Anda di halaman 1dari 35

SKENARIO 4

SINDROM NEFROTIK

KELOMPOK 4

KELOMPOK 4
1. MUH. FARHAN RIZQULLAH/1801019
2. IQRAM ARISTYO FAIZUL/1801054
3. ANDI MUH. FIRMANSYAH/1801038
4. MULIANI INDAH SARI/1801022
5. FADILATUL JANAH PAKAYA/1801030
6. ASRINA/1801046
7. NURJANAH/1801004

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala kebesaran dan

nikmat hidayah yang telah diberikan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang

sindrom nefrotik ini dengan lancar. Penyusunan Makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata

kuliah dan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan serta wawasan.

Makalah ini masih memiliki kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf

atas kekurangan tersebut. Juga senantiasa membuka tangan untuk menerima kritik dan saran

yang membangun agar kelak kami bisa berkarya lebih baik lagi. Harapan kami semoga karya

kecil ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Makassar 20 oktober 2020


Penyusun

DAFTAR ISI

Sampul

Kata pengantar

Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

B. Rumusan masalah

C. Tujuan

D. Manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi

B. Etiologi

C. Patofisiologi

D. Klasifikasi
E. Manifestasi klinis

F. Pemeriksaan diagnostic

G. Penatalaksanaan

H. Pemeriksaan penunjang

I. Komplikasi

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

B. Diagnose keperawatan

C. Intervensi

BAB IV TINJAUAN KASUS

A. Scenario kasus

B. Daftar pertanyaan

BAB V PEMBAHASAN

A. Jawaban pertanyaan

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

B. saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada

masa kanak-kanak. Menurut kepustakaan di Amerika Serikat dan Eropa, insiden sindrom

nefrotik pada anak berkisar antara 1-3 kasus baru dari setiap 100.000 anak dibawah 16

tahun setiap tahunnya, dengan prevalensi kumulatif sebesar 16 kasus per 100.000 anak.

Di negara berkembang angka kejadian sindrom nefrotik pada anak lebih tinggi daripada

di negara maju. Di Indonesia Willa Wirya (Jakarta) memastikan adanya 6 orang anak

menderita sindrom nefrotik di antara 100.000 anak yang berusia di bawah 14 tahun per

tahun.

Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis

anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan

ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom

nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan

minimal ( SNPM ) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak.

Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya

terapi dan pemberian steroid. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon

untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal.


Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan

kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan

terjadinya sindrom ini. Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital,

glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada

purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun

pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan

kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah studi literatur tentang penyakit Sindrom Nefrotik?

2. Bagaimanakah asuhan keperawatan tentang penyakit Sindrom Nefrotik?

3. Bagaimanakah analisis artikel jurnal terkait dengan intervensi?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui dan menganalisa asuhan keperawatan pada pasien dengan

diagnosa Sindrom Nefrotik

2. Tujuan Khusus

 Mengetahui studi literatur tentang penyakit Sindrom Nefrotik

 Mengetahui dan menganalisa asuhan keperawatan tentang Sindrom

Nefrotik
 Menganalisis artikel jurnal terkait dengan intervensi

D. Manfaat

1. Bagi Institusi

Menilai/mengevaluasi sejauh mana pemahaman mahasiswa dalam memahami

ilmu yang telah diberikan khususnya dalam melaksanakan proses keperawatan

dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan

dengan asuhan keperawatan dengan infertilitas.

2. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat memahami dan menganalisa asuhan keperawatan dengan

infertilisasi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, hipoalbuminemia, dan

hiperkolesterolemia. Kadang- kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi

ginjal (Soemyarso, 2014).

Sindrom nefrotik adalah penyakit denagn gejala edema, proteinuria,

hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia, kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi

dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2005).

Sindroma nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria,

hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Betz, Cecily dan Sowden, Linda, 2002)

Sindroma nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri atas proteinuria masif

(lebih dari 50 mg/kg BB/24 jam). Hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100ml). Yang

disertai atau tidak disertai denagn edema dan hiperkolesterolemia (Rauf, 2002).

Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,

penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang

tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).

Nefrotik sindrom merupakan kelainan klinis yang ditandai dengan proteinuria,

hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolmia. (Baughman, 2000)


Dapat disimpulkan bahwa sindrom nefrotik adalah sekumpulan gejala klinis yang

disebabkan oleh hilangnya permeabilitas glomerulus terhadap protein yang ditandai dengan

empat gejala khas yaitu priteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema.

B. Etiologi

Menurut Ngastiyah, 2005, etiologi sindrom nefrotik dibagi menjadi :

1. Sindrom Nefrotik Bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.

Resisten terhadap semua pengobatan. Gejala: edema pada masa neonatus.

Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil.

Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama

kehidupannya.

2. Sindrom Nefrotik Sekunder

Disebabkan oleh:

 Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus sistemik

 Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronik, trombosis vena

renalis

 Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,

sengatan lebah, racun oak, air raksa

 Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis

membranoproliferatif hipokomplementemik.

3. Sindrom Nefrotik Idiopatik atau Primer


(Tidak diketahui sebabnya atau juga disebut SN primer). Berdasarkan

histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop

biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk. membagi dalam 4 golongan yaitu:

a. Kelainan minimal

Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan

dengan mikroskop elektron tampak foot prosessus sel epitel berpadu.

Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau

imunoglobulin beta-1C pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini

lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa, prognosis

lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.

b. Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang

tersebar tanpa poliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak.

Prognosis kurang baik.

c. Glomerulonefritis proliferative

 Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus terdapat poliferasi

sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.

Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler

tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang

timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan

progresif dan pada sindrom nefrotik. Prognosis jarang baik,

tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah

pengobatan yang lama.


 Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk

thickening).Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar

dan penebalan batang lobular.

 Dengan bulan sabit (crescent), Didapatkan proliferasi sel

mesangial dan proliferasi sel epitel sampai (kapsular) dan

viseral. Prognosis buruk.

 Glomerulonefritis membranoproliferatif ,Poliferasi sel

mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran

basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A

rendah. Prognosis tidak baik.

 Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.

4. Glomerulosklerosis Fokal Segmental

Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi

tubulus. Prognosis buruk.

C. Patofisiologi

Sindroma nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas

glomerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia,

hiperlipidemia, dan edema. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan

berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan

dari proteinuria menyababkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan

osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstisial.

Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga

menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi. Karena terjadi penurunan
aliran darah ke renal, maka ginjal akan melakukan kompensasi denagn merangsang produksi

renin-angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretic hormone (ADH) dan sekresi

aldosteron yang kemudian terjadi retensi natrium dan air, denagn retensi natrium dan air

akan menyebabkan edema (Betz C, 2002).

Membran glomerulus yang normalnya impermiabel terhadap albumin dan protein lain

menjadi permiabel terhadap protein terutama albumin, yang melewati membran dan ikut

keluar bersama urin (hiperalbuminemia). Hal ini menurunkan kadar albumin

(hipoalbuminemia), menurunkan tekanan onkotik koloid dalam kapiler mengakibatkan

akumulasi cairan di interstisial (edema) dan pembengkakan tubuh, biasanya pada abdominal

(acites). Berpindahnya cairan plasma ke interstisial menurunkan volume cairan vaskuler

(hypovolemia), yang mengaktifkan stimulasi sistem renin-angiotensin dan sekresi ADH

serta aldosteron. Reabsorbsi tubulus terhadap air dan sodium meningkatkan volume

intravaskuler (Donna L Wong, 2004).

D. Klasifikasi

Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic

syndrome).

Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.

Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir

normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.

2. Sindrom Nefrotik Sekunder


Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus

sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,

bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.

3. Sindrom Nefrotik Kongenital

Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi

yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya

adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua

pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan

bayi jika tidak dilakukan dialysis.

