Disusun Oleh:
Pebi Ulfani
2111901006
Dokter Pembimbing:
dr. Kristina Natalia, Sp. A
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan kasus yang berjudul “Kejang demam komplek + bronkopneumonia”
yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti kepaniteraan klinik
senior bagian ilmu kesehatan anak RSUD Mandau. Penulis berterimakasih
yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing dr. Kristina Natalia, Sp.A
atas bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian ilmu
Kesehatan anak sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih
terdapat banyak kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis memohon maaf atas segala kekurangan serta diharapkan kritik dan
saran yang membangun dalam rangka perbaikan penulisan laporan kasus.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat, umumnya bagi
pembaca dan khususnya bagi penulis.
Pebi Ulfani
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................vi
BAB I PENDAHULIAN........................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2
2.1 Definisi Kejang Demam............................................................................2
2.2 Epidemiologi Kejang Demam...................................................................2
2.3 Klasifikasi Kejang Demam........................................................................2
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko Kejang Demam..............................................3
2.5 Penyakit Penyerta Kejang Demam...........................................................8
2.6 Patogenesis dan Patofisiologi Kejang Demam........................................10
2.7 Manifestasi Klinis Kejang Demam..........................................................12
2.8 Penegakan Diagnosis Kejang Demam.....................................................12
a. Anamnesis........................................................................................12
b. Pemeriksaan Fisik............................................................................13
c. Pemeriksaan Penunjang...................................................................13
2.9 Penatalaksanaan Kejang Demam.............................................................15
2.10 Prognosis Kejang Demam...................................................................17
2.11 Diagnosis Banding Kejang Demam....................................................18
BAB III ILUSTRASI KASUS.............................................................................20
3.1 Status Pasien............................................................................................20
3.2 Resume.....................................................................................................24
3.3 Diagnosis..................................................................................................25
3.4 Penatalaksanaan.......................................................................................25
3.5 Prognosis..................................................................................................26
3.6 Follow Up................................................................................................27
iii
BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................30
BABV KESIMPULAN.........................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................33
DAFTAR GAMBAR
iv
Gambar 1. Algoritma Tatalaksana Kejang.............................................................33
Gambar 2. Foto Rontgen Thorax Anteroposterior.................................................39
DAFTAR TABEL
v
Tabel 1. Etiologi dan Faktor Resiko Kejang Demam..............................................3
Tabel 2. Faktor Risiko Kejang Demam Berulang....................................................6
Tabel 3. Risiko Untuk Perkembangan Epilepsi Selanjutnya...................................7
Tabel 4. Diagnosis Banding Kejang Demam.........................................................18
Tabel 5. Status Pasien............................................................................................20
Tabel 6. Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 10 Oktober 2022............................23
Tabel 7. Follow Up Pasien.....................................................................................27
vi
BAB I
PENDAHULIAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1 Definisi Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38.0C,
dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.(1) Kejang tanpa disertai penyebab atau penyakit lain yang memicu
terjadinya kejang seperti infeksi sistem saraf pusat (SSP), gangguan elektrolit,
trauma, atau epilepsy, yang mengenai 2%-4% anak usia 6 bulan - 5 tahun.(5)
2
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.(1)
Infeksi Lainnya
Virus Keluarga
Pernafasan Genetika
Virus influenza A dan B Lingkungan
Parainfluenza 1, 2, dan 3
Virus syncytial pernapasan Ketidakseimbangan Elektrolit
Adenovirus Natrium,
Enterik Kalium
Virus entero Klorida
Enterovirus 71 Magnesium
Coxsackievirus grup A Kalsium Sitokin.
