Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

KEJANG DEMAM
Disusun untuk Memenuhi Tugas Clerkship Kepaniteraan Klinik Madya

Disusun Oleh :
Syukron Fadillah, S.Ked
Fatimah, S.Ked
Arief Rochul Syuhada, S.Ked
Faradila Alatas, S.Ked
Arinta Maipa Diapati, S.Ked

Pembimbing
dr. Yuni Hustiyah, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM ILMU PENYAKIT ANAK
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM
MALANG
2020

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga referat tentang “Kejang Demam” ini
dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan. Tujuan penyusunan
referat ini guna memenuhi tugas Clerkship Kepaniteraan Klinik Madya serta
melatih dalam menangani kasus kedokteran.
Penyusun menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan. Untuk itu,
saran dan kritik dari para pembaca sangat diharapkan demi perbaikan referat ini.
Atas saran dan kritik dokter pembimbing dan pembaca, penyusun ucapkan terima
kasih.
Semoga referat ini bermanfaat bagi penyusun, pembaca serta rekan-rekan
lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
kedokteran.

Malang, 1 Juli 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG.............................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................2
1.3 TUJUAN PENULISAN...........................................................................2
1.4 MANFAAT PENULISAN.......................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI.................................................................................................4
2.2 EPIDEMIOLOGI.....................................................................................4
2.3 ETIOLOGI...............................................................................................5
2.4 PATOFISIOLOGI....................................................................................5
2.5 MANIFESTAS KLINIS..........................................................................8
2.6 PENEGAKAN DIAGNOSA...................................................................9
2.7 DIAGNOSA BANDING.......................................................................10
2.8 PENATALAKSANAAN.................................................................…. 11
2.9 PROGNOSIS.........................................................................................15
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN......................................................................................17
3.2 SARAN..................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................18

iii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 ALGORITMA TATA LAKSANA KEJANG.................................12

iv
DAFTAR TABEL
TABEL 1 DIAGNOSA BANDING KEJANG DEMAM.....................................11

v
i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kejang demam merupakan bentuk kejang yang sering dijumpai dan

terjadi pada 2 - 5% anak. Dalam 25 tahun terakhir ini diketahui bahwa kejang

demam sebenarnya tidaklah menakutkan. Kejang demam tidak berhubungan

dengan adanya kerusakan otak dan hanya sebagian kecil saja yang akan

berkembang menjadi epilepsi. Kejang demam berdasarkan definisi dari The

International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and

Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari

38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut

pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.1

Kejang demam terjadi pada 2 % - 4 % dari populasi anak 6 bulan - 5 tahun. 80 %

merupakan kejang demam sederhana, sedangkan 20% kasus adalah kejang demam

kompleks. 8 % berlangsung lama (lebih dari 15 menit). 16 % berulang dalam

waktu 24 jam. Kejang pertama terbanyak di antara umur 17-23 bulan. Anak laki-

laki lebih sering mengalami kejang demam. Bila kejang demam sederhana yang

pertama terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam ke

dua 50 %, dan bila kejang demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12

bulan, risiko kejang demam ke dua turun menjadi 30%. Setelah kejang demam

pertama, 2–4% anak akan berkembang menjadi epilepsi dan ini 4 kali risikonya

dibandingkan populasi umum.1

Kejang demam diklasifikasikan sebagai kejang demam kompleks bila bersifat

fokal, berlangsung lama (>10 - 15 menit), atau multiple (> 1 kali serangan selama

