SINDROM NEFROTIK
Oleh:
Wafik Anikoh
2011901048
Pembimbing:
dr. Supriadi, Sp.A
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan jurnal yang
berjudul “SINDROM NEFROTIK” yang diajukan sebagai persyaratan untuk
mengikuti kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu Kesehatan Anak Program Studi
Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru.
Penulis berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing
dr. Supriadi, Sp.A, M.biomed, atas bimbingannya selama berlangsungnya
pendidikan di bagian Ilmu Kesehatan Anak sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan jurnal ini masih terdapat
banyak kekurangan serta jauh dari kesempurnaan akibat keterbatasan pengetahuan
dan kemampuan penulis. Oleh karenanya, penulis memohon maaf atas segala
kekurangan serta diharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka
perbaikan penulisan jurnal. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
banyak pihak demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan laporan kasus ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang
menempuh pendidikan.
Wafik Anikoh
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Epidemiologi1,2
Sindrom nefrotik pada anak sebagian besar (90%) merupakan
idiopatik. Glomerulonefritis dengan lesi minimal ditemukan sekitar
90% pada anak usia <10 tahun, dan >50% pada anak yang lebih tua.
Berdasarkan dari jenis kelamin, sindrom nefrotik lebih sering terjadi
pada anak laki-laki dibandingkan permepuan. Sebanyak 10-15% terjadi
pada SN dewasa. Di Amerika Serikat sebanyak 35% dari keseluruhan kasus
dan 50% diantaranya adalah kulit hitam. Angka kejadian di Indonesia
mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun.
2.1.3. Klasifikasi5,6
a. Sindrom Nefrotik Bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Gejalanya adalah edema pada masa neonatus sindrom nefrotik jenis
ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa
dilakukan yaitu pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak
berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam
bulan pertama kehidupan.
b. Sindrom Nefrotik Idiopatik
Kelainan Minimal, ; lebih banyak terdapat pada anak,
glomerulus tampak normal, dengan imunofluorosensi tidak
2
ada IgG atau immunoglobulin beta-IC pada dinding kapiler
glomerulus, prognosis baik.
Nefropati Membranosa, ; glomerulus menunjukkan penebalan
dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel, prognosis
kurang baik.
Glomerulonefritis proliferative, ‘ terdapat proliferasi
mesangial dan infiltrasi polimorfonukleus, penebalan batang
lobular, titer immunoglobulin beta-IC atau beta-IA rendah.
Glomerulosklerosis Fokal Segmental
Sklerosis glomerulus dan atrofi tubulus, prognosis buruk
2.1.4. Etiologi2
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer
(terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab
lain) dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat
(connective tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit
sistemik seperti tercantum pada tabel 1. Glomerulonefritis dengan lesi
minimal merupakan ponyebab SN utama pada anak, meskipun tetapi
merupakan penyebab yang banyak ditemukan pada semua usia
sedangkan sekitar 30% penyebab SN pada dewasa dihubungkan dengan
penyakit sistemik seperti diabetes melitus, amiloidosis, atau lupus
eritematosis sistemik. Penyebab lain disebabkan oleh kelainan primer
pada ginjal seperti kelainan lesi minimal, glomerulosklerosis fokal
segmental , dan nefropati membranosa.
A. Glomerulonefritis Primer :
GN lesi minimal
Glomeurulosklerosis fokal segmental
GN membranosa
GN membranoproliferatif
GN proliferatife lain
B. Glomerulonefritis Sekunder
3
1. Infeksi : HIV, hepatitis B dan C, sifilis, malaria,
skistosoma, tuberculosis, lepra
2. Keganasan : adenokarsinoma paru, payudara, kolon,
limfoma Hodgkin, myeloma multiple dan karsinoma ginjal
3. Penyakit jaringan penghubung : Lupus eritomatosus
sistemik, artritis reumatoid, mixed connective tissue
disease (MCTD)
4. Efek obat dan toksin : Obat antiinflamasi non-steroid,
preparat emas, penisilamin, probenesid, air raksa,
kaptopril, heroin
5. Lain-lain : Diabetes melitus, amiloidosis, pre-eklamsia,
rejeksi alograf kronik, refluks vesikoureter, atau sengatan
lebah
2.1.5. Patofisiologi1
Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah
proteinuria, yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding
kapiler glomerulus. Penyebab peningkatan permeabilitas ini tidak
diketahui tetapi dihubungkan dengan hilangnya glikoprotein bermuatan
negative pada dinding kapiler.
Mekanisme timbunya edema disebabkan oleh hipoalbumin akibat
proteinuria. Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma sehingga terjadi transudasi cairan dari kompartemen
intravascular ke ruangan interstitial. Penurunan volume intravascular
menyebabkan penurunan perfusi renal sehingga mengaktivasi system
renin-angiotensin-aldosteron yang selanjutnya menyebabkan reabsorpsi
natrium di tubulus distal ginjal. Penurunan volume intravascular juga
menstimulasi pelepasan hormon antidiuretic (ADH) yang akan
meningkatkan reabsorpsi air ditubulus kolektivus. Mekanisme
terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida akibat dua faktor,
yaitu hipoproteinemia menstrimulasi sintesis protein di hati termasuk
4
lipoprotein. Kedua, katabolisme lemak yang teraganggu sebagai akibat
penurunan kadar lipoprotein lipase plasma (enzim utama yang
memecah lemak di plasma darah).