Rotavirus virus
Herpes Human herpesvirus-6
dan -7 Cytomegalovirus
Virus herpes simpleks-1
Bakteri
Pernafasan
Streptococcus pneumoniae
Enterik
Escherichia coli
Shigella dysenteriae
Salmonella enteritidis
a. virus
Influenza A dan B
Infeksi influenza A merupakan penyebab penting kejang demam, terutama di
Asia. Anak-anak yang mengalami kejang demam dengan infeksi influenza A
memiliki suhu tubuh maksimum yang secara signifikan lebih tinggi, durasi
demam yang lebih pendek sebelum onset kejang.(7)
Enterovirus
3
Enterovirus telah dilaporkan berhubungan dengan kejang. Sistem saraf pusat
"badai sitokin" dapat terjadi pada pasien dengan infeksi enterovirus. Agen
penyebab penyakit demam yang terkait dengan kejang di musim panas terutama
enterovirus, terutama coxsackievirus kelompok A.(7)
Rotavirus
Rotavirus, penyebab paling umum dari gastroenteritis dehidrasi pada anak-
anak, terutama menyerang anak-anak. sampai usia 24 bulan. Kejang yang terjadi
sebelum timbulnya gastroenteritis telah dilaporkan pada 40% kasus. Hilangnya
air dan elektrolit pada diare rotavirus mungkin juga terlibat dalam patogenesis
kejang yang menyertainya.(7)
b. Bakteri
Dibandingkan dengan tingkat infeksi virus, bakteremia merupakan penyebab
kejang demam yang jarang terjadi. Studi sampai saat ini telah melibatkan
penyakit anak-anak dengan Shigella dysenteriae (enteritis), Salmonella enteritidis
(enteritis), Streptococcus pneumoniae (infeksi saluran pernapasan), dan
Escherichia coli (infeksi saluran kemih). infeksi saluran kemih) dalam kaitannya
dengan kejang demam.(7)
4
Peningkatan "ambang" kejang demam yang terjadi dengan bertambahnya usia
dikaitkan dengan perubahan perkembangan keseimbangan air dan elektrolit,
terutama hiponatremia. Di sisi lain, selama infeksi akut yang tidak melibatkan
sistem saraf secara langsung, ekspansi volume plasma telah diamati sebagai
akibat dari demam itu sendiri.(7)
5
kejang demam adalah suhu puncak dan durasi demam sebelum kejang. Secara
umum, semakin tinggi suhu puncak, semakin rendah kemungkinan kekambuhan.
Dalam sebuah penelitian, Anak yang suhu puncaknya 101°F memiliki risiko
kekambuhan 42% dalam 1 tahun, dibandingkan dengan 29% untuk mereka yang
suhu puncaknya 103°F, dan hanya 12% untuk mereka yang suhu puncaknya 105°
F6,7,34. Kedua, semakin pendek durasi demam yang dikenali, semakin tinggi
kemungkinan kekambuhan. Risiko kekambuhan dalam 1 tahun adalah 46% untuk
mereka yang mengalami kejang demam dalam waktu satu jam setelah onset
demam, dibandingkan dengan 25% untuk mereka yang demam sebelumnya
berlangsung 1 hingga 24 jam, dan 15% untuk mereka yang mengalami lebih dari
24 jam.(7)
Tabel 2. Faktor Risiko Kejang Demam Berulang7
6
mengembangkan epilepsi. Dalam masing-masing dari lima penelitian besar ini,
terjadinya riwayat keluarga epilepsi dan terjadinya kejang demam kompleks
dikaitkan dengan peningkatan risiko epilepsi berikutnya. Satu studi menemukan
bahwa anak-anak dengan kejang demam yang terjadi dalam waktu 1 jam dari
demam yang dikenali (yaitu, saat onset) memiliki risiko lebih tinggi untuk epilepsi
berikutnya daripada anak-anak dengan kejang demam yang terkait dengan durasi
demam yang lebih lama.
Riwayat kejang demam dalam keluarga, usia saat kejang demam pertama, dan
tinggi demam saat kejang pertama tidak terkait dengan risiko diferensial
mengembangkan epilepsi. Satu-satunya faktor risiko umum untuk kedua kejang
demam berulang dan epilepsi berikutnya adalah durasi demam sebelum kejang
demam, ini mungkin menjadi penanda kerentanan kejang secara keseluruhan.(7)
7
Infeksi saluran pernafasan atas adalah infeksi akut yang menyerang salah
satu bagian atau lebih dari saluran nafas termasuk adneksa (sinus, rongga telinga
tengah). ISPA merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang menimbulkan
gejala dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Penyakit ini ditularkan
umumnya melalui droplet.(8)
Infeksi saluran pernafasan terbagi menjadi 2 yaitu: infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) dan infeksi saluran pernafasan bawah. Infeksi saluran
pernafasan atas seperti : rhinitis, pharyngitis, dan tonsilitis dan otitis media.
