Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS DOKTER

INTERNSHIP

KEJANG DEMAM PADA ANAK

Disusun oleh :
Nama : dr. Nurul Ade Zafirah
Periode : 15 Februari 2023 – 16 Agustus 2023

Dokter Pembimbing :
dr. Hasmidar Indryani, Sp.A

Dokter Pendamping:
dr. Hj. Elly Surmaita, MKT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR H KUMPULAN PANE


KOTA TEBING TINGGI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis bias menyelesaikan penulisan Lapkas dengan judul, “Kejang Demam pada
Anak”.

Salawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan dan suritauladan
kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Pada penulisan Lapkas ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada


pembimbing Hasmidar Indriyani, Sp.A karena telah membimbing memberi saran dan kritik
sehingga tugas Laporan Kasus ini bias selesai. Serta penulis juga berterimakasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam pembuatan tugas ini.

Penulis mohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisan ini, kritik dan saran sangat
penulis harapkan dari pembaca, untuk perbaikan, pembelajaran dan kesempurnaan penulisan ini,
semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Tebing Tinggi, juni 2023

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................I
BAB I...............................................................................................................................................I
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................3
2.1 Defenisi.............................................................................................................................3
2.2 Klasifikasi.........................................................................................................................3
2.3 Epidemiologi.....................................................................................................................4
2.4 Etiologi..............................................................................................................................4
2.5 Patofisiologi......................................................................................................................6
2.6 Manifestasi Klinis.............................................................................................................7
2.7 Diagnosis...........................................................................................................................7
2.8 Diagnosis Banding..........................................................................................................11
2.9 Tatalaksana......................................................................................................................11
2.10 Komplikasi......................................................................................................................15
2.11 Prognosis.........................................................................................................................15
BAB III LAPORAN KASUS......................................................................................................24
BAB IV PEMBAHASAN...........................................................................................................29
BAB V KESIMPULAN...............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................32

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejang demam adalah kejang yang disebabkan oleh lonjakan suhu tubuh secara tiba-
tiba dengan demam lebih dari 38C atau 100,4F, tanpa penyebab atau penyakit lain yang
memicu kejang seperti infeksi sistem saraf pusat (SSP), kelainan elektrolit, penarikan obat,
trauma, predisposisi genetik atau epilepsi yang diketahui. Kejang demam dikategorikan
sebagai kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks. Diferensiasi antara kejang
demam sederhana dan kompleks penting karena pendekatan dan pemeriksaan untuk
masing-masing kejang demam berbeda.1
Penjelasan rinci tentang kejadian kejang sangat penting untuk evaluasi kemungkinan
pasien kejang demam. Informasi sejarah mengenai penampilan yang tepat dan panjang
acara sangat penting. Informasi mengenai gejala infeksi sistem saraf pusat (SSP), kelainan
struktural yang mendasari, riwayat pribadi masalah neurologis, riwayat imunisasi pribadi,
dan riwayat kejang sebelumnya pada pribadi atau keluarga sangat penting dalam
memutuskan apakah suatu peristiwa yang mengkhawatirkan merupakan kejang demam
atau bukan merupakan penyakit yang lebih parah dengan kejang.Sekali kejang memenuhi
syarat sebagai kejang demam, pemeriksa harus mencari informasi tambahan untuk
membedakan apakah kejang itu sederhana atau kompleks.2.3
Kejang demam sederhana terjadi lebih sering daripada kejang demam kompleks dan
ditandai dengan kejang yang bersifat umum, berlangsung kurang dari 15 menit, dan tidak
berulang dalam 24 jam.Kejang demam kompleks ditandai dengan adanya setidaknya satu
dari ciri-ciri berikut: fokalitas, durasi lebih dari 15 menit, dan kekambuhan dalam periode
24 jam. Dalam kedua kasus, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis
diperlukan. Rasa kantuk pasca iktal tidak abnormal pada kejang demam tetapi biasanya
sembuh dalam beberapa menit. Seorang pasien pulih dari kejang demam akan cepat
kembali ke awal dan menuju pemeriksaan neurologis normal. Jika pasien tidak kembali ke
keadaan semula, tetap tidak responsif sama sekali terhadap rangsangan berbahaya setelah
kejang, atau memiliki gejala lain dari disfungsi neurologis akut sebelum kejang.3

1
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah:
1. Dapat mengerti dan memahami tentang Kejang Demam pada Anak.
2. Dapat menerapkan teori terhadap pasien dengan Kejang Demam pada Anak.
3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Program Internship Dokter Indonesia di RSUD
H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi.

