Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

KEJANG DEMAM KOMPLEKS + BRONKOPNEUMONIA

Disusun Oleh:
Pebi Ulfani
2111901006

Dokter Pembimbing:
dr. Kristina Natalia, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD KECAMATAN MANDAU
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan kasus yang berjudul “Kejang demam komplek + bronkopneumonia”
yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti kepaniteraan klinik
senior bagian ilmu kesehatan anak RSUD Mandau. Penulis berterimakasih
yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing dr. Kristina Natalia, Sp.A
atas bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian ilmu
Kesehatan anak sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih
terdapat banyak kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis memohon maaf atas segala kekurangan serta diharapkan kritik dan
saran yang membangun dalam rangka perbaikan penulisan laporan kasus.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat, umumnya bagi
pembaca dan khususnya bagi penulis.

Mandau, November 2022

Pebi Ulfani

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................vi
BAB I PENDAHULIAN........................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2
2.1 Definisi Kejang Demam............................................................................2
2.2 Epidemiologi Kejang Demam...................................................................2
2.3 Klasifikasi Kejang Demam........................................................................2
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko Kejang Demam..............................................3
2.5 Penyakit Penyerta Kejang Demam...........................................................8
2.6 Patogenesis dan Patofisiologi Kejang Demam........................................10
2.7 Manifestasi Klinis Kejang Demam..........................................................12
2.8 Penegakan Diagnosis Kejang Demam.....................................................12
a. Anamnesis........................................................................................12
b. Pemeriksaan Fisik............................................................................13
c. Pemeriksaan Penunjang...................................................................13
2.9 Penatalaksanaan Kejang Demam.............................................................15
2.10 Prognosis Kejang Demam...................................................................17
2.11 Diagnosis Banding Kejang Demam....................................................18
BAB III ILUSTRASI KASUS.............................................................................20
3.1 Status Pasien............................................................................................20
3.2 Resume.....................................................................................................24
3.3 Diagnosis..................................................................................................25
3.4 Penatalaksanaan.......................................................................................25
3.5 Prognosis..................................................................................................26
3.6 Follow Up................................................................................................27

iii
BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................30
BABV KESIMPULAN.........................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................33

DAFTAR GAMBAR

iv
Gambar 1. Algoritma Tatalaksana Kejang.............................................................33
Gambar 2. Foto Rontgen Thorax Anteroposterior.................................................39

DAFTAR TABEL

v
Tabel 1. Etiologi dan Faktor Resiko Kejang Demam..............................................3
Tabel 2. Faktor Risiko Kejang Demam Berulang....................................................6
Tabel 3. Risiko Untuk Perkembangan Epilepsi Selanjutnya...................................7
Tabel 4. Diagnosis Banding Kejang Demam.........................................................18
Tabel 5. Status Pasien............................................................................................20
Tabel 6. Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 10 Oktober 2022............................23
Tabel 7. Follow Up Pasien.....................................................................................27

vi
BAB I
PENDAHULIAN

I.1 LATAR BELAKANG


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38.0C,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.(1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO memperkirakan ada
18,3 juta orang dengan kejang demam pada 2019 dimana terdapat 154 ribu
yang berakibat kematian. Peristiwa dan proporsi di Asia prevalensi kejang
demam lebih meningkat yaitu 8,3 - 9,9% di tahun 2016. Proporsi kejang demam
di Eropa di tahun yang sama sekitar 2-4%.(2)
Kejang demam terbagi kepada kejang demam sederhana dan kompleks.
Kejang demam sederhana umum terjadi saat onset, berlangsung kurang dari 15
menit, dan tidak terjadi lebih dari sekali dalam 24 jam. Kejang kompleks lebih
tahan lama, memiliki gejala fokal, dan bisa kambuh dalam 24 jam. Risiko terkena
epilepsi lebih meningkat pada anak-anak dengan riwayat kejang demam
kompleks. Kejang demam sederhana berlaku singkat dan sedikit meningkatkan
risiko pengembangan epilepsi, namun tidak ada data efek samping pada perilaku,
kesulitan belajar atau gangguan kognitif.(3)
Kemungkinan kambuhnya kejang demam pada anak umur dibawah 12 bulan
adalah 50% dan akan menurun sampai 30% setelah anak berumur di atas 12
bulan. Kemungkinan terjadinya kambuh kembali akan meningkat menjadi 50%
pada anak-anak yang mengalami kejang demam untuk yang kedua kalinya.(4)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1 Definisi Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38.0C,
dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.(1) Kejang tanpa disertai penyebab atau penyakit lain yang memicu
terjadinya kejang seperti infeksi sistem saraf pusat (SSP), gangguan elektrolit,
trauma, atau epilepsy, yang mengenai 2%-4% anak usia 6 bulan - 5 tahun.(5)

2.2 Epidemiologi Kejang Demam


Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO memperkirakan ada 18,3 juta
orang dengan kejang demam pada 2019 dimana terdapat 154 ribu yang
berakibat kematian. Peristiwa dan proporsi di Asia prevalensi kejang demam
lebih meningkat yaitu 8,3 - 9,9% di tahun 2016. Proporsi kejang demam di
Eropa di tahun yang sama sekitar 2-4%.(2)
Di Indonesia, kejang demam terjadi terbanyak pada usia 18 bulan. Data yang
didapat dari RSAB Harapan Kita Jakarta terdapat 86 kasus kejang demam
pada tahun 2008 -2010 dan di RSUD Bangli terdapat 47 kasus pada tahun
2007. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa berulangnya kejang demam
dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko. Kejang demam memiliki risiko untuk
berulang setelah pertama kali mengalami kejang demam sekitar 60%, dan 75%
diantaranyaterjadi dalam satu tahun pertama.(6)

2.3 Klasifikasi Kejang Demam


a. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk
kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24
jam.(1)
b. Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut :
 Kejang lama (>15 menit)
 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial

2
 Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.(1)

