehatan

atau penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan tersebut. Oleh karena itu, penyakit

akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,

proses, maupun lingkungan kerja (Arthur, 2000).

Unit Gizi di RSU Aminah Blitar merupakan unit yang membawahi

kebutuhan gizi di rumah sakit ini. Proses mengolah makanan yang dikerjakan disini

28
masih dikerjakan secara tradisional dan sederhana, namun tidak menutup

kemungkinan dalam proses pengerjaannya juga dapat menimbulkan adanya

masalah kesehatan bagi para pekerjanya. Resiko kecelakaan kerja pada pekerja di

bidang pengolahan bahan mentah adalah resiko tersentuh alat dapur yang panas,

peradangan kulit dari pengolahan bahan baku seperti cabai, bawang putih, dan lain-

lain, dan posisi kurang sesuai dengan prinsip ergonomis.

Salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko kecelakaan kerja adalah

faktor ergonomi. Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha

menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan

tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui

pemanfaatan manusia seoptimal mungkin (Natassia, 2009). Penerapan ergonomi /

ruang lingkup ergonomi meliputi (Setyaningsih, Yuliani, 2002):

a. Pembebanan kerja fisik

Beban fisik yang dibenarkan umumnya tidak melebihi 30-40% kemampuan

maksimum seorang pekerja dalam waktu 8 jam sehari. Untuk mengukur

kemampuan kerja maksimum digunakan pengukuran denyut nadi yang diusahakan

tidak melebihi 30-40 kali per menit di atas denyut nadi sebelum bekerja. Di

Indonesia beban fisik untuk mengangkat dan mengangkut yang dilakukan seorang

pekerja dianjurkan agar tidak melebihi dari 40 kg setiap kali mengangkat atau

mengangkut.

Pada instalasi Gizi RSU Aminah Blitar, setiap mengangkat atau

mengangkut barang seperti panci tempat memasak makanan ataupun bahan

makanan kering dan basah, beratnya berkisar 10-20 kg.

b. Sikap tubuh dalam bekerja

29
Sikap pekerjaan harus selalu diupayakan agar merupakan sikap ergonomik.

Sikap yang tidak alamiah harus dihindari dan jika hal ini tidak mungkin

dilaksanakan harus diusahakan agar beban statis menjadi sekecil-kecilnya. Untuk

membantu tercapainya sikap tubuh yang ergonomik sering diperlukan pula tempat

duduk dan meja kerja yang kriterianya disesuaikan dengan ukuran antropometri

pekerja. Ukuran antropometri tubuh yang penting dalam ergonomi adalah:

1. Berdiri

a. Tinggi badan berdiri

b. Tinggi bahu

c. Tinggi siku

d. Tinggi pinggul

e. Depan

f. Panjang lengan

Pada instalasi Gizi RSU Aminah Blitar, kebanyakan pekerja

melakukan pekerjaannya dengan berdiri yaitu di bagian produksi, penyajian

serta distribusi. Untuk bagian produksi, selain berdiri, petugas juga sering

membungkuk untuk memasukkan bahan makanan ataupun saat mengaduk

bahan makanan. Untuk bagian penyajian dan distribusi, lebih sering berdiri

dan jarak meja antara siku sekitar 15 cm.

2. Duduk

a. Tinggi duduk

b. Panjang lengan atas

c. Panjang lengan bawah dan tangan

d. Jarak lekuk lutut sampai dengan garis punggung

30
e. Jarak lekuk lutut sampai dengan telapak

Pada instalasi Gizi RSU Aminah Blitar, petugas yang sering duduk

adalah di bagian produksi terutama yang bertugas mempersiapkan makanan

ringan, sehari bisa kurang lebih duduk selama 3 jam menggunakan kursi

kecil jongkok. Selain itu petugas di bagian penyimpanan bahan makanan

kering, petugas lebih serng duduk di lantai menggunakan tikar kecil selama

kurang lebih 3-4 jam.

