Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

SINDROM NEFROTIK DAN PERAWATAN KATETER


Disusun untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pengampu : Ns. Ida Ayu Kade Sri Widiastuti, M.Kep., Sp.Kep.An,

Disusun oleh:

HASMAHUL HUSNA (2110035066)


AGNESSIA RUBA’ BALIK (2110035079)
MUHAMMAD ALDI SAPUTRA (2110035081)

Tingkat - 2B

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala
limpahan dan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai,
guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak dengan judul “SINDROM
NEFROTIK DAN PERAWATAN KATETER”. Penulis sangat berharap semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan
kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini, pembaca praktekkan dalam kehidupan
sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis mengharapkan
semoga makalah ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan dan keperawatan.

Samarinda, 13 Februari 2023

Kelompok 10
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom Nefrotik (SN) adalah salah satu kelainan klinis glomerulus yang
paling sering terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan gejala proteinuria berat
>3,5 gram/hari, hipoalbunemia <3,5 gram/hari, hiperkolesterolemia, hipoproteinemia,
edema dan dapat disertai hiperlipidemia. (Depkes RI, 2022)

Sindrom nefrotik (SN) terbanyak dijumpai pada anak, dengan angka kejadian
15 kali lebih banyak dibandingkan orang dewasa. Insidennya sekitar 2-3/100.000 anak
per tahun, sebagian besar 90% SN pada anak merupakan SN yang idiopatik. Sisanya
(10%) merupakan SN sekunder yang berhubungan dengan kelainan glomerulus
seperti nefropati membranosa dan glomerulonefritis membranoprolifratif. (Nilawati,
2016) Sedangkan kejadian di Indonesia pada sindrom nefrotik mencapai 6 kasus
pertahun dari 100.000 anak berusia 1 sampai 5 tahun (Riskesdas, 2018).

Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan


sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin dan akibat
penyakit sistemik. (Kodner, 2016) Penyakit SN yang terbatas pada ginjal disebut
sindrom nefrotik primer, sedangkan kondisi yang mempengaruhi ginjal dan bagian
lain dari tubuh disebut sindrom nefrotik sekunder. Sindrom nefrotik primer dibagi lagi
menjadi 2 yaitu idiopatik dan kongenital. (Volkers, 2019) Penyebab Sindrom Nefrotik
sangat luas maka anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan urin termasuk
pemeriksaan sedimen perlu dengan cermat. Pemeriksaan kadar albumin dalam serum,
kolesterol dan trigliserid juga membantu penilaian terhadap sindrom nefrotik.
Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan berbagai infeksi dan riwayat penyakit
sistemik lain perlu diperhatikan. Manajemen dari Sindrom nefrotik yaitu mengatasi
penyebabnya, memberikan terapi berdasarkan gejalanya serta pada beberapa kasus
diberikan agen immunosuppressant. (Kharisma, 2017)

Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah terdapat adanya proteinuria, retensi
cairan, edema, berat badan meningkat, edema periorbital, edema fasial, asites, distensi
abdomen, penurunan jumlah urine, urine tampak berbusa dan gelap, hematuria, nafsu
makan menurun, dan kepucatan. Perawatan di rumah sakit pada penderita Nefrotik
Sindrom penting dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid dan edukasi
orang tua.

Kateter merupakan sebuah alat berbentuk pipa yang dipasangkan ke organ


tubuh manusia digunakan untuk mengeluarkan urin dari kandung kemih (Hooton et
al., 2010). Pemasangan kateter memiliki tujuan untuk diagnostik maupun terapeutik,
memintas suatu obstruksi yang menyumbat urin, menghasilkan drainasi pasca operatif
pada kandung kemih (Sari & Prijono, 2015). Selain untuk dekompresi kandung
kemih, kateter juga digunakan untuk mengavaluasi jumlah urine yang keluar dan pada
pasien inkontinensia urine. Tujuan perawatan kateter yaitu menjaga kebersihan
saluran kencing, mempertahankan kepatenan kateter, dan mencegah terjadinya
infeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SINDROM NEFROTIK
2.1.1 Definisi
Sindrom Nefrotik (SN) adalah salah satu kelainan klinis glomerulus
yang paling sering terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan gejala
proteinuria masif >3,5 gram/hari, hipoalbunemia <3,5 gram/hari,
hiperkolesterolemia, hipoproteinemia, edema dan dapat disertai
hiperlipidemia. (Depkes RI, 2022) Pada proses awal atau SN ringan untuk
menegakan diagnosis tidak perlu semua gejala ditemukan. Proteinuria masif
merupakan tanda khas Sindrom Nefrotik, akan tetapi pada SN berat yang
disertai kadar albumin serum rendah, ekskresi protein dalam urin juga
berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang
terjadi pada SN.