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko Kejang Demam


Infeksi virus dan bakteri dianggap sebagai faktor penyebab kejang demam
yang penting.(7)
Tabel 1. Etiologi dan Faktor Resiko Kejang Demam

Infeksi Lainnya
Virus Keluarga
Pernafasan Genetika
Virus influenza A dan B Lingkungan
Parainfluenza 1, 2, dan 3
Virus syncytial pernapasan Ketidakseimbangan Elektrolit
Adenovirus Natrium,
Enterik Kalium
Virus entero Klorida
Enterovirus 71 Magnesium
Coxsackievirus grup A Kalsium Sitokin.
Rotavirus virus
Herpes Human herpesvirus-6
dan -7 Cytomegalovirus
Virus herpes simpleks-1

Bakteri
Pernafasan
Streptococcus pneumoniae
Enterik
Escherichia coli
Shigella dysenteriae
Salmonella enteritidis

a. virus
Influenza A dan B
Infeksi influenza A merupakan penyebab penting kejang demam, terutama di
Asia. Anak-anak yang mengalami kejang demam dengan infeksi influenza A
memiliki suhu tubuh maksimum yang secara signifikan lebih tinggi, durasi
demam yang lebih pendek sebelum onset kejang.(7)
Enterovirus

3
Enterovirus telah dilaporkan berhubungan dengan kejang. Sistem saraf pusat
"badai sitokin" dapat terjadi pada pasien dengan infeksi enterovirus. Agen
penyebab penyakit demam yang terkait dengan kejang di musim panas terutama
enterovirus, terutama coxsackievirus kelompok A.(7)
Rotavirus
Rotavirus, penyebab paling umum dari gastroenteritis dehidrasi pada anak-
anak, terutama menyerang anak-anak. sampai usia 24 bulan. Kejang yang terjadi
sebelum timbulnya gastroenteritis telah dilaporkan pada 40% kasus. Hilangnya
air dan elektrolit pada diare rotavirus mungkin juga terlibat dalam patogenesis
kejang yang menyertainya.(7)

b. Bakteri
Dibandingkan dengan tingkat infeksi virus, bakteremia merupakan penyebab
kejang demam yang jarang terjadi. Studi sampai saat ini telah melibatkan
penyakit anak-anak dengan Shigella dysenteriae (enteritis), Salmonella enteritidis
(enteritis), Streptococcus pneumoniae (infeksi saluran pernapasan), dan
Escherichia coli (infeksi saluran kemih). infeksi saluran kemih) dalam kaitannya
dengan kejang demam.(7)

c. Genetik dan Lingkungan


Faktor risiko genetik telah lama diketahui berkontribusi signifikan terhadap
etiologi kejang demam. Ini cenderung terjadi dalam keluarga dan salah satu
faktor risiko utama adalah kerabat tingkat pertama (orang tua atau saudara
kandung) dengan kejang demam. Diperkirakan sekitar 10-20% saudara kandung
dari anak dengan kejang demam akan mengalami kejang demam. Kemungkinan
terjadinya kejang demam pada anak lebih tinggi jika salah satu orang tuanya juga
memiliki riwayat kejang demam. Dalam studi kembar dan keluarga telah
menunjukkan bahwa FS memiliki komponen yang diwariskan sekitar 70%16.(7)

d. Ketidakseimbangan Air dan Elektrolit


Pada tahun 1953, Lennox menyarankan kemungkinan pentingnya hidrasi dan
peningkatan permeabilitas membran sel sebagai mekanisme kejang demam.

4
Peningkatan "ambang" kejang demam yang terjadi dengan bertambahnya usia
dikaitkan dengan perubahan perkembangan keseimbangan air dan elektrolit,
terutama hiponatremia. Di sisi lain, selama infeksi akut yang tidak melibatkan
sistem saraf secara langsung, ekspansi volume plasma telah diamati sebagai
akibat dari demam itu sendiri.(7)

Faktor Risiko Kejang Demam Pertama


Terdapat empat faktor dikaitkan dengan peningkatan risiko kejang
demam: (1) kerabat tingkat pertama atau kedua dengan riwayat kejang demam,
(2) rawat inap neonatus >30 hari, (3) keterlambatan perkembangan, atau (4)
kehadiran di penitipan anak. Ada kemungkinan 28% mengalami setidaknya satu
kejang demam untuk anak-anak dengan dua faktor ini. Sebuah studi kasus-
kontrol kedua meneliti masalah anak-anak dengan penyakit demam mana yang
paling mungkin mengalami kejang demam menggunakan kontrol demam yang
disesuaikan dengan usia, tempat perawatan pediatrik rutin, dan tanggal
kunjungan. Faktor risiko independen yang signifikan, pada analisis
multivariabel, adalah ketinggian suhu dan riwayat kejang demam pada kerabat
tingkat pertama atau lebih tinggi. Gastroenteritis sebagai penyakit yang
mendasari tampaknya memiliki hubungan terbalik yang signifikan (yaitu,
protektif) dengan kejang demam.(7)

Faktor Risiko Kejang Demam Berulang


Secara keseluruhan, sekitar sepertiga anak dengan kejang demam pertama
akan mengalami kekambuhan 10% akan mengalami tiga kali atau lebih kejang
demam. Penilaian berbagai faktor yang berpotensi terkait dengan kekambuhan
kejang demam ditunjukkan pada Tabel 3. Faktor risiko yang paling konsisten
dilaporkan adalah riwayat kejang demam dalam keluarga dan onset kejang demam
pertama pada usia < 18 bulan. Hubungan ini tidak disebabkan oleh kecenderungan
yang lebih besar untuk mengalami kejang dengan masing-masing penyakit
tertentu, melainkan periode yang lebih lama di mana seorang anak dengan usia
onset yang lebih muda akan berada dalam kelompok usia yang berisiko
mengalami kejang demam. Dua faktor risiko lain yang pasti untuk kekambuhan

