Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam

Disusun Oleh
Novita Meqimiana S
2011901031

Program Studi Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Abdurrab
Pekanbaru
2020
BAB I
STATUS PASIEN ILMU PENYAKIT DALAM

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Aswan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 43 Tahun
Alamat : Jl. Jambu RT 002/004, Pangkalan Kerinci, Pelalawan

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Sesak napas, perut terasa sakit dan penuh

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan rasa sakit di seluruh perut yang semakin sakit
saat bergerak. Pasien juga mengeluhkan sesak napas, tidak selera makan,
lemas, dan kaki yang membengkak.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelum dipindahkan ke Marwa, pasien menderita covid-19 dan
dirawat selama 10 hari di Pinere. Pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi dan diabetes mellitus.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan hal serupa dengan
pasien

E. Riwayat Pribadi
Pasien adalah wiraswasta dan tinggal serumah bersama istri dan
anak kandungnya. Biaya kesehatan ditanggung oleh jaminan kesehatan
daerah (Jamkesda). Pasien tidak merokok dan tidak minum beralkohol.
F. Resume Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan perut terasa sakit dan terasa penuh.
Dan semakin berat 3 hari ini saat beraktivitas. Pasien merasa dada terasa
sempit sehingga sulit untuk bernapas. Pasien sering terbangun pada
malam hari dan bisa tidur menggunakan 2-3 bantal. Pasien juga
mengeluhkan tidak selera makan, mual, muntah. Urin pasien berwarna
teh pekat.

III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)


Tekanan Darah : 110/100 mmHg
Suhu Tubuh : 36,8C
Frekuensi Denyut Nadi : 86 kali/menit
Frekuensi Nafas : 25 kali/menit

IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


IV.A. Keadaan Umum
Kesadaran : Komposmentis
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 80 kg
Status Gizi : IMT : 29,38 (Gemuk)
Skema Manusia :
Status Lokalis : Tidak tampak kelainan lokal

IV.B. Pemeriksaan Kepala : Normochepal, tidak ada deformitas, tidak ada


rambut rontok, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikteri, hidung dalam batas normal,
bibir tidak sianosis.

IV.C. Pemeriksaan Leher


Inspeksi :Leher tampak simetris, tidak ada
benjolan/massa
Palpasi :Tidak ada massa, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening
Pemeriksaan Trakea :Posisi trakea simetris, tidak ada
deviasi trakea
Pemeriksaan Kelenjar Tiroid :Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
tidak ada nyeri tekan
IV.D. Pemeriksaan Thoraks
a. Jantung
Inspeksi : Ictus cordi tampak
Perkusi :
Kanan Atas Jantung : ICS II Linea sternalis dextra
Kanan Bawah Jantung : ICS IV Linea parasetrnalis dextra
Kiri Atas Jantung : ICS II Linea midsternalis sinistra
Kiri Bawah Jantung : ICS VI Linea aksilaris anterior sinistra
Palpasi : Kuat angkat, ictus kordis teraba di ICS VI
linea midclavikula sinistra
Auskultasi : BJ I-II Regular, tidak ada bising

b. Paru
Inspeksi : Tampak simetris kanan dan kiri, tidak tampak
scar, tidak tampak retraksi dinding dada
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Palpasi : Pergerakan dinidng dada simetris, fremitus
dextra dan sinistra simetris, tidak ada nyeri
tekan
Auskultasi : Suara napas vesikuler pada lapangan paru,
tidak ada murmur, tidak ada gallops, terdapat
wheezing dan ronkhi basah

IV.E. Pemeriksaan Abdomen


Inspeksi : Cembung, tidak tampak scar
Auskultasi : Tidak terdapat bising usus
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, terdapat nyeri tekan seluruh
kuadran perut
Pemeriksaan Ginjal : Tidak teraba kanan dan kiri
Pemeriksaan Nyeri Ketok Ginjal : Tidak terdapat nyeri
Pemeriksaan Hepar : Teraba
Pemeriksaan Lien : Tidak teraba
Pemeriksaan Asites : Terdapat shifting dullness

IV.F. Pemeriksaan Ekstremitas


Lengan : Akral tidak dingin, tidak terdapat edema, tidak terdapat sianosis
Tangan : Akral tidak dingin, tidak terdapat edema, tidak terdapat sianosis
Tungkai : Akral tidak dingin, terdapat edema, tidak terdapat sianosis
Kaki : Akral tidak dingin, terdapat edema, tidak terdapat sianosis