2.1.2 Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin
dan akibat penyakit sistemik. Berikut merupakan klasifikasi dan penyebab
sindrom nefrotik:
a. Nefrotik Sindrom Bawaan (Kongenital)
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi
maternofetal. Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada
masa neonatus. Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus
tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal
pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Glomerulonefritis Primer (Idiopatik)
1). GN lesi minimal
2). Glomerulosklerosis segmental
3). GN membranosa
4). GN membranoproliferative
5). GN proliferatif lain
c. Glomerulonefritis Sekunder
1) Infeksi (HIV, Hepatitis B dan C, Sifilis, Malaria, Skistosoma,
Tuberculosis dan Lepra)
2) Keganasan (Adenosarkoma Paru, payudara, kolon, limfoma
hodgkin, mieloma multipel dan karsinoma ginjal)
3) Connective Tissue Disease ( SLE, Artritis reumatoid, mixed
connective tissue disease)
4) Efek obat dan toksin ( NSAID, Penisilamin, Probenesid)
5) Lain – lain (Diabetes melitus, Amiloidosis, Pre-eklamsia, Refluks
Vesikoureter)

2.1.3 Patofisiologi

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat


pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunnya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravaskular berpindah ke dalam interstisial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemia. Menurunnya aliran darah ke
renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin
angiotensin dan peningkatan sekresi hormon ADH dan sekresi aldosteron yang
kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan
menyebabkan edema.

Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari


peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin
atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari
meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena
kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin atau
lipiduria. Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia. (Kharisma, 2017)
2.1.4 Pathway Sindrom Nefrotik
2.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut Hidayat (2016), Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai
berikut: terdapat adanya proteinuria, retensi cairan, edema, berat badan meningkat,
edema periorbital, edema fasial, asites, distensi abdomen, penurunan jumlah urine,
urine tampak berbusa dan gelap, hematuria, nafsu makan menurun, dan kepucatan.
Pasien Nefrotik Sindrom biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila
lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum (pada laki-laki). Bila
disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis. Adapun
tanda dan gejala lainnya adalah:
a. Proteinuria
Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler
terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal
membran basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk
mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama
berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan
muatan listrik (charge barrier). Pada Nefrotik Sindrom mekanisme barrier
tersebut akan terganggu. Selain itu konfigurasi molekul proteinjuga
menentukan lolos tidaknya protein melalui membran basal glomerulus.
b. Hipolbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukanoleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada Nefrotik Sindrom
hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria massif dengan akibat
penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan
onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin.
Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya
hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin
hati akan tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui
urin.
c. Edema
Edema pada Nefrotik Sindrom dapat diterangkan dengan teori underfill
dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia
merupakan faktor kunci terjadinya edema pada Nefrotik sindrom.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma dan
bergesernya cairan plasma sehingga terjadi hipovolemiadan ginjal
melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi air dan natrium.
Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume inravaskular tetapi
juga mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema
semakin berlanjut.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal
utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler
meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus
akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan
edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan pada pasien Nefrotik
Sindrom. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid,
derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan
dengan penyakit jantung dan hati akan menentukan mekanisme mana yang
lebih berperan.