1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan
pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan wawasan
kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang kejang demam
pada anak.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari, 38° C) akibat suatu proses ekstra kranial, biasanya terjadi antara
umur 3 bulan dan 5 tahun. Setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan
trauma pada otak, sehingga mencemaskan orang tua. Pengobatan dengan antikonvulsan
setiap hari yaitu dengan fenobarbital atau asam valproat mengurangi kejadian kejang
demam berulang. Obat pencegahan kejang tanpa demam (epilepsi) tidak pernah
dilaporkan. Pengobatan intermittent dengan diazepam pada permulaan pada kejang
demam pertama memberikan hasil yang lebih baik. Antipiretik bermanfaat, tetapi tidak
dapat mencegah kejang demam namun tidak dapat mencegah berulangnya kejang
demam.1,3

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)


Kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara
seluruh kejang demam

3
GAMBAR 2.1 Kejang tonik klonik12
2. kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Kejang lebih dari 15 menit, kejang fokal atau persial, kejang berulang atau lebih dari 1
kali dalam 24 jam, Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.10

2.3 Epidemiologi
Usia pasti yang menyebabkan kejang demam sedikit bervariasi di seluruh literatur
medis dengan 6 bulan hingga 60 bulan (5 tahun) menjadi definisi kerja yang umum.
Kejang demam sangat umum terjadi, terjadi pada hingga 4% anak-anak dalam kelompok
usia ini. Beberapa anak memiliki satu kejadian kejang demam, dan yang lain memiliki
beberapa kejadian selama masa kanak-kanak.4

Menurut laporan World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun


2020 terdapat lebih dari 18,3 juta penderita kejang demam dan lebih dari 154 ribu
diantaranya meninggal. Insiden dan prevalensi kejang demam di Eropa pada tahun 2020
berkisar 2-4%, di Asia prevalensi kejang demam lebih besar yaitu 8,3-9,9% pada tahun
yang sama.5

Pasien kejang demam di Indonesia terdapat 5 (6,5%) diantara 83 pasein kejang


demam menjadi epilepsi. Penanganan kejang demam harus tepat, sekitar 16% anak akan
mengalami kekambuhan, walaupun adakalanya belum dipastikan bila anak mengalami
demam yang terpenting adalah usaha untuk menurunkan suhu tubuhnya.5

2.4 Etiologi
Kejang demam terjadi dengan demam lebih tinggi dari 38 C atau 100,4 F dan tidak
ada etiologi lain yang memicu kejang seperti dijelaskan di atas. Demam tertinggi yang
diperlukan untuk menyebabkan kejang demam adalah spesifik untuk individu karena suhu
ambang kejang setiap anak bervariasi. Sementara tingkat demam pada akhirnya merupakan
faktor yang paling signifikan dalam kejang demam, kejang ini sering terjadi karena suhu
tubuh pasien meningkat. Faktanya, kejang demam mungkin merupakan tanda pertama

4
bahwa seorang anak sakit, dengan adanya demam lebih dari 38 derajat yang ditemukan
segera setelah itu. Tidak ada penyebab spesifik demam yang lebih mungkin menyebabkan
kejang demam, namun infeksi virus daripada bakteri paling sering dikaitkan dengan kejang
demam. Virus tertentu, HHV-6, paling sering dikaitkan dengan kejang demam di Amerika
Serikat dan negara-negara Eropa. Di negara-negara Asia, virus influenza A sering
dikaitkan dengan kejang demam. Setiap demam dengan ketinggian yang memadai dapat
menyebabkan kejang demam.3,4

Penyebab kejang demam Menurut Maiti & Bidinger (2018) yaitu: Faktor-faktor
periental, malformasi otak konginetal;

a. faktor Genetika
Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang demam, 25-50% anak yang
mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami kejang
demam.
b. penyakit Infeksi
- Bakteri ; penyakit pada traktus respiratorius, pharyngitis, tonsillitis, otitis media.
- Virus; varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus penyebab demam
berdarah)
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan
demam tinggi, demam pada anak paling sering disebabkan oleh : ISPA, Otitis Media,
Pneumonia, Gastroenteritis, ISK
d. Gangguan Metabolisme
Gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula darah kurang dari 30
mg% pada neonatus cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi dengan berat
badan lahir rendah atau hiperglikemia.
e. Trauma
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera kepala
f. Neoplasma, toksin

5
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun mereka merupakan
penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia pertengahan dan kemudian ketika
insiden penyakit neoplastik meningkat.
g. Gangguan sirkulasi
h. Penyakit degenerative susunan saraf.9
Ada beberapa Faktor risiko yang menyebabkan berulangnya kejang demam adalah
(1) Riwayat kejang demam dalam keluarga, (2) Usia kurang dari 12 bulan, (3) Temperatur
yang rendah saat kejang, (4) Cepatnya kejang setelah demam.
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang
demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada
tahun pertama.6,7
Jumlah Faktor Risiko Persentasi kambuh dalam 2 tahun (%)
0 14
1 24
2 32
3 64
4 75
Tabel 2.1 Perbandingan jumlah faktor resiko-resiko dengan persentase kemungkinan
kambuh dalam 2 tahun menurut Smith Dk, dkk. 2019

2.5 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui dengan mudah oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida(Cl¬). Akibatnya konsentrasi ion
(K+) dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi (Na+) rendah, sedang di luar sel, maka
terdapat perbedaan 5 potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :

6
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, Kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
3. Perubahan patofisologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran
sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat.8

2.6 Manifestasi Klinis


Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral, setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (hemiperasis touch)
atau kelumpuhan sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.9
Status epileptikus demam, jenis kejang demam kompleks yang paling parah,
mengacu pada kejang demam terus menerus atau intermiten tanpa kesadaran kembali pada
keadaan interiktal selama lebih dari 30 menit. Perlu dicatat bahwa mata yang terus terbuka
atau menyimpang adalah ciri aktivitas kejang yang sedang berlangsung. Anak-anak dengan
status epileptikus demam lebih mungkin untuk memiliki kelainan hippocampal dan juga
pada peningkatan risiko status epileptikus demam berikutnya.16