V. RESUME PEMERIKSAAN FISIK


Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi napas pasien meningkat
dan memiliki IMT overweight. Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri
tekan seluruh kuadran perut. Pada ekstremitas inferior terdapat edema.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


VI.A. Pemeriksaan Darah Lengkap
a. Hemoglobin : 13,3 gr%
b. Leukosit : 7,4x 103 mm3
c. Hematokrit : 41,0%
d. Trombosit : 98 x 103 mm3
VI.B. Pemeriksaan Fungsi Ginjal
a. Creatinin : 2,9 mg/dL
b. Ureum : 93 mg/dL

VI.C. Pemeriksaan Kadar Gula Darah: 110 mg/dL


VI.D. Pemeriksaan Radiologi
USG abdomen
Interpretasi :
 Ukuran hepar membesar, sudut tajam, permukaan rata, ekhogenitas
parenkim sedikit meningkat. Tidak tampak bayangan nodul/massa.
Tampak koleksi cairan di sekitarnya. Vena hepatica dan vena cava inferior
tampak melebar. Vena porta tidak melebar
 Kandung empedu mengecil (kollaps), dinding sulit dinilai
 Limpa ukurannya membesar, tekstur parenkim haemoglobin halus, tidak
tampak nodul/massa. Tampak koleksi cairan disekitarnya
 Ginjal dalam batas normal
 Vesika urinaria dalam batas normal

VII. DAFTAR MASALAH PASIEN


VI.A. Masalah Aktif : Sirosis hepatis
VI.A. Masalah Pasif : Tidak ada

VIII. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


A. Diagnosis Banding
a. Gagal Jantung Kongestif
b. Penumonia
c. COPD
d. Asma
B. Diagnosis : Sirosis hepatis

IX. RENCANA
VII.A. Tindakan Terapi:
a. Diet rendah garam
b. Pembatasan cairan
c. Diuretic (spironolakton 100-200 mg)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sirosis Hepatis
A. Definisi
Sirosis hepatis merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati
progresif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul
regenerative. Gambaran morfologi dari SH meliputi fibrosis difus, nodul
regenerative, perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan
vascular intrahepatic antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan
arteri hepatica) dan eferen (vena hepatica). Secara klinis atau fungsional SH
dibagi atas sirosis hepatis kompensata dan sirosis hepatis dekompensata.
(IPD)

B. Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas
penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain
dari penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasite
(schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel
bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease,
kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan
hipervitaminosis A), dan kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun
bawaan. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B
merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50%
kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-
20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus
bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di
Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian
yang mendata kasus sirosis akibat alcohol (jurnal 1)

