Anda di halaman 1dari 12

KASUS KEGAWATDARURATAN

No. ID dan Nama Peserta : / dr. Nurul Indah Pertiwi


No. ID dan Nama Wahana : /RSUD Kota Makassar
Topik : Appendisitis Akut
Tanggal (kasus) : 10 Januari 2019
Nama Pasien : Tn. A No RM : 250987
Tanggal presentasi : 15 Februari 2019 Pendamping: dr. Musbicha
Tempat presentasi:Ruang Pertemuan RSUD Kota Makassar
Obyek presentasi : Anggota Komite Medik & Dokter Intersip RSUD Kota Makassar
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Laki-laki, 24 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 5 jam sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasakan tiba-tiba, dialami terus –menerus. Nyeri awalnya dirasakan
didaerah ulu hati lalu kemudian menetap diperut bawah kanan. Mual ada. muntah ada, frekuensi
3 kali, isi makanan. Nafsu makan tidak ada dan merasa lemas. Riwayat dengan keluhan yang
sama sebelumnya tidak ada. Buang air besar dan air kecil dalam batas normal.

Tujuan :
Mendiagnosis kelainan pasien, penatalaksanaan lebih lanjut pada pasien, menentukan prognosis
pasien, edukasi pasien dan keluarganya
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi
Data pasien : Nama : Tn. A Nomor registrasi : 240886
Nama klinik UGD RSUD Kota Makassar
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran klinis :
Appendisitis Akut. Keadaan umum gelisah, sakit sedang dengan GCS E 4V5M6, nafas
28x/menit, nadi 102x/menit.
2. Riwayat pengobatan: -
3. Riwayat kesehatan/penyakit: -
4. Riwayat keluarga: -
5. Riwayat pekerjaan & pendidikan: Pasien adalah seorang supir
6. Pemeriksaan fisik yang bermakna :
Keadaan umum : sakit sedang / VAS 7-8
Tanda Vital :
T = 110/80 mmHg P = 28 x/menit
N = 102 x/menit S = 37,6° C
Status Internus
 Kepala : Tidak ada kelainan
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
 Kulit : Turgor kulit baik
 Thoraks
o Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, retraksi intercostal -/-
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
o Jantung
Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat
Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada
 Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Nyeri tekan lepas regio inguinal dextra  mc burney sign (+)
Psoas sign (+) Obturator sign (+) Blumberg sign (+)
Tidak teraba massa
Perkusi : Terdapat nyeri ketok
Auskultasi : Bising usus menurun
 Ekstremitas : Refilling capiller baik
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium Darah rutin:
 Wbc: 13x103/L
 Neutrophil : 87%
 Hgb: 12.7 g/dl
 Plt: 254x103/L
Daftar Pustaka:
1. Barnes.Peter J. Appendicitis. In. Harrison’s principles of internal medicine 17 th edition
vol.II.
2. Sundaru. Heru. Appendisitis. Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1.
FKUI.Jakarta:2006
3. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
4. Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human Services. National
Institute of Health. NIH Publication No. 04–4547.June 2004.
www.digestive.niddk.nih.gov
5. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Hasil pembelajaran:
1. Appendisitis Akut
2. Penegakan diagnosa Appendisitis Akut
3. Tatalaksana awal Appendisitis Akut
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio :

1. Subyektif :
Nyeri perut kanan bawah sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit
Nyeri dirasakan tiba-tiba, dialami terus –menerus.
Nyeri awalnya dirasakan didaerah ulu hati lalu kemudian menetap diperut bawah
kanan.
Mual ada. muntah ada, frekuensi 3 kali, isi makanan.
Nafsu makan tidak ada dan merasa lemas.
Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.
Buang air besar dan air kecil dalam batas normal.
2. Obyektif :
Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : CMC
 Tekanan Darah : 110/80 mmHg
 Nadi : 104x/menit
 Frekuensi Nafas : 24 x/ menit
 Suhu : 37,60 C