5
kejang demam adalah suhu puncak dan durasi demam sebelum kejang. Secara
umum, semakin tinggi suhu puncak, semakin rendah kemungkinan kekambuhan.
Dalam sebuah penelitian, Anak yang suhu puncaknya 101°F memiliki risiko
kekambuhan 42% dalam 1 tahun, dibandingkan dengan 29% untuk mereka yang
suhu puncaknya 103°F, dan hanya 12% untuk mereka yang suhu puncaknya 105°
F6,7,34. Kedua, semakin pendek durasi demam yang dikenali, semakin tinggi
kemungkinan kekambuhan. Risiko kekambuhan dalam 1 tahun adalah 46% untuk
mereka yang mengalami kejang demam dalam waktu satu jam setelah onset
demam, dibandingkan dengan 25% untuk mereka yang demam sebelumnya
berlangsung 1 hingga 24 jam, dan 15% untuk mereka yang mengalami lebih dari
24 jam.(7)
Tabel 2. Faktor Risiko Kejang Demam Berulang7

Faktor Risiko Pasti


 Riwayat keluarga dengan kejang demam
 Usia
 Durasi demam

Faktor Risiko yang Mungkin


 Riwayat epilepsi dalam keluarga

Risiko Untuk Perkembangan Epilepsi Selanjutnya


Perhatian utama bagi dokter dan orang tua yang menghadapi anak dengan
kejang demam adalah pertanyaan tentang peningkatan risiko epilepsi. Meskipun
ada sedikit peningkatan risiko epilepsi pada anak dengan kejang demam
berkepanjangan, risikonya sangat kecil. Diperkirakan bahwa risiko epilepsi pada
populasi umum adalah sekitar 0,5%. Risiko epilepsi pada anak yang mengalami
kejang demam berkepanjangan adalah sekitar 1,5%; masih dengan kemungkinan
98,5% bahwa anak tidak akan mengembangkan epilepsi.
Data dari lima kohort besar anak-anak dengan kejang demam menunjukkan
bahwa 2 sampai 10% anak-anak yang mengalami kejang demam selanjutnya akan

6
mengembangkan epilepsi. Dalam masing-masing dari lima penelitian besar ini,
terjadinya riwayat keluarga epilepsi dan terjadinya kejang demam kompleks
dikaitkan dengan peningkatan risiko epilepsi berikutnya. Satu studi menemukan
bahwa anak-anak dengan kejang demam yang terjadi dalam waktu 1 jam dari
demam yang dikenali (yaitu, saat onset) memiliki risiko lebih tinggi untuk epilepsi
berikutnya daripada anak-anak dengan kejang demam yang terkait dengan durasi
demam yang lebih lama.
Riwayat kejang demam dalam keluarga, usia saat kejang demam pertama, dan
tinggi demam saat kejang pertama tidak terkait dengan risiko diferensial
mengembangkan epilepsi. Satu-satunya faktor risiko umum untuk kedua kejang
demam berulang dan epilepsi berikutnya adalah durasi demam sebelum kejang
demam, ini mungkin menjadi penanda kerentanan kejang secara keseluruhan.(7)

Tabel 3. Risiko Untuk Perkembangan Epilepsi Selanjutnya

Faktor Risiko Pasti


 Kelainan perkembangan saraf
 FS kompleks
 Riwayat epilepsi dalam keluarga
 Durasi demam
Faktor Risiko yang Mungkin
 >1 complex feature
Bukan Faktor Risiko
 Riwayat keluarga kejang demam
 Usia saat pertama kali kejang demam
 Ketinggian suhu

2.5 Penyakit Penyerta Kejang Demam


2.5.1 Infeksi saluran Pernafasan Atas

7
Infeksi saluran pernafasan atas adalah infeksi akut yang menyerang salah
satu bagian atau lebih dari saluran nafas termasuk adneksa (sinus, rongga telinga
tengah). ISPA merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang menimbulkan
gejala dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Penyakit ini ditularkan
umumnya melalui droplet.(8)
Infeksi saluran pernafasan terbagi menjadi 2 yaitu: infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) dan infeksi saluran pernafasan bawah. Infeksi saluran
pernafasan atas seperti : rhinitis, pharyngitis, dan tonsilitis dan otitis media.
sedangkan infeksi saluran bawah seperti : bronchitis, bronchiolitis dan
pneumonia.(9)
a. Tonsilitis
Tonsilitis adalah inflamasi pada tonsil yang dapat disebabkan oleh virus
ataupun bakteri, perbedaan antara bakteri dan virus bisa menjadi sulit, karena
hal ini penting untuk mencegah penggunaan antibiotik yang berlebihan. Virus
adalah etiologi yang paling umum, seperti rhinovirus, adenovirus, dan
coronavirus.(10)
Gejala dari tonsilitis yaitu demam, sakit tenggorokan dan limfadenopati.
Pasien juga mengalami odynophagia, disfagia akibat pembengkakan tonsil,
sakit kepala, dan kehilangan selera makan. Jika disebabkan oleh virus, gejala
flu biasa dapat timbul seperti batuk atau hidung tersumbat. Tonsilitis pada
anak-anak juga dapat timbul gejala atipikal, seperti sakit perut, mual dan
muntah.(11)
b. Pharyngitis
Pharyngitis didefinisikan sebagai infeksi pada faring, keadaan ini sangat
umum di kalangan anak-anak dan remaja. Pharyngitis 37% disebabkan oleh
grup A streptococcus. Manifestasi klinis sering kali meliputi demam, eksudat
tonsil, nyeri, eritema faring, dan nyeri telinga. Jika virus adalah penyebab
pharyngitis maka gejala yang timbul yaitu batuk, rhinorrhea, diare, fatigue,
konjungtivitis, tonsil hipertropi, oropharyngeal erythema atau edema.(12)