C. Patogenesis
Hati memainkan peran penting dalam sintesis protein seperti albumin,
faktor pembekuan, faktor pelengkap dan detoksifikasi dan penyimpanan
vitamin A. Ini berpartisipasi dalam metabolisme lipid dan karbohidrat.
Sirosis adalah sering diikuti oleh hepatitis dan steatosis (perlemakan hati)
independen dari penyebabnya. Jika penyebabnya teratasi saat ini tahap,
perubahan sepenuhnya dapat dibalik. Pada sirosis, perkembangan jaringan
parut menggantikan parenkim normal dan memblokir aliran portal darah
ke organ dan mempengaruhi fungsi normal. Penelitian menunjukkan
pentingnya peran sel bintang dalam perkembangan sirosis yang umumnya
menyimpan vitamin A. Kerusakan parenkim hati karena peradangan,
mengaktifkan sel bintang dan meningkatkan fibrosis dan menghalangi
aliran darah di sirkulasi. Itu pembentukan pita jaringan fibrosa
memisahkan hepatosit nodul yang menggantikan seluruh arsitektur hati.
Cedera kronis pada hati menyebabkan peradangan, nekrosis dan
selanjutnya fibrosis. Fibrosis dimulai dengan aktivasi sel stellata dan Sel
Kupffer, kerusakan hepatosit dan trombosit teraktivasi juga terlibat. Sel
bintang diaktifkan oleh berbagai sitokin dan reseptornya, oksigen reaktif
perantara, sinyal autokrin dan sinyal parakrin. Di Pada tahap awal aktivasi,
sel bintang yang membengkak hilang retinoid dengan regulasi reseptor
untuk fibrogenik dan sitokin proliferatif seperti mengubah faktor
pertumbuhan β1 (TGF-β1) (mediator fibrogenik yang kuat) dan turunan
platelet faktor pertumbuhan (PDGF). Sel inflamasi menyebabkan fibrosis
karena sekresi sitokin. Kolagen (tipe I dan III) dan fibronektin
menggantikan matriks normal dalam ruang Disse. Fibrosis sub endotel
menyebabkan hilangnya fungsi endotel dan merusak fungsi hati.
Kolagenase (matriks metaloproteinase) mampu menurunkan kolagen tetapi
dihambat oleh penghambat jaringan metaloproteinase (TIMPs) yang
levelnya meningkat fibrosis hati. Pada tahap awal, fibrosis hati bersifat
reversibel bila peradangan berkurang dengan menekan atau
menghilangkan virus. Gambaran patologis sirosis termasuk nodul
regenerasi yang dipisahkan oleh septa fibrosa dan hilangnya arsitektur
lobular normal dalam nodul yang menyebabkan penurunan aliran darah
hati. Kemacetan limpa menyebabkan hipersplenisme dan peningkatan
sekuestrasi trombosit seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. [4- 6] Dua
jenis sirosis dijelaskan berdasarkan penyebab yang mendasari (a) Sirosis
di mana nodular mikro regenerasi ukuran nodul kurang dari 3 mm dan
keterlibatan seluruh hati dan sering disebabkan oleh alkohol kerusakan
yang disebabkan atau penyakit saluran empedu. (b) Nodular makro sirosis
di mana nodul ukuran variabel terbentuk dan asini normal terlihat di dalam
nodul yang lebih besar dan memang demikian sering dikaitkan dengan
hepatitis virus kronis. [3] Secara makroskopik, pada tahap awal hati
membesar dan seiring berkembangnya penyakit menjadi lebih kecil.
Permukaan hati menjadi tidak teratur dengan konsistensi yang kokoh dan
warnanya kuning jika dikaitkan dengan steatosis. Ada tiga jenis
makroskopis tergantung pada ukuran nodul: mikro nodular, makro nodular
dan sirosis campuran. Di bentuk mikro nodular (sirosis atau portal
Laennec sirosis) ukuran nodul yang beregenerasi kurang dari 3 mm.
Gambaran patologis sirosis termasuk nodul regenerasi yang dipisahkan
oleh septa fibrosa dan hilangnya arsitektur lobular normal dalam nodul
yang menyebabkan penurunan aliran darah hati. Kemacetan limpa
menyebabkan hipersplenisme dan peningkatan sekuestrasi trombosit
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. [4- 6] Dua jenis sirosis
dijelaskan berdasarkan penyebab yang mendasari (a) Sirosis di mana
nodular mikro regenerasi ukuran nodul kurang dari 3 mm dan keterlibatan
seluruh hati dan sering disebabkan oleh alkohol kerusakan yang
disebabkan atau penyakit saluran empedu. (b) Nodular makro sirosis di
mana nodul ukuran variabel terbentuk dan asini normal terlihat di dalam
nodul yang lebih besar dan memang demikian sering dikaitkan dengan
hepatitis virus kronis. [3] Secara makroskopik, pada tahap awal hati
membesar dan seiring berkembangnya penyakit menjadi lebih kecil.
Permukaan hati menjadi tidak teratur dengan konsistensi yang kokoh dan