E. Manifestasi Klinis

Sindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan 4 gejala klinik yang khas, yaitu :

1. Proteinuria masif atau proteinuria nefrotik

Dalam urin terdapat protein ≥40 mg/m2/jam, atau >50 mg/kg/24jam, atau rasio

albumin/kreatinin urin sewaktu >2 mg/mg, atau dipstik ≥2+. Proteinuria pada

sindrom nefrotik kelainan minimal relatif selektif, yang terbentuk terutama

oleh albumin.

2. Hipoalbuminemia

Albumin serum < 2,5 g/dl. Kadar albumin plasma normal pada anak denagn

gizi baik berkisar antara 3,6-4,4 g/dl. Retensi cairan dean sembab akan mulai

tampak bila kadar albumin plasma kurang dari 2,5-3,0 g/dl, tetapi sering sekali

kadar albumin plasma jauh di bawah kadar tersebut.

3. Edema
Edema merupakan manifestasi klinis utama yang mudah terlihat oleh orang

tua dan keluarga penderita. Akibat meningkatnya permeabilitas kapiler

glomerulus, albumin terlepas ke dalam urin sehingga menimbulkan

albuminuria masif dengan akibat hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia

menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma intravaskuler. Hal tersebut

mendorong terjadinya ekstravasasi cairan melintasi didnding kapiler, terlepas

dari ruang intravaskuler masuk ke ruang interstisial yang menyebabkan

timbulnua edema. Diawali dengan edema disekitar mata dan wajah yang

sering disangka alergi, konjungtivitis, gondong atau infeksi gigi. Dalam

beberapa hari kemudian, bengkak secara berangsur semakin menghebat dan

menjalar kearah tungkai dan perut.

4. Hiperlipidemia

Penderita sindrom nefrotik idiopatik mengalami hiperkolesterolemia

(kolesterol serum lebih dari 200 mg/dl), yang tampak lebih nyata pada

sindrom nefrotik kelainan minimal. Umumnya terdapat korelasi terbalik

antara kadar albumin serum dan kolesterol. Apabila albumin serum kembali

normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian albumin, kadar lipid

akan juga kembali normal. Lipid dapat ditemukan di dalam urin dalam bentuk

oval fat bodies.

Gejala lain yang menyertai :

 Perubahan urin (penurunan volume, berbau buah, gelap)

 Pembengkakan abdomen (asites)

 Kesulitan pernapasan (efusi pleura)


 Mudah lelah

 Hipertensi

 Anoreksia, mual dan muntah

F. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada sindrom nefrotik menurut Benz, Cecily L, 2002 :

1. Uji Urin

a. Protein urin  >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari

b. Urinalisa  cast hialin dan granular, hematuria

c. Dipstick urin  positif untuk protein dan darah

d. Berat jenis urin  meningkat (normal: 285 mOsmol)

2. Uji Darah

a. Albumin serum  <3 g/dl

b. Kolesterol serum  meningkat

c. Hemoglobin dan hematokrit  meningkat (hemokonsentrasi)

d. Laju endap darah (LED)  meningkat

e. Elektrolit serum  bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan

f. Bila curiga lupus erimatosus sistemik pemeriksaan dilengkapi dengan

pemeriksaan kadar komplemen 4 (C4), ANA (anti nuclear antibody)

dan anti-dsDNA

3. Uji Diagnostik

a. Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan berlebihan

b. USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan

ginjal
c. Biopsi ginjal dapat menunjukkan salah satu bentuk glomerulonefritis

kronis atau pembentukkan jaringan parut yang tidak spesifik pada

glomeruli.

G. Penatalaksanaan

1. Medik

a. Diuretik

Dimulai dengan furosemid 1-3 mg/kgBB/hari 2 kali sehari. Bila tidak

ada respon, dosis dinaikkan sampai 4-6 mg/kgBB/hari bersama dengan

spironolakton (antagonis aldosteron) 2-3 mg/kg/hari, sebagai

potassium-sparing agent (diuretik hemat kalium). Bila denagn terapi

tersebut masih gagal, dapat ditambah thiazide (hidroklorothiazid).

Kadang-kadang perlu diberikan furosemid bolus intravena atau infus.