8
Jika bakteri maka gejala yang timbul ialah mual, muntah, sakit kepala,
nyeri abdomen. Jika fungal maka gejala yang timbul yaitu mulut mati rasa,
plak putih pada oropharyngeal, dan bercak merah pada oropharyngea.(12)
c. Otitis media akut
Otitis media akut sering kali dikaitkan dengan infeksi saluran pernafasan
atas, ini dikarenakan infeksi saluran pernafasan atas dapat menyebabkan
masalah pada saluran eustachius. Ketika seorang anak mengalami infeksi
saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh virus. biasanya saluran
eustachius tersumbat dengan cairan atau lendir akibat infeksi. Cairan dapat
terperangkap di telinga tengah dan dapat menjadi infeksi.(13)
Gejala otitis media akut termasuk sakit telinga pada anak membuat anak
menarik atau menggosok telinga, sakit telinga (otalgia) adalah keluhan yang
paling umum pada anak-anak, tetapi anak dengan otitis media akut dapat
datang dengan gejala nonspesifik seperti demam, sakit kepala, apatis,
anoreksia, muntah, diare dan kejang. Tanda dari otitis media akut termasuk
membran timpani yang sangat merah, kuning atau keruh, diagnosis otitis
media akut diperkuat dengan adanya membran timpani yang menggembung,
perforasi membran timpani, dan / atau keluarnya cairan dari saluran telinga.(14)
2.5.2 Infeksi Saluran Pernafasan Bawah
a. Tuberkulosis
Terduga TB anak adalah anak yang mempunyai keluhan atau gejala klinis
mendukung TB. Pasien TB anak terkonfirmasi bakteriologis adalah anak
yang terdiagnosis dengan hasil bakteriologis positif. Pasien TB anak
terdiagnosis secara klinis adalah anak yang tidak memenuhi kriteria
terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB oleh
dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. (15)
b. Broncopneumonia
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi
pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering
dijumpai pada anak bayi, biasanya disebabkan oleh bakteri Streptococcus

9
pneumonia dan Haemophilus influenzae yang sering ditemukan pada dua
pertiga dari hasil isolasi.
Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinis, yaitu adanya
retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal, adanya pernapasan yang cepat
dan pernapasan cuping hidung, biasanya didahului infeksi traktus
respiratorius bagian atas selama beberapa hari, demam, dispneu, kadang
disertai muntah dan diare, batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit,
terdapat batuk beberapa hari yang mula-mula kering kemudian menjadi
produktif, pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring. Pada
pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan predominan
PMN, pada pemeriksaan rontgen thorax ditemukan adanya infiltrat interstitial
dan infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia.(16)
2.5.3 Infeksi Saluran Pencernaan
a. Gastroenteritis Akut
Gastroenteritis akut terjadi akibat infeksi saluran pencernaan, paling sering
disebabkan oleh virus. Hal ini ditandai dengan timbulnya diare yang cepat
dengan atau tanpa mual, muntah, demam atau nyeri perut. Gastroenteritis
yang disebabkan oleh virus biasanya datang dengan gejala BAB berair, tanpa
adanya darah dengan atau tanpa muntah, demam ringan dan anoreksia.
Gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri mugkin terkait dengan makanan
atau air yang kurang bersih, biasanya ditandai dengan adanya diare berdarah,
lendir di feses dan demam tinggi. Adanya kejang selama akut gastroenteritis
dapat dikaitkan dengan beberapa faktor, termasuk demam, dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit.(17)

2.6 Patogenesis dan Patofisiologi Kejang Demam


Patogenesis dan patofisiologi kejang demam masih belum jelas, tetapi faktor
genetik memainkan peran utama dalam kejang. Kejang demam dapat terjadi
apabila adanya infeksi di luar kranial seperti infeksi saluran nafas atas, otitis
media akut, gastroentritis yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan menyebar
ke seluruh tubuh secara hematogen ataupun limfogen. Naiknya suhu di
hipotalamus, otot, kulit, dan jaringan tubuh yang lain akan mengeluarkan

10
mediator kimia berupa epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia
ini merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Pada kejang demam
terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh, sehingga reaksi-reaksi oksidasi terjadi
lebih cepat dan menyebabkan oksigen cepat habis sehingga terjadi hipoksia. Pada
kejadian ini transport ATP terganggu sehingga Na⁺ intrasel dan K⁺ ekstrasel
meningkat dan menyebabkan potensial membran cenderung turun dan aktifitas sel
saraf meningkat terjadi fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul
kejang.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:
1. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang.
2. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permeabilitas membran sel.
3. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan
CO2 yang akan merusak neuron.
4. Demam meningkatkan cerebral blood flow (CBF) serta meningkatkan
kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran
ion-ion keluar masuk sel.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu
38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi
pada suhu 40oC atau lebih. Dari pernyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah.
Pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas
otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak
selama berlangsungnya kejang lama.

11
2.7 Manifestasi Klinis Kejang Demam
Kejang pada anak dapat terjadi bangkitan kejang dengan suhu tubuh
mengalami peningkatan yang cepat dan disebabkan karena infeksi di luar susunan
saraf pusat seperti otitis media akut, bronkitis, tonsilitis dan furunkulosis. Kejang
demam biasanya juga terjadi dalam waktu 24 jam pertama pada saat demam dan
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
tonik dan fokal atau akinetik. Pada umumnya kejang demam dapat berhenti
sendiri dan pada saat berhenti, anak tidak dapat memberikan reaksi apapun untuk
sejenak tetapi setelah beberapa detik atau bahkan menit kemudian anak akan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf.(18)