warnanya kuning jika dikaitkan dengan steatosis. Ada tiga jenis
makroskopis tergantung pada ukuran nodul: mikro nodular, makro nodular
dan sirosis campuran. Di bentuk mikro nodular (sirosis atau portal
Laennec sirosis) ukuran nodul yang beregenerasi kurang dari 3 mm.
(jurnal 3)
D. Patofisiologi
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap
kerusakan hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga
sering ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
rutin. Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas,
selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada
membesar, serta hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut,
(berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejala-gejala akan menjadi
lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan
demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis,
melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi,
bingung, agitasi, sampai koma.Manifestasi klinis dari sirosis hepatis
merupakan akibat dari dua tipe gangguan fisiologis, yaitu gagal sel hati dan
hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselulerdiantaranya Ikterus, suatu
keadaan dimana plasma, kulit dan selaput lendir menjadi kuning yang
disebabkan kegagalan sel hati membuang bilirubin dari darah. Keadaan ini
mudah dilihat pada sklera. Spider nevi, terlihat pada kulit khususnya sekitar
leher , bahu dan dada. Merupakan pelebaran arteriol-arteriol bawah kulit
yang berbentuk titik merah yang agak menonjol dari permukaan kulit
dengan beberapa garis radier yang merupakan kaki- kakinya sepanjang 2-3
mm dengan bentuk seperti laba-laba. Bila pusatya ditekan, maka kaki-
kakinya akan ikut menghilang. Spider nevi merupakan salah satu tanda
hiperestrogenisme akibat menurunnya kemampuan sel hati mengubah
estrogen dan derivatnya. Eritema palmaris, ditemukan pada ujung-ujung
jari tangan serta telapak tangan daerah tenar dan hipotenar. Merupakan
tanda hiperestrogenisme dengan dasar yang sama seperti spider nevi.
Kelainan lain akibat hiperestrogenisme antara lain ginekomasti, alopesia
daerah pektoralis, aksila dan pubis serta dapat terjadi atropi testis pada laki-
laki. Sedangkan pada wanita berupa mengurangnya menstruasi hingga
amenore. Ensefalopati hepatikum hingga koma hepatikum. Merupakan
gangguan neurologi berupa penurunan kesadaran diduga akibat kelainan
metabolisme amonia dan peningkatan kepekaan otak terhadap toksin.
Hipertensi portal merupakan peningkatan tekanan vena porta yang menetap
di atas normal yaitu 6-12 cm H2O akibat peningkatan resistensi aliran darah
melalui hati dan peningkatan aliran arteri splangnikus, dimana kedua hal
tersebut mengurangi aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatkan
aliran masuk secara bersama-sama sehingga menghasilkan beban
berlebihan pada sistem portal. Hipertensi portal akan menimbulkan
beberapa kelainan seperti Varises esophagus dimana dengan meningginya
tekanan vena porta, tekanan dalam pembuluh darah kolateral juga akan
meninggi sehingga jelas terlihat pembuluh darah esofagus menjadi lebar dan
berkelok-kelok.
Kotateral dan kaput medussaeu, merupakan dilatasi vena-vena superficial
dinding abdomen dan dilatasi vena sekitar umbilikus. Splenomegali pada
sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif kronik akibat bendungan
dan tekanan darah yang meningkat pada vena lienalis. Asites merupakan
penimbunan cairan encer intraperitoneal. Terdapat beberapa faktor
pembentuk cairan asites, antara lain hepatic venous outflow block yang
mengakibatkan tekanan sinusoid intrahepatik meningkat, dilanjutkan dengan
keluarnya cairan sinusoid menjadi cairan limfe hati, yang akan dibawa ke
duktus torasikus menuju sistem vena. Aliran memasukkan cairan limfe ke
duktus torasikus sangat terbatas, sehingga terjadi ekses cairan limfe hati
menembus kapsul hati menuju rongga peritoneum sebagai asites. Faktor lain
akibat peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus ( hipertensi portal )
dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia. Edema
perifer umumnya terjadi setelah timbulnya asites, dan dapat dijelaskan
sebagai berikut hipoalbuminemia dan retensi garam serta air (jurnal 2)