Pemakaian diuretik lebih dari 1 minggu dengan dosis tinggi perlu

pemantauan terhadap hipovolemia dan elektrolit serum.

b. Kortikosteroid

 Pengobatan Inisial

Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney

Diseases in Children), pengobatan inisial prednison dimulai

dengan dosis penuh 2 mg/kg/hari atau 60 mg/m2/hari

(maksimal 60 mg/hari). Dosis prednison dihitung sesuai

dengan berat badan ideal. Prednison dosis penuh inisial

diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu

pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu


kedua dengan dosis 40 mg/m2/hari (2/3 dosis awal) secara

alternating (selang sehari) 1 kali sekali setelah makan pagi.

 Pengobatan Sindrom Nefrotik Relaps Sering

Dimulai dari prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 3

minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison

intermitten/alternating 40 mg/m2/hari selama 4 minggu, dan

kemudian dosis diturunkan perlahan selama 12-21 minggu

(masa pengobatan total 4-6 bulan). Kombinasi dengan

corticosteroid-sparing agent yang dimulai saat sudah

mengalami remisi, pilihannya :

 Siklofosfamid 2 mg/kg/hari sebagai dosis tunggal

selama 8-12 minggu (dosis kumulatif maksimal 168

mg/kg). Hanya aman diberikan dalam 1 seri

pengobatan.

 Levamisol 2,5 mg/kg sebagai dosis alternatif (selang

sehari) selama minimal 12 bulan.

 Siklosporin A dosis awal 4-5 mg/kg/hari dalam dosis

terbagi (tiap 12 jam) selama minimal 12 bulan denagn

pemantauan fungsi ginjal dan kadar siklosporin A

dalam darah untuk menghindari nefrotoksisitas.

 Mikofenolat mofetil 1200 mg/m2/hari dalam dosis

terbagi (tiap 12 jam) selama minimal 12 bulan.


 Takrolimus dosis awal 0,1 mg/kg/hari dalam dosis

terbagi (tiap 12 jam) selama minimal 12 bulan denagn

pemantauan fungsi ginjal dan kadar takrolimus dalam

darah untuk menghindari nefrotoksisitas.

 Pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid

Dimulai dari prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 3

minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison

intermitten/alternating 40 mg/m2/hari selama 4 minggu, dan

kemudian dosis diturunkan perlahan selama 12-21 minggu

(masa pengobatan total 4-6 bulan). Kombinasi dengan

corticosteroid-sparing agent yang dimulai saat sudah

mengalami remisi sama dengan untuk pengobatan sindrom

nefrotik relaps sering. Namun terdapat pilihan obat lagi, yaitu

Rituksimab 375 mg/m2 tiap 2 minggu sebanyak 2 seri

pengobatan, bila tetap mengalami kambuh sering dengan

kombinasi optimal steroid dan obat lainnya.

 Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid

Dimulai dari prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 3

minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison

intermitten/alternating 40 mg/m2/hari selama 4 minggu, dan

kemudian dosis diturunkan perlahan selama 12-21 minggu

(masa pengobatan total 4-6 bulan). Kombinasi dengan


corticosteroid-sparing agent yang dimulai saat sudah

mengalami remisi, pilihannya :

 Siklosporin A dosis awal 4-5 mg/kg/hari dalam dosis

terbagi (tiap 12 jam) selama minimal 12 bulan denagn

pemantauan fungsi ginjal dan kadar siklosporin A

dalam darah untuk menghindari nefrotoksisitas. Bila

menunjukkan remisi parsial, dapat dilanjutkan sampai

12 bulan.

 Mikofenolat mofetil 1200 mg/m2/hari dalam dosis

terbagi (tiap 12 jam) selama minimal 12 bulan.

 Takrolimus dosis awal 0,1 mg/kg/hari dalam dosis

terbagi (tiap 12 jam) selama minimal 12 bulan denagn

pemantauan fungsi ginjal dan kadar takrolimus dalam

darah untuk menghindari nefrotoksisitas. Bila

menunjukkan remisi parsial, dapat dilanjutkan sampai

12 bulan.