sedangkan infeksi saluran bawah seperti : bronchitis, bronchiolitis dan
pneumonia.(9)
a. Tonsilitis
Tonsilitis adalah inflamasi pada tonsil yang dapat disebabkan oleh virus
ataupun bakteri, perbedaan antara bakteri dan virus bisa menjadi sulit, karena
hal ini penting untuk mencegah penggunaan antibiotik yang berlebihan. Virus
adalah etiologi yang paling umum, seperti rhinovirus, adenovirus, dan
coronavirus.(10)
Gejala dari tonsilitis yaitu demam, sakit tenggorokan dan limfadenopati.
Pasien juga mengalami odynophagia, disfagia akibat pembengkakan tonsil,
sakit kepala, dan kehilangan selera makan. Jika disebabkan oleh virus, gejala
flu biasa dapat timbul seperti batuk atau hidung tersumbat. Tonsilitis pada
anak-anak juga dapat timbul gejala atipikal, seperti sakit perut, mual dan
muntah.(11)
b. Pharyngitis
Pharyngitis didefinisikan sebagai infeksi pada faring, keadaan ini sangat
umum di kalangan anak-anak dan remaja. Pharyngitis 37% disebabkan oleh
grup A streptococcus. Manifestasi klinis sering kali meliputi demam, eksudat
tonsil, nyeri, eritema faring, dan nyeri telinga. Jika virus adalah penyebab
pharyngitis maka gejala yang timbul yaitu batuk, rhinorrhea, diare, fatigue,
konjungtivitis, tonsil hipertropi, oropharyngeal erythema atau edema.(12)
8
Jika bakteri maka gejala yang timbul ialah mual, muntah, sakit kepala,
nyeri abdomen. Jika fungal maka gejala yang timbul yaitu mulut mati rasa,
plak putih pada oropharyngeal, dan bercak merah pada oropharyngea.(12)
c. Otitis media akut
Otitis media akut sering kali dikaitkan dengan infeksi saluran pernafasan
atas, ini dikarenakan infeksi saluran pernafasan atas dapat menyebabkan
masalah pada saluran eustachius. Ketika seorang anak mengalami infeksi
saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh virus. biasanya saluran
eustachius tersumbat dengan cairan atau lendir akibat infeksi. Cairan dapat
terperangkap di telinga tengah dan dapat menjadi infeksi.(13)
Gejala otitis media akut termasuk sakit telinga pada anak membuat anak
menarik atau menggosok telinga, sakit telinga (otalgia) adalah keluhan yang
paling umum pada anak-anak, tetapi anak dengan otitis media akut dapat
datang dengan gejala nonspesifik seperti demam, sakit kepala, apatis,
anoreksia, muntah, diare dan kejang. Tanda dari otitis media akut termasuk
membran timpani yang sangat merah, kuning atau keruh, diagnosis otitis
media akut diperkuat dengan adanya membran timpani yang menggembung,
perforasi membran timpani, dan / atau keluarnya cairan dari saluran telinga.(14)
2.5.2 Infeksi Saluran Pernafasan Bawah
a. Tuberkulosis
Terduga TB anak adalah anak yang mempunyai keluhan atau gejala klinis
mendukung TB. Pasien TB anak terkonfirmasi bakteriologis adalah anak
yang terdiagnosis dengan hasil bakteriologis positif. Pasien TB anak
terdiagnosis secara klinis adalah anak yang tidak memenuhi kriteria
terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB oleh
dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. (15)
b. Broncopneumonia
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi
pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering
dijumpai pada anak bayi, biasanya disebabkan oleh bakteri Streptococcus
9
pneumonia dan Haemophilus influenzae yang sering ditemukan pada dua
pertiga dari hasil isolasi.
Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinis, yaitu adanya
retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal, adanya pernapasan yang cepat
dan pernapasan cuping hidung, biasanya didahului infeksi traktus
respiratorius bagian atas selama beberapa hari, demam, dispneu, kadang
disertai muntah dan diare, batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit,
terdapat batuk beberapa hari yang mula-mula kering kemudian menjadi
produktif, pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring. Pada
pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan predominan
PMN, pada pemeriksaan rontgen thorax ditemukan adanya infiltrat interstitial
dan infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia.(16)
2.5.3 Infeksi Saluran Pencernaan
a. Gastroenteritis Akut
Gastroenteritis akut terjadi akibat infeksi saluran pencernaan, paling sering
disebabkan oleh virus. Hal ini ditandai dengan timbulnya diare yang cepat
dengan atau tanpa mual, muntah, demam atau nyeri perut. Gastroenteritis
yang disebabkan oleh virus biasanya datang dengan gejala BAB berair, tanpa
adanya darah dengan atau tanpa muntah, demam ringan dan anoreksia.
Gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri mugkin terkait dengan makanan
atau air yang kurang bersih, biasanya ditandai dengan adanya diare berdarah,
lendir di feses dan demam tinggi. Adanya kejang selama akut gastroenteritis
dapat dikaitkan dengan beberapa faktor, termasuk demam, dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit.(17)
10
mediator kimia berupa epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia
ini merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Pada kejang demam
terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh, sehingga reaksi-reaksi oksidasi terjadi
lebih cepat dan menyebabkan oksigen cepat habis sehingga terjadi hipoksia. Pada
kejadian ini transport ATP terganggu sehingga Na⁺ intrasel dan K⁺ ekstrasel
meningkat dan menyebabkan potensial membran cenderung turun dan aktifitas sel
saraf meningkat terjadi fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul
kejang.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:
1. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang.
2. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permeabilitas membran sel.
3. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan
CO2 yang akan merusak neuron.
4. Demam meningkatkan cerebral blood flow (CBF) serta meningkatkan
kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran
ion-ion keluar masuk sel.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu
38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi
pada suhu 40oC atau lebih. Dari pernyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah.
Pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas
otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak
selama berlangsungnya kejang lama.
11
2.7 Manifestasi Klinis Kejang Demam
Kejang pada anak dapat terjadi bangkitan kejang dengan suhu tubuh
mengalami peningkatan yang cepat dan disebabkan karena infeksi di luar susunan
saraf pusat seperti otitis media akut, bronkitis, tonsilitis dan furunkulosis. Kejang
demam biasanya juga terjadi dalam waktu 24 jam pertama pada saat demam dan
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
tonik dan fokal atau akinetik. Pada umumnya kejang demam dapat berhenti
sendiri dan pada saat berhenti, anak tidak dapat memberikan reaksi apapun untuk
sejenak tetapi setelah beberapa detik atau bahkan menit kemudian anak akan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf.(18)
12
b. Pemeriksaan Fisik
Kejang demam sederhana atau kejang demam komplek pemeriksaan fisik
umum dan pemeriksaan neurologis diperlukan. Penurunan kesadaran pasca-iktal
tidak abnormal pada kejang demam tetapi biasanya sembuh dalam beberapa
menit. Seorang pasien pulih dari kejang demam akan cepat kembali seperti
biasa, dan menuju pemeriksaan neurologis normal. Jika pasien tidak kembali
seperti biasa, tetap sama sekali tidak responsif terhadap rangsangan berbahaya
setelah kejang, atau memiliki gejala lain disfungsi neurologis akut sebelum
kejang (seperti sakit kepala akut, perubahan status mental, atau kekhawatiran
akan kelemahan), etiologi rumit lainnya harus menjadi pertimbangan.(5)
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi
misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah.(1)
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru,
saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak.(1)
Indikasi pungsi lumbal
- Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
- Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
- Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut
dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.(1)
13
3. Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG:
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali
apabila bangkitan bersifat fokal.(1)
4. Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin
dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan tersebut
dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang
menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.(1)
14
2.9 Penatalaksanaan Kejang Demam
15
Pemeberian Obat Saat Demam
a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol
yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis
ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.(1)
b. Antionvulsan
Antikonvulsan Intermiten
Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu
faktor risiko di bawah ini:
1. Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
2. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
3. Usia
4. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
5. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau
rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan 12 kg), sebanyak 3 kali sehari,
dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten
diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua
bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi.(1)
Antikonvulsan Rumat
Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari
16
dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50%
kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2
dosis.(1)
Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada
saat anak tidak sedang demam. (1)
17
2.11 Diagnosis Banding Kejang Demam
Tabel 4. Diagnosis Banding Kejang Demam
Etiologi Infeksi virus dan bakteri dianggap sebagai faktor Didapat (tumor serebral, infeksi serebral, Beberapa bakteri patogen yang lebih
penyebab kejang demam yang penting. dan di sclerosis hipokampus, gangguan umum menyebabkan meningitis
picu oleh beberapa faktor lainnya seperti faktor serebrovaskula) 1. H influenzae meningitis
genetik.(7) Idiopatik (tanpa gejala neurologis, dan 2. Pneumococcal meningitis
Genetik.(21) agalactiae meningitis
4. Meningococcal meningitis
5. Staphylococcal meningitis(23)
Manifestasi Terdapat gejala penyerta akibat dari infeksi Gejala sesuai dengan tipe bangkitan Trias klasik meningitis bakterial
18
Klinis (Manifetasi infeksi saluran pernafasan, atau kejang. terdiri dari
infeksi saluran enterik) Pada pemeriksaan neurologis dijumpai 1. Demam
Demam kelainan yang mengarah pada adanya 2. Sakit kepala
Sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, kerusakan otak(22) 3. Leher kaku
klonik, tonik dan fokal atau akinetik. Gejala lain dapat mencakup :
Tidak dapat memberikan reaksi apapun untuk Mual, muntah,
sejenak tetapi setelah beberapa detik atau Fotofobia (fotofobia),
bahkan menit kemudian anak akan sadar kantuk, kebingungan, lekas
kembali tanpa adanya kelainan saraf.(18) marah, delirium, dan koma
Pasien dengan meningitis virus
mungkin memiliki riwayat
gejala sistemik sebelumnya
(misalnya, mialgia, kelelahan,
atau anoreksia).(23)
19
BAB III
ILUSTRASI KASUS
4. Riwayat Keluarga
Tidak ada keluhan yang sama dalam keluarga
20
b. Pemeriksaan Tanda Vital
Dilakukan pada tanggal 10/10/2022
- KU : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Composmentis,
- Tekanan Darah : mmHg
- Nadi : 116 x/menit
- Nafas : 48 x/menit
- Suhu : 38,7 oC
c. Status Gizi
- BB : 8,6 kg
- TB : 71 cm
- Lingkar Kepala : 42 cm
- lingkar Lengan Atas : 15 cm
- Status Gizi :
BB/U = > -2 SD Normal
PB/U = > -2 SD Normal
BB/PB => -2SD Gizi Baik
21
Leher
- Inspeksi : Simetris, tidak ada tanda-tanda radang
- Palpasi : Tidak ada pembesaran KGB
- Pemeriksaan Trakea : Deviasi (-)
- Pemeriksaan Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
Thorak
Pulmo :
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, retraksi ics (-),
massa (-), pelebaran sela iga (-), penggunaan otot bantu nafas (-).
- Palpasi : Fremitus normal kiri dam kanan, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (+/+),Wheezing (-/-)
Cor :
- Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi :
a. Batas jantung kanan, atas : ICS II linea parasternalis dextra, bawah :
ICS III-IV linea parasternalis dextra.
b. Batas jantung kiri, atas : ICS II linea parasternalis sinistra, bawah : ICS
V linea axilaris anterior sinistra
- Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : distensi (-)
- Auskultasi : BU (+) 25x/menit
- Perkusi : Tympani pada semua lapang abdomen
- Palpasi : nyeri tekan (-), defence muscular (-), nyeri tekan
epigastrium (-), permukaan tegang pada regio abdomen bawah , supel (+),
nyeri tekan suprapubik (-), hepar dan lien tidak teraba.