2.1.6 Penatalaksanaan Medis


Perawatan di rumah sakit pada penderita Nefrotik Sindrom penting dengan
tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet,
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid dan edukasi orang tua.
a. Edukasi kepada pasien dan orang tua mengenai penyakit ini dan prosedur apa
yang dilakukan. Penjelasan mengenai penyakit Nefrotik Sindrom bisa sembuh
namun juga dapat kambuh lagi perlu disampaikan dengan baik agar tidak
tejadi kesalah pahaman.
b. Restriksi cairan dianjurkan selama edema berat. biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironalokton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3
mg/BBkg/hari. Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu
dilakukan pemantauan elektrolit darah (kalium dan natrium)
c. Medikamentosa
Kortikosteroid sudah dipakai sebagai terapi lini pertama Nefrotik Sindrom
karena diyakini efektif dalam menyembuhkan penyakit ini. Kortikosteroid
merupakan terapi pilihan utama Nefrotik Sindrom idiopatik pada anak kecuali
jika ada kontraindikasi. Steroid yang diberikan adalah jenis prednison dan
prednisolon. Pengobatan imunosupresif ini dapat menimbulkan remisi
proteinuria dan melindungi fungsi ginjal untuk beberapa jenis
glomerulonefritis primer.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Betz & Sowden (2017), pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

1) Uji Urine
a. Urinalisis: proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2g/m2/hari), bentuk hialin
dan granular, hematuria
b. Uji dipstick urine: hasilpositif untuk protein dan darah
c. Berat jenis urine: meningkat palsu karena proteinuria
d. Osmolalitas urine: meningkat
2) Uji Darah
a. Kadar albumin serum: menurun (kurang dari 2 g/dl)
b. Kadar kolesterol serum: meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000
mg/dl)
c. Kadar trigliserid serum: meningkat
d. Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat
e. Hitung trombosit: meningkat (mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul)
f. Kadar elektrolit serum: bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan
3) Uji Diagnostik
Biopsi Ginjal (tidak dilakukan secara rutin)

2.1.8 Komplikasi
a. Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin seperti
antithrombin III (AT III), protein S bebas, plasminogen dan α antiplasmin.
b. Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2.
c. Meningkatnya sintesis protein prokoagulan dan tertekannya fibrinolisis.
d. Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh factor jaringan
monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus yang
selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.
e. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus,
bronkopneumonia, TBC. Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha sering
ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi kurang menonjol
seperti erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme apabila kelainan
kulit dibiakan.
f. Gangguan klirens renali pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan
kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran
natrium dan air ke ansa henle tebal. Gangguan pengasaman urin ditandai
dengan ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah pemberian beban
asam.
g. Gagal ginjal akut terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi
berkurang, tapi karena edema interstisial dengan akibatnya meningkatnya
tekanan tubulus proksimalis yang menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
h. Anemia yang disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serum yang
menurun akibat proteinuria. Anemia hipokrom mikrositik, karena defisiensi
besi yang tipikal, namun resisten terhadap pengobatan preparat Fe.
i. Peritonitis karena adanya edema di mukosa usus membentuk media yang baik
untuk perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat infeksi
streptokokus pneumonia, E.coli.
j. Gangguan keseimbangan hormon dan mineral. Karena protein pengikat
hormon hilang melalui urin . Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam
urin pada beberapa pasien sindrom nefrotik dan laju ekskresi globulin
umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria.
k. Hipokalsemia disebabkan albumin serum yang rendah, dan berakibat
menurunkan kalsium terikat, tetapi fraksi yang terionisasi normal dan
menetap. Disamping itu pasien sering mengalami hipokalsiuria, yang kembali
menjadi normal dengan membaiknya proteinuria. Absorbsi kalsium yang
menurun di GIT, dengan eksresi kalsium dalam feses lebih besar daripada
pemasukan. Hal-hal seperti di atas dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan serta mental anak pada fasa pertumbuhan.
Hubungan antara hipokalsemia, hipokalsiuria, dan menurunnya absorpsi
kalsium dalam GIT menunjukan kemungkinan adanya kelainan metabolisme
vitamin D namun penyakit tulang yang nyata pada penderita sindrom nefrotik
jarang ditemukan.
3.1 PERAWATAN KATETER URINE
3.1.1 Pengertian Kateter Urine
Pemasangan kateter merupakan tindakan keperawataan dengan cara
memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan
untuk membantu memenuhi kebutuhan eliminasi dan sebagai pengambilan
bahan pemeriksaan (Hidayat, 2006). Tindakan pemasangan kateter urin
dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik sesuai dengan ukurannya
ke dalam kandung kemih. Kateter memungkinkan mengalirnya urin yang
berkelanjutan pada klien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien
yang mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji
pengeluaran urin per jam pada klien yang status hemodinamiknya tidak stabil
(Potter dan Perry, 2008).

3.1.2 Tujuan Perawatan Kateter


1) Menjaga kebersihan saluran kencing
2) Mempertahankan kepatenan kateter
3) Mencegah terjadinya infeksi.

3.1.3 Tahap Perawatan Kateter


1) Fase Orientasi
a. Salam terapetiuk
b. Evaluasi/validasi kondisi klien
c. Kontrak : topik/waktu/tempat
2) Fase Kerja Persiapan Alat
a. Sarung tangan bersih
b. Bengkok
c. Kapas antiseptic (seperti klorheksidin 2%)
Cara Kerja
1. Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama
lengkap, tanggal lahir dan atau nomor rekam medis)
2. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur
3. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
4. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
5. Pasang sarung tangan
6. Jaga privasi pasien
7. Bebaskan area genetalia dari pakaian
8. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran kemih
9. Monitor tanda dan gejala obstruksi aliran urine
10. Monitor kebocoran kateter, selang dan kantung urine
11. Pastikan selang kateter dan kantung urine tidak tertekuk atau
terbebas dari lipatan
12. Pastikan kantung urine diletakkan di bawah kantung kemih dan
tidak
di lantai
13. Lakukan perawatan perineal minimal 1 kali sehari
14. Kosongkan kantung urine jika telah terisi setengahnya
15. Ganti kateter dan kantung urine secara rutin sesuai protokool atau
sesuai indikasi
16. Lakukan kebersihan 6 langkah
17. Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan respons pasien
3) Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien :
1. Evaluasi subjektif
2. Evaluasi objektif
b. Tindak lanjut klien
c. Kontrak : topik / waktu / tempat
4) Sikap
1. Hati-hati
2. Sabar dan jangan tergesa-gesa
3. Bersikap sopan dan ramah

4.1 Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Sindrom Nefrotik


1. Pengkajian
a. Data Umum :
1) Identitas bayi : Meliputi nama /panggilan,umur/tanggal lahir, kenis
kelamin anak, jumlah saudara, diagnosa medis dan jaminan.
2) Identitas orang tua: Meliputi nama ibu dan ayah, umur ibu dan ayah,
agama ibu dan ayah, agama ibu dan ayah, pendidikan ibu dan ayah,
pekerjaan ibu dan ayah dan alamat tempat tinggal.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya pada klien dengan sindrom nefrotik keluhan yang dirasakan
adanya edema pada badan, muka sembab, dan nafsu makan menurun.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak akan mengeluhkan sembab pada beberapa
bagian tubuh anak seperti pada wajah, mata, kaki, tangan serta bagian
genitalia. Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan anaknya mudah
demam dan daya tahan tubuh anak lemah.
3) Riwayat kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk menilai
adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji apakah anak pernah
mengalami penyakit ginjal sebelumnya. Apakah anak pernah
mengalami edema sebelumnya. Apakah anak pernah mengalami
penyakit malaria dan terpapar bahan kimia.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
gagal ginjal akut dan gagal ginjal kornik.
5) Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan adakah
menderita penyakit ginjal, malaria, dan terpapar bahan kimia.
6) Riwayat Pertumbuhandan Perkembangan
Tentukan usia saat penanda kemampuan kontrol motorik kasar dicapai,
seperti duduk, berdiri, berjalan, bersepeda dan seterusnya. Tanyakan
apakah anak telah memiliki keterampilan motorik halus seperti
menggenggam, melepaskan, menggenggam penjepit, krayon, atau
menggunakan sendok garpu, dan keterampilan menulis dengan tangan.
7) Riwayat Psikoseksual
Anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan
merasakan kenikmatan dari bebrapa daerah erogennya, senang bermain
dengan berjenis kelamin beda, oedius komplek untuk anak laki-laki
lebih dekat dengan ibu, Elektra komplek untuk anak perempuan lebih
dekat dengan ayah.
8) Riwayat Psikososial
Anak berada pada fase pra sekolah yaitu memiliki inisiatif untuk
belajar mencari pengalaman baru.
9) Perkembangan Kognitif
Masuk tahap pra operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia
dengan bahasa, bermain, dan meniru, menggunakan alat- alat
sederhana.
10) Perkembangan Fisik dan Mental
Melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan, dan
badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebutkan hari
dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenai empat warna,
membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
11) Riwayat hospitalisasi
Sedih, perasaan, berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan
dalam bermain, rewel gelisah, perasaan berpisah dari orangtua,dan
teman.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-Tanda Vital
a). Tekanan Darah
Tekanan darah normal pada anak 100/60 mmHg. Biasanya anak yang
hipovolemik akan mengalami hipotensi 95/65 mmHg dan dapat juga
anak akan mengalami hipertensi ringan apabila kolesterol meningkat.
b). Nadi
Nadi berdasarkan usia, frekuensi nadi usia 1-3 tahun 90- 150x/menit,
usia 4-5 tahun 80-140x/menit, usia 5-12 tahun 70- 120x/menit, usia 12
18 tahun 60-100x/menit
c). Pernapasan
Pernapasan berdasarkan usia, frekuensi pernapasan 0-12 bulsn 25-
55x/menit, 1-3 tahun 20-30x/menit, usia 4-5 tahun 20-25x/menit, usia
6 12 tahun 14-22x/menit, 12-18 tahun 12-18x/menit.
d). Suhu
Suhu tubuh normal 36,5oC-37,5OC, pada anak SN biasanya
mengalami hipertermi.
2) Kepala-Leher
Biasanya tidak ada kelainan pada kepala, pada wajah ditemukan
sembab diseluruh wajah.
3) Mata
Biasanya edema didaerah kelopak mata, terlihat jelas pada pagi hari
saat bangun tidur dan bengkak berkurang setelah siang atau sore hari.
4) Hidung
Biasanya pada anak SN ditemukan pernapasan cuping hidung dan
pola pernapasan tidak teratur.
5) Mulut
Biasanya anak akan mengalami sianosis apabila terjadi penurunan
saturasi oksigen.
6) Paru-paru
a) Inspeksi
Pada saat di inspeksi akan tampak retraksi pada dinding dada.
b) Palpasi
Dikaji apakah fremitus kiri dan kanan pasien sama. Apakah ada nyeri
saat disentuh.
c) Perkusi
Dikaji apakah ada massa atau tidak.
d) Auskultasi
Dikaji apakah ada suara nafas abnormal dan suara nafas tambahan.
7) Kardiovaskuler
a) Inspeksi
Biasanya tidak ada kelainan.
b) Palpasi
Iktus cordis teraba di RIC 3 dan 4, biasanya terjadi peningkatan atau
penurunan denyut jantung.
c) Perkusi
Dikaji apakah ada pembesaran jantung. Basanya tidak ada kelainan.
d) Auskultasi
Bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2 biasanya normal. Dikaji apakah
ada bunyi jantung tambahan.
8) Abdomen
a) Inspeksi
Saat dikaji ditemukan adanya asites pada anak.
b) Palpasi
Saat dikaji biasanya ditemukan adanya distensi abdomen pada anak.
c) Perkusi
Pada saat dikaji akan erdengar bunyi dullness karena adanya asites
pada anak.
d) Auskultasi
Pada saat dikaji didengar suara bising usus.
9) Kulit
Biasanya pada kulit akan tampak edema, kulit pucat, kulit mengenag
karena edema, CRT >2detik .
10) Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edama pada kedua ekstremitas dan
ditemukan CRT >2 detik.
11) Genitalia
Biasanya pada laki-laki akan terjadi edema pada skrotum dan pada
anak perempuan akan terjadi edema pada labia mayora.

2. Diagnosa Keperawatan
Keputusan tentang penentuan diagnosa keperawatan Sindrom Nefrotik
beberapa diagnosa yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
Menurut (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :
1) Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan (D.0022)
2) Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(D.0005)
3) Resiko Infeksi berhubungan dengan mal nutrisi (D.0142)
4) Defisit Nutrisi ditandai dengan nafsu makan menurun (D.0019)
5) Gangguan Integritas Kulit/Jaringan ditandai dengan kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit (D.0129)
6) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur bentuk
tubuh (D.0083)

3. Intervensi Keperawatan
a) Hipervolemia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hasil
Keseimbangan Cairan Membaik (L.03020)
Kriteria Hasil :
1) Asupan cairan meningkat
2) Asupan makanan meningkat
3) Edema menurun
4) Turgor kulit membaik
5) Berat badan membaik
Intervensi : Pemantauan Cairan (I.03121)
Observasi :
- Monitor intake-output cairan
- Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan (mis. Penyakit
ginjal dan kelenjar)
Terapeutik :
- Atur interval pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

b) Pola Napas Tidak Efektif


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hasil
Pola Napas Membaik (L.01004)
Kriteria Hasil :
1) Dispnea menurun
2) Penggunaan otot bantu napas menurun
3) Frekuensi napas membaik
Intervensi : Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Observasi :
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. Mengi, wheezing, ronkhi)
Terapeutik :
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat, jika perlu
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu

c) Resiko Infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hasil
Tingkat Infeksi Membaik (L. 14137)
Kriteria Hasil :
1) Nafsu makan meningkat
2) Demam menurun
3) Nyeri menurun
4) Bengkak menurun
Intervensi : Pencegahan Infeksi (I.14539)
Observasi :
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik :
- Berikan perawatan kulit pada edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
d) Defisit Nutrisi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatn diharapkan hasil
Status Nutrisi Membaik (L.03030)
Kriteria Hasil :
1) Kekuatan otot pengunyah meningkat
2) Kekuatan otot menelan meningkat
3) Nyeri abdomen menurun
4) Nafsu makan membaik
Intervensi : Manajemen Nutrisi (I.03119)
Observasi :
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan nutrisi dan kalori
- Monitor asupan makanan
Terapeutik :
- Lakukan oral hygine sebelum makan, jika perlu
- Berikan makanan tinggi kalori dan protein
Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan kalori dan jenis nutrien
yang di butuhkan, jika perlu

e) Gangguan Integritas Kulit/Jaringan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hasil
Integritas Kulit dan Jaringan Membaik (L.14125)
Kriteria Hasil :
1) Kerusakan jaringan menurun
2) Kerusakan lapisan kulit menurun
3) Nyeri menurun
Intervensi : Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Observasi :
-Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan status
nutrisi)
Terapeutik :
- Hindari produk berbahandasar alcohol
- Gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hipoalergik pada
kulit sensitive
Edukasi :
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahapan keempat dalam proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan.
Implementasi merupakan tindakan yang nyata mencapai hasil yang
diharapkan berupa berkurangnya atau hilangnya masalah yang sedang
dihadapi. Pada tahap implementasi ini terdiri dari beberapa kegiatan yaitu
validasi rencana keprawatan, menuliskan dan mendokumentasikan rencana
keperawatan serta melanjutkan pengumpulan data (Mitayani, 2011).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses
keperawatan, dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap
perubahan diri klien dan menilai sejauh mana masalah klien dapat diatasi.
Perawat dapat memberikan umpan balik atau pengkajian ulang, seandainya
tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini proses
keperawatan dapat dimodifikasikan (Mitayani, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Kasmad, Sujianto, U., & Hidayati, W. (2007). Hubungan Antara Kualitas Perawatan
Kateter Dengan Kejadian Infeksi Nosokomial Saluran Kemih. Hubungan
Kualitas Perawatan Kateter, 1(1).

Kharisma, Y. (2017). Tinjauan umum penyakit sindrom nefrotik. Universitas Islam


Bandung, 1–4.

Kodner, C. (2016). Diagnosis and management of nephrotic syndrome in adults.


American Family Physician, 93(6), 479–485.

Nilawati, G. (2016). Profil Sindrom Nefrotik pada Ruang Perawatan Anak RSUP
Sanglah Denpasar. Sari Pediatri, 14(4), 269.
https://doi.org/10.14238/sp14.4.2012.269-72

Rosa, S. (2016). Asuhan Keperawatan Pada aN. A dengan Gastroenteritis Akut


Fakultas Ilmu Kesehatan UMP. 6–32.

Volkers, M. (2019). No TitleΕΛΕΝΗ. Αγαη, 8(5), 55.

Anda mungkin juga menyukai