2.7 Diagnosis

7
Sebagian besar pasien dengan kejadian kejang demam tidak memerlukan rawat inap
atau intervensi medis intensif. Kadang-kadang pasien dengan kejang demam kompleks
berkepanjangan yang bersifat fokal dapat mengalami kelemahan fokal, umumnya dikenal
sebagai kelumpuhan Todd. Biasanya masalah ini akan teratasi dalam beberapa jam, tetapi
mungkin diperlukan waktu hingga beberapa hari untuk resolusi lengkap. Meskipun kejang
demam sering dianggap relatif jinak, penelitian telah menunjukkan bahwa pasien dengan
status kejang demam memiliki peningkatan risiko mengembangkan sklerosis temporal
mesial yang dapat meningkatkan kemungkinan epilepsi fokal di masa depan. Status kejang
demam didefinisikan sebagai kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Oleh karena
itu, pengobatan yang tepat untuk kejang berkepanjangan yang bersifat demam sama
pentingnya dengan pengobatan yang tepat untuk kejang berkepanjangan yang timbul dari
etiologi lain.
Kejang demam harus dibedakan dari gemetar menggigil (menggigil), delirium
demam, mantra menahan napas, infeksi SSP, mioklonus demam, epilepsi umum/genetik
dengan kejang demam plus (GEFS+), status epileptikus refraktori onset baru (NORSE),
dan demam sindrom epilepsi terkait infeksi (FIRES).
Menggigil didefinisikan sebagai persepsi getaran otot yang dingin dan tidak
disengaja yang bertahan selama beberapa menit. Berbeda dengan kejang demam, tidak ada
kehilangan kesadaran dan tidak ada keterlibatan otot wajah atau pernafasan.
Delirium demam mengacu pada keadaan kebingungan akut dan sementara
dengan demam tinggi. Gerakan tonik-klonik anggota badan dan memutar bola mata secara
khas tidak ada.
Tidak adanya demam, gerakan tonik-klonik anggota badan, dan memutar bola mata
membedakan kondisi ini dari kejang demam.
Anak-anak dengan infeksi SSP seperti meningitis dan ensefalitis biasanya
mengalami demam dan kejang. Gangguan kesadaran, ruam petekie, leher kaku, tanda
Kernig, dan tanda Brudzinski, jika ada, memberikan petunjuk diagnosis. Diferensiasi bisa
sulit pada anak di bawah usia 12 bulan karena tanda-tanda meningeal bisa tidak kentara
atau tidak ada.15
Selain itu, seperti di atas, sangat penting untuk segera memperluas pertimbangan
diagnosis banding jika pasien tidak bangun dan terus membaik menuju garis dasar, atau

8
jika pasien memiliki kelainan yang tidak terduga pada pemeriksaan neurologis. Pasien
yang tidak berespons terhadap stimulus noxious setelah kejang atau yang tampak
mengalami peningkatan dan penurunan status mental memerlukan evaluasi untuk
kemungkinan aktivitas kejang yang sedang berlangsung. Prosedur standar untuk evaluasi
ini biasanya dengan studi EEG yang berkepanjangan. Pertimbangan lain pada pasien yang
tidak pulih seperti yang diharapkan termasuk kelainan intrakranial seperti tumor,
perdarahan, hidrosefalus, stroke, atau kelainan metabolik signifikan lainnya.
1. Anamnesis
 Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah waktu terjadinya kejang, riwayat
kejang sebelumnya, riwayat imunisasi, riwayat trauma, riwayat kejang dalam
keluarga, Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang.
 Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca
kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala Infeski
saluran napasakut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll)
 Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga,
 Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia,
asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia).
2. Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran, Suhu tubuh.
 Apakah terdapat demam
 Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque
 Pemeriksaan nervus kranial.
3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah.
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)

9
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit: K, Na ; Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi
kejang, Kalium (N 3,80 – 5,00 meq/dl) , Natrium (N 135 – 144 meq/dl)
 Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis.Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnyatidak jelas.
Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
 Pemeriksaan Elektroenselografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak direkomendasikan, pemeriksaan ini dapat dilakukan pada
kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia
lebih dari 6 tahun, kejang demam fokal atau memperkirakan kemungkinan
kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan.
 Pemeriksaan head CT scan
1. Kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan
adanya lesi structural di otak
2. Terdapat tanda tekanan intracranial (kesadaran menurun, muntah berulang,
ubun-ubun menonjol, edema pupil).
dan ct scan ini sangat jarang dilakukan pada anak.10
 Skull X Ray
Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
 Transluminasi
Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2
tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala. 10,18

10
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kejang demam meliputi:

 Kejang Demam sederhana


 Kejam Demam Kompleks
 Kejang tonik-klonik
 Epilepsi
 Meningitis aseptik
 Bakteri meningitis
 Radang otak

2.9 Tatalaksana
Sebagian besar pasien dengan kejadian kejang demam tidak memerlukan rawat inap
atau intervensi medis intensif. Kadang-kadang pasien dengan kejang demam kompleks
berkepanjangan yang bersifat fokal dapat mengalami kelemahan fokal, umumnya dikenal
sebagai kelumpuhan Todd. Biasanya masalah ini akan teratasi dalam beberapa jam, tetapi
mungkin diperlukan waktu hingga beberapa hari untuk resolusi lengkap. Meskipun kejang
demam sering dianggap relatif jinak, penelitian telah menunjukkan bahwa pasien dengan
status kejang demam memiliki peningkatan risiko mengembangkan sklerosis temporal
mesial yang dapat meningkatkan kemungkinan epilepsi fokal di masa depan. Status kejang
demam didefinisikan sebagai kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Oleh karena
itu, pengobatan yang tepat untuk kejang berkepanjangan yang bersifat demam sama
pentingnya dengan pengobatan yang tepat untuk kejang berkepanjangan yang timbul dari
etiologi lain.