 Rituksimab 375 mg/m2 tiap 2 minggu sebanyak 2 seri

pengobatan, bila tetap mengalami kambuh sering

dengan kombinasi optimal steroid dan obat lainnya.

 Metilprednisolon (steroid dosis tinggi) intravena 30

mg/kg (maksimal 1 gram) atau deksametason intravena

5 mg/kg (maksimal 150 mg), diberikan selang sehari


sebanyak 6 dosis, bergantian dengan prednison oral 2

mg/kg/hari secara selang sehari.

c. Pemberian non imunosupresif

Pada pasien sindrom nefrotik yang telah resisten terhadap obat

kortikosteroid, sitostatik, dan siklosporin, dapat diberikan diuretik (bila

ada edema) dikombinasikan dengan inhibitor ACE

(angiotensinconverting enzyme) untuk mengurangi proteinuria. Jenis

obat ini yang biasa dipakai adalah kaptopril 0,1-2 mg/kgBB/hari 3 kali

sehari, atau enalapril 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Dapat pula

diberikan golongan angiotensin receptor blocker (ARB) seperti

losartan 0,5-2 mg/kg/hari dalam dosis tunggal. Tujuan pemberian

inhibitor ACE atau ARB juga untuk menghambat terjadinya gagal

ginjal terminal (renoprotektif).

2. Keperawatan

a. Edema yang berat

Pasien sindrom nefrotik denagn anasarka perlu istirahat di tempat tidur

karena keadaan edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan

kemampuannya untuk bergerak. Terutama di tempat tidur.

 Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di

dalam rongga toraks akan menyebabkan pasien sesak napas

 Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit

(bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang


bagian ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyababkan

edema lebih berat)

 Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal di bawah

skrotum untuk mencegah pembengkakkan skrotum karena

tergantung.

Bila edema telah berkurang pasien diperbolehakan melakukan

kegiatan sesuai dengan kemampuannya. Untuk mengetahui

berkurangnya edema, berat badan pasien perlu ditimbang setiap

hari dan dicatat. Yang perlu juga dilakukan dalam perawatan

pasien sindrom nefrotik ialah pencatatan masukkan dan

keluaran cairan selama 24 jam.

b. Diet

Pemberian diet tinggi protein sekarang tidak dianjurkan karena akan

menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme

protein. Jadi diet protein yang dianjurkan adalah normal atau sesuai

dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2

g/kgBB/hari dan cukup kalori yaitu 35 kcal/kg/hari. Lemak dapat

diberikan dengan jumlah yang tidak melebihi 30% jumlah total kalori

keseluruhan, lebih dianjurkan memberikan karbohidrat kompleks

daripada gula sederhana. Diet rendah garam (1-2 g/hari, atau 2

mmol/kg/hari) plus menghindari camilan asin, dianjurkan selama anak

mengalami edema atau hipertensi. Bentuk makanan disesuaikan

dengan keadaan penderita, dapat makanan biasa atau lunak.


c. Risiko terjadi komplikasi

Komplikasi pada kulit akibat infeksi Streptococcus atau

Staphylococcus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut

kebersihan kulit perlu diperhatikan dan pakaian pasien harus selalu

bersih dan kering. Karena psien sindrom nefrotik berisiko terjadinya

dekubitus maka posisi pasien perlu diubah secara teratur misalnya

setiap 3 jam dan bagian tubuh yang bekas tertekan di lap dengan air

hangat, dilap kering, kemudian dibedak. Mengingat daya tahan tubuh

pasien SN ini rendah dan mudah mendapat infeksi, sebaiknya ruangan

untuk pasien penyakit SN tidak dekat dengan ruangan untuk pasien

yang menderita infeksi dan mudah menular. Perawat harus

mempertahankan cara kerja yang aseptik.

H. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah : urinalisis bila perlu dan biakan urin,

protein urin kuantatif, pemeriksaan darah.

I. Komplikasi

Kesimbangan nitrogen, hyperlipidemia dan lipiduria, hperkoagulasi, metabolism kalsium

dan tulang, infesi dan adanya ganggua fungsi ginjal.