- Nyeri CVA : tidak ada nyeri CVA
22
Ekstremitas
- Ektremitas atas. : akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 detik.
- Ektremitas bawah: akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 detik.
Refleks Fisiologis : +
RefleksPatologis : -
Tanda Meningeal : -
Tonus :-
Sensibilitas :-
7. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 6. Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 10 Oktober 2022
23
Gambar 2. Foto Rontgen Thorax Anteroposterior
Hasil :
Corakan bronchovaskular meningkat
Kesuraman : inomogen percardial dan hilus normal
sinus costophreicus : kanan lancip, kiri lancip
CTR < 50 Diafragma kanan setinggi costae X
Kesan :
Cor: tak membesar
Pulmo: Bronchopneumonia
3.2 Resume
a. Anamnesis
Pasien datang diantar oleh orang tua nya dengan keluhan kejang 2
kali SMRS. kejang pertama 1 jam SMRS dengan durasi < 5 menit,
kemudian ketika dalam perjalanan pasien kembali kejang dengan durasi <
5 menit, mata melotot dan seluruh badan kaku, setelah kejang pasien
sadar. Pasien mengalami batuk berdahak dan pilek sejak + 2 minggu
yang lalu. Demam hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu. Mual muntah
di sangkal. BAB dan BAK dbn. Minum asi mau.
Seminggu yang lalu pasien pernah kejang 1 x dengan durasi < 2
menit. Mata melotot ke atas, bibir membiru, seluruh badan kaku, setelah
kejang pasien sadar. Ketika kejang pasien dalam keadaan demam. Pasien
24
di bawa ke RS Thursina. Keluarga tidak ada yang mengeluhkan hal yang
sama.
b. Pemeriksaan Fisik
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis.
Tekanan Darah : mmHg
Nadi : 115 x/menit
Nafas : 48 x/menit
Suhu : 38,7 oC
Kepala : Dalam batas normal
leher : Dalam batas normal
Pulmo : Ronkhi +/+
Jantung : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal
c. Pemeriksaan Penunjang
Leukosit : 16. 580/uL (High)
Ro thoraks : Bronkopneumonia
3.3 Diagnosis
Kejang Demam Kompleks + bronkopneumonia
3.4 Penatalaksanaan
a. IVFD D5 ¼ ns 12 tpm
b. Ispirinol syrup 3x2 cc
c. Inj ceftriaxon 1x 500 mg
d. Paracetamol infus 4 x 117 mg
e. Inj Diazepam 1,6 mg jika kejang
f. Diazepam puyer 3x 1 mg jika T > 38,5
25
3.5 Prognosis
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Functionam : bonam
Quo ad Sanationam : bonam
26
3.6 Follow Up
Tabel 7. Follow Up Pasien
No Hari/
Tangga S O A P
l
1. Senin/ Kejang (-), - K/U : sakit sedang KDK + - IVFD D5 ¼ ns
10-10- Demam naik - kesadaran : CM Bronkopneumonia 12 tpm
2022 turun (+), - TTV - Ispirinol syrup
Batuk TD : mmHG 3x2 cc
berdahak (+), T : 37.8 OC - Inj ceftriaxon
minum mau N : 118 x/menit 1x 500 mg
RR: 32 x/menit - Paracetamol
- Kepala : sianosis (-), 4x40 mg
NCH (-) - Inj Diazepam
- Thoraks : retraksi 1,6 mg jika
(-), simetris (+) kejang
- Cor : BJ 1 dan 2 - Diazepam
reguler puyer 3x 1 mg
- Pulmo : ves (+/+), jika T > 38,5
wh (-/-), rh (+/+) - Ambroxol 3x
- Abdomen : Hepar 0,3 mg
dan lien tidak ada -
pembesaran, nyeri
tekan abdomen (-)
- Ekstremitas : akral
hangat, CRT <2
detik
-
2. Selasa/ Kejang (-) - K/U : sakit sedang KDK + - IVFD D5 ¼ ns
11-10- Demam naik - kesadaran : CM Bronkopneumonia 12 tpm
27
2022 turun(+), - TTV - Ispirinol syrup