E. Penegakan Diganosis
1. Anamnesis
Banyak penderita sirosis tidak menunjukkan gejala pada tahap awal
penyakit. Namun, saat jaringan parut menggantikan sel-sel sehat, fungsi
hati mulai gagal dan a orang mungkin mengalami satu atau lebih gejala
berikut: (jurnal 4)
a. Lemah
b. Lemas dan mudah lelah
c. Kehilangan selera makan
d. Penurunan berat badan
e. Nyeri perut
f. Spider nevi
2. Pemeriksaan Fisik
Fetor hepaticus (bau nafas yang manis karena tingginya tingkat dimetil
sulfida dan keton dalam darah) dan asterixis (gemetar yang mengepak
ketika lengan direntangkan dan tangan dorsiflexing) keduanya
merupakan ciri dari ensefalopati hepatik yang dapat dilihat pada sirosis.
Sirosis dapat menyebabkan sirkulasi hiperdinamik, penurunan massa
otot, kram otot, dan herniasi umbilikalis. Pemeriksaan fisik pada
penderita sirosis dapat menunjukkan stigmata penyakit hati kronis
(telangiektasis laba-laba, eritema palmar, kontraktur Dupuytren,
ginekomastia, atrofi testis), tanda-tanda hipertensi portal (asites,
splenomegali, caput medusae, murmur vena cruveilhier-Baumgarten) ,
tanda-tanda ensefalopati hepatik (kebingungan, asteriksis, dan fetor
hepaticus), dan gambaran lain seperti ikterus, pembesaran parotis
bilateral, dan bulu dada / aksila yang sedikit (NCBI).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. USG abdomen
Ultrasonografi (USG) untuk mendeteksi sirosis hepatis kurang
sensitive namun cukup spesifik bila penyebabnya jelas. Gambaran
USG menunjukkan ekodensitas hati meningkat dengn ekostruktur
kasar homogeny atau heterogen pada sisi superficial, sedang pada
sisi produnda ekodensitas menurun. Dapat dijumpai pembesaran
lobus caudatus, splenomegaly, dan vena hepatica gambaran terputus-
putus. Hati mengecil dan dijumpai splenomegaly. Asites tampak
sebagai area bebas gema (ekolusen) antara organ intra abdominal
dengan dinding abdomen.
b. Endoskopi
Gastroskopi dilakukan untuk memeriksa adanya varises di
esophagus dang aster pada sirosis hepatis. Selain untuk diagnostic
juga dapat pula digunakan untuk pencegahan dan terapi perdarahan
varises.
c. Biopsi hati
Biopsi hati adalah standar emas untuk mendiagnosis sirosis serta
menilai derajat peradangan (tingkat) dan fibrosis (tahap) penyakit.
Namun demikian, terkadang dapat melewatkan diagnosis karena
kesalahan pengambilan sampel. Diagnosis sirosis dengan biopsi
membutuhkan adanya fibrosis dan nodul. Pola nodular dapat berupa
mikronodular, makronodular, atau bercampur dengan pola
mikronodular yang mewakili faktor risiko independen peningkatan
gradien tekanan vena hati (HVPG) dan penyakit yang lebih parah.
(NCBI).Diagnosis pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati.
Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit
ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak
dengan adanya komplikasi. Pada pasien ini, melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik didapatkan keluhan dan tanda-tanda yang
mengarah pada sirosis hati. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
berupa pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan endoskopi
juga mendukung diagnosis sirosis hati dekompensata dengan tanda-
tanda hipertensi porta berupa varises esophagus dan gastropati
hipertensi porta. Pemeriksaan biopsi hati sebagai gold standar
penegakan diagnosis sirosis hati tidak perlu dilakukan karena tanda-
tanda klinis dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta sudah
terlihat jelas. Selain itu, pemeriksaan biopsi yang invasif juga dapat
menimbulkan resiko perdarahan dan infeksi peritoneal pada pasien
ini.
F. Penatalaksanaan
a. Nutrisi dan latihan
Banyak pasien mengeluhkan anoreksia, yang mungkin disebabkan oleh
