Anda di halaman 1dari 45

Bab 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Glomerulonefritis merupakan reaksi imunologi pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu. Glomerulonefritis merupakan penyebab utama
terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan menyebabkan tingginya angka morbiditas
baik pada anak maupun pada dewasa.Terminologi glomerulonefritis yang dipakai
disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi
pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam gromerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan
atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang
mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 ini, sekarang
diketahui merupakan kumpulan dari berbagai penyakit dengan berbagai etiologi,
meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat
di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%),
dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2:1 dan
terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%). Gejala glomerulonefritis bisa
berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak
diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual,
kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak
mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit
ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal. Uraian tersebut diatas melatar belakangi kelompok untuk
membuat makalah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Glomerulonefritis dalam penulisan makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi dan klasifikasi glomerulonefritis?
2. Bagaimana epidemiologi glomerulonefritis?
3. Apa saja etiologi glomerulonefritis?
4. Bagaimana tanda dan gejala glomerulonefritis?
5. Bagaimana patofisiologi glomerulonefritis?
6. Bagaimana komplikasi dan prognosis glomerulonefritis?
7. Bagaimana pengobatan dan pencegahan glomerulonefritis?
8. Bagaiamana asuhan keperawatan pada anak dengan glomerulonefritis?
1.3 Tujuan
Adapun beberapa tujuan kami dalam menyusun makalah ini antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi glomerulonefritis;


Untuk mengetahui epidemiologi glomerulonefritis;
Untuk mengetahui etiologi glomerulonefritis;
Untuk mengetahui tanda dan gejala glomerulonefritis;
Untuk mengetahui patofisiologi glomerulonefritis;
Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis glomerulonefritis;
Untuk mengetahui pengobatan dan pencegahan glomerulonefritis;
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
glomerulonefritis.

1.4 Implikasi keperawatan


Bidang keperawatan merupakan suatu bidang ilmu yang sangat
berpengaruh terhadap kondisi sehat dan sakit dari seorang individu. Dalam
keilmuan keperawatan terdapat proses keperawatan yang digunakan untuk
melakukan penatalaksanaan terhadap suatu permasalahan kesehatan, termasuk
penatalaksanaan terhadap gangguan sistem perkemihan yakni glomerulonefritis.
Melalui makalah ini, mahasiswa keperawatan maupun tenaga kesehatan dapat
lebih mendalami mengenai penyakit glomerulonefritis dan penatalaksanaannya,
akan tetapi tetap dengan diimbangi dari referensi lainnya. Proses asuhan
keperawatan yang diulas dalam makalah ini juga dapat digunakan oleh mahasiswa
keperawatan maupun tenaga profesional keperawatan dalam menghadapi klien
dengan gangguan glomerulonefritis.

BAB 2. TINJAUAN TEORI


2.1 Pengertian
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa
(Sukandar, 1997). Terminologi glomerulonefritis menunjukkan bahwa kelainan
yang utama terjadi adalah pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Menurut Mansjoer (2000), glomerulonefritis ialah reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu, biasanya diakibatkan oleh infeksi kuman
streptococcus.

Selanjutnya,

Ngastiyah

(1997)

menjelaskan

bahwa

glumerolunefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan peradangan


pada kapiler glumerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa
pembuangan. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Andrianto & Gumawan (1990)
yang mengatakan bahwa glomerulonefritis adalah kerusakan fungsi glumerulus
yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus.
Dari

pengertian-pengertian

diatas

dapat

disimpulkan

bahwa

glomerulonefritis adalah peradangan pada kapiler glumurulus yang disebabkan


oleh infeksi kuman streptococcus dan merupakan penyebab utama terjadinya
gagal ginjal.
2.2 Epidemiologi
Glomerulonefritis akan menyerang pada musim dingin dan puncaknya
pada musim semi. Glomerulonefritis sering menyerang pada anak-anak usia
sekolah, yaitu 3-7 tahun, dan yang paling sering mengalami penyakit ini adalah
laiki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2:1 (Agustin, 2003). Berikut
ini adalah beberapa identifikasi mengenai epidemiologi glomerulonefritis:
a. Diperkirakan pada lebih dari 90% anak-anak yang menderita penyakit ini
sembuh sempurna
b.

Pada orang dewasa prognosisnya kurang baik (30% sampai 50%)

c. Sebanyak 2% sampai 5% dari semua kasus akut mengalami kematian

d.

Sisa penderita lainnya dapat berkembang menjadi glomerulonefritis


progesif cepat/kronik.

2.3 Etiologi
Faktor penyebab Glomerulonefritis Akut yang mendasari terjadinya sindrom
ini secara luas dapat dibagi menjadi infeksi dan noninfeksi. Peyebab infeksi
meliputi bakteri, virus dan parasit.
1. Bakteri: Streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi dll
2. Virus: B. varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika dl
3. Parasit: malaria dan toksoplasma
Salah satu bakteri penyebab infeksi adalah sreptokokus. Hal ini terjadi sekitar
5-10% pada orang dengan radang tenggorokan dan 25% pada mereka dengan
infeksi kulit. Sedangkan yang termasuk noninfeksi adalah penyakit sistemik
multisystem, seperti pada lupus eritematosus sistemik (SLE), vaskulitis, sindrom
Goodpasture dan granulomatosis Wegener. Kondisi penyebab lainnya adalah
kondisi sindrom Gillain-Barre.
Sedangkan penyebab glomerulonefritis kronik yang sering adalah diabetes
melitus dan hipertensi kronik. Kedua penyakit ini berkaitan dengan cidera
glomerulus yang bermakna dan berulang. Hasil akhir dari peradangan tersebut
adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus.
Kerusakan

glomerulus

Glomerulonefritis

progresif

sering
cepat

diikuti
dapat

oleh
terjadi

atrofi
akibat

tubulus.
perburukan

glomerulonefritis akut, suatu penyakit autoimun, atau tanpa diketahui sebabnya


(idiopatik). Adapun penyebab tersebut dijelaskan lebih detail oleh Nettina dan
Sandra (2001), antara lain:

a. Infeksi (Glomerulonefritis Post-Streptococcus)


Glomerulonefritis dapat muncul satu atau dua minggu setelah sembuh dari
infeksi tenggorokan atau infeksi kulit. Kelebihan produksi antibodi yang
dirangsang oleh infeksi akhirnya menetap di glomerulus dan menyebabkan
peradangan. Gejalanya dari infeksi ini ialah pembengkakan, pengeluaran urin
sedikit,

dan masuknya darah dalam urin. Anak-anak lebih mudah terserang

glomerulonefritis post-streptokokus daripada orang dewasa, namun mereka


juga lebih cepat pulih.
b. Noninfeksi, antara lain:
1. ) Penyakit sistem kekebalan tubuh
Beberapa Penyakit sistem kekebalan tubuh yang dapat menyebabkan
glomerulonefritis adalah:
a. Lupus Eritomatosus Sistemik (SLE/systemic lupus erythematosus)
Lupus yang kronis dapat menyebabkan peradangan pada banyak bagian
tubuh, termasuk kulit, persendian, ginjal, sel darah, jantung dan paruparu.
b.