Batuk TD : mmHG 3x2 cc
berdahak T : 36,7 OC - Paracetamol
jarang (+), N: 118 x/menit 4x40 mg
minum mau RR: 28 x/menit - Inj ceftriaxon
- Kepala : sianosis (-), - Inj Diazepam
NCH (-) 1,6 mg jika
- Thoraks : retraksi kejang
(-), simetris (+) - Diazepam
- Cor : BJ 1 dan 2 puyer 3x 1 mg
reguler jika T > 38,5
- Pulmo : ves (+/+), - Ambroxol 3x
wh (+/+), rh (-/-) 0,3 mg
- Abdomen : Hepar
dan lien tidak ada
pembesaran, nyeri
abdomen (-)
Ekstremitas : akral
hangat, CRT <2 detik
3. Rabu/ Kejang (-), - K/U : sakit sedang KDK + - IVFD D5 ¼ ns
12-10- Demam (-), - kesadaran : CM Bronkopneumonia 12 tpm
2022 batuk - TTV - Ispirinol syrup
berdahak TD : mmHG 3x2 cc
jarang T : 36,2 OC - Paracetamol
N : 116 x/menit 4x40 mg
RR: 28 x/menit - Inj ceftriaxon
- Kepala : sianosis (-), - Inj Diazepam
NCH (-) 1,6 mg jika
- Thoraks : retraksi kejang
(-), simetris (+) - Diazepam
- Cor : BJ 1 dan 2 puyer 3x 1 mg
28
reguler jika T > 38,5
- Pulmo : ves (+/+), - Ambroxol 3x
wh (-/-), rh (+/+) 0,3 mg
Berkurang
- Abdomen : Hepar
dan lien tidak ada
pembesaran, nyeri
abdomen (-)
- Ekstremitas : akral
hangat, CRT <2
detik
Pulang
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini terdapat pasien laki laki usia 8 bulan dengan keluhan kejang
2 kali SMRS. Berdasarkan keluhan utama terdapat beberapa penyakit yang dapat
menyebabkan kejang pada anak di usia 8 bulan diantaranya akibat infeksi
intrakranial (yang tersering seperti meningitis, ensefalitis), infeksi ekstrakranial
(tonsilitis, pharyngitis, otitis media akut, pneumonia, bronkopneumonia dan
gastroenteritis) gangguan elektrolit. serta epilepsi.
Pada riwayat penyakit sekarang didapatkan kejang pertama 1 jam SMRS
selama <5 menit, dengan mata melotot dan seluruh badan kaku, setelah kejang
pasien sadar. kejang di awali dengan demam. ketika dalam perjalanan pasien
kembali kejang dengan durasi <5 menit, dengan mata melotot dan seluruh badan
kaku, setelah kejang pasien sadar. sehingga dengan bentuk kejang seperti ini
kemungkinan diagnosa pasien adalah kejang demam. Sedangkan kejang akibat
infeksi intrakranial (meningitis dan ensefalitis) serta epilepsi dapat di singkirkan
karena pada saat kejang pasien dalam keadaan demam dan setelah kejang pasien
kembali sadar. tetapi perlu dilakukan pemeriksaan lanjut untuk memastikan
diagnosa pada kasus ini. kemudian orang tua mengatakan anak tersebut batuk dan
juga pilek sejak + 2 minggu yang lau. Sehingga kemungkinan penyebab kejang
pada pasien ini adalah infeksi pada saluran pernafasan. sedangkan infeksi akibat
enterik dapat disingkarkan karena BAK dan BAB dalam batas normal dan juga
tidak mengeluhkan mual muntah. kemudian ditemukan riwayat pernah kejang 1
minggu yang lalu dalam keadaan demam. Sedangkan, pada riwayat keluarga tidak
ditemukan riwayat kejang. sehingga memperkuat untuk mendiagnosa kejang
demam. Kejang demam yang berulang dalam 24 jam termasuk kejang demam
komplek. tetapi di butuhkan pemeriksaan lanjut untuk membedakan kejang
demam komplek dengan epilepsi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu yang meningkat pada saat kejang
yaitu 38,9 c (demam). hal ini memperkuat diagnosa kejang demam komplek.