2.1.7. Diagnosis1,2,5,6
Berdasarkan pemikiran bahwa penyebab SN sangat luas maka
anamnesis dan pemeriksaan jasmani serta pemeriksaan urin, termasuk
pemeriksaan sedimen, perlu dilakukan dengan cermat. Pemeriksaan
albumin dalam serum, kolesterol, dan trigliserid juga membantu
penilaian terhadap SN. Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan
berbagai infeksi, dan riwayat penyakit sistemik lain perlu diperhatikan.
Pemeriksaan serologis dan biopsi ginjal sering diperlukan untuk
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyebab GN
sekunder. Pemeriksaan serologis sering tidak banyak memberikan
informasi dan biayanya mahal. Karena itu sebaiknya pemeriksaan
serologis hanya dilakukan berdasarkan indikasi yang kuat.
a. Anamnesis
Lebih sering terjadi terjadi pada laki-laki dibanding perempuan
Keluhan utama bengkak disekitar mata dan ekstremitas bawah
dengan jenis pitting edema.
b.Pemeriksaan fisik
Tanda vital normal, jarang timbul hipertensi
Edema periorbita maupun ekstremitas
5
Dapat timbul asites ataupun efusi pleura
c.Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah : kolesterol dan trigliserida meningkat
Albumin serum >2g/dL
d.Pemeriksaan urin
Proteinuria +3 atau +4, atau >2 g/24 jam
Hematuria mikroskopis (jarang terjadi)
Fungsi ginjal dapat normal ataupun menurun
2.1.8. Tatalaksana2,3
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat
di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan
evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan
steroid, dan edukasi orangtua. Pengobatan SN terdiri dari pengobatan
spesifik yang ditujukan terhadap penyakit dasar dan pengobatan non-
spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema, dan
mengobati komplikasi. Diuretik disertai diit rendah garam (sekitar 2
gram natrium per hari) dan tirah baring dapat membantu mengontrol
edema. Furosemid oral dapat diberikan dan bila resisten dapat
dikombinasi dengan tiazid, metalazon, dan/atau asetazolamid. Kontrol
proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan mengurangi risiko
komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan protein 0,8-1,0
g/kgBB/ hari dapat mengurangi proteinuria. Obat penghambat enzim
konversi angiotensin {angiotensin converting enzyme inhibitors) dan
antagonis reseptor angiotensin II {angiotensin II receptor antagonist)
dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai
efek aditif dalam mengurangi proteinuria. Risiko tromboemboli pada
SN meningkat dan perlu mendapat penanganan. Walaupun pemberian
antikoagulan jangka panjang masih kontroversial tetapi pada satu studi
terbukti memberi keuntungan. Jika terjadi trombosis dapat diberikan
heparin dilanjutkan dengan warfarin selama pasien masih nefrotik.
6
Dislipidemia pada SN belum secara meyakinkan meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular, tetapi bukti klinis dalam populasi menyokong
pendapat perlunya mengontrol keadaan ini. Obat penurun lemak
golongan statin seperti simvastatin, pravastatin, dan lovastatin dapat
menurunkan kolesterol LDL, trigliserid, dan meningkatkan kolesterol
HD.
2.1.9. Komplikasi4
a. Infeksi
Pada SN mudah terjadi infeksi dan yang paling sering adalah selulitis
dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan
komplemen faktor B dan D di urin.
b. Tromboemboli
Pada SN dapat terjadi trombosis karena adanya hiperkoagulasi, peningkatan
kadar fibrinogen, faktor VIII, dan penurunan konsentrasi antitrombin III.
Trombosis dapat terjadi di dalam vena maupun arteri. Adanya dehidrasi
meningkatkan kemungkinan terjadinya trombosis.
2.1.10. Prognosis1
Umumnya memiliki prognosis yang baik dan akan sembuh pada
decade kedua kehidupan. Namun, prognosis bisa saja menjadi buruk
pada beberapa keadaan seperti menderita untuk pertama kalinya pada
usia <2 tahun atau >6 tahun, disertai hipertensi, disertai hematuria,
termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
7
BAB 3
STATUS PASIEN
3.3. Anamnesis
Anamnesis dialakukan aloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 23 Maret
2021 sekitar pukul 10.00 WIB
a. Keluhan utama : Bengkak seluruh badan
b. Riwayat penyakit sekarang : Bengkak seluruh badan, riwayat
mengkonsumsi obat OAT mulai Januari, nafsu makan menurun, sedikit
terasa sesak, diare (-).
c. Riwayat penyakit dahulu : Tidak ada
d. Riwayat penyakt keluarga : Tidak ada
8
e. Riwayat alergi : Tidak ada
f. Imunisasi : Tidak imunisasi
3.4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 11070 mmHg
Frekuensi nadi : 88x/menit
Frekuensi nafas : 22x/menit
Suhu : 36ºC
SpO2 : Tidak dilakukan
b. Status Gizi
Berat badan : 42 kg
Tinggi badan :-
c. Status Generalisata
Kepala : dalam batas normal
Mata : Edema (+/+), anemis (-/-), ikterik (-/-)
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
d. Pemeriksaan Fisik
Paru
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris, retraksi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus normal
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : ronki (-/-), wheezing (-/-), vesikuler
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :
Perkusi :
9
Auskultasi : suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : dilatasi abdomen
Palpasi : abdomen terasa tegang, hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi : redup, timpani
Auskultasi : bising usus (+)
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas ; akral hangat, edema (+/+)
3.5. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 13,6 g/dL
Leukosit : 10.500/µL
Trombosit : 412.000 sel/mm3
3.6. Diagnosis
- Sindrom Nefrotik
3.7. Penatalaksanaan
Prednison
Furosemid
Albumin
Metilprednison 16 mg
OAT 1x1 tab
10
BAB 4
PEMBAHASAN
11
BAB 5
KESIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
13
14