Sindrom Goodpasture

Sindron goodpasture adalah gangguan imunologi pada paru-paru yang


jarang dijumpai. Sindrom goodpasture menyebabkan perdarahan pada
paru-paru dan glomerulonefritis.
c. Nefropati IgA.
Nefropati IgA ditandai dengan masuknya darah dalam urine secara
berulang-ulang. Penyakit glomerulus primer ini disebabkan oleh
penumpukan imunoglobulin A (IgA) dalam glomerulus. Nefropati IgA
dapat muncul selama bertahun-tahun tanpa menampakkan gejala.
Kelainan ini tampaknya lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
pada wanita.
2.) Vaskulitis
Vaskulitis adalah gangguan yang ditandai oleh kerusakan pembuluh darah
karena peradangan pembuluh darah arteri maupun vena. Jenis-jenis
vaskulitis yang menyebabkan glomerulonefritis diantaranya yaitu:

a. Polyarteritis: vaskulitis yang menyerang pembuluh darah kecil dan


menengah di beberapa bagian tubuh seperti, ginjal, hati, dan usus.
b. Granulomatosis Wegener: vaskulitis yang menyerang pembuluh
darah kecil dan menengah pada paru- paru, saluran udara bagian,
atas dan ginjal.
3.) Kondisi yang cenderung menyebabkan luka pada glomerulus
a. Tekanan darah tinggi.
Kerusakan ginjal dan kemampuannya dalam melakukan fungsi normal
dapat berkurang akibat tekanan darah tinggi. Hal ini dikarenakan
adanya spasme pembuluh darah vaskuler ke ginjal, sehingga aliran
darah ke ginjal semakin menurun dan memperberat kerja ginjal.
Glomerulonefritis juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi karena
mengurangi fungsi ginjal.
b. Penyakit diabetes ginjal
Penyakit diabetes ginjal dapat mempengaruhi penderita diabetes. Hal
ini dikarenakan kerja nefron terlalu berat untuk menyaring molekul
glukosa dalam darah yang berukuran cukup besar. Akibatnya terjadilah
kerusakan nefron hingga nefropati. Nefropati diabetes biasanya
memakan waktu bertahun-tahun untuk bisa muncul. Pengaturan kadar
gula darah dan tekanan darah dapat mencegah atau memperlambat
kerusakan ginjal.
c. Fokal segmental glomerulosklerosis.
Ditandai dengan jaringan luka yang tersebar dari beberapa glomerulus,
kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit lain atau tanpa alasan yang
diketahui.

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, klasifikasi glomerulonephritis meliputi:
a. Congenital (herediter)
1. Sindrom Alport
Suatu

penyakit

herediter

yang

ditandai

oleh

adanya

glomerulonefritis progresif familial yang seing disertai tuli syaraf


dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom
alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik
dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam
suatu penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan
pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita sindrom
alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa
hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada
saat menderita infeksi saluran nafas atas. Hilangnya pendengaran secara
bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat
lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
2. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum
lahir. Gejala proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang
kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian.
Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga
sering dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories
sindrom nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai
dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis
lainnya.
b. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan
gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai
glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria
mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala
glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan

sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang


ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian
atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.
c. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau
setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa
paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik.
Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden
2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada
berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah
dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan
sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat
awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
d. Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis
akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA
juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna
atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis
karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode
hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau
infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.
e. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering
adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama
menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca
streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang
disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

10

Selain klasifikasi diatas, glomerulonefritis juga dibagi menjadi tiga secara garis
besar yang antara lain:
a. Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak pada
kedua ginjal. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat pengendapan kompleks
antigen antibody di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya terbentuk 7-10
hari setelah infeksi faring atau kulit oleh streptokokus (glomerulonefritis
pascastreptokokus), tetapi dapat juga timbul setelah infeksi lain. Glomerulonefritis
akut lebih sering terjadi pada laki-laki (2:1) , walaupun dapat terjadi pada semua
usia, tetapi biasanya berkembang pada anak-anak dan sering pada usia 6-10 tahun.
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologic pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu. Yang sering ialah infeksi karena kuman streptokokus.
Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3-7 tahun dan lebih sering
mengenai anak pria dibandingkan dengan anak wanita (Ngastiyah, 1997, hal.294).
Glomerulonefritis akut dapat dihasilkan dari penyakit sistemik atau penyakit
glomerulus primer, tapi glomerulonefritis akut post streptococcus (juga diketahui
sebagai glomerulonefritis proliferatif akut) adalah bentuk keadaan yang sebagian
besar terjadi. Infeksi dapat berasal dari faring atau kulit dengan streptococcus beta
hemolitik A adalah yang biasa memulai terjadinya keadaan yang tidak teratur ini.
Stapilococcus atau infeksi virus seperti hepatitis B, gondok, atau varicela
(chickenpox) dapat berperan penting untuk glomerulonefritis akut pasca infeksi
yang serupa (Porth,2005). Glomerulonefritis akut paling sering ditemukan pada
anak laki laki berusia tiga hingga tujuh tahun meskipun penyakit ini dapat
terjadi pada segala usia. Hingga 95 % anak anak dan 70 % dewasa akan
mengalami pemulihan total. Pada pasien lain, khususnya yang berusia lanjut,
dapat terjadi progresivitas penyakit ke arah gagal ginjal kronis dalam tempo
beberapa bulan saja.
b. Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada beberapa
penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal

11

selama bertahun-tahun. Glomerulus kronis adalah suatu kondisi peradangan yang


lama dari sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis
akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik
sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus subklinis
yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan proteinuria (protein dalam
urine) ringan. Glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen dari penyakit
dengan berbagai kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari glomerulonefritis
dapat meningkat menjadi keadan kronik. Kadang- kadang glomerulonefritis
pertama dilihat sebagai sebuah proses kronik. (Lucman and sorensens, 1993).
Pasien dengan penyakit ginjal (glomerulonefritis) yang dalam pemeriksaan
urinnya masih selalu terdapat hematuria dan proteinuria dikatakan menderita
glomerulonefritis kronik. Hal ini terjadi karena eksaserbasi berulang dari
glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam beberapa waktu beberapa
bulan/tahun, karena setiap eksaserbasi akan menimbulkan kerusakan pada ginjal
yang berkibat gagal ginjal (Ngastiyah, 1997). Menurut Price dan Wilson (1995)
Glomerulonefritis kronik (GNK) ditandai oleh kerusakan glomerulus secara
progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama.
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berjalan progresif lambat dan
ditandai oleh inflamasi, sklerosis, pembentukan parut, dan akhirnya gagal ginjal.
Biasanya penyakit ini baru terdeteksi setelah berada pada fase progresif yang
biasanya bersifat ireversibel.
c. Glomerulonefritis Progresif Cepat
Glomurulonefritis progresif cepat adalah peradangan glomerulus yang terjadi
sedemikian cepat sehingga terjadi penurunan GFR 50% dalam 3 bulan setelah
awitan

penyakit.

Glomerulonefritis

progresif

cepat

(Rapid

Progressive

Glomerulonephritis, RPGN ) yang juga dinamakan glomerulonefritis sub akut,


kresentik, atau ekstrakapiler. Penyakit ini bisa bersifat idiopatik atau disertai
penyakit glomerulus proliferatif, seperti glomerulonefritis pascastreptokokal.
Hubungan

antara

glomerulonefritis

akut

dan

infeksi

streptococcus

dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
1. Timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina

12

2. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A


3. Meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum pasien.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten
selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih
bersifat nefritogen daripada yang lain. Mungkin factor iklim atau alergi yang
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman streptococcus. GNA
juga disebabkan karena sifilis, keracunan, (timah hitam tridion), penyakit amiloid,
trombosis vena renalis, purpura, anafilaktoid, dan lupus eritematosis.
2.5 Tanda dan Gejala
a. Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut seringkali terjadi akibat respon imun terhadap
toksin (bakteri) tertentu meliputi kelompok streptokokus beta A. Manifestasi
klinis yang dapat muncul meliputi (Smeltzer, 2001):
1) Faringitis atau tonsilitis disertai demam
2) Sakit kepala
3) Malaise
4) Edema wajah
5) Nyeri panggul
6) Hipertensi ringan sampai berat
7) Nyeri tekan di seluruh sudut kostovertebral merpakan sudut di setiap sisi
tubuh yang dibentuk oleh tulang rusuk terbawah dari susunan tulang rusuk
dengan kolumna vertebral
b. Glomerulonefritis kronis
Glomerulonefritis kronis tidak hanya merusak glomerolus tetapi juga
tubulus. Inflamasi yang terjadi disebabkan infeksi streptokokus, tetapi juga
merupakan

akibat

sekuder

dari

penyakit

sistemik

lain

atau

karena

glomerulonefritis akut. Manifestasi klinis yang bisanya muncul meliputi


(Smeltzer, 2001):
1) Awal mula pasien memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali dalam
beberapa tahun