Selain itu, seperti di atas, sangat penting untuk segera memperluas pertimbangan
diagnosis banding jika pasien tidak bangun dan terus membaik menuju garis dasar, atau
jika pasien memiliki kelainan yang tidak terduga pada pemeriksaan neurologis. Pasien
yang tidak berespons terhadap stimulus noxious setelah kejang atau yang tampak
mengalami peningkatan dan penurunan status mental memerlukan evaluasi untuk

11
kemungkinan aktivitas kejang yang sedang berlangsung. Prosedur standar untuk evaluasi
ini biasanya dengan studi EEG yang berkepanjangan. Pertimbangan lain pada pasien yang
tidak pulih seperti yang diharapkan termasuk kelainan intrakranial seperti tumor,
perdarahan, hidrosefalus, stroke, atau kelainan metabolik signifikan lainnya.9,8

Tatalaksana saat kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh
orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75
mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk
anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan
penatalaksanaan kejang demam).18

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 -20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin
kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.9,10

12
Gambar 2.2 algoritma tatalaksana kejang demam prehospital, hospital serta ICU

Tatalaksana saat Demam


a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap
dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan
4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada
anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.10
b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%- 60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 °c. Dosis tersebut cukup
tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39%
kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.17,18
c. Obat Rumatan
Indikasi pemberian obat rumat

13
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu) :
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, Pemberian
obat rumat misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
3. Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
3. kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit merupakan
indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan
perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau
fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam
tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka
pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka
pendek.Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40-50% kasus.Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3
dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.

Lama pengobatan rumat


Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan.10,11

14
2.10 Komplikasi
Komplikasi kejang demam meliputi:
1. Kejang Demam Berulang
Faktor risiko terjadinya kejang demam berulang adalah:
a. Riwayat keluarga dengan kejang demam (derajat pertama)
b. Durasi yang terjadi antara demam dan kejang kurang dari 1 jam
c. Usia < 18 bulan
d. Temperatur yang rendah yang membangkitkan bangkitan kejang
2. Epilepsi
Faktor risiko kejang demam yang berkembang menjadi epilepsi adalah:
a. Kejang demam kompleks
b. Riwayat keluarga dengan epilepsi
c. Durasi demam kurang dari 1 jam sebelum terjadinya bangkitan kejang
d. Gangguan pertumbuhan neurologis (contoh: cerebral palsy, hidrosefalus)
3. Status Konvulsi
Status konvulsi dapat terjadi pada pasien yang mengalami kejang demam tanpa
pengobatan, dimana pasien dengan kondisi diantara dua serangan kejang pasien tiidak
sadarkan diri.
4. Paralisis Todd
Paralisis Todd adalah hemiparesis sementara setelah terjadinya kejang demam. Jarang
terjadi dan perlu dikonsultasikan ke bagian neurologi. Epilepsi Parsial Kompleks Dan
Mesial Temporal Sclerosis (MTS). Pada pasien epilepsi parsial kompleks yang
berhubungan dengan MTS ditemukan adanya riwayat kejang demam berkepanjangan.
5. Gangguan Tingkah Laku Dan Kognitif
Meskipun gangguan kognitif, motorik dan adaptif pada bulan pertama dan tahun
pertama setelah kejang demam ditemukan tidak bermakna, tetapi banyak faktor
independen yang berpengaruh seperti status sosial-ekonomi yang buruk, kebiasaan
menonton televisi, kurangnya asupan ASI dan kejang demam kompleks.14
2.11 Prognosis
Prognosis

15
Sekitar 30% anak dengan riwayat kejang demam sebelumnya tetap memiliki
peningkatan risiko kejang demam berulang. Anak-anak kurang dari 12 bulan pada saat
kejang demam pertama memiliki kemungkinan 50% mengalami kejang kedua dalam tahun
pertama. Risiko ini turun menjadi 30% pada tahun berikutnya. Selain usia muda selama
kejang demam pertama, riwayat keluarga kejang demam, demam rendah selama kejang,
dan interval yang lebih pendek antara demam dan kejang dapat mengindikasikan
kemungkinan kejang demam berulang yang lebih tinggi. Namun, gambaran yang terkait
dengan kejang demam kompleks tidak serta merta meningkatkan risiko berulangnya kejang
demam.