2.8 Penegakan Diagnosis Kejang Demam


a. Anamnesis
Anamnesis rinci tentang kejadian kejang sangat penting untuk evaluasi
kemungkinan pasien kejang demam. keadaan ketika kejang dan lamanya kejang
sangat penting. Pada anamnesis mengenai gejala infeksi sistem saraf pusat
(SSP), kelainan struktural yang mendasari, riwayat pribadi masalah neurologis,
riwayat imunisasi pribadi, dan riwayat kejang sebelumnya atau riwayat kejang
pada keluarga sangat penting dalam menegakan diagnosis kejang damam atau
merupakan penyakit yang lebih parah yang disertai dengan kejang.(5)
Setelah kejang dikualifikasikan sebagai kejang demam, pemeriksa harus
mencari informasi tambahan untuk membedakan apakah kejang itu sederhana
atau kompleks.(5)
1. Kejang demam sederhana terjadi lebih sering daripada kejang demam
kompleks dan ditandai dengan kejang yang bersifat umum, berlangsung
kurang dari 15 menit, dan tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks ditandai dengan adanya setidaknya satu dari fitur
berikut: fokal, durasi lebih dari 15 menit, dan kekambuhan dalam periode 24
jam.(5)

12
b. Pemeriksaan Fisik
Kejang demam sederhana atau kejang demam komplek pemeriksaan fisik
umum dan pemeriksaan neurologis diperlukan. Penurunan kesadaran pasca-iktal
tidak abnormal pada kejang demam tetapi biasanya sembuh dalam beberapa
menit. Seorang pasien pulih dari kejang demam akan cepat kembali seperti
biasa, dan menuju pemeriksaan neurologis normal. Jika pasien tidak kembali
seperti biasa, tetap sama sekali tidak responsif terhadap rangsangan berbahaya
setelah kejang, atau memiliki gejala lain disfungsi neurologis akut sebelum
kejang (seperti sakit kepala akut, perubahan status mental, atau kekhawatiran
akan kelemahan), etiologi rumit lainnya harus menjadi pertimbangan.(5)

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi
misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah.(1)
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru,
saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak.(1)
Indikasi pungsi lumbal
- Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
- Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
- Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut
dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.(1)

13
3. Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG:
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali
apabila bangkitan bersifat fokal.(1)
4. Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin
dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan tersebut
dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang
menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.(1)

14
2.9 Penatalaksanaan Kejang Demam

Algoritma Tatalaksana Kejang Demam(19)

Gambar 1. Algoritma Tatalaksana Kejang

15
Pemeberian Obat Saat Demam
a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol
yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis
ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.(1)
b. Antionvulsan
Antikonvulsan Intermiten
Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu
faktor risiko di bawah ini:
1. Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
2. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
3. Usia
4. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
5. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau
rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan 12 kg), sebanyak 3 kali sehari,
dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten
diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua
bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi.(1)
Antikonvulsan Rumat
Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari

16
dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50%
kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2
dosis.(1)
Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada
saat anak tidak sedang demam. (1)

2.10 Prognosis Kejang Demam


Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental
dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang,
baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition
memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan
pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.(1)

17
2.11 Diagnosis Banding Kejang Demam
Tabel 4. Diagnosis Banding Kejang Demam

Perbedaan Kejang Demam Epilepsi Meningitis


Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang Epilepsi didefinisikan sebagai serangan / Meningitis adalah peradangan pada
terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 bangkitan kejang paroksismal berulang tanpa leptomeninges termasuk ruang
tahun yang mengalami kenaikan suhu > 38.c provokasi dengan interval lebih dari 24 jam subarachnoid yang mengarah ke
yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.(1) tanpa penyebab yang jelas.(20) konstelasi tanda dan gejala dan
adanya sel-sel inflamasi di CSF.(23)

Etiologi Infeksi virus dan bakteri dianggap sebagai faktor  Didapat (tumor serebral, infeksi serebral, Beberapa bakteri patogen yang lebih
penyebab kejang demam yang penting. dan di sclerosis hipokampus, gangguan umum menyebabkan meningitis
picu oleh beberapa faktor lainnya seperti faktor serebrovaskula) 1. H influenzae meningitis
genetik.(7)  Idiopatik (tanpa gejala neurologis, dan 2. Pneumococcal meningitis

onsetnya pada masa kanak-kanak) 3. Streptococcus

 Genetik.(21) agalactiae meningitis
4. Meningococcal meningitis
5. Staphylococcal meningitis(23)

Manifestasi  Terdapat gejala penyerta akibat dari infeksi  Gejala sesuai dengan tipe bangkitan Trias klasik meningitis bakterial
18
Klinis (Manifetasi infeksi saluran pernafasan, atau kejang. terdiri dari
infeksi saluran enterik)  Pada pemeriksaan neurologis dijumpai 1. Demam
 Demam kelainan yang mengarah pada adanya 2. Sakit kepala
 Sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, kerusakan otak(22) 3. Leher kaku
klonik, tonik dan fokal atau akinetik. Gejala lain dapat mencakup :
 Tidak dapat memberikan reaksi apapun untuk  Mual, muntah,
sejenak tetapi setelah beberapa detik atau  Fotofobia (fotofobia),
bahkan menit kemudian anak akan sadar  kantuk, kebingungan, lekas
kembali tanpa adanya kelainan saraf.(18) marah, delirium, dan koma
 Pasien dengan meningitis virus
mungkin memiliki riwayat
gejala sistemik sebelumnya
(misalnya, mialgia, kelelahan,
atau anoreksia).(23)

19
BAB III
ILUSTRASI KASUS

3.1 Status Pasien


Tabel 5. Status Pasien

Data Pasien Nama : An. Brima Alfarizki No. RM: 189684


Usia : 8 Bulan (laki-laki)
Data Utama untuk Bahas Diskusi
1. Keluhan Utama
Kejang sejak 1 jam SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar oleh orang tua nya dengan keluhan kejang 2 kali SMRS.
kejang pertama 1 jam SMRS selama <5 menit, dengan mata melotot dan seluruh
badan kaku, setelah kejang pasien sadar. kejang di awali dengan demam. ketika
dalam perjalanan pasien kembali kejang dengan durasi < 5 menit, dengan mata
melotot dan seluruh badan kaku, setelah kejang pasien sadar.
Pasien mengalami batuk berdahak dan pilek sejak + 2 minggu yang lalu. Demam
hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu. Mual muntah di sangkal. BAB dan BAK
dbn. Minum asi mau.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


1 minggu SMRS pasien kejang 1 x dengan durasi < 2 menit dengan mata melotot
ke atas, bibir membiru, seluruh badan kaku. Kejang di awali dengan demam,
setelah kejang pasien sadar. Pasien di bawa ke RS Thursina.