13

2) Hipertensi atau peningkatan BUN dan kreatinin serum


3) Perubahan vaskuler atau perdarahan retina
4) Perdarahan hidung
5) Stroke
6) Kejang yang terjadi secara mendadak
7) Edema pada perifer dan periorbital
8) Kehilangan berat dan kekuatan badan
9) Peningkatan iritabilitas
10) Berkemih di malam hari (nokturia)
11) Sakit kepala dan pusing
12) Gangguan pencernaan umumnya terjadi
Seiring dengan berkembangnya glomerulonefritis kronik, tanda dan gejala
insufisiensi renal dan gagal ginjal kronik dapat terjadi yaitu (Smeltzer, 2001):
1) Pasien tampak kurus
2) Pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan
3) Edema perifer dan periorbital
4) Tekanan darah naormal atau naik secara tajam
5) Temuan pada retina mencakup hemoragi, adanya eksudat, arteiol
menyempit dan berliku-liku, serta papailedema.
6) Membran mukosa pucat karena anemia
7) Kardiomegali, irama gallop. Tanda gagal jantung lain bisa terjadi
8) Edema paru, terdapat bunyi krekel pada paru
9) Neuropati perifer disertai hilangnya reflek tendon dan perubahan
neurosensori
c. Glomerulonefritis Progresif Cepat
Keluhan pada pasien tipe ini berhubungan dengan kondisi vaskulitis Anca
(antineutrophil cytoplasmic antibodies) seperti flu di tandai dengan malaise,
demam, arthralgias, mialgia, anoreksia, kehilangan berat badan. Setelah
kondisi tersebut, keluhan yang paling umum adalah sakit perut, gangguan
kulit denganadanya nodul atau ulserasi. Ketika terdapat keterlibatan saluran
pernapasan atas, pasien mengeluh gejala sinusitis, batuk, dan hemoptosis.

14

2.6 Patofisiologi
Glomerulonefritis dicetuskan oleh bakteri streptokokus grup A di
kerongkongan yang bermetastase ke ginjal. Di ginjal, bakteri tersebut akan
menginfeksi glomerulus (glomerulonefritis) dengan masa awitan 2-3 minggu.
Infeksi bakteri menyebabkan reaksi antigen antibodi yang selanjutnya
mengaktivasi

Pulomorfonuklear

(PMN) dan leukosit. Aktivitas

tersebut

menyebabkan produksi enzim lisososmal yang akan menyerang sel basal


Glomerulus (GBM). Akibatnya akan terjadi ploriferasi sel endotel yang berlebihan
dan mengakibatkan terbentuknya jaringan parut di glomerulus. Hal ini
mengakibatkan membrane endotel semakin tebal dan hilangnya permukaan
penyaring di glomerulus. Jika hal ini telah terjadi maka, kerusakan glomerulus
telah nyata. Selain adanya infeksi pada glomerulus, glomerulonefritis juga dapat
disebabkan adanya beberapa kondisi seperti hipertensi, diabetes mellitus dan
beberapa penyakit yang brkaitan dengan sistem imun. Hipertensi biasanya
dikompensasi oleh tubuh dengan menyempitkan vaskuler, akibatnya laju darah ke
ginjal berkurang dan memperberat kerja ginjal. Sedangkan diabetes mellitus
menyebabkan kerja nefron semakin berat akibat kandungan glukosa yang terlalu
banyak dalam darah. Akibatnya aka terjadi luka atau kebocoran pada nefron
ginjal. Namun, kedua kondisi ini jarang ditemukan pada pasien anak. Tetapi untuk
penyebab akibat penyakit bawaan atau penyakit sistem imun masih sering
ditemukan.
Kerusakan glomerulus tersebut akan menurunkan kerja ginjal terutama
dalam melakukan aktivitas penyaringan. Hal ini mennandakan terjadinya
penurunan Glomerulus Filtrate Rate (GFR). Selanjutnya kondisi tersebut akan
dikompensi tubuh dengan meningkatkan retensi Na. akibatnya, tekanan kapiler
naik dan berimplikasi pada kenaikan preload dan beban jantung. Jika hal ini
dibiarkan terus-menerus, jantung akan mengalami kepayahan, terutama jantung
kiri yang bertugas memompa darah ke aorta. Akibatnya terjadilah penurunan
cardiac output. Kondisi ini merupakan akar terjadinya berbagai maslah yang
kompleks pada keseluruhan sistem tubuh. Sedikitnya jumlah darah yang dipompa

15

akan menurunkan aliran O2 ke sel dan jaringan. Akibatnya banyak sel yang
mengalami hipoksia bahkan iskemi. Jika hal ini terjadi pada otak, maka akan
mengakibatkan hilang kesadaran. Jika terjadi pada lambung, akan menyebabkan
peningkatan asam lambung yang selanjutnya mengiritasi lambung dan
menimbulkan respon mual muntah pada pasien. Penurunan COP juga
mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah yang berakibat terjadinya
hipertensi.
Lebih

dari

itu,

kerusakan

glomerulus

akan

jelas

mengakibatkan

ketidakefekifan penyaringan albumin, protein, dan eritrosit. Akibatnya pasien


akan ditemukan kandungan protein dan darah dalam urin. Sedangkan albumin
yang tertinggal dalam darah akan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
dan menurunkan tekanan osmotic didalamnya. Akibatnya cairan inrasel keluar dan
mengisi ekstrasel termasuk ruang intertisial. Hal ini mengakibatkan pasien
mengalami pembengkakan akibat air (edema) pada bebepa bagian tubuh, seperti
ektremitas, muka dan organ lainnya.
2.7 Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi yang mungkin tejadi pada pasien anak dengan glomerulonefritis
anta lain:
a. Oliguria sampai anuria dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Walaupun jarang terjadi pana anak, namun
bila terjadi maka dialisis peritoneum kadang diperlukan.
b. Ensefalopat hipertensi, merukapan gejala serebrum karena hipertensi.
c. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronchi basah,
pembesaran jantung, dan meningginya tekanan darah yang disebabkan
spasme pembuluh darah dan karena bertambahnya volume plasma. Jantung
dapat membesar dan menjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miokardium.
d.

Anemia, timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis


eritropoetik yang menurun.

16

Glomerululonefritis akut (GNA) Diperkirakan 95% akan sembuh sempurna


dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis (Abdul Latiefdkk, 1985). Diuresis akan
menjadi normal kembali pada hari ke 7 - 10 setelah awal penyakit dengan
menghilangnya sebab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali.
Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi
normal dalam waktu 3-4 minggu. Gejala fisik menghilang dalam minggu ke 2
atau ke 3, kimia darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria
mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu pada
Glomerulonefritis Akut. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein
sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk beberapa bulan. Eksaserbasi kadangkadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya
tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan
urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik,
walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur
progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang
menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama
fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis. Sedangkan
pada glomerululonefritis kronis akan terjadi penurunan fungsi ginjal yang
berlangsung lambat, tetapi kadangkadang dapat berangsur cepat dan berakhir
dengan kematian akibat uremia dalam beberapa bulan. Sering kematian terjadi
dalam waktu 510 tahun tergantung kepada kerusakkan ginjal.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
2.8.1

Pemeriksaan penunjang glomerulonephritis akut


Menurut Ngastiah (1997) pemeriksaan diagnostik untuk glomerulonefritis

akut yaitu laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat
hipervolemia (retensi garam dan air). Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah
urin mengurang, berat jenis meninggi. Hematuria makroskopis ditemukan pada 50
% pasien. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (+), Leukosit (+), silinder
leukosit, eritrosit dan hialin. Albumin serum sedikit menurun, demikian juga