Sekitar 1-2% anak dengan kejang demam sederhana - risikonya hanya sedikit lebih
tinggi daripada populasi umum - berkembang menjadi epilepsi berikutnya. Namun, anak-
anak dengan kejang demam kompleks, kelainan perkembangan saraf, atau dengan riwayat
keluarga epilepsi memiliki risiko epilepsi yang lebih tinggi (sekitar 5-10%).10

Tidak ada bukti bahwa kejang demam terkait dengan ketidakmampuan belajar atau
kecerdasan yang lebih rendah. Prognosis untuk sebagian besar anak dengan kejang demam
sangat baik. Sekitar 30% anak yang mengalami satu kali kejang demam akan mengalami
kejang lagi di kemudian hari. Risiko epilepsi di masa depan sedikit meningkat
dibandingkan populasi umum. Namun, kejang demam sederhana tidak memengaruhi
kognisi, kecerdasan, atau menyebabkan disfungsi neurologis.6,7

16
BAB III

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : MRH
No. RM : 14 47 87
Tanggal registrasi : 15 april 2023
Umur/ tanggal lahir : 1 tahun / 29 april 2022
Jenis Kelamin : Laki - laki
Pekerjaan : Belum berkerja
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cempaka no. 1 B

1.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Demam tinggi disertai kejang smrs
2. Telaah : Hal ini dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit. Demam
disertai gerakan kejang seperti hentakan pada tangan dan kaki pasien dengan frekuensi
kejang 1 kali di rumah sakit selama ± 10 menit. Demam telah dialami 6 hari
belakangan ini namun tidak begitu tinggi. serta pasien sering mengkorek korek telinga
kanan dengan menggunakan jari 2 minggu yang lalu. mencret dijumpai konsistensi cair
tanpa ampas frekuensi 3 kali sebelum masuk rumah sakit dan pasien tampak rewel dan
cengeng. Riwayat kejang saat demam sebelumnya tidak dijumpai. Penurunan nafsu
makan dijumpai namun penurunan berat badan tidak dijumpai. Batuk dan sesak nafas
tidak dijumpai. BAK (+) dalam batas normal dengan volume ±1000ml/hari. Riwayat
penyakit lain tidak dijumpai. Riwayat keluarga dengan keluhan epilepsi dan yang sama
tidak dijumpai.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Disngkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal
5. Riwayat Alergi : Disangkal
6. Riwayat Penggunaan Obat : Disangkal

17
7. Riwayat Kebiasaan Sosial : tidak suka makan sayur
1.3 PEMERIKSAAN GENERALISATA
Status Present
 Sensorium : Compos Mentis
 Nadi : 156 kali/ menit
 Pernafasan : 24 kali/menit
 Suhu : 39,5°C
 GCS : E4V5M6
Status Gizi
 BB : 10,5 kg
 TB : 78 cm

Gambar 3.1 Tabel Status gizi WHO BB/TB Boys


Status gizi berdasarkan kurva WHO bayi laki-laki usia lahir hingga 2 tahun.
Berdasarkan TB/U dan BB/U persentile diantara 75 – 80 % kesan : Normo weight

 Kondisi umum : Sedang

18
 Kondisi penyakit : Sedang
 Kondisi nutrisi : Cukup
 Riwayat Imunisasi
BCG 1x, Hep B 2x, polio 2x, DPT 2x, campak 1X
Kesan: Imunisasi dasar lengkap. DPT kurang 2x, Hep B kurang 1x
Status Lokalisata
A. Kepala
1. Mata : Refleks cahaya (+/+), 3mm/3mm, pupil isokor, konjungtiva palpebra inferior
pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
2. Telinga : Cerumen prop (-/-),secret (-/-)
3. Hidung : Deviasi septum (-), pernafasan cuping hidung (-), epistaksis (-)
4. Mulut : Bibir : sianosis (-) kering (+)
5. Gusi : gusi berdarah (-)
6. Lidah : lidah kotor (-), candidiasis oral (-), tremor (-)
7. Tonsil faring : ukuran tonsil T1/T1, hiperemis (-), pseudomembran (-), bercak,
perdarahan (-)
8. Leher : Pembesaran KGB (-), TVJ R -2 cmH2O
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque (tidak
ditemukan kelinan)
Pemeriksaan nervus kranial : tidak ditemukan kelainan
B. Thoraks
Paru depan
Inspeksi : pergerakan dada simetris (+/+), jejas (-/-)
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), ronki (-/-)
Paru Belakang
Inspeksi : pergerakan dada simetris (+/+), jejas (-/-)
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Broncovesikuler (+/+), Wheezing (-/-), ronki (-/-)
Jantung

19
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sin
Perkusi :
- Batas atas ICS III linea midclavicularis Sinistra
- Batas kanan ICS IV linea midclavicularis dextra
- Batas kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
- Batas bawah ICS V linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : BJ 1 > BJ 2 reguler, bising (-)
C. Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-), jejas (-), scar (-)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), turgor kulit kembali lambat (+), Hepar
Lien : (-) teraba)
Auskultasi : hiperperistaltik (+/+
Perkusi : Timpani (+),

4. Ekstremitas
Superior
Edema(-), Clubbing finger (-), Sianosis (-), Akral hangat, CRT <2 detik
Inferior
Edema(-), Clubbing finger (-), Sianosis (-), Akral hangat, CRT <2 detik

5. Genetalia : Tidak dilakukan Pemeriksaan

20
Pemeriksaan Penunjang

Hasil laboratorium (15 april 2023)

21
Resume

Keluhan utama : Demam tinggi disertai kejang


Telaah: Hal ini dialami oleh pasien sebelum masuk
ANAMNESA rumah sakit. Demam disertai gerakan kejang pada
tangan dan kaki pasien dengan frekuensi kejang 1
kali di rumah sakit selama ± 10 menit, dan pasien
sempat sadar setelah kejang. Demam telah dialami 6
hari belakangan ini namun tidak begitu tinggi. serta
pasien sering mengkorek korek telinga kanan dengan
menggunakan jari 2 minggu yang lalu. Mencret
dijumpai konistensi cair tanpa ampas frekuensi 3 kali
sebelum masuk rumah sakit. Riwayat kejang saat
demam sebelumnya tidak dijumpai. Penurunan nafsu
makan dijumpai namun penurunan berat badan tidak
dijumpai. Batuk dan sesak nafas tidak dijumpai,
Lemas(+) dan pucat (+). Tampak Rewel dan cengeng
(+). RPT: Tidak ada. RPO: Tidak ada.