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

Nama : An.X

Umur : 5 tahun

2. Analisa data

Data subjektif

a. Keluarga klien mengatakan awalnya seminggu yang lalu kelopak mata

anak bengkak saat bangun tidur

b. Keluarga klien mengatakan dua hari ini kaki dan tangannya mulai ikut

membengkak.

c. Keluarga klien mengatakan frekuensi kencingnya berkurang hanya

sedikit dan tampak berbusa


Data objektif

a. Anak tampak gemuk dan muka bulat

b. N : 48x/menit

P : 22x/menit

S : afebris

TD : 130/80 mmHg

c. Pemeriksaan ascites positif dan ditemukan piting edema

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan lab : urin

B. Diagnose

1. Hipervolomia b.d gangguan mekanisme regulasi b.d edema anasarka

2. Gangguan integritas kulit b.d edema anasarka dan penurunan sirkulasi

C. Intervensi

1. Tujuan : keseimbangan cairan meningkat dengan

Kriteria hasil :

 Penurunan edema, ascites

 Keluaran urine meningkat

 Output urine adekuat 600 -700 ml/hari

 Tekanan darah dan nadi dalam batas normal

 BB membaik (14-24 kg)

Intervensi

a. Kaji masukan yang relative terhadap keluaran secara akurat.


b. Timang berat badan setiap hari (atau lebih sering jika diindikasikan).

c. Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta

pantau edema sekitar mata.

d. Atur masukan cairan dengan cermat

e. Pantau infus intra vena

f. Kolaborasi : berikan kortikosteroid sesuai ketentuan

g. Berikan diuretic bila diinstrusikan.

2. Tujuan : integritas kulit meningkat

Kriteria hasil : tidak ada tanda kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila

disentuh.

Intervensi :

a. Mengatur atau mengubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi

b. Pertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur.

c. Gunakan lotion bila kulit kering.

d. Kaji area kulit : kemerahaan, tenderness dan lecet.

e. Support daerah edema dengan bantal.

f. Lakukan aktifitas fisik sesuai dengan kondisi anak.


BAB IV

TINJAUAN KASUS

A. Scenario kasus

Seorang anak laki-laki, 5 tahun dibawah ayahnya ke klinik pratama karena bengkak.

Awalnya seminggu yang lalu kelopak mata anak tampak bengkak saat bangun tidur. Dua

hari ini kaki dan tangannya mulai bengkak.frekuensinya kencing menjadi berkurang dan

sedikit.saat kencing air seni tampak berbusa. Hasil tekanan darah 130/80 mmHg.

Pemeriksaan ascites dan ditemukan piting edema. Dokter menyarankan pemeriksaan urin.

B. Daftar pertanyaan

1. Penyebab terjadinya sindrom nefrotik?

2. Patogenesa terjadinya sindrom nefrotik?

3. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menunjang diagnosis?


4. Penatalaksanaan sindrom nefrotik?

5. Pengaturan nutrisi pada sindrom nefrotik?

6. Edukasi pada sindrom nefrotik?

BAB V

PEMBAHASAN

A. Jawaban pertanyaan

1. Sindrom nefrotik terjadi akibat kerusakan pada gleumerulus,yaitu bagian ginjal

yang berfungsi menyaring darah dan membuat urine. Akibatnya protein yang

seharusnya tetap didalam darah malah bocor ke urine. Dalam kondisi normal,

urine seharusnya tidak mengandung protein. Kerusakan di bagian ginjal ini dabat

disebabkan oleh sel ginjal yang menebal atau membentuk jaringan parut. Sampai

saat ini belum dapat diketehaui penyebab glomerulus menebal atau membentuk

jaringan parut. Sindrom nefrotik yang disebabkan oleh glomerulus yang menebal

atau membentuk jaringan parut disebut juga sindrom nefrotik primer. Selain

penebalan dan pembentukan jaringan parut pada ginjal, sindrom nefrotik dapat

disebabkan oleh penyakit lain yang mengakibatkan kerusakan pada ginjal.

Kondisi ini disebut sindrom nefrotik sekunder.


2. Patogenesa sindrom nefrotik khusnya MCD kemungkinan adalah adanya

gangguan imunitas terutama imunitas seluler, peranan factor permeabilitas seperti

vascular endothelial growth factor (VEGF) dan podositopati.beberapa bukti

menunjukan bahwa gangguan imun terutama imunitas seluler menyebabkan

MCD. Factor permeabilitas banyak dihipotesiskan berperan dalam MCD dan

FSGS. Podosit glomerulus menghasilkan VEGF yang merupakan factor

permeabilitas yang potent. Reseptor VEGF terletak di permukaan sel endotel

glomerulus dan mesangial sehingga terjadi peningkata permeabilitas glomerulus.

Selain itu peningkata permeabilitas ini juga akibat degradasi heperan sulphate

glucosaminoglycans oleh heparanase. Sedangkan kerusakan padosit juga berperan

dalam sindromanefrotik idiopatik. Kerusakan ini dapat terjadi akibat infeksi

maupun mutuasi gen yang mengkode beberapa protein padosit pada anak dengan

sindroma nefrotik familial. Kerusakan padofit menyebabkan hilangnya

selektivitas permeabilitas dan terjadi proteinuria berat.

3. Pemeriksaan penunjang yang paling di perlukan adalah pemeriksaan protein

urine, kadar albumin, dan kadar kolesterol darah. Pemeriksaan protein urin dapat

dilakukan dengan peeriksaan urin yang paling sederhana yaitu pemeriksaan urine

dengan dipstick. Pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan semi quantitative,

dengan hasil 1+ (~15mg/dl), 2+(~100mg/dl) dan 3+ (~300 mg/dl). Pada sindrom

nefrotik tes dipstick menunjukan proteinuria >2+. Pada penelitian proteriurinaria

dengan menggunakan dipstick menunjukan hasil rata – rata >3+.


4. Penangan sindrom nefrotik oleh dokter akan berbeda – beda untuk tiap penserita,

tergantung pada penyebabnya. Ada beberapa obat yang dapat diberikan kepada

penderita sindrom nefrotik antara lain :

 Obat kortikosteroid

Obat ini berfungsi untuk menangani peradangan pada ginjal atau

mengobati penyakit peradangan penyebab sindrom nefrotik,seperti lupus

atau amiolodiosis, contoh obat ini adalah methylprednisolone.

 Obat antihipertensi

Obat ini berfungsi untuk menurunkan penekanan darah tinggi yang bisa

meningkat saat terjadi kerusakan ginjal. Selain itu, obat daarah tinggi

dapat mengurangi jumlah ptotein yang terbuang melalui urine. Contoh

obat ini adalah oabt ACE inhibitor, seperti enalapri atau catropil.

 Obat diuretic

Fungsi obat ini adalah untuk membbuang cairan yang berlebihan dari

dalam tubuh, segingga dapat mengurangi gejala edema. Contoh obat ini

adalah furosemide.

 Obat pengencer darah

Pensilin adalah obat adalah obat yang digunakan untuk mencegah infeksi

yang merupakan konfikasi dari sindrom nefrotik

Bila protein dalam darah terlalu rendah, dokter juga akan menyarankan albumin

melalui infus. Dokter juga akan menyarankan penderita untuk cuci darah atau

transpalatasi ginjal bila sudah mengalami gagal ginjal kronis. Disamping obat

obatan pola makan penderita sindrom nefrotik perlu diatur. Penderita perlu
mengomsumsi protein yang cukup, tidak terlebih ataupun kurang. Selain itu,

penderita sindrom nefrotik perlu mengurangi mengomsumsi garam, lemak serta

kolestrol untuk mencegah komplikasi dan mengurangi edema. Konsultasikan

dengan dokter gizi mengenai pola makan bagi penderita sindrom nefrotik. Tingkat

kesembuhan dari kondisi ini sangat bergantung pada penyebab, keperahan, dan

respon tubuh terhadap pengobatan. Umumnya penderita usia anak-anak dapat

sembuh walau sekitar 70% kembali mengalaminya lagi dimasa depan.