4. Riwayat Keluarga
Tidak ada keluhan yang sama dalam keluarga

5. Riwayat Pekerjaan dan Pendidikan, Kebiasaan


Minum asi mau
6. Pemeriksaan Fisik

20
b. Pemeriksaan Tanda Vital
Dilakukan pada tanggal 10/10/2022
- KU : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Composmentis,
- Tekanan Darah : mmHg
- Nadi : 116 x/menit
- Nafas : 48 x/menit
- Suhu : 38,7 oC

c. Status Gizi
- BB : 8,6 kg
- TB : 71 cm
- Lingkar Kepala : 42 cm
- lingkar Lengan Atas : 15 cm
- Status Gizi :
 BB/U = > -2 SD Normal
 PB/U = > -2 SD Normal
 BB/PB => -2SD Gizi Baik

d. Pemeriksaan fisik Diagnostik (Status Generalisata)


Kepala : Normocephali
Mata : CA (-/-), SI (-/-), Pupil (isokor)
Telinga : sekret (-)
Hidung : NCH (-)
Mulut : Mukosa normal
Tenggorok : Hiperemis (-)
Tonsil : Hiperemis (-), T1/T1

21
Leher
- Inspeksi : Simetris, tidak ada tanda-tanda radang
- Palpasi : Tidak ada pembesaran KGB
- Pemeriksaan Trakea : Deviasi (-)
- Pemeriksaan Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran

Thorak
Pulmo :
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, retraksi ics (-),
massa (-), pelebaran sela iga (-), penggunaan otot bantu nafas (-).
- Palpasi : Fremitus normal kiri dam kanan, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (+/+),Wheezing (-/-)
Cor :
- Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi :
a. Batas jantung kanan, atas : ICS II linea parasternalis dextra, bawah :
ICS III-IV linea parasternalis dextra.
b. Batas jantung kiri, atas : ICS II linea parasternalis sinistra, bawah : ICS
V linea axilaris anterior sinistra
- Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
- Inspeksi : distensi (-)
- Auskultasi : BU (+) 25x/menit
- Perkusi : Tympani pada semua lapang abdomen
- Palpasi : nyeri tekan (-), defence muscular (-), nyeri tekan
epigastrium (-), permukaan tegang pada regio abdomen bawah , supel (+),
nyeri tekan suprapubik (-), hepar dan lien tidak teraba.
- Nyeri CVA : tidak ada nyeri CVA

22
Ekstremitas
- Ektremitas atas. : akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 detik.
- Ektremitas bawah: akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 detik.
Refleks Fisiologis : +
RefleksPatologis : -
Tanda Meningeal : -
Tonus :-
Sensibilitas :-

7. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 6. Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 10 Oktober 2022

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Darah Lengkap
Trombosit 643. 000/Ul 150.000-450.000
Hemoglobin 10,2 g/dl 14,0-17,4
Leukosit 16. 580/Ul 4.000-11.000
Hematokrit 31,7 % 42-50
Elektrolit
Natrium 138 mmol/L 135-148
Kalium 4,4 mmol/L 3,5-5,3
Klorida 104 mmol/L 98-107
Kimia Klinik
Glukosa Darah (Stick) 104 mg/dl 120-140
Patologi
CRP kualitatif (-) (-)

23
Gambar 2. Foto Rontgen Thorax Anteroposterior
Hasil :
 Corakan bronchovaskular meningkat
 Kesuraman : inomogen percardial dan hilus normal
 sinus costophreicus : kanan lancip, kiri lancip
 CTR < 50 Diafragma kanan setinggi costae X
Kesan :
 Cor: tak membesar
 Pulmo: Bronchopneumonia

3.2 Resume
a. Anamnesis
Pasien datang diantar oleh orang tua nya dengan keluhan kejang 2
kali SMRS. kejang pertama 1 jam SMRS dengan durasi < 5 menit,
kemudian ketika dalam perjalanan pasien kembali kejang dengan durasi <
5 menit, mata melotot dan seluruh badan kaku, setelah kejang pasien
sadar. Pasien mengalami batuk berdahak dan pilek sejak + 2 minggu
yang lalu. Demam hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu. Mual muntah
di sangkal. BAB dan BAK dbn. Minum asi mau.
Seminggu yang lalu pasien pernah kejang 1 x dengan durasi < 2
menit. Mata melotot ke atas, bibir membiru, seluruh badan kaku, setelah
kejang pasien sadar. Ketika kejang pasien dalam keadaan demam. Pasien

24
di bawa ke RS Thursina. Keluarga tidak ada yang mengeluhkan hal yang
sama.

b. Pemeriksaan Fisik
KU : Tampak sakit sedang               
Kesadaran : Composmentis.
Tekanan Darah : mmHg    
Nadi : 115 x/menit
Nafas : 48 x/menit
Suhu : 38,7 oC
Kepala : Dalam batas normal
leher : Dalam batas normal
Pulmo : Ronkhi +/+
Jantung : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal

c. Pemeriksaan Penunjang
Leukosit : 16. 580/uL (High)
Ro thoraks : Bronkopneumonia

3.3 Diagnosis
Kejang Demam Kompleks + bronkopneumonia

3.4 Penatalaksanaan
a. IVFD D5 ¼ ns 12 tpm
b. Ispirinol syrup 3x2 cc
c. Inj ceftriaxon 1x 500 mg
d. Paracetamol infus 4 x 117 mg
e. Inj Diazepam 1,6 mg jika kejang
f. Diazepam puyer 3x 1 mg jika T > 38,5