17

lomplemen serum (globulin beta-IC), ureum dan kreatinin meningkat. Titer


antistreptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi infeksi streptococcus
yang mendahului hanya mengenai kulit saja. Uji fungsi ginjal normal pada 50%
pasien.
Pemeriksaan yang lebih penting dan mendesak adalah urinalisis untuk
mengetahui proteinuria, hematuria dan debri-debri jaringan. BUN dan kreatinin
serum diperiksa untuk mengetahui fungsi ginjal. Pemeriksaan imunologi seperti
titer antigen antibodi dan immunoelectrophoresis dilaksanakan. Bahkan urin
untuk kreatinin clearence dan protein yang bisa mensajikan informasi penting.
Petunjuk-petunjuk untuk mendapatkan bahan urine terdapat pada kotak berikut.
Berikut ini adalah petunjuk untuk mendapatkan spesimen
1. Kandung kemih dikosongkan, air kemih di buang saat menjelang prosedur
di lakukan.
2. Air kemih yang kemudiandi tampung.
3. Petunjuk spesifik untukpenyimpanan urine di beritahukan, sebagian kemih
harus disimpan dingin selama pengumpulan
4. Orang harus berkemih ketempat lain sebelum BAB
5. Kandung kemih di kosongkandan urine ditambahkan ke tempat
penampungan dari waktu yang ditentukan sampai ke akhir prosedur.
6. Jumlah yang di perlukandipasang etiket dan di kirim ke laboratorium
7. Jumlah yang akan dibagidengan sisanya (5-10ml bahan spesimen) adalah
jumlah yang ditentukan,jumlah keseluruhannya (1) diukur dan dicatat pada
spesimenyang diperlukan dan (2) campurkan dengan baik sebelum di
ambiluntukspesimen.
2.8.2

Pemeriksaan penunjang glomerulonefritis kronis


Menurut Smeltzer (2001) sejumlah nilai laboratorium abnormal muncul.

Urinalisis menunjukkan gravitasi spesifik mendekati 1.010, berbagai proteinuria,


dan endapan urinarius (butir-butir protein yang disekresi oleh tubulus ginjal yang
rusak). Ketika gagal ginjal terjadi dan filtrasi glomerulus menurun di bawah 50
ml/menit, perubahan berikut dapat dijumpai:

18

a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, masukan dari makanan dan


medikasi, asidosis, dan katabolisme.
b. Asidosis metabolik akibat sekresi asam oleh ginjal dan ketidakmampuan untuk
regenerasi bikarbonat.
c. Anemia akibat penurunan eritropoesis (produksi sel darah merah)
d. Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui membran
glomerulus yang rusak.
e. Serum fosfot meningkat akibat penurunan ekskresi renal
f. Serum kalsium meningkat (kalsium terikat pada fosfot untuk mengkompensasi
peningkatan kadar serum fosfor)
g. Hipermagnesemia akibat penurunan ekskresi dan ingesti antasid yang
mengandung magnesium
h. Kerusakan hantara syaraf akibat abnormalitas elektrolit dan uremia.
Pemeriksaan sinar X pada dada menunjukkan pembesaran jantung dan edema
pulmoner. Elektrokardiogram mungkin normal namun dapat juga menunjukkan
adanya hipertensi disertai hipertropi ventrikel kiri dan gangguan elektrolit, seperti
hiperkalemia dan puncak gelombang T yang tinggi.
2.9 Pengobatan
2.9.1 Glomerululonefritis akut (GNA)
Menurut Abdul Latiefdkk (1985), tidak ada pengobatan yang khusus yang
mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu.
2. Pemberian penisilin pada fase akut, untuk mengurangipenyebaran infeksi
Streptococcus yang mungkin masih ada.
3. Pemberian diet rendah protein (1 g//kgBB/hari) dan rendah garam (1 g/hari).
Makanan lunak diberikan pada penderirta suhu tinggi dan makanan biasa
bila suhu telah normal kembali. Bilaada anuria atau muntah, maka diberikan
IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan. Bila ada komplikasi

19

seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oliguria, maka jumlah cairan
yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan resprin dan hidralazin.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah misalnya dengan dialisi peritoneum, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus, dan transfusi tukar.
6. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum, dan oksigen.
Pengobatan medis yang dapat dilakukan untuk penderita glomenulonefritis adalah
sebagai berikut :
1. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi
menyebarnya

beratnya
infeksi

glomerulonefritis,

Streptococcus

yang

melainkan
mungkin

mengurangi
masih,

dapat

dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari.


Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg
BB/hari dibagi 3 dosis.
2. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular.
Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin
diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
3. Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10
menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus.
4. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
2.9.2 Glomerululonefritis Kronis (GNK)
Pengobatan ditunjukkan untuk mengatasi gejala klinis, gangguan elektrolit.
Anak diperkenankan malakukan kegiatan sehari hari sebagaimana biasa dalam

20

batas kemampuannya. Pengawasan hipertensi dengan obat antihipertensi, anemia,


dikoreksi serta infeksi diobati dengan pemberianan antibiotika. Dialysis berulang
merupakan cara yang efektif untuk memperpanjang umur penderita. Pemberian
obat yang menekan sistem kekebalan dan kortikosteroid tidak efekif,
kortikosteroid bahkan bisa memperburuk keadaan. Jika pada saat ditemukan
glomerulonefritis akut infeksi bakteri masih berlangsung maka segera diberikan
antibiotik. Penderita sebaiknya menjalani diet rendah protein dan garam sampai
fungsi ginjal kembali membaik. Bisa diberikan diuretik untuk membantu ginjal
dalam membuang kelebihan cairan.
2.10 Pencegahan
Pencegahan Glomerulonefritis Akut menurut Baughman (2000), memberikan
jadwal evaluasi lanjut tentang tekanan darah, pemeriksaan urinalis untuk protein,
dan pemeriksaan BUN dan kreatinin untuk menentukan apakah penyakit telah
tereksaserbasi. Memberitahu dokter bila gejala gagal ginjal terjadi misalnya ;
kelelahan, mual, muntah, penurunan haluaran urin. Anjurkan untuk mengobati
infeksi dengan segera, serta rujuk ke perawat kesehatan komunitas yang di
indikasikan untuk pengkajian dan deteksi gejala dini.
Sedangkan pencegahan Glomerulonefritis Kronik menurut Baughman, Diane
C (2000), menganjurkan pasien dan keluarga tentang rencana pengobatan yang
dianjurkan dan resiko ketidakpatuhan terhadap instruksi termasuk penjelasan dan
penjadwalan untuk evaluasi tindak lanjut tekanan darah urinalisis untuk protein
dan cast, darah terhadap BUN dan kreatinin. Rujuk pada perawat kesehatan rumah
atau perawat yang bertugas di rumah untuk pengkajian yang seksama atas
kemajuan pasien dan penyuuhan berlanjut tentang masalah-masalah yang harus
dilaporkan. Pada pemberi asuhan keperawatan, diit yang dianjurkan dan
modifikasi cairan, dan penyluhan tentang obat-obatan. Serta berikan bantuan pada
klien dan keluarga serta dukungan mengenai dialisis dampak jangka panjang.