3. Keadaan bekerja sambil berdiri, mempunyai kriteria:

a. Tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.

b. Pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang

digunakan 10-20 cm lebih tinggi dari siku.

c. Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja

10-20 cm lebih rendah dari siku.

4. Mengangkat dan mengangkut

Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses mengangkat dan

mengangkut adalah beratnya beban, intensitas, jarak yang harus ditempuh,

lingkungan kerja, ketrampilan dan peralatan yang digunakan. Untuk

efisiensi dan kenyamanan kerja perlu dihindari manusia sebagai “alat

utama” untuk mengangkat dan mengangkut.

Pada instalasi Gizi RSU Aminah Blitar di bagian logistik, sering

menerima bahan-bahan makanan dari luar. Biasanya menggunakan

timbangan yang ada tarikannya untuk menerima dan menyalurkan bahan

makanan yang kurang lebih berbobot sekitar 20 kg. Jarak antara ruang

penerimaan ke ruang penyimpanan bahan makanan sekitar 9 -12 meter.

31
Di bagian produksi, petugas sering memberikan hasil produksi

makanan ke tempat penyajian yang berjarak 5-6 meter. Saat melakukan

penyaluran makanan jadi ke tempat penyajian, terkadang lantainya licin dan

rawan terjadinya jatuh dan menyebabkan penyakit akibat kerja.

Di bagian distribusi, troli yang digunakan untuk mengantar makanan

merupakan troli dua pintu, yang setiap pintunya dapat menampung 20

tempat makan (10 tingkat), sehingga satu troli dapat menampung 40 tempat

makan dengan berat sekitar 100 kg.

5. Sistem manusia – mesin

Penyesuaian manusia-mesin sangat membantu dalam menciptakan

kenyamanan dan efisiensi kerja. Perencanaan sistem ini dimulai sejak tahap

awal dengan memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia dan mesin

yang digunakan interaksi manusia-mesin memerlukan beberapa hal khusus

yang diperhatikan, misalnya :

a. Adanya informasi yang komunikatif

b. Tombol dan alat pengendali baik

c. Perlu standard pengukuran anthropometri yang sesuai untuk

pekerjaannya.

6. Kebutuhan kalori

Konsumsi kalori sangat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan.

Semakin berat kegiatan yang dilakukan semakin besar kalori yang

diperlukan. Selain itu pekerjaan pria juga membutuhkan kalori yang berbeda

dari pekerja wanita. Dalam hal ini perlu diperhatikan juga saat dan frekuensi

pemberian kalori pada pekerja (Manuaba, 2008).

32
- Pekerja Pria

a. Pekerjaan ringan: 2400 kal/hari

b. Pekerjaan sedang: 2600 kal/hari

c. Pekerjaan berat: 3000 kal/hari

- Pekerja Wanita

a. Pekerjaan ringan: 2000 kal/hari

b. Pekerjaan sedang: 2400 kal/hari

c. Pekerjaan berat: 2600 kal/hari

7. Pengorganisasian kerja

Pengorganisasian kerja berhubungan dengan waktu kerja, saat

istirahat, pengaturan waktu kerja gilir (shift) dari periode saat bekerja yang

disesuaikan dengan irama faal tubuh manusia. Waktu kerja dalam 1 hari

antara 6-8 jam. Dengan waktu istirahat ½ jam sesudah 4 jam bekerja. Perlu

juga diperhatikan waktu makan dan beribadah. Termasuk juga di dalamnya

terciptanya kerjasama antar pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan serta

pencegahan pekerjaan yang berulang (repetitive)

Setiap hari, seluruh petugas memiliki 7 jam kerja dan istirahat ketika

dzuhur tiba kurang lebih istirahatnya 1 jam.

8. Lingkungan kerja

Dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja berbagai faktor

lingkungan kerja sangat berpengaruh. Berbagai faktor lingkungan yang

berpengaruh misalnya suhu yang nyaman untuk bekerja adalah 24-26O C.

Di lingkungan instalasi Gizi RSU Aminah Blitar, belum didapatkan

adanya thermometer ruangan sehingga kita tidak dapat menentukan berapa

33
suhu ruangan yang ada di ruangan. Setiap hari, petugas merasa kepanasan

dan pengap saat bekerja di ruangan.

9. Olahraga dan kesegaran jasmani

Kegiatan olahraga dan pembinaan kesegaran jasmani dibutuhkan

untuk meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, tes kesehatan sebelum

bekerja/tes kesegaran jasmani perlu dilakukan sebagai tahap seleksi

karyawan.

10. Musik dan dekorasi

Musik selain dapat digunakan sebagai media rekreasi dan refreshing,

musik juga dapat meningkatkan kegairahan dan produktivitas kerja dengan

mempertimbangkan jenis, saat, lama dan sifat pekerjaan. Dekorasi dan

pengaturan warna tempat kerja juga dapat membbantu meningkatkan

kegairahan dan produktivitas kerja dengan cara memberikan kesan jarak,

kejiwaan dan suhu. Misalnya :

a) Biru ; jarak jauh dan sejuk

b) Hijau ; menyegarkan

c) Merah ; dekat, hangat, merangsang

d) Orange ; sangat dekat, merangsang.

11. Kelelahan

Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari

kerusakan lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan.

Sebab-sebab kelelahan diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja

yang berlebihan, lingkungan kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi

kurang.

34
Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko

kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi

bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja. Keselamatan

adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap

cedera yang terkait dengan pekerjaan (Buchari, 2014). Kesehatan adalah merujuk

pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya

untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran

lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan

produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun

kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses

produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan

berdampak pada masyarakat luas (Setiabudi, 2013).

Penyakit terkait kerja disebabkan oleh beberapa agen penyebab, dimana

faktor pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya

dalam berkembangnya penyakit yang mempuanyai etiologi yang kompleks.

Penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada pegawai di unit gizi antara lain:

1. Nyeri Punggung Bawah/ Low Back Pain

Low Back Pain adalah nyeri punggung bawah yang berasal dari tulang

belakang, otot, saraf atau struktur lain pada daerah tersebut. Dengan demikian Low

Back Pain adalah gangguan muskuloskeletal yang pada daerah punggung bawah

35
yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik.

(Dede,2013). Low Back Pain adalah merupakan akibat dari berbagai sebab dimana

gangguan ini paling banyak ditemukan di tempat kerja, terutama pada mereka yang

beraktivitas dengan posisi tubuh yang salah. Menurut data, dalam satu bulan rata-

rata 23% pekerja tidak bekerja dengan benar dan absen kerja selama delapan hari

dikarenakan sakit pinggang (Helfenstein, 2012). Berdasarkan hasil survei tentang

akibat sakit leher dan pinggang, produktivitas kerja dapat menurun sehingga hanya

tinggal 60. Menurut penelitian, pekerjaan manual handling dan lifting merupakan

penyebab utama terjadinya cedera tulang belakang (back pain) (Anderson, 1999).

Di samping itu sekitar 25% kecelakaan kerja juga terjadi akibat pekerjaan material

mannual handling. Sebelumnya dilaporkan bahwa sekitar 74% cedera tulang

belakang disebabkan oleh aktivitas mengangkat (liftingactivities). Sedangkan 50-

60% cedera pinggang disebabkan karena aktivitas mengangkat dan menurunkan

material (Pratiwi, 2009; Tarwaka 2004). Suatu gerakan yang sama yang dilakukan

terus menerus mengakibatkan otot kaku. Adanya spasme otot ini dapat

menimbulkan rasa nyeri pada otot atau disebut myalgia. Apabila berdiri secara

terus–menerus dapat menyebabkan tekanan pada bantalan saraf tulang belakang

yang mengakibatkan hernia nukleus pulposus (HNP) (Perdani, 2010).

Setiap orang di unit gizi ini melakukan pekerjaan sesuai dengan unit kerja

masing-masing namun dapat merangkap ke unit kerja yang lain. Pada proses

perebusan adonan dasar, pekerja mengaduk adonan sebanyak 25 kg dengan

menggunakan alat pengaduk yang terbuat dari kayu, dalam posisi berdiri kadang

membungkuk. Pada saat mengangkat hasil kerupuk yang telah dicetak, pekerja

bekerja dengan posisi membungkuk. Pekerja bekerja dalam posisi berdiri (saat

36
memasukkan adonan ke dalam mesin uap), dan kadang jongkok (saat memanaskan

kayu bakar). Bekerja dalam posisi jongkok membungkuk dan berdiri yang terus

menerus, maka beresiko untuk terjadinya LBP. Risiko LBP pada pegawai unit ini

dapat dikurangi sesuai dengan hirarki pengendalian risiko di dalam bidang

keselamatan dan kesehatan kerja, dengan demikian maka pengendalian teknik

diutamakann dalam pengendalian risiko akibat pekerjaan membungkuk (Dede,

2010).

2. Dermatitis

Penyakit lain yang timbul saat proses produksi adalah dermatitis. Saat

pengolahan bahan seperti cabe atau bahan yang lain mengandung zat yang dapat

menjadi alergen ataupun iritan bagi pekerja. Dermatitis Adalah penyakit tertinggi

kedua akibat penyakit kerja. Dermatitis dibagi menjadi dua yaitu, Dermatitis kontak

alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul setelah kontak

dengan alergen melalui proses sensitasi.(Hanung, 2014).

Dermatitis Kontak Alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang

timbul setelah kontak dengan bahan alergen melalui proses sensitisasi. Penyebab

dari Dermatitis Kontak alergi adalah bahan kimia sederhana yang memiliki berat

molekul rendah (< 500 dalton) yang disebut Hapten, bersifat lipofilik dan sangat

reaktif dapat menembus stratum korneum hingga ke lapisan bawah (Anderson,

2014). Beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya dermatitis kontak alergi

ini adalah potensi sensitisasi, luas daerah yang terkena paparan, lama paparan, suhu,

kelembaban, PH, vehikulum, dan faktor imunitas individu. pada umumnya

penderita mengeluh gatal (Adisesh, 2013). Lesi yang akut berupa lesi yang polimorf

yaitu tampak makula yang eritematus, batas tidak jelas dan terdapat papul, vesikel,

37
bula dan bila pecah menjadi lesi yang eksudatif. Pada lesi yang kronis gambarannya

lebih sederhana berupa makula hiperpigmentasi disertai likenifikasi dan ekskoriasi

(Sharp, 2013).

Dermatitis kontak iritan merupakan suatu reaksi inflamasi yang disebabkan

lisosome atau beberapa jenis sitokin yang dihasilkan dari keratinosit yang rusak

oleh agen penyebab (bahan iritan). Dermatitis kontak iritan bisa terjadi pada kontak

pertama dengan bahan tersebut dan hal ini dapat dialami oleh semua orang

(Djuanda, 2012). Pekerja terpapar iritan secara kronis di area tersebut akan

mengalami radang, dan mulai mengkerut, membesar dan terjadilah hipo atau

hiperpigmentasi (Verayati, 2011).

Pekerja yang terpapar dengan bahan-bahan seperti cabai, bawang, sabun cuci

piring dll yang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) berisiko terkena

dermatitis. Unit Gizi RSU Aminah telah menerapkan penggunaan APD untuk

pegawai-pegawai yang rentan terpapar bahan-bahan iritan baik dengan

menggunakan sarung tangan pada pegawai produksi dan pegawai pencucian alat.

3. Luka Bakar

Combutio atau luka bakar merupakan suatu trauma yang disebabkan oleh

panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan

yang lebih dalam. Luka bakar dapat disebabkan oleh kobaran api (flame), jilatan

api ( flare), terkena air panas (scald), kontak dengan benda panas, akibat sengatan

listrik, akibat bahan kimia, dan sengatan matahari (sun burn). Perubahan yang dapat

terjadi akibat luka bakar adalah sebagai berikut : (WHO, 2014).

Penyebab luka bakar antara lain suhhu tinggi, bahan kimia, sengatan listrik,

dan radiasi. Pada unit ini bisa terjadi luka bakar akibat dari pegangan pemanggang

38
yang panas dan pekerja ini tidak menggunakan sarung tangan. Selain itu kompor

gas lpg juga dapat meledak sehingga dapat menyebabkan luka bakar bagi pekerja

dan juga terbakarnya unit ini (Emmy, 2012).

4. Carpal Tunnel Syndrome

Carpal tunnel syndrome (CTS) adalah problem relative afektif yang

mengenai nervus local (nervus medianus) di pergelangan tangan sehingga tertekan

dan menyebabkan nyeri. CTS bisa disebabkan oleh suatu trauma atau tindakan yg

dilakukan berulang-ulang dan pada tangan yang lebih dominan (Zyluk, 2013).

Biasanya gejala yang sering dikeluhkan adalah nyeri pada pergelangan tangan,

tidak kuat mengangkat beban yang berat, geringgingan, nyeri biasanya menjalar

ketangan, bahu dan leher. Tanda yang terlihat adalah bengkak pada jari-jari tangan.

Faktor resiko pada pekerja computer, pemain games di computer, penjual rujak,

penjahit, dll (Anthony, 2011).

IV. INTERVENSI

Setiap petugas yang bekerja di RSU Aminah Blitar diharapkan menerapkan

perilaku five moment cuci tangan baik menggunakan air dan sabun maupun

menggunakan antiseptic gel untuk mencegah dan mengendalikan infeksi yang

dapat terjadi di rumah sakit. Selain itu, diwajibkan untuk menggunakan alat

pelindung diri, seperti masker, sarung tangan serta apron saat melakukan tindakan

sehingga resiko terkena penyakit akibat kerja dapat diminimalisir.

39
Pekerja juga harus memperhatikan standar operasional pelaksanaan yang

berlaku disana, seperti standart suhu yang digunakan dalam memasak. Hal ini

berguna untuk mengurangi kejadian yang tidak di harapkan saat bekerja.

Pekerjaan harus didesain sehingga bisa dilakukan dengan duduk atau berdiri.

Sehingga kursi harus tersedia untuk tugas tugas yang dilakukan dengan duduk dan

cukup waktu harus diberikan diantara siklus tugas agar pekerja punya waktu untuk

duduk. Baik pekerjaan yang dilakukan dengan duduk (mengupas dan memotong

sayur dan buah), maupun pekerjaan harus berdiri (misalnya memasak dan

menyajikan makanan) sebaiknya ada waktu disela-sela bekerja untuk mengubah

postur dan merelaksasi otot dengan berjalan.

Lingkungan kerja meliputi beberapa aspek yaitu aspek fisika (Kebisingan,

getaran, suhu), aspek kimia (semua bahan yang digunakan dalam unit gizi), aspek

biologi (bakteri, virus, mikrobiologi lainnya), aspek faal ergonomi, dan aspek

psikososial (stess kerja).

Dari aspek ergonomis lingkungan kerja di RSU Aminah Blitar sudah cukup

baik, namun ruangan unit gizi disini tidak terlalu luas sehingga loading penempatan

bahan mentah makanan harus belanja tiga hari sekali karena tidak di terdapat tempat

yang cukup untuk persediaan satu minggu.

Tempat pemotongan bahan makanan mentah cukup luas dan berdekatan

dengan tempat penyimpanan bahan makanan sehingga efektif dan mengurangi

risiko untuk terjadi luka iris pada saat melakukan pemotongan bahan makanan jika

tersenggol saat karyawan lain melakukan pemotongan

Penggunaan celemek, sarung tangan masak baik saat memotong-motong

bahan maupun menggoreng atau memasak sehingga dapat terhindar atau paling

40
tidak meminimalisir kemungkinan terjadinya luka iris saat memotong bahan

maupun luka bakar akibat percikan minyak goreng.

Kondisi lantai yang bersih juga merupakan factor yang mempengaruhi

keselamatan kerja. Sehingga kejadian terpeleset yang mungkin nanti akan

menimbulkan tertumpahnya minyak atau kuah panas saat bekerja dapat terhindar.

Untuk luka bakar karena kuah panas juga bisa diantisipasi dengan tidak terburu-

buru dan memakai APD yang benar.

Saat melakukan mengepel dan lantai masih licin bisa dipasang papan

peringatan “lantai licin” sehingga karyawan yang lewat bisa berhati-hati.

Pemberian alas tangan pada keyboard computer sehingga dapat mengurangi

tekanan pada pergelangan tangan dan mengurangi risiko terjadinya Carpal Tunnel

Syndrome.

Masalah pada lingkungan kerja pada aspek fisika seperti kebisingan dan suhu

sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Masalah pada aspek kimia disini untuk para pekerja sudah baik karena dalam

melakukan pekerjaan sudah menggunakan APD, seperti saat mencuci barang-

barang dan bahan makanan sudah menggunakan handscone sehingga kejadian

dermatitis dapat dihindari.

Penggunaan APD lain yaitu sandal, penutup kepala bagi laki-laki dan

perempuan, sarung tangan kain yang tebal dapat menghindari risiko kejadian lain

dan menjaga higienitas makanan. Namun pemakaian APD sandal dengan penutup

masih kurang diterapkan disini.

Aspek biologi di Unit Gizi disini sudah cukup baik dengan pemasangan insect

killer untuk menjaga ruangan agar tidak terkontaminasi dengan lalat dan binatang

41
lainnya. Selain insect killer setiap ruangan juga diberi pembatas plastic tebal agar

hewan maupun udara panas tidak dapat melewatinya

Makanan sebelum didistribusikan di sisihkan sedikit untuk sampel. Hal ini

dilakukan karena ditakutkan terjadi keracunan makanan sehingga sampel tersebut

bisa dianalisis apakah benar keracunan makanan tersebut bersumber dari makanan

yang dibuat dari unit gizi Rumah Sakit.

Kondisi karyawan dengan durasi kerja 7 jam/ hari dengan kursi yang belum

memenuhi persaratan yang baik atau tidak ergonomis. Hal ini akan menyebabkan

adanya gangguan seperti low back pain karena berdiri dan membungkuk yang

terlalu lama dengan posisi tidak ergonomis. Banyaknya pekerjaan memotong sayur

dan buah juga membuat pekerja terkenaka CTS (Carpal Tunnel Syndrom) yang

berakibat berkurangnya tenaga dalam produksi instalasi gizi.

V. Kebijakan Manajemen

Mensosialisasikan mengenai Peraturan Direktur RSU Aminah Blitar nomor

01/PER/GIZI/I/2011 yang mengatur perlindungan kesehatan kerja, dan

mewajibkan suluruh karyawan untuk mentaati peraturan, memberikan reward

kepada karyawan yang berprestasi, dan memberikan sangsi kepada karyawan yang

tidak mentaati peraturan.

Pemeriksaan kesehatan yang ditujukan pada karyawan setiap enam bulan

sekali dan satu tahun sekali untuk pemeriksaan lanjutan sangat membantu karyawan

dan menjamin kesehatan karyawan terutama untuk mengantisipasi dan mendeteksi

penyakit yang mungkin terjadi pada karyawan..

Penanganan masalah kesehatan kerja dilakukan melalui upaya pelaksanaan

yang berdasarkan perundangan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah

42
dengan tujuan untuk keselamatan kerja karyawan. Hal ini mengacu pada UU no.14

tahun 1969, tentang ketentuan pokok tenaga kerja, UU no. 23 tahun 1992 tentang

kesehatan, UU no. 3 tahun 1992 tentang kesehatan, beberapa keputusan bersama

antara departemen kesehatan dengan departemen lain yang berkaitan dengan

kesehatan dan keselamatan kerja, UU no.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja,

dan PP. No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.

Sehingga penanganan kesehatan dapat diselesaikan secara holistik dan

integrative agar tidak memunculkan masalah baru bagi perusahaan yang berkaitan

dengan kesehatan secara langsung maupun tidak langsung.

43
DAFTAR PUSTAKA

A. Adisesh. 2013. U.K. standards of care for occupational contact dermatitis and
occupational contact urticaria. British Journal of Dermatology.

Anderson and Meade. Potential Health Effects Associated with Dermal Exposure
to Occupational Chemicals. Environmental Health Insights 2014:8(S1) 51–62 doi:
10.4137/EHI.S15258.

Anderson GBJ, 1999. Epidemiological Features Of Chronic Low Back Pain.


Lancet, 354:581-5.

Anthony J.S, 2011, The GALE Encyclopedia of Surgery, Vol.1, USA.

Buchari, 2014. Manajemen Kesehatan Kerja Dan Alat Pelindung Diri. Medan,
USU Respiratory.

Dede, Ahmad, 2013. Perbedaan sikap kerja duduk ergonomis dan tidak ergonomis
terhadap keluhan nyeri otot pinggang pada pekerja tenun kerajinan tikar mendong
desa kamulyan manonjaya tasikmalaya. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Siliwangi.

DepKes Republik Indonesia., 2009. Pedoman Penyelenggaraan Tim Terapi Gizi di


Rumah Sakit.

Djuanda Adhi, 2012. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi kelima. Cetakan
kedua, Jakarta, Balai penerbit FK UI, Hal 133-138.

Hanung, Priyambodo, 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Low Back


Pain Miogenik. Di RSUD Boyolali, Surakarta.

Helfenstein, M.. 2012. Occupational Low Back Pain. Study conducted at the
Rheumatology Department, Escola Paulista de Medicina, São Paulo, SP, Brazil

Manuaba, Adnyana, 2008. Ergonomi Dalam Industri. Bali, Universitas Udayana.

Mary Harney, 2012. Food and Nutrional Care in Hospitals. Department of Health
and Children.

44
Natassia, 2009, Gambaran Penerapan Ergonomi. FKM UI.

Peraturan Menkes, 2013, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


78 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit.

Perdani, Putri, 2010. Pengaruh Postur dan Posisi Tubuh Terhadap Timbulnya
Nyeri Punggung Bawah. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran, Fakultas
Kedokteran Uiversitas Diponegoro

Pratiwi M, Setyaningsih Y, Kurniawan, 2009, Beberapa Faktor yang Berpengaruh


Terhadap Keluhan Nyeri Punggung bAwah pada penjual Jamu Gendong, Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia Vol.4. No.1.

S. Emmy, 2012, Penyakit Kulit Umum di Indonesia, Jakarta, PT Medical


Multimedia Indonesia, Hal 14-16

Setyaningsih, Yuliani, 2002. Pengantar ergonomi dalam Kumpulan Materi Kuliah


Program Matrikulasi. Semarang : FKM UNDIP

Sharp, 2013. Preventing Occupational Dermatitis. Washington, Safety and health


assesment and research for prevention washington state Department of labor and
industries.

Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang, 1985. Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo.

World health organization, 2014. Management Of Burn, Who surgical care at the
district hospital 2003.

Zyluk, A. 2013. Is Carpal Tunnel Syndrome An Occupational Disease. Polish


Orthopedics and Traumatology, 2013; 78: 121-126.

45
Lampiran

46
47
48
49
50
51
52
53
54
55

Anda mungkin juga menyukai