kompresi langsung asites pada saluran gastrointestinal. Pasien harus
menerima kalori dan protein yang cukup diet. Pada tahun 2010,
Asosiasi Amerika untuk Studi Hati Penyakit dan American College of
Gastroenterology pedoman yang disarankan untuk penyakit hati
alkoholik dan merekomendasikan pengobatan agresif kalori protein
malnutrisi pada pasien sirosis alkoholik. Banyak makan per hari,
Olahraga teratur termasuk jalan kaki dan berenang untuk mencegah
ketidakaktifan dan pengecilan otot. Pasien yang lemah mendapatkan
manfaat dari latihan formal program diawasi oleh seorang dokter. [13]
Terapi khusus dibutuhkan dalam penyakit hati untuk mencegah atau
pengobatan perkembangan sirosis. Prednison dan azathioprine
digunakan untuk hepatitis autoimun, proses mengeluarkan darah
digunakan untuk hemochromatosis, interferon dan agen antivirus
lainnya digunakan untuk hepatitis B dan C, asam ursodeoxycholic
digunakan untuk Sirosis bilier primer dan digunakan untuk trientin dan
seng Penyakit Wilson. Terapi ini menjadi kurang efektif jika penyakit
hati kronis berkembang menjadi sirosis. Sekali sirosis berkembang,
pengobatan ditujukan untuk pengelolaan komplikasi seperti perdarahan
varises, asites dan hati ensefalopati. Kekurangan seng biasanya terlihat
pada pasien dengan sirosis. Pengobatan dengan seng sulfat pada 220
mg secara oral dua kali sehari dpt memperbaiki dysgeusia, otot kram
dan sebagai terapi tambahan untuk hati ensefalopati. Pruritus terlihat di
hati kolestatik penyakit (sirosis bilier primer) dan noncholestatic
penyakit hati kronis (hepatitis C). Cholestyramine digunakan untuk
pengobatan pruritus pada penyakit hati tapi perawatan harus dilakukan
untuk menghindari pemberian bersama Cholestyramine dengan obat
lain yang harus dihindari gangguan absorpsi gastro-intestinal. Obat
lain untuk pengobatan pruritus termasuk antihistamin
(diphenhydramine, hydroxyzine), asam ursodeoxycholic, krim kulit
amonium laktat, doxepin dan rifampisin dan Naltrexone (antagonis
opioid). Penderita parah pruritus mungkin memerlukan terapi sinar
ultraviolet atau plasmapheresis. Beberapa pasien dengan kolestasis
kronis atau sirosis bilier primer dan pasien menerima kortikosteroid
untuk hepatitis autoimun membutuhkan kalsium dan suplementasi
vitamin D atau penggunaan aminobisphosphonate (alendronate
sodium).
b. Vaksinasi
Pasien dengan penyakit hati kronis harus menerima vaksinasi untuk
melindungi dari hepatitis A dan sebagai a tindakan perlindungan,
vaksinasi terhadap influenza dan pneumokokus.
c. Analgesik
Penggunaan analgesik pada penderita sirosis dapat dilakukan
bermasalah. Kebanyakan ahli hepatologi mengizinkan penggunaan
acetaminophen dosis hingga 2000 mg / hari pada pasien dengan
sirosis. Penggunaan NSAID pada pasien dengan sirosis mungkin
menyebabkan perdarahan gastrointestinal. Pasien dengan sirosis
berisiko mengalami insufisiensi ginjal yang diinduksi NSAID karena
penghambatan prostaglandin dan gangguan dalam darah ginjal
mengalir. Analgesik opiat harus digunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan ensefalopati hepatik memperburuk fungsi mental yang
mendasarinya.
d. Obat Hepatotoksisitas pada Penderita Sirosis
Pengobatan yang berhubungan dengan penyakit hati akibat obat
termasuk NSAID, Isoniazid, Valproic acid, Erythromycin, Amoksisilin
/ klavulanat, Ketoconazole, Chlorpromazine dan Ezetimibe. Statin
sering dikaitkan dengan penyakit ringan peningkatan tingkat alanine
aminotransferase dan seharusnya digunakan dengan aman pada pasien
dengan penyakit hati kronis.
e. Obat Lainnya
Antibiotik amino glikosida menyebabkan nefrotoksisitas pada pasien
dengan sirosis dan harus dihindari. Dosis rendah estrogen dan