21

22

BAB 3. PATHWAY
Intoleransi
aktivitas
Kelebihan volume
cairan

hipertensi

Peningkatan tekanan
dalam pembuluh
darah

Kelemahan

Preload naik

edema

Oliguri

Nyeri akut

Beban jantung naik

Cairan menuju ekstrasel

Retensi Na dan cairan

Peningkatan
asam laktat

Tekanan osmotic darah


turun

Penurunan sistem RAA

Metabolism
anaerob

Hipertrofi ventrikel kiri


Vasokontriksi
pembuluh
darah

Payah jantung kiri


Permeabilitas kapiler

Suplai darah
ke lambung
turun

Asam lambung
meningkat

Penurunan
COP

Bendungan
atrium kiri

Suplai O2 ke
otak turun

Tekanan vena
pulmonal naik

Syncope

Tekanan
kapiler paru
naik

Albumin tertinggal
dalam darah

Kebocoran saring
protein

protein
uri

Kebocoran saring
eritrosit

hematu
ri

Suplai O2 ke
jaringan turun

Anemia

GFR menurun
Kerusakan fungsi
glomerulus

Sekresi erotropoetin
turun

Produksi Hb
turun

Oksihemoglo
bin turun

Hiangnya permukaan
penyaring

Mual dan
muntah
Anoreksia

Nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh

Ketidakefek
tifan perfusi
jaringan
perifer

Darah masuk
ke alveolus

Jaringan parut di
glomerulus

Kongesti darah
pulmo

Ploriferasi sel endotel

Edema
pulmonal

Menyerang GBM

Kerja nefron meningkat


Glukosa darah naik

Gangguan
pertukaran
gas

Diabetes Mellitus

Produksi enzim
lisosomal
Aktivasi PMN dan
leukosit

Reaksi antigen antibodi

Metastase bakteri ke
glomerulus

Infeksi streptokokus
grup A

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN


4.1 Pengkajian
4.1.1

Biodata

a. Identitas klien, meliputi: nama/namapanggilan, tempat tanggal lahir/usia,


jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnosa medik, dan rencana terapi.
b. Identitas orang tua
1) Ayah,

meliputi:

nama,

usia,

pedidikan,

pekerjaan/sumber

penghasilan, agama, dan alamat.


2) Ibu, meliputi: nama, usia, pedidikan, pekerjaan/sumber penghasilan,
agama, dan alamat.
c. Identitas saudara kandung
Identitas saudara kandung meliputi: nama, usia, hubungan, dan status
kesehatan. Identitas saudara kandung sangat diperlukan karena saudara
kandung merupakan salah satu orang yang mungkin dekat dengan pasien.
Status kesehatan dari saudara kandung diperlukan untuk mengetahui
keterkaitan penyakit glomerolus pada klien, seperti klien terinfeksi
streptokokus dari saudara kandungnya.
4.1.2 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhanutama: hematuria, edema, dan hipertensi. Bila anak sudah
sampai mengalami gagal ginjal bisa mengeluh lemah, lesu, nyeri
kepala, gelisah, mual, koma, dan kejang stadium akhir.
2) Riwayat keluhan utama
Terdapat 4 unsur utama dalam anamnesis riwayat penyakit sekarang,
yakni: (1) kronologi atau perjalanan penyakit, (2) gambaran atau
deskripsi keluhan utama, (3) keluhan atau gejala penyerta, dan (4)
usaha berobat. Kronologis atau perjalanan penyakit dimulai saat

pertama kali pasien merasakan munculnya keluhan atau gejala


penyakitnya. Setelah itu ditanyakan bagaimana perkembangan
penyakitnya apakah cenderung menetap, berfluktuasi atau bertambah
lama bertambah berat sampai akhirnya datang mencari pertologan
medis. Pada pasien penderita glomerolus biasanya akan mengeluhkan
hematuria dan disertai dengan edema di sekitar mata atau di seluruh
tubuh.
3) Keluhan pada saat pengkajian: nyeri abdomen, pinggang, edema, dan
hematuria. Bila anak sudah sampai mengalami gagal ginjal bisa
mengeluh lemah, lesu, nyeri epala, gelisah, mual, koma, dan kejang
stadium akhir.
b. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak usia 0-5 tahun)
1) Prenatal care
Merupakan keadaan anak atau bayi saat masih dalam kandungan.
Penyakit

glomerulonefritis

ini

bermula

dari

infeksi

bakteri

streptokokus. Meskipun kebanyakan penyakit ini menyerang anak


pada usia 3-7 tahun, tidak menutup kemungkinan penyebab dari
penyakit ini bawaan saat masih dalam kandungan, seperti calon ibu
sudah mengalami infeksi streptokokus.
2) Natal
Merupakan keadaan bayi saat dilahirkan. Data yang diperlukan
meliputi: tempat melairkan, jenis persalinan, penolong persalinan, dan
komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah
melahirkan. Data ini membantu dalam menegakkan etiologi dari
penyakit ini, seperti tempat melahirkan yang kurang steril yang
memungkinkan bayi terinvasi oleh kuman streptokokus.
3) Post natal
Keadaan bayi atau anak setelah dilahirkan. Ada beberapa penyakit
yang

menyebabkan

penyakit

glomerulonefritis,

seperti

Lupus

Eritomatosus Sistemik (SLE/systemic lupus erythematosus), sindrom


Goodpasture, nefropati IgA, vaskulitis, tekanan darah tinggi, penyakit
diabetes ginjal dan lain-lain.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Riwayat kesehatan keluarga dibuat dalam bentuk genogram. Penyakit
glomerulonefritis ini bisa merupakan komplikasi dari penyakit turunan
keluarga seperti penyakit diabetes ginjal, tekanan darah tinggi, dan lainlain.
4.1.3 Riwayat Immunisasi (imunisasi lengkap)
Imunisasi berfungsi sebagai penunjang sistem pertahanaan tubuh, sehingga
apabila seorang anak tidak diberikan imunisasi tepat pada usianya maka anak
tersebut dapat beresiko terserang oleh bakteri streptococcus yang dapat memicu
terjadinya penyakit glomerulonefritis.
3.1.4 Riwayat tumbuh kembang
a.

b.

Pertumbuhan Fisik
1)

Berat badan : pada anak mengalami peningkatan

2)

Tinggi badan: pada anak mengalami peningkatan


Perkembangan tiap tahap
Tumbuh kembang anak yang mengalami glomerulonephritis mungkin

akan terjadi keterlambatan, karena zat nutrien yang seharusnya diserap oleh
tubuh justru terbuang melalui urin. Selain itu anak juga mengalami edema
sehingga proses pertumbuhannya juga terganggu.
4.1.5 Riwayat Nutrisi
a.

Pemberian ASI
Asi eksklusif selama 6 bulan dapat mempengaruhi status nutrisi anak, karena
dalam asi juga terkandung zat nutrisi yang dibutuhkan oleh anak untuk
perkembangan yang sehat dan memberikan antibody terhadap penyakit.

b.

Pemberiansusu formula
Pemberian susu formula memang dapat memberikan nutrisi pada anak,
namun tetapi tidak dapat menandingi besarnya nutrisi yang di dapat dari ASI.
Sehingga perlu ditanyakan pula apakah anak telah mendapatkan ASI ekslusif
atau hanya diberikan susu formula saja.

4.1.6 Riwayat Psikososial

Peran keluarga atau pola asuh dalam keluarga juga dapat mempengaruhi
perkembangan kesehatan anak, sehingga keluarga seharusnya menjadi
support system dalam proses pengobatan anak. Anak yang tidak dibesuk
oleh teman-temannya karena jauh dan lingkungan perawatan yang baru serta
kondisi kritis akan menyebabkan anak banyak diam atau rewel.
4.1.7 Riwayat Spiritual
Spiritual yang baik dapat meningkatkan keyakinan keluarga terhadap
kesembuhan anak, hubungan yang baik dan saling mengasihi antar anggota
keluarga juga menjadi dukungan yang baik bagi kesembuhan anak.
4.1.8 Reaksi Hospitalisasi
a. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
Pengalaman keluarga terhadap sakit dan hospitalisasi berpengaruh terhadap
perasaan cemas pada anak dan keluarga. Biasanya orang yang tidak pernah
menjalani hospitalisasi cenderung lebih cemas dibandingkan yang tidak
pernah. Anak paling dekat dengan keluarga atau orang tua, sehingga mimiliki
ikatan batin yang kuat. Sehingga perasaan orang tua yang cemas juga
berdampak pada ketenangan anak saat proses pengobatan di rumah sakit.
4.1.9 Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi
Kondisi
1. Selera makan

SebelumSakit
Normal

Saat Sakit
Adanya mual, muntah
dan

anoreksia

menyebabkan
nutrisi

yang

intake
tidak

adekuat. BB meningkat
adanya edema.
b. Cairan
Kondisi
1. Jenis minuman

Sebelum Sakit
Normal

Saat Sakit
Terjadi
kelebihan

2. Frekuensi minum

beban sirkulasi adanya

3. Kebutuhan cairan

retensi natrium dan air,

4. Cara pemenuhan

edema

pada

sekitar

mata

dan

seluruh

tubuh.
c. Eliminasi (BAB&BAK)
Kondisi
1. Tempat

SebelumSakit
Normal

pembuangan

SaatSakit
Eliminasi alvi tidak
ada

gangguan,

2. Frekuensi (waktu)

eliminasi uri terdapat

3. Konsistensi

gangguan

4. Kesulitan

menyebabkan sisa-sisa

5. Obatpencahar

metabolisme
dapat

glomerulus
tidak

diekskresikan

dan terjadi penyerapan


kembali

air

dan

natrium pada tubulus


yang tidak mengalami
gangguan

yang

menyebabkan

oligura

sampai

anuria,

proteinuri,

dan

hematuria.
d. Istirahat tidur
Kondisi
1. Jam tidur

SebelumSakit

SaatSakit
Klien tidak dapat tidur

a.

Siang

terlentang dikarenakan

b.

Malam

sesak dan gatal karena

2. Polatidur

adanya

3. Kebiasaan

keletihan,

kelemahan

malaise,

kelemahan

otot

kehilangan

sebelum tidur
4. Kesulitan tidur

tonus.
e. Olah Raga

dan

uremia,

Pada aktivitas olahraga, anak pasti terganggua, karena penderita


glomerulonefritis akan mengalami kelemahan otot.
f. Personal Hygiene
Kondisi
1. Mandi

Sebelum Sakit
Saat Sakit
Pada saat sebelum Ketika sakit sebaiknya

- Cara

sakit

- Frekuensi

personal hygine kurang dijaga

- Alatmandi

terpenuhi dengan baik utamanya pada organ

2. Cucirambut
- Frekuensi

kemungkinan kebersihan anak perlu

sehingga

dengan

baik

terdapat intim supaya tidak ada

bakteri dalam tubuh.

- Cara

lagi

bakteri

yang

mempengaruhi

3. Gunting kuku

kesehatannya.

- Frekuensi
- Cara
4. Gosok gigi
- Frekuensi
- Cara
g. Aktifitas/MobilitasFisik
1.

Kondisi
Kegiatansehari-hari

Sebelum Sakit
Saat Sakit
Sebelum sakit anak Pada klien dengan

2.

Pengaturanjadwalharian

dapat

3.

Penggunaanalat

4.

melakukan kelemahan

Bantu aktifitasnya sehari- malaise,

aktifitas

hari tanpa adanya kelemahan

Kesulitanpergerakantubuh

kesulitan

dalam dan

pergerakan

tonus

tubuhnya.

adanya

otot

kehilangan
karena

hiperkalemia.
Dalam perawatan
klien
istirahat
adanya

perlu
karena
kelainan

jantung

dan

tekanan

darah

selama 2 minggu
dan

mobilisasi

duduk dimulai bila


tekanan
sudah

darah
normal

selama 1 minggu.

4.1.10 Pemeriksaan Fisik


1.

Keadaan umum
seorang anak dengan penyakit glomerulonefritis didapatkan

keadaan

umum yang lemah.


2. Kesadaran
pasien dengan glomerulonefritis kesadaran umumnya kompos mentis
3. Tanda-tanda vital:
Tekanan darah: pasien mengalami hipertensi, sehingga tekanan darahnya
meningkat. Denyut nadi meningkat, Suhu tubuh meningkat diatas 37,5oC,
Pernapasan pada anak dengan penyakit glomerulonefritis frekuensi
pernapasan meningkat di atas 24x/menit.
4. Berat Badan
berat badan biasa ditemukan meningkat
5. Tinggi Badan
tidak mengalami kelainan
6. Kepala
Keadaan rambut & Hygiene kepala. Warna rambut hitam, Penyebaran
rambut merata, Kebanyakan mudah rontok sehingga rambut menjadi
tipis.
7. Muka

tidak simetris karena terjadi pembengkakan pada wajah, Bentuk wajah


tidak simetris, Tidak ditemukan Gerakan abnormal, Ekspresi wajah
meringis kesakitan, Palpasi Tidak ditemukan adanya nyeri tekan,
ditemukanya odem pada wajah atau periorbital.
8. Mata
Inspeksi,Pada pelpebraditemukan adanya edema, pada sclera terjadi
perdarahan dan tidak ikterik, Konjungtiva tidak anemis, Refleks pupil
terhadap cahaya pada klien glomerulonefritis reflek cahaya positif. Posisi
mata simetris, Gerakan bola mata normal, Penutupan kelopak mata
normal, Keadaan bulu mata normal, Keadaan visus normal, Penglihatan
normal. Palpasi, tekanan bola mata semakin meningkat. Hal ini
diakibatkan adanya penumpukan cairan.
9.

Hidung & Sinus


Pada glomerulonefritis kronik dapat ditmukan perdarahan karena terjadi
peningkatan tekanan intravaskular sehingga pembuluh darahnya pecah.

10. Leher
Pada

kelenjar

thyroid

mengalami

pembengkakan

pada

pasien

glomerulonefritis dengan riwayat thyroiditis. kelenjar thyroid teraba,


kelenjar limfe membesar.
11. Thorax
Bentuk dada asimetris akibat edema, Irama pernafasan dispnea, ortopnea,
Pengembangan di waktu bernapas menggunakan napas dangkal, Tipe
pernapasan terlihat menggunakan otot-otot bantu pernapasan. Terdapat
vokal fremitus menurun akibat edema,

tidak ada nyeri tekan. Suara

tambahan Ronchi basah. Terlihat Pembesaran jantung, dan meningginya


tekanan darah yang disebabkan spasme pembuluh darah dan karena
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan menjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
Terdapat pembesaran jantung. Terdapat perluasan area pekak, BJ I dan II
suara tunggal, tidak ada suara tambahan.
12. Abdomen

Perut tampak membuncit, akibat glomerulonefritis kronis, ginjal teraba


membesar dan kasar, terdapat titik-titik perdarahan dalam pada korteks.
Peristaltik usus meningkat, pasien mengeluh mual dan anoreksia.
13. Genitalia dan Anus: normal, skrotum edema.
14. Ekstremitas: pada ekstremitas atas terdapat odeme pada telapak tangan dan
jari-jari serta terjadi pada ekstremitas bawah.
4.1.12 Test Diagnostik
a. Laboratorium
1) Urine
Terdapat protein (proteinuria), terdapat darah (hematuria), albuminuria,
urine tampak kemerah-merahan seperti kopi. Secara mikroskopik: sedimen
kemih tampak adanya silindruria (banyak silinder dalam kemih), sel-sel
darah merah dan silinder eritrosit. Berat jenis urine biasnaya tinggi
meskipun terjadi azotemia.
2)

Biakan

kuman

(sediaan

dari

suab

tenggorokan

dan

titesan

tistreptolisin/ASO) untuk tentukan etiologi streptococcus.