Kemudian pada pemeriksaan faring dan tonsil, tidak didapatkan kemerahan atau
30
pun pembesaran pada tonsil. sehinggga hal ini dapat menyingkirkan kejang
demam komplek akibat tonsilitis atau faringitis. pada pemeriksaan auskultasi
pulmo didapatkan rhonki sehingga kemungkinan kejang demam disebabkan oleh
infeksi saluran pernafasan bawah seperti bronkopneumonia. kemudian pada
pemeriksaan meningeal signs negatif, sehingga hal ini dapat menyingkirkan
meningitis.
Pada pemeriksaan Penunjang ditemukan pemeriksaan laboratorium
elektrolit nornal sehingga kejang akibat gangguan elektrolit disingkirkan.
sedangkan pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan leukosit 16. 580/uL dan
pada pemeriksaan rontgen thorak Ap ditemukan kesan bronkopneumonia
minimal. sehingga pada kasus ini dapat di simpulkan bahwa diagnosa pasien ini
adalah kejang demam komplek akibat dari bronkopneumonia. dan tidak perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan penujang lain seperti pungsi lumbal atau
Elektroensefalografi.
Prognosis pada pasien ini baik, tetapi pada kejang demam komplek dapat
berulang bahkan dapat menyebabkan epilepsi.
31
BABV
KESIMPULAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38.0C,
dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial. Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang
demam komplek untuk membedakan kedua klasifikasi ini dapat dilihat dari durasi
kejang, bentuk kejang dan frekuensi kejang dalam 24 jam. Untuk membedakan
kejang akibat demam ( infeksi ekstrakranial) dengan kejang yang diakibatkan
infeksi intrkranial (meningitis, encepalitis ) dan epilepsi dapat dilakukan
pemeriksaan fisik kemudian jika perlu dapat dilakukan pemeriksaan penunjang.
lanjutan.
Penatalaksaan pada saat kejang demam dapat menggunakan algoritma
kejang. dan dapat dierikan tatalaksana antipiretik serta antikonvulsan rumatan dan
itermiten sesuai indikasinya masing-masing. Prognosis kejang demam baik, tetapi
kejang demam dapat berulang bahkan dapat menjadi epilepsi.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544342/
11. Institute for Quality and Efficiency in Health Care 2006. Tonsilitis. Ncbi
[Internet]. 2022; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK401249/
12. Newman RK, Johnson JT. Pharyngitis Approach to diagnosis and
treatment. Postgrad Med. 1980;68(2):184–91.
13. Paul CR, Moreno MA. Acute Otitis Media. JAMA Pediatr.
2020;174(3):308.
14. Venekamp RP, Damoiseaux RAMJ, Schilder AGM. Acute otitis media in
children. 2017;95(2):109–10.
15. Indonesia. KKR. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksan TB anak.
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2016.
16. Samuel A. Bronkopneumonia on Pediatric Patient. J Agromed Unila.
2014;1:2.
17. Wu Yz, Liu YH, Tseng CM, et al. Comparison of Clinical Characteristics
Between Febrile and Afebrile Seizures Associated With Acute
Gastroenteritis in Childhood. Front Pediatri. 2020;8:1–8.
18. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2014.
19. Purwati OS. Kegawatdaruratan Kejang Demam. In Jakarta; 2008. p. 97–
100.
20. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Epilepsi Pada Anak. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia 2017.
21 Anwar, H., Khan, U. Q., Nadeem, N., Pervaiz, I., Ali, M., & Cheema, F. F.
Epileptic Seizures. Discoveries Journals, 2021 : 9(2) ; 128.
22. Aninditha, T., & Wiratman, W. Buku Ajar Neurologi. Jakarta : Penerbit
Kedokteran Indonesia: 2017.
23. Vasudava. Shikha S, Meningitis. 2022 : Available
https://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#a4
34
35