progesteron tampaknya aman dalam pengaturan penyakit hati.
f. Transplantasi Hati Transplantasi hati telah muncul sebagai strategi
penting dalam manajemen pasien dengan sirosis. Pasien harus dirujuk
untuk pertimbangan hati transplantasi setelah tanda pertama hati
dekompensasi. Kemajuan dalam teknik bedah, organ pelestarian dan
imunosupresi telah meningkatkan kelangsungan hidup pasca operasi.
Pada awal 1980-an, persentasenya pasien yang bertahan hidup 1 tahun
dan 5 tahun setelah hati transplantasi masing-masing adalah 70% dan
15%. Sekarang, pasien dengan angka kelangsungan hidup 1 tahun
sekitar 85-90% dan 5 tahun tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi
dari 70%. Kualitas hidup setelah hati transplantasi baik atau sangat
baik dalam banyak kasus (jurnal 3)
G. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit
yang menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling
umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-
Turcotte-Pugh. Child dan Turcotte pertama kali memperkenalkan sistem
skoring ini pada tahun 1964 sebagai cara memprediksi angka kematian
selama operasi portocaval shunt. Pugh kemudian merevisi sistem ini pada
1973 dengan memasukkan albumin sebagai pengganti variabel lain yang
kurang spesifik dalam menilai status nutrisi. Beberapa revisi juga
dilakukan dengan menggunakan INR selain waktu protrombin dalam
menilai kemampuan pembekuan darah.. Sistem klasifikasi Child-Turcotte-
Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis
tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk
pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah
80%, dan Child-Pugh C adalah 45%.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Anamnesis
Pada kasus ini pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan utama sesak
napas, perut terasa sakit dan penuh. Berdasarkan keluhan utama pasien,
kemungkinan diagnosis banding dari penyakit pasien sudah mulai diperkirakan
yaitu seperti peritonitis, gagal jantung, pneumonia dan asma. Setelah itu, dokter
menggali kembali riwayat penyakit sekarang dari pasien. Pasien menjelaskan
sesak napas timbul sejak 2 minggu yang lalu, makin berat 3 hari ini saat aktivitas.
Pasien sering terbangun pada malam hari dan bisa tidur dengan menggunakan 2-3
bantal, pasien juga mengeluhkan mual muntah.
Untuk membedakan sesak napas pada penyakit jantung dengan penyakit
paru adalah pada sesak napas karena penyakit jantung biasanya disertai dengan
sesak ketika beraaktivitas, terdapat paroxysmal nocturnal, orthopnea dan nyeri
dada. Sesak napas yang disebabakan karena penyakit paru maka biasanya sesak
napas timbul baik saat beraktivitas maupun istirahat, terdapat riwayat merokok,
batuk, produksi sputum, dan nyeri pleuritik sebagai keluhannya. Pada kasus ini
dari anamnesis pasien memiliki keluhan baik dari penyakit jantung maupun
penyakit paru. Seharusnya dokter juga menanyakan kapan waktu timbul sesak
napas, tingkat keparahan, dan adakah faktor-faktor yang memperburuk sesak
napas, dalam 1 minggu tersebut apakah sesak napas hilang timbul atau terus
menerus dan aktivitas seperti apa yang dapat menimbulkan sesak napas. Pada
gagal jantung pasien biasa mengeluhkan sesak napas dengan dada terasa sempit.
Pada COPD pasien merasa membutuhkan usaha lebih untuk bernapas dan “air
hunger”, dan tidak mampu untuk menarik napas yang dalam. Dari RPS
kemungkinan diagnosis asma dapat dihilangkan karena sesak napas pada asma
bersifat reversible dan terdapat faktor pencetus berupa allergen sedangkan pasien
tidak memiliki riwayat alergi. Pada pasien, sesak dirasakan karena perut yang
terasa penuh sehingga pasien tidak leluasa dalam bernapas.