3) Darah
Laju endapan darah meningkat, kadar Hb menurun.
4) Foto Rontgen, CT Scan, MRI, USG, EEG, ECG
4.1.13 Pengkajian Perpola
a. Pola nutrisi dan metabolik
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi
kelebihan bebabn sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema
pada sekitar mata dan selruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi
karena adanya depresi sistem imun. Adanya mual, muntah, dan anoreksia
menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena
adanya edema. Perlukaan kulit dapat terjadi karena uremia.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, namun terjadi gangguan pada eliminasi
uri yaitu gangguan pada glomerolus menyebabkan sisa-sisa metabolisme

10

tidak dapat dieksresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada
tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria
sampai anuria, proteinuria, dan hematuria.
c. Pola aktivitas dan latihan
Klien dapat mengalami kelemahan malaise, kelemahan otot dan
kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan perlu
istirahat karena adanya kelainan jantung dan tekanan darah tinggi. Adanya
edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi, pengunaan otot bantu
pernapasan, teraba. Pada auskultasi terdengar rales dan krekels, dan pasien
mengeluh sesak, frekuensi napas meningkat. Kelebihan beban sirkulasi
dapat menyebabkan pembesaran jantung (dispnea, ortopnea, dan pasien
terlihat lemah), anemia, anemia dan hipertensi yang disebaban spasme
pembuluh darah. Klien juga dapat mengalami hipertensi enselopati yaitu
gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing,
muntah, dan kejang-kejang.
d. Pola tidur dan istirahat
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia, keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot, dan kehilangan
tonus.
e. Kognitif dan perseptual
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi enselopati hipertensi.
f. Persepsi diri
Klien cemas dan takut karena urinnya berwarna merah dan edema serta
perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti
semula.
g. Hubungan peran
Anak tidak dibesuk oleh teman-temannya karena jauh dan lingkungan
perawatan yang baru serta kondisi kritis akan menyebabkan anak banyak
diam atau rewel
h. Toleransi koping
Nilai keyakinan, klien berdoa memohon kesembuhan sebelum tidur.
4.2 Diagnosa
Diagnosa Keperawatan :

11

1. Kelebihan

volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi

ginjal.
2. Gangguan perfusi jaringan b.d suplai oksigen yang menurun
3. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan alveolar akibat edema paru
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d nausea,
vemitus
5. Nyeri akut b.d penurunan suplai oksigen ke jaringan.
6. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik

4.3 Intervensi
Intervensi Keperawatan :
Dx

Tujuan dan Kriteria


Hasil
dilakukan

kelebihan

Setelah

volume

tindakan

cairan

b.d. keperawatan selama

retensi

air 2x 24jam, masalah

dan

natrium kelebihan

volume

serta

cairan teratasi.

disfungsi

Kriteria Hasil :

ginjal.

Tidak
memperlihatkan
Tanda-tanda

Intervensi
1.

Kaji status cairan :


a) Timbang berat
badan tiap hari
b) Keseimbangan
massukan dan
haluara
c) Turgor kulit dan

Rasional
1.Pengkajian

merupakan

dasar dan data dasar


berkelanjutan
memantau
dan

untuk
perubahan

mengevaluasi

intervensi.

adanya oedema
d) Distensi vena leher
e) Tekanan darah
denyut dan irama
nadi

kelebihan cairan dan


elektrolit

2. Batasi masukan cairan

Intake dan output


dalam

keadaan

2.pembatasan cairan akan

12

seimbang

menentukan berat tubuh


ideal, haluaran urin dan
3.Identifikasi

sumber

respon terhadap terapi

potensial cairan:
Medikasi

dan

cairan 3.sumber kelebihan cairan

yang digunakan untuk yang tidak diketahui dapat


pengobatan : oral dan didentifikasi
intravena
Makanan : Identifikasi
sumber makanan yang
dikonsumsi pasien
4.Jelaskan pada pasien dan
keluarga

rasional

pembatasan

dari 4.pemahaman

makanan dan minuman.

meningkatkan kerjasama
pasien

5.Bantu

pasien

menghadapi
nyamanan

dalam

dan

keluarga

dalam pembatasan cairan

ketidak
akibat 5.kenyamanan

pembatasan cairan.

pasien

meningkatkan kepatuhan
terhadap pembatasan diet

perubahan

Tujuan:

perfusi

Klien

jaringan:

mengalami

serebral

perubahan

1.
tidak

Pantau

gejala

krisis

(Hipertensi,
perfusi

tanda dan

menyebabkan suplay

takikardi,

darah ke organ tubuh

bradikardi, kacau mental,


penurunan

ary b/d resiko Kriteria hasil:

kesadaran, sakit kepala,

krisis

tinitus,

mual,

Krisis hipertensi

hipertensi

cardiopulmun jaringan.
a) TTV dalam batas

1.

tingkat
muntuh,

berkurang.

13

hipertensi.

normal.
b) Tidak ada gejala
Hipertensi dan
Takikardi.

kejang dan disritmia).


2.

Pantau tekanan darah

2.

Tekanan darah yang

tiap jam dan kolaborasi

tinggi menyebabkan

bila ada peningkatan TD

suplay darah

sistole >160 dan diastole

berkurang.

> 90 mm Hg
3.

Kaji keefektifan

3.

Efektifitas obat anti


hipertensi

obat anti hipertensi

untuk

penting
menjaga

adekuatnya

perfusi

jarringan.
4.

Pertahankan TT

dalam posisi rendah

4.

Posisi tidur yang


rendah

menjaga

suplay darah yang


cukup

ke

daerah

cerebral

3. Gangguan
pertukaran
gas

b.d

kerusakan
alveolar
akibat

Tujuan:
TTV normal,

1. Monitor respirasi dan


status O2

Mengetahui keadaan
pernapasan pasien

pertukaran gas
normal, dan ventilasi
normal.
Kriteria hasil:
a.

edema paru mendemonstrasikan


peningkatan ventilasi
dan oksigensi yang
adekuat
b. memelihara
kebersihan paru-paru
dan bebas dari tanda-

2. pasien semifowler
untuk
memaksimalkan
3. Lakukan fisioterapi
dada bila perlu
4. Auskultasi suara
napas catat adanya
suara tambahan.
5. Lakukan suction bila
diperlukan

Dapat memaksimalkan
ekspansi paru

Mengalirkan secret
saluran pernapasan

dari

Mengkaji
keadaan
pernapasan apabila terjadi
kelainan maka segera beri
tindakan selanjutnya
Mengoptimalkan jalan apas

14

tanda distres
prnapasan.
c. TTV dalam rentan
normal

Kolaborasi:
6. Berikan bronkodilator
7. Berikan oksigen bila
diperlukan

Mengoptimalkan jalan apas


Menjaga status pernapasan
pasien

Ketidakseim

Tujuan :
1. Diskusikan dan jelaskan
Setelah dilakukan
bangan
tentang pembatasan diet
tindakan perawatan
nutrisi
(makanan berserat
dalam jangka waktu
kurang dari
tinggi, berlemak dan air
2x24 jam.kebutuhan
kebutuhan
terlalu panas atau
nutrisi terpenuhi
tubuh
b.d
dingin)
Kriteria hasil :
2. Ciptakan lingkungan
nausea,
1. Nafsu makan
yang bersih, jauh dari
vemitus
meningkat
bau yang tak sedap
2. BB ideal
atau sampah, sajikan

Serat

tinggi,

lemak,air

terlalu panas / dingin dapat


merangsang

mengiritasi

lambung dan sluran usus.

Situasi yang nyaman, rileks


akan

merangsang

nafsu

makan.

makanan dalam
keadaan hangat.
3. Berikan jam istirahat
(tidur) serta kurangi
kegiatan yang

Mengurangi

pemakaian

energi yang berlebihan

berlebihan
4. Monitor intake dan
out put dalam 24 jam
5. Kolaborasi dengan tim
kesehtaan lain terapi
gizi : Diet TKTP

Mengetahui jumlah output


dapat

merencenakan

jumlah makanan.