Keadaan Umum : Sedang


STATUS PRESENS
Keadaan Penyakit : Sedang
.Keadaan Gizi :
Status gizi berdasarkan kurva WHO bayi laki-laki
usia 0 hingga 2 tahun berdasarkan TB/U dan BB/U
(persentile diantara 75 – 80 % kesan : Normo weight )

Riwayat Imunisasi
BCG 1x, Hep B 2x, polio 2x, DPT 2x, campak 1X

Kesan: Imunisasi dasar lengkap. DPT kurang 2x, Hep


B kurang 1x

22
TANDA VITAL
Sens : Compos Mentis Sensorium: GCS15
(E4V5M6)
T: 39, 5 °C
HR :156 kali/menit
RR : 24 kali/menit

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS LOKALISATA
Mata : Anemis (+/+)
T/H/M : Dalam batas
normal Leher : TVJ R-2 cm H2O
Thoraks : Suara pernafasan = vesikuler
Suara tambahan ( - )
Abdomen : soepel, peristaltik ( + ) Normal,
timpani. Hyperperistaltik (+), H/L/R tidak
teraba. Ekstremitas : dalam batas normal

Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I


dan II, Kernique, Laseque (tidak ditemukan kelinan)

Pemeriksaan nervus kranial : tidak


ditemukan kelainan.

LABORATORIUM Darah :
Leukosit (↑) 10,6 10^3 /UL
RUTIN Haemoglobin 11,6 gr/dl
Trombosit (↑) 309 10^3 /UL

Rencana Penjajakan

1. Cek laboratorium rutin per hari di ruangan

23
Follow Up

Tanggal S O A P
15-04- Demam (+), Tanda vital: Observasi seizure  Tirah Baring
2023 kejang tampak Sensorium: CM ec. Kejang  IVFD RL 100 cc
pada tangan T: 39, 5 °C demam (cor) Selanjutnya
dan kaki sederhana + GEA IVFD Asering 200
HR :156 kali/menit
frekuensi ec. penyakit cc 20 tpm / i
selama ± 10 RR : 24 kali/menit infeksi DD OMA ( micro) di 1 jam
menit smrs di + dehidrasi pertama dan 400
Keadaan Umum : ringan sedang cc 5 jam
rumah , diare
konsistensi cair Sedang Keadaan berikutnya
tanpa ampas  Inf Paracetamole
Penyakit : Sedang drip 130 mg (KP)
frekuensi > 3
kali smrs, anak Keadaan gizi :  Inj cefotaxime 250
tampak rewel /8 jam
(+) dan tidak TB : 78 cm  Diazepam 3 x 1,5
mau menyusu. BB : 10,5 kg mg (pulvis)
Penurunan  Stesolid 5 mg
nafsu makan Kepala: Anemis supp (KP) JIKA
(+) (+/+), ikterik (-/-) Kembali kejang
Leher: TVJ R-2 H2O  L – bio 2 x 1
Thoraks: SP:  Zync 10 mg 1 x 1
Vesikuler (+/+), ST:
(-/-)
Abdomen: Soepel, R/ Cek darah rutin
timpani, per hari
hiperperistaltik (+),
turgor kuli kembali
lambat
Ekstremitas:
Edema (-/-)

24
Tangg S O A P
al
16-04- Demam (+), Tanda vital: Kejang demam  Tirah baring
2023 kejang (-) badan Sensorium: CM  IVFD asering 200 cc
sederhana +
lemas (+), diare T: 38,3 °C 20 tpm / i ( micro) di
konsistensi cair GEA ec. 1 jam pertama dan
HR :154 kali/menit
tanpa ampas
penyakit infeksi 400 cc 5 jam
frekuensi 2 kali RR : 22 kali/menit berikutnya
pagi hari, rewel DD OMA +  Inf Paracetamole 130
Kepala: Anemis
(+), sudah mau
(+/+), ikterik (-/-) dehidrasi ringan mg (KP)
menyusu dan  Inj. cefotaxime 250
Leher: TVJ R-2 H2O
makan tapi sedang mg / 8 jam
Thoraks: SP:
sedikit  Stesolid 5 mg supp
Vesikuler (+/+), ST:
(-/-) (KP) JIKA
Abdomen: Kembali kejang
Soepel, timpani,  L – bio 2 x 1
hyperperistatik (+)  Zync 10 mg 1 x1
Ekstremitas:
Edema (-/-)
R/ cek darah rutin per
Hasil
laborator hari
ium
(16/04/2
023):
Hb/HT/Leu/Plt: 11,8 /
32.8 /
10.500 / 258.000

25
Tanggal S O A P
17-04- Demam (+), Tanda vital: Kejang demam  Tirah baring
2023 kejang (-) Sensorium: CM
sederhana + GEA  IVFD asering 200 cc
badan lemas T: 37,5°C 20 tpm / i ( micro) di 1
(+), diare (-), ec. penyakit infeksi jam pertama dan 400
HR :154 kali/menit
rewel (+), cc 5 jam berikutnya
DD OMA +
batuk (+) RR : 20 kali/menit  Inf Paracetamole 130
sudah mau dehidrasi ringan mg (KP)
Kepala: Anemis
menyusu dan  Inj. cefotaxime 250 mg
(+/+), ikterik (-/-) sedang
makan tapi / 8 jam
Leher: TVJ R-2
sedikit  Stesolid 5 mg supp
H2O
Thoraks: SP: (KP) JIKA Kembali
Vesikuler (+/+), kejang
ST: (-/-)  L – bio 2 x 1
Abdomen:  Zync 10 mg 1 x1
Soepel, timpani,
peristatik
(+)normal R/ cek darah rutin per
Ekstremitas: hari
Edema (-/-)

Hasil
laborat
orium
(17/04
/2023)
:
Hb/HT/Leu/Plt: 12 /
32,6 /
10000 / 178.000

26
Tanggal S O A P
18-04- Demam (-), Tanda vital: Kejang demam R/ Pemeriksaan EEG
2023 kejang (-) Sensorium: CM
sederhana + GEA
badan lemas T: 37°C  Tirah baring
(+), diare (-), ec. penyakit infeksi  IVFD asering
HR :154 kali/menit
rewel (+), 200 cc 20 tpm / i
DD OMA +
batuk (+) RR : 20 kali/menit ( micro) di 1 jam
sudah mau dehidrasi ringan pertama dan 400
Kepala: Anemis
menyusu dan cc 5 jam
(+/+), ikterik (-/-) sedang
makan tapi berikutnya
Leher: TVJ R-2
sedikit  Inf Paracetamole
H2O
Thoraks: SP: 130 mg (KP)
Vesikuler (+/+),  Ambroxol hcl
ST: (-/-) syr 15 ml 3 x cth
Abdomen: ½
Soepel, timpani,  Stesolid 5 mg
peristatik supp (KP)
(+)normal JIKA Kembali
Ekstremitas: kejang
Edema (-/-)  L – bio 2 x 1
(KP)
Hasil  Zync 10mg 1 x1
laborat
orium
(17/04
/2023)
:
Hb/HT/Leu/Plt: 12 /
32,6 /
9.000 / 178.000

27
Tanggal S O A P
19-04- Demam (-), Tanda vital: Kejang demam R/ PBJ 17/04/2023
2023 kejang (-) Sensorium: CM
sederhana + GEA
badan lemas T: 36°C  Cefixime Tryhidrat
(+), diare (-), ec. penyakit infeksi syr 100 ml 2 x cth ½
HR :154 kali/menit
rewel (+),  Ambroxol hcl syr 15
DD OMA +
batuk (-) RR : 20 kali/menit ml 3 x cth ½ (KP)
sudah mau dehidrasi ringan  Stesolid 5 mg supp
Kepala: Anemis
menyusu dan (KP) JIKA
(+/+), ikterik (-/-) sedang
makan tapi Kembali kejang
Leher: TVJ R-2
sedikit  L – bio 2 x 1 (KP)
H2O
Thoraks: SP:  Zync 10mg 1 x1
Vesikuler (+/+),
ST: (-/-) R/ Rencana berobat
Abdomen: jalan kepoli anak.
Soepel, timpani,
peristatik
(+)normal
Ekstremitas:
Edema (-/-)

Hasil
laborat
orium
(17/04
/2023)
:
Hb/HT/Leu/Plt: 12 /
32,6 /
8.000 / 178.000

28
BAB I V

PEMBAHASAN

TEORI KASUS
Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang Pasien by. MRH usia 1 tahun datang
disebabkan kenaikan suhu tubuh (suhu rektal dengan keluhan demam tinggi disertai
>38°C) akibat suatu proses ekstra kranial, kejang. Hal ini dialami oleh pasien
biasanya terjadi pada usia 3bln - 5 tahun. sebelum masuk rumah sakit dengan
Epidemiologi temperatur 39, 5 °C.
Usia rata2 anak kejang demam 6 bulan
hingga 60 bulan (5 tahun), dengan prevalensi
4 %.
Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung Demam disertai gerakan kejang pada
singkat, berupa serangan kejang klonik atau tangan dan kaki pasien dengan frekuensi
tonik klonik bilateral, setelah kejang berhenti, kejang 1 kali di rumah sakit selama ± 10
anak tidak memberi reaksi apapun untuk menit.
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali
tanpa defisit neurologis.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sederhana dapat membantu Pada pasien dalam kasus ini untuk
dalam skrining tanda vital dan juga kelaianan pemeriksaan fisik di jumpai ;
yang terdapat pada pasien. Kesadaran: - T : 39,5 ºC
apakah terdapat penurunan kesadaran, Suhu - Tanda rangsang meningeal tidak
tubuh, Apakah terdapat demam, dijumpai.
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk,
Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque untuk
menunjukkan adanya infeksi SSP dan
Pemeriksaan nervus kranial

29
Pemeriksaan Penunjang Pada pasien dilakukan Pemeriksaan
1. laboratorium Darah Rutin
2. pungsi lumbal - Leukosit (↑) 10,6 10^3 /UL
3. ct scan - Haemoglobin 11,6 gr/dl
4. EEG - Hematokrit 32,7 %
- Trombosit 309 10^3 /UL
Pemeriksaan EEG : kesan Normal

Penatalaksanaan : Pada pasien ini diberi tatalaksana awal


berupa:
 Tirah Baring
 IVFD RL 100 cc (cor)
Selanjutnya IVFD Asering 200
cc 20 tpm / i ( micro) di 1 jam
pertama dan 400 cc 5 jam
berikutnya
 Inf Paracetamole drip 130 mg
(KP)
 Inj cefotaxime 250 /8 jam
 Diazepam 3 x 1,5 mg (pulvis)
 Stesolid 5 mg supp (KP) JIKA
Kembali kejang
 L – bio 2 x 1
 Zync 10 mg 1 x 1

30
BAB V

KESIMPULAN

Pasien anak MRH usia 1 tahun datang didiagnosa dengan Observasi seizure ec. Kejang
demam sederhana + GEA ec. penyakit infeksi DD : OMA + dehidrasi ringan sedang berdasarkan
anamnesis pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Dirawat inap di RSUD DR. H
Kumpulan Pane Tebing Tinggi dan telah ditatalaksana dengan tirah baring, Diet MII RG, IVFD
RL 100 cc (cor) Selanjutnya IVFD Asering 200 cc 20 tpm / i ( micro) di 1 jam pertama dan 400
cc 5 jam berikutnya,Inf Paracetamole drip 130 mg (KP),Inj cefotaxime 250 /8 jam,Diazepam 3 x
1,5 mg (pulvis),Stesolid 5 mg supp (KP) JIKA Kembali kejang,L – bio 2 x 1,Zync 10 mg 1 x
1.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Leung AK, Hon KL, Leung TN. Febrile seizures: an overview. Drugs Context. 2020;
7 :212536.
2. Batra P, Thakur N, Mahajan P, Patel R, Rai N, Trivedi N, Fassl B, Shah B, Saha A,
Lozon M, Oteng RA, Shah D, Galwankar S. An evidence-based approach to
evaluation and management of the febrile child in Indian emergency department. Int
J Crit Illn Inj Sci. 2018 April-Juni; 8 (2):63-72.
3. Pavone P, Corsello G, Ruggieri M, Marino S, Marino S, Falsaperla R. Benign and
severe early-life seizures: a round in the first year of life. Ital J Pediatr. Ital J Pediatr.
15 Mei 2023; 44 (1):54
4. Auvin S, Antonios M, Benoist G, Dommergues MA, Corrard F, Gajdos V, Gras
Leguen C, Launay E, Salaün A, Titomanlio L, Vallée L, Milh M. [Evaluating a child
after a febrile seizure: Insights on three important issues]. Arch Pediatr. November
2017; 24 (11):1137-1146.
5. WHO. 2020 .Prevalensi kejang demam didunia tahun 2020.
6. Kwon A, Kwak BO, Kim K, Ha J, Kim SJ, Bae SH, Son JS, Kim SN, Lee R.
Cytokine levels in febrile seizure patients: A systematic review and meta-analysis. 15
Mei 2023; 44 (1):58.
7. Nelson KB dan Ellenberg JH. Prognosis in children
8. with febrile seizure.
9. Pediatr 1978; 61:720-7.
10. Annegers JF, dkk. Factor prognotic of unprovoked seizures after
11. febrile convulsions.
12. NEJM 1987; 316:493-8
13. Maiti, & Bidinger. (2018). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699
14. Renda R, Yüksel D, Gürer YKY. Evaluation of Patients With Febrile Seizure: Risk
Factors, Reccurence, Treatment and Prognosis. April 2020; 36 (4):173-177.

32
15. Hardiono D Pusponegoro. Dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit
Kerja Koordinasi Neurologi.Ikatan Dokter Anak Indonesia 2016. Cetakan ke 11
tahun 2016.Penerbit: Badan Penerbit IDAI.ISBN 979-8421-23-X
16. ADAMs. tonic clonic phase picture. [pubmed] citation : 15 Mei 2023; 44 (1):168
17. Smith DK, Sadler KP, Benedum M. Febrile Seizures: Risks, Evaluation, and
Prognosis. Am Fam Physician. 2023 Apr 1;99(7):445-450. PMID: 30932454.
18. Patterson JL, Carapetian SA, Hageman JR, Kelley KR. Febrile seizures. Pediatr Ann.
2013 Dec;42(12):249-54. doi: 10.3928/00904481-20131122-09. PMID: 24295158.
19. Syndi Seinfeld D, Pellock JM. Recent research on febrile seizures: a review. J Neurol
Neurophysiol. 2013;4(165) pii:19519.
20. Patel N, Ram D, Swiderska N, Mewasingh LD, Newton RW, Offringa M. Febrile
seizures. BMJ. 2015;351:h4240. doi: 10.1136/bmj.h4240.
21. Helena Golang Nuhan. (2020). Faktor-faktor yang Berhubungan degan Kejadian
Kejang Demam Berulang pada Anak Balita.Buletin Kesehatan, 4(2614-8080), 24-36.
22. IDAI. (2019). Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI:
Jakarta.

33

Anda mungkin juga menyukai