25
3.5 Prognosis
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Functionam : bonam
Quo ad Sanationam : bonam

26
3.6 Follow Up
Tabel 7. Follow Up Pasien

No Hari/
Tangga S O A P
l
1. Senin/ Kejang (-), - K/U : sakit sedang KDK + - IVFD D5 ¼ ns
10-10- Demam naik - kesadaran : CM Bronkopneumonia 12 tpm
2022 turun (+), - TTV - Ispirinol syrup
Batuk TD : mmHG 3x2 cc
berdahak (+), T : 37.8 OC - Inj ceftriaxon
minum mau N : 118 x/menit 1x 500 mg
RR: 32 x/menit - Paracetamol
- Kepala : sianosis (-), 4x40 mg
NCH (-) - Inj Diazepam
- Thoraks : retraksi 1,6 mg jika
(-), simetris (+) kejang
- Cor : BJ 1 dan 2 - Diazepam
reguler puyer 3x 1 mg
- Pulmo : ves (+/+), jika T > 38,5
wh (-/-), rh (+/+) - Ambroxol 3x
- Abdomen : Hepar 0,3 mg
dan lien tidak ada -
pembesaran, nyeri
tekan abdomen (-)
- Ekstremitas : akral
hangat, CRT <2
detik
-
2. Selasa/ Kejang (-) - K/U : sakit sedang KDK + - IVFD D5 ¼ ns
11-10- Demam naik - kesadaran : CM Bronkopneumonia 12 tpm

27
2022 turun(+), - TTV - Ispirinol syrup
Batuk TD : mmHG 3x2 cc
berdahak T : 36,7 OC - Paracetamol
jarang (+), N: 118 x/menit 4x40 mg
minum mau RR: 28 x/menit - Inj ceftriaxon
- Kepala : sianosis (-), - Inj Diazepam
NCH (-) 1,6 mg jika
- Thoraks : retraksi kejang
(-), simetris (+) - Diazepam
- Cor : BJ 1 dan 2 puyer 3x 1 mg
reguler jika T > 38,5
- Pulmo : ves (+/+), - Ambroxol 3x
wh (+/+), rh (-/-) 0,3 mg
- Abdomen : Hepar
dan lien tidak ada
pembesaran, nyeri
abdomen (-)
Ekstremitas : akral
hangat, CRT <2 detik
3. Rabu/ Kejang (-), - K/U : sakit sedang KDK + - IVFD D5 ¼ ns
12-10- Demam (-), - kesadaran : CM Bronkopneumonia 12 tpm
2022 batuk - TTV - Ispirinol syrup
berdahak TD : mmHG 3x2 cc
jarang T : 36,2 OC - Paracetamol
N : 116 x/menit 4x40 mg
RR: 28 x/menit - Inj ceftriaxon
- Kepala : sianosis (-), - Inj Diazepam
NCH (-) 1,6 mg jika
- Thoraks : retraksi kejang
(-), simetris (+) - Diazepam
- Cor : BJ 1 dan 2 puyer 3x 1 mg

28
reguler jika T > 38,5
- Pulmo : ves (+/+), - Ambroxol 3x
wh (-/-), rh (+/+) 0,3 mg
Berkurang
- Abdomen : Hepar
dan lien tidak ada
pembesaran, nyeri
abdomen (-)
- Ekstremitas : akral
hangat, CRT <2
detik
Pulang

29
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini terdapat pasien laki laki usia 8 bulan dengan keluhan kejang
2 kali SMRS. Berdasarkan keluhan utama terdapat beberapa penyakit yang dapat
menyebabkan kejang pada anak di usia 8 bulan diantaranya akibat infeksi
intrakranial (yang tersering seperti meningitis, ensefalitis), infeksi ekstrakranial
(tonsilitis, pharyngitis, otitis media akut, pneumonia, bronkopneumonia dan
gastroenteritis) gangguan elektrolit. serta epilepsi.
Pada riwayat penyakit sekarang didapatkan kejang pertama 1 jam SMRS
selama <5 menit, dengan mata melotot dan seluruh badan kaku, setelah kejang
pasien sadar. kejang di awali dengan demam. ketika dalam perjalanan pasien
kembali kejang dengan durasi <5 menit, dengan mata melotot dan seluruh badan
kaku, setelah kejang pasien sadar. sehingga dengan bentuk kejang seperti ini
kemungkinan diagnosa pasien adalah kejang demam. Sedangkan kejang akibat
infeksi intrakranial (meningitis dan ensefalitis) serta epilepsi dapat di singkirkan
karena pada saat kejang pasien dalam keadaan demam dan setelah kejang pasien
kembali sadar. tetapi perlu dilakukan pemeriksaan lanjut untuk memastikan
diagnosa pada kasus ini. kemudian orang tua mengatakan anak tersebut batuk dan
juga pilek sejak + 2 minggu yang lau. Sehingga kemungkinan penyebab kejang
pada pasien ini adalah infeksi pada saluran pernafasan. sedangkan infeksi akibat
enterik dapat disingkarkan karena BAK dan BAB dalam batas normal dan juga
tidak mengeluhkan mual muntah. kemudian ditemukan riwayat pernah kejang 1
minggu yang lalu dalam keadaan demam. Sedangkan, pada riwayat keluarga tidak
ditemukan riwayat kejang. sehingga memperkuat untuk mendiagnosa kejang
demam. Kejang demam yang berulang dalam 24 jam termasuk kejang demam
komplek. tetapi di butuhkan pemeriksaan lanjut untuk membedakan kejang
demam komplek dengan epilepsi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu yang meningkat pada saat kejang
yaitu 38,9 c (demam). hal ini memperkuat diagnosa kejang demam komplek.
Kemudian pada pemeriksaan faring dan tonsil, tidak didapatkan kemerahan atau