15

rendah serat, susu

Nyeri akut b.d Tujuan: nyeri pasien


penurunan

obat-obatan atau

Mengandung zat yang

vitamin A.

diperlukan , untuk proses

1. Observasi tanda-

berkurang atau

tanda vital.

suplai oksigen bahkan hilang


ke jaringan.

pertumbuhan
Mengetahui perubahan
tanda tanda vital yang
diakibatkan oleh nyeri

Kriteria Hasil:

Mengetahui kondisi nyeri

Setelah diberikan

2. Kaji tingkat nyeri

tindakan

menggunakan

keperawatan selama

skala nyeri

pasien
Meringankan nyeri pasien

2x24 jam maka


nyeri yang dirasakan

3. Atur posisi yang

pasien berkurang

nyaman bagi klien

Meminimalkan nyeri pada


daerah yang dirasakan

dengan criteria hasil:


1. ekspresi wajah

4. Beri kompres

tenang klien tidak

hangat pada daerah

menunjukkan

abdomen

Mengurangi rasa nyeri

ekspresi menahan
nyeri

5. Kolaborasikan
pemberian
analgetik

Intoleransi
aktifitas

Setelah

dilakukan

b.d tindakan

1.

agar dapat menghindari

Kaji adanya factor yang

faktoer-faktor

kelemahan

keperawatan selama

menyebabkan

fisik

1x24

kelelahan

jam

toleransi
Pasein

terjadi
aktivitas
dapat

menunjukkan:
1.Klien
dapat

2. Dorong

kemajuan

tingkat aktivitas pasien

yang

menyebabkan kelemahan
Peningkatan

aktivitas

secara

bertahap

memungkinkan system
kardio pulmonal pasien

16

bergerak

tanpa

untuk

pembatasan
2.Tidak berhati-hati

kembali

pada

status pra operasinya.

dalam bergerak.
Immobilisasi

yang

dipaksakan

akan

memperbesar kegelisahan.
agar persendian klien tidak
3. catat

respon

emosi

kaku

terhadap mobilitas.
Partisipasi pasien dengan
perawatan
4. Berikan

klien

untuk

latihan gerakan gerak


pasif dan aktif.
5. Tingkatkan

aktivitas

perawatan

diri

parsial.
6. Rencanakan

memperbaiki

fungsi

fisiologisnya

dan

mengurangi kelelahan

perawatan diri pasien


dan

diri

Periode

istirahat

memungkinkan
untuk

menghemat

memulihkan energi.
periode

istirahat teratur sesuai


jadwal harian pasien

teratur
tubuh
dan

17

4.4 Implementasi
Implementasi Keperawatan:
No
1.

Diagnosa
Kelebihan

Implementasi
1. mengkaji status cairan
2. membatasi masukan cairan
cairan berhubungan
3. mengidentifikasi sumber potensial cairan
dengan penurunan 4. menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional
volume

haluaran urin, dan


retensi

cairan

nyamanan akibat pembatasan cairan

natrium

2.

perubahan
jaringan:

pembatasan dari makanan dan minuman


5. membantu pasien dalam menghadapi ketidak

perfusi 1. Memantau tanda dan gejala krisis hipertensi


serebral

(Hipertensi, takikardi, bradikardi, kacau mental,

cardiopulmunary

penurunan tingkat kesadaran, sakit kepala, tinitus,

b/d

mual, muntuh, kejang dan disritmia).

resiko

hipertensi

krisis

2. Memantau tekanan darah tiap jam dan kolaborasi


bila ada peningkatan TD sistole >160 dan diastole
> 90 mm Hg
3 Mengkaji keefektifan obat anti hipertensi
4. memertahankan TT dalam posisi rendah

18

3.

Gangguan
pertukaran gas b.d
kerusakan
alveolar

akibat

1. memonitor respirasi dan status O2


2. memosisikan pasien semifowler untuk
memaksimalkan
3. melakukan fisioterapi dada bila perlu
4. mengauskultasi suara napas catat adanya suara

edema paru

tambahan.
5. melakukan suction bila diperlukan
Kolaborasi:
6. memberikan bronkodilator
7. memberikan oksigen bila diperlukan
Ketidakseimbangan 6. mendiskusikan dan jelaskan tentang pembatasan
nutrisi kurang dari
kebutuhan

tubuh

b.d nausea, vemitus

diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air


terlalu panas atau dingin)
7. menciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari
bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat.
8. memberikan jam istirahat (tidur) serta kurangi
kegiatan yang berlebihan
9. memoonitor intake dan out put dalam 24 jam.
mengkolaborasi dengan tim kesehtaan lain terapi
gizi : Diet TKTP rendah serat, susu obat-obatan atau

Nyeri

akut

b.d

penurunan suplai
oksigen

vitamin A.
1. mengobservasi tanda-tanda vital.
2.

ke

jaringan.

mengkaji tingkat nyeri menggunakan skala


nyeri

3.

mengatur posisi yang nyaman bagi klien

4.

memberi kompres hangat pada daerah


abdomen

5.

Intoleransi aktifitas
b.d kelemahan fisik

mengkolaborasikan pemberian analgetik

1. mengkaji adanya factor yang menyebabkan


kelelahan
2. mendorong
pasien

kemajuan

tingkat

aktivitas

19

3. mencatat respon emosi terhadap mobilitas.


4. memberikan klien untuk latihan gerakan
gerak pasif dan aktif.
5. meningkingkatkan aktivitas perawatan diri
pasien dan perawatan diri parsial.
6. merencanakan periode istirahat teratur sesuai
jadwal harian pasien

4.5 Evaluasi
Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan:
1. Dx:
S: Pasien mengatakan dapat BAK dengan normal
O: turgor kulit normal tanpa edema, tanda vital normal, tidak adanya
distensi vena leher.
A: Masalah Teratasi.
P : Hentikan tindakan keperawatan
2. Dx 2:
S: Pasien mengatakan saya sudah merasakan tubuh saya kembali ringan
O : TD dalam batas normal tanpa pengeluaran protein
A: Masalah Teratasi.
P : Hentikan tindakan keperawatan
3. Dx 3:
S: Keluarga mengatakan bahwa pasien sudah tidak ada masalah dalam
pernapasan
O : AGD normal, pola nafas normal, setelah melakukan aktivitas tidak
cepat mrasa lelah
A: Masalah Teratasi.
P : Hentikan tindakan keperawatan

20

4. Dx 4:
S : keluarga klien mengatakan nafsu makan pasien meningkat
O : BB klien mulai meningkat
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
5. Dx 5:
S : keluarga mengatakan pasien sering mengeluh kesakitan di daerah perut
O : pasien sering menangis dan memegangi perutnya
A : pasien masih merasakan nyeri
P : lanjutkan intervensi
6. Dx 6:
S : pasien mengatakan, saya sudah mampu makan dan pergi ke kamar
mandi sendiri.
O : perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri;
koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainnya baik
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

21

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Glomerulonefritis adalah peradangan pada kapiler glumurulus yang disebakan
oleh infeksi kuman streptococcus dan merupakan penyebab utama terjadinya
gagal ginjal. Glomerulonefritis ditandai dengan beberapa gejala seperti faringitis
atau tonsilitis disertai demam, sakit kepala, malaise, edema wajah, dan nyeri
panggul. Penyakit ini disebabkan beberapa hal seperti hipertensi, diabetes
mellitus, adanya bakteri streptococcus dan sebagainya. Beberapa hal tersebut
masih

sering

diabaikan

oleh

masyarakat

sehingga

potensi

terjadinya

glomerulonefritis akan semakin meningkat. Oleh karena itu diperlukan intervensi


keperawatan yang tepat untuk memberikan perawatan pada pasien dengan
glomerulonefritis. Selain itu, perawat juga perlu memberikan edukasi kepada
masyarakatt untuk menjaga pola hidup sehat sehingga terhindar dari berbagai
bakteri atau pun penyakit yang bermanifestasi pada glomerulonefritis.
5.2 Saran
Saran yang dapat kami berikano ditujukan pada beberapa pihak. Untuk
para

perawat

ataupun

mahasiswa

keperawatan

hendaknya

memberikan

pemahaman pada masyarakat mengenai beberapa faktor resiko dan pencegahan


terhadap glomerulonefritis. Sedangkan bagi mmasyarakat sendiri, hendaknya
selalu menjaga pola hidup sehat dan aktif dalam kegatan penyuluhan atau
pendidikan

kesehatan

glomerulonefritis.

guna

mendapat

informasi

lebih

banyak

terkait

22

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta:
EGC.
Carpenito, Moyet. 2006. Buku Saku Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA and NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Price Sylvia A dan dan Lorraine M Wilson .(1995). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suharyanto, T., 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Perkemihan. Jakarta: EGC

Gangguan

Anda mungkin juga menyukai