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi napas meningkat 25x/menit
dan IMT pasien overweight Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan di
seluruh kuadran abdomen dan pada saat pemeriksaan hepar dan lien teraba.
Pemeriksaan shifting dullness positif, pada pasien terdapat edema pada
ekstremitas inferior bilateral hal ini mendukung diagnosis Sirosis hepatis.

C. Pemeriksaan Penunjang
Dokter melakukan pemeriksaan kimia darah dimana kadar ureum dan kreatinin
meningkat. Kadar SGOT dan SGPT normal. Kadar eletrolit natrium, kalium dan
klorida normal.
D. Diagnosis
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisk dan
pemeriksaan penunjang, maka diagnosis banding dari keluhan pasien ini adalah
sirosis hepatis.
E. Terapi
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah
a. Nutrisi dan latihan
Banyak pasien mengeluhkan anoreksia, yang mungkin disebabkan oleh
kompresi langsung asites pada saluran gastrointestinal. Pasien harus
menerima kalori dan protein yang cukup diet. Pada tahun 2010,
Asosiasi Amerika untuk Studi Hati Penyakit dan American College of
Gastroenterology pedoman yang disarankan untuk penyakit hati
alkoholik dan merekomendasikan pengobatan agresif kalori protein
malnutrisi pada pasien sirosis alkoholik. Banyak makan per hari,
Olahraga teratur termasuk jalan kaki dan berenang untuk mencegah
ketidakaktifan dan pengecilan otot. Pasien yang lemah mendapatkan
manfaat dari latihan formal program diawasi oleh seorang dokter.
Terapi khusus dibutuhkan dalam penyakit hati untuk mencegah atau
pengobatan perkembangan sirosis. Prednison dan azathioprine
digunakan untuk hepatitis autoimun, proses mengeluarkan darah
digunakan untuk hemochromatosis, interferon dan agen antivirus
lainnya digunakan untuk hepatitis B dan C, asam ursodeoxycholic
digunakan untuk Sirosis bilier primer dan digunakan untuk trientin dan
seng Penyakit Wilson. Terapi ini menjadi kurang efektif jika penyakit
hati kronis berkembang menjadi sirosis. Sekali sirosis berkembang,
pengobatan ditujukan untuk pengelolaan komplikasi seperti perdarahan
varises, asites dan hati ensefalopati. Kekurangan seng biasanya terlihat
pada pasien dengan sirosis. Pengobatan dengan seng sulfat pada 220
mg secara oral dua kali sehari dpt memperbaiki dysgeusia, otot kram
dan sebagai terapi tambahan untuk hati ensefalopati. Pruritus terlihat di
hati kolestatik penyakit (sirosis bilier primer) dan noncholestatic
penyakit hati kronis (hepatitis C). Cholestyramine digunakan untuk
pengobatan pruritus pada penyakit hati tapi perawatan harus dilakukan
untuk menghindari pemberian bersama Cholestyramine dengan obat
lain yang harus dihindari gangguan absorpsi gastro-intestinal. Obat
lain untuk pengobatan pruritus termasuk antihistamin
(diphenhydramine, hydroxyzine), asam ursodeoxycholic, krim kulit
amonium laktat, doxepin dan rifampisin dan Naltrexone (antagonis
opioid). Penderita parah pruritus mungkin memerlukan terapi sinar
ultraviolet atau plasmapheresis. Beberapa pasien dengan kolestasis
kronis atau sirosis bilier primer dan pasien menerima kortikosteroid
untuk hepatitis autoimun membutuhkan kalsium dan suplementasi
vitamin D atau penggunaan aminobisphosphonate (alendronate
sodium).
b. Vaksinasi
Pasien dengan penyakit hati kronis harus menerima vaksinasi untuk
melindungi dari hepatitis A dan sebagai a tindakan perlindungan,
vaksinasi terhadap influenza dan pneumokokus.
c. Analgesik
Penggunaan analgesik pada penderita sirosis dapat dilakukan
bermasalah. Kebanyakan ahli hepatologi mengizinkan penggunaan
acetaminophen dosis hingga 2000 mg / hari pada pasien dengan
sirosis. Penggunaan NSAID pada pasien dengan sirosis mungkin
menyebabkan perdarahan gastrointestinal. Pasien dengan sirosis
berisiko mengalami insufisiensi ginjal yang diinduksi NSAID karena
penghambatan prostaglandin dan gangguan dalam darah ginjal
mengalir. Analgesik opiat harus digunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan ensefalopati hepatik memperburuk fungsi mental yang
mendasarinya.
d. Obat Hepatotoksisitas pada Penderita Sirosis
Pengobatan yang berhubungan dengan penyakit hati akibat obat
termasuk NSAID, Isoniazid, Valproic acid, Erythromycin, Amoksisilin
/ klavulanat, Ketoconazole, Chlorpromazine dan Ezetimibe. Statin
sering dikaitkan dengan penyakit ringan peningkatan tingkat alanine
aminotransferase dan seharusnya digunakan dengan aman pada pasien
dengan penyakit hati kronis.
e. Obat Lainnya
Antibiotik amino glikosida menyebabkan nefrotoksisitas pada pasien
dengan sirosis dan harus dihindari. Dosis rendah estrogen dan
progesteron tampaknya aman dalam pengaturan penyakit hati.
f. Transplantasi Hati
Transplantasi hati telah muncul sebagai strategi penting dalam
manajemen pasien dengan sirosis. Pasien harus dirujuk untuk
pertimbangan hati transplantasi setelah tanda pertama hati
dekompensasi. Kemajuan dalam teknik bedah, organ pelestarian dan
imunosupresi telah meningkatkan kelangsungan hidup pasca operasi.
Pada awal 1980-an, persentasenya pasien yang bertahan hidup 1 tahun
dan 5 tahun setelah hati transplantasi masing-masing adalah 70% dan
15%. Sekarang, pasien dengan angka kelangsungan hidup 1 tahun
sekitar 85-90% dan 5 tahun tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi
dari 70%. Kualitas hidup setelah hati transplantasi baik atau sangat
baik dalam banyak kasus (jurnal 3)

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai