Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

GLOMERULONEFRITIS

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok pada matakuliah Keperawatan
Medikal Bedah dengan dosen pembimbing Ns. Yulia Candra., M.Kep.

Disusun oleh:

Alfin Ryandini Subhan

Laksmi Rosyidah

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG 2021/2022


KATA PENGANTAR

Sungguh rasa patut kita sebagai manusia biasa mensyukuri setiap hembusan nafas yang
terus berirama dengan baik. Allah SWT telah memberikan nikmat yang luar biasa
kepada penulis dan kita semua sehingga ucapan ALHAMDULILLAH adalah hal
terkecil dari ungkapan rasa syukur kita.

Terimaksih penulis haturkan untuk para dosen STIKES KENDEDES MALANG yang
telah bersedia membimbing penulis disetiap waktunya. Untuk terus dijadikan
mahasiswa yang sesuai dengan yang dicita-citakan oleh kampus STIKES KENDEDES
MALANG.

Akhir kata penulis tentunya hanyalah manusia biasa yang terus berbuat salah baik
secara perbuatan maupun tindakan. Oleh sebab itu apabila dalam penulisan karya tulis
ini maka penulis mengucap maaf yang sungguh tiada batasnya.

TERIMAKASIH

Madura, 19 Oktober 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada
glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan
mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula
digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan
kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Glomerulonephritis (GN) adalah penyakit yang sering dijumpai dalam praktik klinik
sehari-hari. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, GN dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonephritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal
sendiri, sedangkan GN sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik (LES), myeloma multiple atau
amyloidosis.
Di Indonesia GN masih merupakan penyebab utama PGTA yang menjalani terapi
pengganti dialysis walaupun data US Renal Data System menunjukan bahwa diabetes
merupakan penyebab PGTA yang tersering. Manifestasi GN sangat bervariasi mulai dari
kelainan urine seperti proteinuriaatau haematuri saja sampai dengan GN progresif cepat.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%),
kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang
(8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia
antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya
dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa
sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal.

B. Tujuan
Dapat memahami Definisi Glomerulonefritis
1. Dapat memahami Etiologi Glomerulonefritis
2. Dapat memahami patofisiologi Glomerulonefritis
3. Dapat memahami manifestasi klinik Glomerulonefritis
4. Dapat memahami komplikasi dari Glomerulonefritis
5. Dapat memahami proses perjalanan penyakit Glomerulonefritis
6. Dapat memahami penatalaksanaan dari Glomerulonefritis
7. Dapat memahami pemeriksaan penunjang Glomerulonefritis
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Glomerulonefritis merupakan peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah
sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, Willie, 1993). Glomerulonefritis
merupakan sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glumerulus diikuti pembentukan
beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).
Glomerulonefritis dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Glumerulonefritis Akut merupakan penyakit yang mengenai glomeruli kedua
ginjal. Glumerulonefritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu setelah
serangan infeksi streptococus.
2) Glumerulonefritis Kronik merupakan kerusakan glomeruli yang mengalami
pengerasan (sklerotik). Ginjal mengecil, tubula mengalami atrofi, ada inflamasi
interstisial yang kronik dan arteriosklerosis.•
2. Etiologi
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah
infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus
menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala
klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.
Penyebab terjadinya glomerulonefritis adalah virus streptococcus ini yang
dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina, meningkatnya titer anti-streptolisin pada
serum penderita, mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss.
Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan
disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya: Virus : hepatitis
B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis. Bakteri : streptokokus
grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira,
Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll.epidemika dll.
Parasit : malaria dan toksoplasma.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis glomerulonefritis akut meliputi tahap awal dan tahap akhir. Tahap
awal meliputi :
 Proteinuria.
 Hematuria.
 Azotemia (abnormalitas level senyawa yang mengandung nitrogen seperti urea,
kreatinin, senyawa hasil metabolisme tubuh dan senyawa kaya nitrogen pada darah).
 Oliguria.
 Laju endap darah meningkat.
 Berat jenis urin meningkat.
 Bendungan sirkulasi.
Sedangkan pada tahap akhir meliputi :
 Edema.
 Hipertensi.

4. Patofisiologi
a) Glomerulonifritis Akut.
Pada glomerulonefritis akut terjadi peradangan pada bagian tubuh lain sehingga tubuh
berusaha memproduksi antibodi untuk melawan kuman penyebabnya. Apabila
pengobatan terhadap peradangan tubuh lain itu tidak adekuat, maka tubuh akan
memproduksi antibodi dan antibodi dalam tubuh akan meningkat jumlahnya dan lama
kelamaan akan merusak glomerulus ginjal dan menimbulkan peradangan. Akibat dari
peradangan tersebut, maka glomerulus ginjal tidak dapat lagi menjalankan fungsinya
dengan baik, karena menurunnya lagu filtrasi ginjal (GFR) dan aliran darah ke ginjal
(REF) mengalami penurunan. Darah, protein dan substansi lainnya yang masuk ke ginjal
tidak dapat terfiltrasi dan ikut terbuang dalam urine sehingga dapat menyebabkan
terjadinya proteinuria dan hematuria. Pelepasan sejumlah protein secara terus menerus
ini akan mengakibatkan hipoprotein. Hal ini menyebabkan tekanan osmotik sel akan
menurun dan menjadi lebih kecil dari tekanan hidrostatik sehingga cairan akan berpindah
dari plasma keruangan interstisial dan menyebabkan edema fasial yang bermula dari
kelopak mata dan kondisi kronik edema ini akan mengenai seluruh tubuh. Adanya
peningkatan tekanan darah akibat mekanisme renin angiotensin yang merupakan respon
tubuh untuk mengurangi sirkulasi volume cairan dan reabsorbsi air dan natrium ditubuh
akan bertambah sehingga terjadi edema.
b) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis Kronik atau GNK memiliki karakteristik kerusakan glomerulus
secara progesif lambat dan kehilangan filtrasi renal secara perlahan-lahan. Ukuran ginjal
sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan terdiri dari jaringan fibrosa
yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang.
Berkas jaringan parut merusak korteks, menyebabkan permukaan ginjal kasar dan
irregular. Sejumlah glomerulus dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut dan
bercabang-cabang arteri menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah,
menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir.

5. Komplikasi
 Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.
 Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.
 Malnutrisi
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari :
 Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
 Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia,
hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria/anuria yang lama jarang terdapat pada
anak, jika hal ini terjadi di perlukan peritoneum dialisis (bila perlu).
 Ensefalopati hipertensi
 Merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
 Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema
otak.
 Gangguan Sirkulasi Seperti : Dispneu, ortonea, terdapatnya ronchi basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh
darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
 Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
6. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang penting pada pasien dengan dugaan glomerulonefritis
mencakup :
 Penilaian fungsi ginjal dengan kreatinin serum dan bersihan kreatinin.
 tes dipstik urin dan pemeriksaan mikroskopik terutama untuk mencari seldarah merah
dan silinder.
 Ekskresi protein 24 jam.
 USG ginjal untuk mengetahui ukuran ginjal.
 Tes-tes imunologis penting untuk menemukan apakah glomerulonefritis tersebut
bersifat sekunder atau tidak, dan tes ini harus mengikutsertakan antibodi sitoplasmik
antineurotrofil (antineurotrophil cytoplasmic antibodies [ANCA]), faktor antinuklear
(antinuclear factors [ANF]), komplemen C3 dan C4, antibodi anti-membran basal
glomerulus (anti-glomerular basal membran [anti-GMB]), dan titer antistreptolisin O
(ASO).
 Biopsi ginjal dibutuhkan untuk menegakan diagnosis yang akurat, namun biasanya
tidak dilakukan apabila ginjalnya berukuran kecil.
 Nitrogen Urea Darah (BUN) dan kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal mulai
menurun.
 Albumin serum dan protein total mungkin normal atau sedikit menurun (karena
hemodilusi).
 Contoh urin acak untuk eletrokoresisi protein mengidentifikasi jenis protein urin yang
dikeluarkan dalam urin.
 Elektrolit serum menunjukan peningkatan natrium dan peningkatan atau normal
kadar-kadar kalium dan klorida.

7. Penatalaksanaan Terapi
Apabila kelainan disebabkan oleh glomerulus pasca streptococcus akut, maka
diperlukan terapi antibiotik profilaksis obat pilihan (penicilin). Terapi profilaksis harus
dilanjutkan sampai beberapa bulan walaupun tahap akut sudah berlalu.
Terapi diuretik juga diberikan apabila ada kelebihan beban cairan yang berat (edema
berat). Apabila kelebihan cairan tidak dapat dikendalikandengan diuretik dan diet,
kemudian terjadi hipertensi, obat antihipertensi harus diberikan. Kerusakan glomerulus
akibat proses otoimune dapat diobati dengan kortikosteroid untuk immunospresi.
Inhibitor ACL (Enzim Pengubah Angiotensin) dapat mengurangi kerusakan pada
individu dengan hipertensi kronis.

Diet
Karena adanya retensi cairan, diet yang pasien lakukan harus rendah garam. Apabila
BUN dan kretinin meningkat, supan protein juga dibatasi pada 1-1,2 g/kg per hari. Diet
pasien harus mengandung cukup karbohidrat agar tubuh tidak menggunakan protein
sebagai sumber energi untuk mencegah mengecilnya otot (pelisutan otot) dan
ketidakseimbangan nitrogen. Pasien ini memerlukan 2.500-3.500 kalori per hari. Berat
badan ditimbang setiap minggu untuk memantau penurunan berat badan karena edema
berkurang atau berat badan menurun akibat ada pelisutan otot. Asupan kalium juga
dibatasi apabila laju filtrasi glomerulus kurang dari 19 ml/menit. Kontrol glukosa yang
ketat pada penderita diabet terbukti memperlambat atau mengurangi progres
glomerulonefritis.
Aktivitas
Selama masih ada tanda-tanda klinis glomerulonefritis, pasien harus melakukan bed
rest atau istirahat total sampai manifestasi klinis hilang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Glomerulonefritis merupakan peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah
sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, Willie, 1993). Glomerulonefritis
merupakan sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glumerulus diikuti pembentukan
beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).
Glomerulonefritis dibagi menjadi 2 yaitu Glumerulonefritis Akut dan
Glumerulonefritis Kronik. Glumerulonefritis Akut merupakan penyakit yang mengenai
glomeruli kedua ginjal. Glumerulonefritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu
setelah serangan infeksi streptococus. Glumerulonefritis Kronik merupakan kerusakan
glomeruli yang mengalami pengerasan (sklerotik). Ginjal mengecil, tubula mengalami
atrofi, ada inflamasi interstisial yang kronik dan arteriosklerosis.
Penatalaksanaan Glumerulonefritis berupa terapi obat yang di lakukan sesuai dengan
gejala atau indikasi yang muncul, Diet dan Membatasi aktifitas atau Bed rest sampai
manifestasi klinis menghilang.
B. Saran
Dengan adanya penulisan makalah ini, Penulis berharap agar dapat menambah ilmu
pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan Penulis kepada pembaca semua
agar sudi kiranya memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penulisan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Baradero, Marry dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Ginjal. Jakarta : EGC Chris
O’calloghan. 2006. At a Glance Sistem Ginjal Edisi ke 2. Jakarta : Erlangga Davey,
Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
2. Elizabet, J.Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
3. https://id.scribd.com/uploaddocument?archive_doc=133527458&%3A%22web%22%
7 di akses pada tanggal 19 oktober 2021
4. http://int.search.tb.ask.com/search/GGmain.glomerulonetritis.jhtml?sear79282586220
di akses pada tanggal 19 oktober 2021

Anda mungkin juga menyukai