30
pun pembesaran pada tonsil. sehinggga hal ini dapat menyingkirkan kejang
demam komplek akibat tonsilitis atau faringitis. pada pemeriksaan auskultasi
pulmo didapatkan rhonki sehingga kemungkinan kejang demam disebabkan oleh
infeksi saluran pernafasan bawah seperti bronkopneumonia. kemudian pada
pemeriksaan meningeal signs negatif, sehingga hal ini dapat menyingkirkan
meningitis.
Pada pemeriksaan Penunjang ditemukan pemeriksaan laboratorium
elektrolit nornal sehingga kejang akibat gangguan elektrolit disingkirkan.
sedangkan pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan leukosit 16. 580/uL dan
pada pemeriksaan rontgen thorak Ap ditemukan kesan bronkopneumonia
minimal. sehingga pada kasus ini dapat di simpulkan bahwa diagnosa pasien ini
adalah kejang demam komplek akibat dari bronkopneumonia. dan tidak perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan penujang lain seperti pungsi lumbal atau
Elektroensefalografi.
Prognosis pada pasien ini baik, tetapi pada kejang demam komplek dapat
berulang bahkan dapat menyebabkan epilepsi.

31
BABV
KESIMPULAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38.0C,
dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial. Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang
demam komplek untuk membedakan kedua klasifikasi ini dapat dilihat dari durasi
kejang, bentuk kejang dan frekuensi kejang dalam 24 jam. Untuk membedakan
kejang akibat demam ( infeksi ekstrakranial) dengan kejang yang diakibatkan
infeksi intrkranial (meningitis, encepalitis ) dan epilepsi dapat dilakukan
pemeriksaan fisik kemudian jika perlu dapat dilakukan pemeriksaan penunjang.
lanjutan.
Penatalaksaan pada saat kejang demam dapat menggunakan algoritma
kejang. dan dapat dierikan tatalaksana antipiretik serta antikonvulsan rumatan dan
itermiten sesuai indikasinya masing-masing. Prognosis kejang demam baik, tetapi
kejang demam dapat berulang bahkan dapat menjadi epilepsi.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Rekomendasi Penatalaksanaan


Kejang Demam. 1st ed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2016.
2. Pelealu A, Palendeng, O. Pemberian Pendidikan Kesehatan Tentang
Penanganan Kejang Demam Pada Anak Balita Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Ibu. 2019; 7(2):1-2. Available from:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/24451/24127
3. Mohammad, Rohaiza. Identifikasi Faktor Risiko Kejang Demam Sederhana
Pada Anak. 2017;5 (3): 8
4. Talebian A, Vafaei S, Sharif M,, et al. Comparison of the effects of
clobazam and diazepam in prevention of recurrent febrile seizure. J Res
Medical and Science. 2017;5(1):49. Available from:
https://www.jrmds.in/abstract/comparison-of-the-effects-of-clobazam-and-
diazepam-in-prevention-of-recurrent-febrile-seizures-1497.html
5. Ayu P, Nandari P, Agung A. et al. Hubungan Berulangnya Kejang Demam
pada Anak Dengan Riwayat Kejang di Keluarga. e-Journal AMJ
(Aesculapius Med Journal). 2021;1(1):32–7.
6. Dewanti A, Widjaja JA, Tjandrajani A, Burhany AA. Kejang Demam dan
Faktor yang Mempengaruhi Rekurensi. Sari Pediatri. 2016;14(1):57.
7. Kumar Kundu G, Rabin F, Nandi E, et al. Etiology and Risk Factors of
Febrile Seizure. 2010;34(3):103–12.
8. Maharani D, Yani FF, Lestari Y. Profil Balita Penderita Infeksi Saluran
Nafas Akut Atas di Poliklinik Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun
2012-2013. J Kesehatan Andalas. 2017;6(1):152.
9. Widodo YP, Dewi RC, Saputri LD. Hubungan perilaku keluarga terhadap
kejadian infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Jurnal Ilmu Kesehatan.
2016;7(2):103–13. Available from:
http://ojs.stikesbhamadaslawi.ac.id/index.php/jik/article/view/4/4
10. Anderson J PE. Tonsilitis. Ncbi. 2022; Available from:

33
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544342/
11. Institute for Quality and Efficiency in Health Care 2006. Tonsilitis. Ncbi
[Internet]. 2022; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK401249/
12. Newman RK, Johnson JT. Pharyngitis Approach to diagnosis and
treatment. Postgrad Med. 1980;68(2):184–91.
13. Paul CR, Moreno MA. Acute Otitis Media. JAMA Pediatr.
2020;174(3):308.
14. Venekamp RP, Damoiseaux RAMJ, Schilder AGM. Acute otitis media in
children. 2017;95(2):109–10.
15. Indonesia. KKR. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksan TB anak.
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2016.
16. Samuel A. Bronkopneumonia on Pediatric Patient. J Agromed Unila.
2014;1:2.
17. Wu Yz, Liu YH, Tseng CM, et al. Comparison of Clinical Characteristics
Between Febrile and Afebrile Seizures Associated With Acute
Gastroenteritis in Childhood. Front Pediatri. 2020;8:1–8.
18. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2014.
19. Purwati OS. Kegawatdaruratan Kejang Demam. In Jakarta; 2008. p. 97–
100.
20. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Epilepsi Pada Anak. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia 2017.
21 Anwar, H., Khan, U. Q., Nadeem, N., Pervaiz, I., Ali, M., & Cheema, F. F.
Epileptic Seizures. Discoveries Journals, 2021 : 9(2) ; 128.
22. Aninditha, T., & Wiratman, W. Buku Ajar Neurologi. Jakarta : Penerbit
Kedokteran Indonesia: 2017.
23. Vasudava. Shikha S, Meningitis. 2022 : Available
https://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#a4

34
35

Anda mungkin juga menyukai