Status Internus
 Kepala : Tidak ada kelainan
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
 Kulit : Turgor kulit baik
 Thoraks
o Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, retraksi intercostal -/-
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
o Jantung
Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat
Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada
 Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Nyeri tekan lepas regio inguinal dextra  mc burney sign
(+)
Psoas sign (+) Obturator sign (+) Blumberg sign (+)
Tidak teraba massa
Perkusi : Terdapat nyeri ketok
Auskultasi : Bising usus menurun
 Ekstremitas : Refilling capiller baik
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium Darah rutin:
 Wbc: 13x103/L
 Neutrophil : 87%
 Hgb: 12.7 g/dl
 Plt: 254x103/L
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka
diagnosis yang sangat mendukung adalah Appendisitis Akut
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan penunjang
3. Assessment :
DEFINISI
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun
dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering
ditemukan pada anak-anak dan remaja.
Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara
bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat
dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya
pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki
lebih tinggi.

ETIOLOGI
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix
sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang
paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan
appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi: Hiperplasia folikel
lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya, dan benda asing seperti biji-bijian.
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal,
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya
apendisits akut.

PATOGENESIS
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks
yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi
sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia
merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi
peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi
perforasi.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat
berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus
yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus
tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses
melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis dan
dikonfirmasi dengan usg abdomen.
a. Gejala
1. Nyeri abdominal
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah
dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan
bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik
setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya penderita akan
mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun.
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi
biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C
Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering
hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya.
Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis diketahui setelah
terjadi perforasi.
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang
terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis
setelah perforasi.
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah
tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

b. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan
rektal sampai 1C.
Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang
perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran
spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.
Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal
yaitu:
 Nyeri tekan di Mc. Burney
 Nyeri lepas
 Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal.
Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada
nyeri pinggang.
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung:
 nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
 nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
 nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan.
Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan
kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada
pinggul / pangkal paha kanan. Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang
mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan
manuver (pemeriksaan).
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan.
Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi
samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam. Dasar
Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak denhgan otot
obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.
c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus
appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, C-reaktif
protein meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di
dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
 USG Abdomen
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.

Skor Alvarado

untuk diagnosis appendisitis akut:

Gejala dan tanda: Skor

Nyeri berpindah 1

Anoreksia 1

Mual-muntah 1

Nyeri fossa iliaka kanan 2

Nyeri lepas 1

Peningkatan suhu > 37,30C 1

Jumlah leukosit > 10x103/L 2

Jumlah neutrofil > 75% 1

__________________________________________________

Total skor: 10

Keterangan Alavarado score:


 Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point
 Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram:

1 – 4 dipertimbangkan appendicitis akut

5–6 possible appendicitis tidak perlu operasi

7–9 appendicitis akut perlu pembedahan

 Penanganan berdasarkan skor Alvarado :

1–4 : observasi

5–6 : antibiotic

7 – 10 : operasi dini

PENATALAKSANAAN
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis : Puasakan dan Berikan analgetik
dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala. Penelitian menunjukkan
bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi. Berikan antibiotika
IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy Perawatan
appendicitis tanpa operasi. Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena
dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi
operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko
tinggi untuk dilakukan operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah. Pemberian
antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post opersi.
Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob.
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%.
Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah.

KOMPLIKASI
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
 nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
 Suhu tubuh naik tinggi sekali.
 Nadi semakin cepat.
 Defance Muskular yang menyeluruh
 Bising usus berkurang
 Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
 Pelvic Abscess
 Subphrenic absess
 Intra peritoneal abses lokal
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga
abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
 Plan :
Diagnosis
Appendisitis Akut
Terapi
 IVFD RL 28 tetes per menit
 Ondansentron amp 4 mg/12 jam/intravena
 Ranitidin amp 50 mg/8 jam/iv
 Rencana Appendektomi (Alvarado Score : 10)
Edukasi
Menjelaskan prognosis dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Konsultasi
Setelah melakukan penanganan pertama pada pasien kemudian dikonsul ke spesialis
bedah untuk penanganan lebih lanjut.
Rujukan
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang seharusnya ditangani oleh rumah sakit
yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih memadai.

Makassar, 25 Februari 2019

Peserta Pendamping
dr. Nurul Indah Pertiwi dr. Musbicha

Anda mungkin juga menyukai