1
24 jam demam). Sebaliknya, kejang demam sederhana adalah kejang yang

berlangsung satu kali, singkat, dan bersifat umum. Anak dapat saja normal atau

mempunyai kelainan neuorologis. Anak bisanya berusia antara 6 bulan sampai 3

tahun, dan tersering pada usia 18 bulan. Bila kejang demam berlangsung terus

sampai usia di atas 6 tahun atau pernah mengalami kejang tanpa demam baik

tonik-klonik, mioklonik, absens atau atonik maka diklasifikasikan sebagai

Generalized epilepsy with seizure plus (GEFS+).1

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi dan klasifikasi Kejang Demam?
1.2.2 Bagaimana epidemiologi Kejang Demam?
1.2.3 Apa saja etiologi Kejang Demam?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi Kejang Demam?
1.2.5 Bagaimana manifestasi klinis Kejang Demam?
1.2.6 Bagaimana penegakan diagnosa Kejang Demam?
1.2.7 Apa saja diagnosa banding Kejang Demam?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan Kejang Demam?
1.2.9 Bagaimana prognosis Kejang Demam?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami definisi serta klasifikasi Kejang
Demam
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami epidemiologi Kejang Demam
1.3.3 Untuk mengetahui dan memahami etiologi Kejang Demam
1.3.4 Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi Kejang Demam
1.3.5 Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis Kejang Demam
1.3.6 Untuk mengetahui dan memahami penegakan diagnosa Kejang
Demam
1.3.7 Untuk mengetahui dan memahami diagnosa banding Kejang Demam
1.3.8 Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan Kejang Demam
1.3.9 Untuk mengetahui dan memahami prognosis Kejang Demam

2
1.4 MANFAAT
Penulisan referat ini diharapkan meningkatkan keilmuan sebagai
dokter dalam mengetahui dan memahami tentang Kejang Demam,
sehingga apabila menemui kasus tersebut mampu mendiagnosis dengan
baik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami

kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam

kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun

mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi

SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.2

2.2. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2% - 4% dari populasi anak 6 bulan - 5 tahun.

80% merupakan kejang demam sederhana, sedangkan 20% kasus adalah

kejang demam kompleks. 8% berlangsung lama (lebih dari 15 menit). 16 %

berulang dalam waktu 24 jam. Kejang pertama terbanyak di antara umur 17-23

bulan. Anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam.

Bila kejang demam sederhana yang pertama terjadi pada umur kurang dari 12

bulan, maka risiko kejang demam ke dua 50%, dan bila kejang demam sederhana

pertama terjadi setelah umur 12 bulan, risiko kejang demam ke dua turun menjadi

30%. Setelah kejang demam pertama, 2–4% anak akan berkembang menjadi

epilepsi dan ini 4 kali risikonya dibandingkan populasi umum.2

4
2.3. Etiologi
Penyebab kejang demam hingga kini belum diketahui dengan pasti,

demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,

pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul

pada suhu tubuh yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi

dapat menyebabkan kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,

serangan kejang telah terjadi pada suhu 38°C bahkan kurang, sedangkan pada

anak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu 40°C

bahkan lebih.3

2.4. Patofisiologi
Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan listrik

yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut

baik berupa fisologi, biokimiawi, maupun anatomi.

Sel saraf seperti juga sel hidup lainya mempunyai potensial membran.

Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial

intersel lebih negatif dibandingkan dengan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat

potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial membran ini akan

tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan. Potensial membran ini

terjadi akibat perbedaan letak dan jumlah ion-ion terutama ion Na, K dan Ca. bila

sel saraf mengalami stimulasi, misalnya stimulasi listrik akan mengakibatkan

menurunnya potensial membran. Penurunan potensial membran ini akan

menyebabkan permeabilitas membran terhadap ion Na akan meningkat, sehingga

Na akan lebih banyak masuk ke dalam sel. Selama serangan ini lemah, perubahan

potensial membran masih dapat dikompensasi oleh transport aktif ion Na dan ion

5
K, sehingga selisih potensial kembali ke keadaan istirahat. Perubahan potensial

yang demikian sifatnya tidak menjalar, yang disebut respon lokal. Bila rangsangan

cukup kuat perubahan potensial dapat mencapai ambang tetap (firing level), maka

permeabilitas membran terhadap Na akan meningkat secara besar-besaran pula,

sehingga timbul spike potensial atau potensial aksi. Potensial aksi ini akan

dihantarkan ke sel saraf berikutnya melalui sinap dengan perantara zat kimia yang

dikenal neurotransmiter. Bila perangsangan telah selesai, maka permeabilitas

membran kembali ke keadaan istirahat, dengan cara Na akan kembali ke luar sel

dan K masuk ke dalama sel melalui mekanisme pompa Na-K yang membutuhkan

ATP dari sintesa glikosa dan oksigen. Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa

teori:

a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya

hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat

terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.

b. Perubahan permeabilitas membran sel saraf, misalnya hipoksemia dan

hipomagnesemia.

c. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan

neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan.

Misalnya ketidak seimbangan antara GABA atau Glutamat akan menimbulkan

kejang

Patofisiologi kejang demam belum diketahui, diperkirakan bahwa pada

keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-

reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis,

sehingga terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP

6
terganggu, sehingga Na intrasel dan K ektrasel yang akan menyebabkan potensial

membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat.

Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,

jantung, otot dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan

menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah.

Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial,

hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini

akan mengakibatkan iskemi neuron kegagalan metabolisme di otak.

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:

a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum

matang/imatur

b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan

gangguan permeabilitas membran sel

c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan

CO2 yang akan merusak neuron.

d. Demam meningkatkan cerebral blood flow (CBF) serta meningkatkan

kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran

ion-ion keluar masuk sel.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umunya tidak akan

meninggalkan gejala sisa. Pada kejang demam yang lama (lebih dari 15 menit)

biasanya diikuti dengan apneu, hipoksemia (disebabkan oleh meningkatnya

kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet), asidosis laktat

(disebabkan oleh metabolisme anaerobik), hiperkapnea, hipoksi arterial, dan

selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di

7
atas menyebabkan gangguan peredaran darah di otak, sehingga terjadi hipoksemia

dan edema otak, pada akhirnya terjadi kerusakan sel neuron.2

2.5. Manifestasi
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi

di luar susunan saraf pusat, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis, dan lain

sebagainya. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu

demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik,

tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun, anak

akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya

kelainan neurologik. 2,4

Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain: anak

mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi

secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung

selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami

kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot

kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan,

tangan, dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi

otot. Anak dapat pula terjatuh apabila dalam keadaan berdiri. 2,4

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya

berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot

yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipi

tergigit, gigi atau rahang terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih

atau tinja diluar kesadaran), gangguan pernapasam, apneu (henti napas), dan kulit

8
kebiruan (sianosis). Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala

seperti:

1. Anak kehilangan kesadaran

2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak

3. Sulit bernapas

4. Busa di bagian mulut

5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan

6. Mata berputar-putar, melirik ke atas sehingga hanya bagian sklera mata yang

terlihat.

2.6. Penegakkan Diagnosa


Langkah diagnostik untuk kejang demam adalah:

Anamnesis5

a. Adanya kejang, sifat kejang, bentuk kejang, kesadaran selama dan setelah

kejang, durasi kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval antara

2 serangan kejang, penyebab demam di luar susunan saraf pusat.

b. Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau

perlahan, menetap atau naik turun).

c. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai

demam atau epilepsi).

d. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi).

e. Riwayat trauma kepala.

f. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.

g. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA,

dan lain-lain).

9
h. Singkirkan penyebab kejang lainnya.

Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah:

a. Tanda vital terutama suhu tubuh

b. Manifestasi kejang yang terjadi

c. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau molase kepala berlebihan

d. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya

demam

e. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

f. Tanda infeksi di luar SSP.

Pemeriksaan neurologis antara lain:

a. Tingkat kesadaran

b. Tanda rangsang meningeal

c. Tanda refleks patologis

2.7. Diagnosa Banding


Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan

kejang, harus dipikirkan apakah penyebab kejang berada di dalam atau di luar

susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya

meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain. Oleh sebab itu, perlu diwaspadai

untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organik di otak.

Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi

dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas

dan gangguan neurologis kurang nyata. Oleh karena itu, agar tidak terjadi

kesalahan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal

10
yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah

kejang demam ini tergolong dalam kejang demam kompleks atau epilepsi yang

dprovokasi oleh demam.

Tabel 1 Diagnosa Banding Kejang Demam

No Kriteria Banding Kejang Epilepsi Meningitis

Demam Ensefalitis

1 Demam Pencetusnya Tidak berkaitan Salah satu

demam dengan demam gejalanya demam

2 Kelainan otak - + +

3 Kejang berulang + + +

4 Penurunan + - +

kesadaran

2.8. Tatalaksana
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien

datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang

paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara

intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 - 0,5 mg/kg perlahan-lahan

dengan kecepatan 1 - 2 mg/menit atau dalam waktu 3 - 5 menit, dengan dosis

maksimal 20 mg.8

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah

diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal

adalah 0,5 - 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan

kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam

rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg

11
untuk anak di atas usia 3 tahun. Kejang yang belum berhenti dengan diazepam

rektal dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu

5 menit. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah

sakit. dan disini dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 - 0,5 mg/kg.
8

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena

dengan dosis awal 10 - 20 mg/kg/kali dengan kecepatan  1 mg /kg/menit atau

kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 - 8

mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum

berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah

berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam dan

faktor risikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks. Tata laksana

pada anak dengan kejang dapat dilihat pada algoritma tata laksana kejang berikut

ini:

12
Gambar 1 Algoritma Tata Laksana Kejang

Pemberian Obat pada Saat Demam

Antipiretik

Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti

bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam (level

I, rekomendasi E). Dosis asetaminofen yang digunakan berkisar 10 –15

mg/kg/kali  diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-

10 mg/kg/kali ,3 - 4 kali sehari. Asetaminofen dapat menyebabkan sindrom Reye

13
terutama pada anak kurang dari 18 bulan, meskipun jarang. Antipiretik pilihan

adalah parasetamol 10 mg/kg yang sama efektifnya dengan ibuprofen 5 mg/kg

dalam menurunkan suhu tubuh.

Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam

menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3 - 2/3 kasus), begitu pula dengan

diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C (level I,

rekomendasi E). Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel

dan sedasi yang cukup berat pada 25 – 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin,

dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

Pemberian Obat Rumat

Indikasi Pemberian Obat Rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri

sebagai berikut (salah satu):

1. Kejang lama > 15 menit

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,

hidrosefalus.

3. Kejang fokal

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

       . Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam

. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

. kejang demam > 4 kali per tahun

Penjelasan:

14
 Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit

merupakan indikasi pengobatan rumat

 Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan

ringan bukan  merupakan indikasi

 Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak

mempunyai fokus  organik

Jenis Obat Antikonvulsan

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam

menurunkan risiko berulangnya kejang (level I). Dengan meningkatnya

pengetahuan bahwa kejang demam benign dan efek samping penggunaan obat

terhadap kognitif dan perilaku, profilaksis terus menerus diberikan dalam jangka

pendek, dan pada kasus yang sangat selektif (rekomendasi D). Pemakaian

fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan

belajar (40 - 50 %). Obat pilihan saat ini adalah asam valproat meskipun dapat

menyebabkan hepatitis namun insidensnya kecil. Dosis asam valproat 15 - 40

mg/kg/hari dalam 2 - 3 dosis dan fenobarbital 3 - 4 mg/kg per hari dalam 1 - 2

dosis.

2.9. Prognosis
Kecacatan atau Kelainan Neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada

pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan

kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi

pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.1,9

15
Kejang Demam Berulang

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko

berulangnya kejang demam adalah :1,9

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang

4. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah

80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya

kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling

besar pada tahun pertama.

Risiko terjadinya epilepsi

Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari.

Faktor risiko menjadi epilepsi adalah :1,9

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam

pertama.

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal di atas 38 oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang

demam terjadi pada anak berumur 3 bulan – 5 tahun ada juga yang mengatakan usia 6

bulan-5 tahun.

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya

akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan

fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan

80% di antara seluruh kejang demam.

Kasus kejang demam masih sering terjadi sehingga dibutuhkan

penanganan yang tepat untuk menghindari prognosa buruk dari kejang demam.

Penanganan kasus kejang demam berupa pemberian obat anti kejang, dan

menurunkan demam serta memberi edukasi kepada keluarga agar tidak terjadi

demam berulang.

3.2 Saran
1. Dibutuhkan penanganan yang tepat untuk kasus kejang demam

2. Selain memberi terapi, seorang klinisi sebaiknya mampu mengedukasi

keluarga mengenai bahaya kejang dan memberi edukasi mengenai apa

yang harus dilakukan keluarga saat terjadi kejang demam berulang

17
DAFTAR PUSTAKA

1. ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993;34;592-8

2. Haslam Robert H.A. 2000. Sistem Saraf, Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson,

Vol.3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

3. Aliabad, G.M. Et Al.. 2015. Clinical, Epidemiological and Laboratory

Characteristics of Patients With Febrile Convulsion, J. Compr Ped. 3(4), 134-

137.

4. Soetomenggolo TS. 2000. Kejang Demam Dalam Buku Ajar Neurologi.

Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Kejang Demam. Dalam : Standar

Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI : 2009.

6. Lumbantobing. SM. 2009. Kejang demam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

7. Wong V, et al. 2002. Clinical Guideline on Management of Febrile

Convulsion. HK J Paediatr. 7:143-151

8. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. 2006. Konsensus Penatalaksanaan

Kejang Demam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak

Indonesia.

9. American Academy of Pediatrics Steering Committese on Quality

Imprrovement And Management, Subcommitte on Febrile Seizure. Febrile

seizures: clinical practice guideline for the long-term management of child

with simple febrile seizure. Pediatrics. 2010;121(6) :1281-6.

18
19

Anda mungkin juga menyukai