5. Asupan protein bagi penderita sindrom nefrotik tidak perlu dibatasi, cukup 1.5-2

gram/kgBB per hari. Sedangkan, asupan sodium cukup 1500-2000 mg per hari.

Kandungan sodium sendiri bisa dilihat pada kemasan makanan. Pada

kemasan.makanan akan nampak tulisan bebas sodium, bebas garam, rendah

sodium, sangat rendah sodium, reduced sodium, light in sodium, dan tanpa

garam.Jenis makanan yang dapat dikonsumsi bagi penderita sindrom nefrotik,

yaitu:

 Keju keras.

 Susu rendah lemak, puding, es krim, yogurt.

 Daging segar dan bukan daging olahan.

 Ikan segar.

 Roti tawar putih atau gandum, pancake, waffle, biskuit.

 Nasi putih.

 Sereal gandum.

 Kentang rebus atau kentang goreng tanpa garam.

 Homemade pasta.
 Buah-buahan.

 Sayuran segar.

 Bumbu seperti cabe bubuk, cengkeh, pala, cuka, bawang, daun salam dll.

 Lemak dari mentega atau margarin, mayonnaise, dan minyak sayur.

 Air putih mineral.

Untuk kebutuhan kalori, hampir sama dengan kebutuhan kalori manusia pada

umumnya. Tidak ada perbedaan. Hanya saja untuk asupan lemak dan kolesterol

harus dibatasi. Untuk itu, sebaiknya lakukan konsultasi langsung ke dokter

gizi agar dapat terkontrol dengan baik asupan nutrisi yang dikonsumsi oleh

penderita sindrom nefrotik.

Diet pada orang dengan sindrom nefrotik perlu dimanajemen dengan baik agar

risiko perburukan gejala dapat dihindari. Sindrom nefrotik merupakan kumpulan

gejala yang terutama ditandai dengan edema, yang terjadi akibat gangguan

permeabilitas pada glomerulus dan peningkatan pelepasan protein plasma ke

dalam urine.Berkurangnya protein dalam plasma menyebabkan cairan

intravaskular bergerak keluar ke ruang interstisial. Namun, selain mengalami

proteinuria dan hipoalbuminemia yang menyebabkan edema, penderita sindrom

nefrotik juga mengalami hiperlipidemia. Oleh karena itu, penderita sindrom

nefrotik disarankan untuk mengikuti pola makan rendah sodium, rendah lemak,

dan rendah kolesterol.

Restriksi protein pada pasien sindrom nefrotik masih merupakan topik

kontroversial, tetapi umumnya tidak dianjurkan karena efikasinya belum terbukti

dengan pasti. Asupan protein yang disarankan adalah 1.0–1.1 gram/kgBB/hari


untuk pasien sindrom nefrotik minimal change dan 0.8 gram/kgBB/hari pada

pasien sindrom nefrotik lain. Asupan kalori total yang direkomendasikan adalah

35 kkal/kgBB/hari.

6. Edukasi dan promosi kesehatan terhadap penderita dan keluarga dengan sindrom

nefrotik (SN) sangat penting. Beberapa edukasi yang penting untuk disampaikan,

antara lain mengenai perjalanan penyakit, pilihan terapi, komplikasi, serta

prognosis dari SN sesuai etiologinya. [1,3]

Edukasi Pasien

Sindrom nefrotik (SN) adalah penyakit kronis yang dapat mengalami remisi dan

relaps. Pada kondisi yang berat, ada risiko komplikasi gagal ginjal hingga

membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal. Manajemen diet pasien sindrom

nefrotik yang tepat diperlukan untuk menghindari perburukan gejala.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi hal-hal:

proteinuria masif >3,5 g/hari, hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia. Manifestasi

dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan

menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus.

Etiologi dari sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bawaan,

sekunder (SLE, glomerulonefritis, bahan kimia, amiiloidosis), primer (kelainan minimal,

nefropati membranosa, glomerulonefritis poliferatif, glomerulonefritis

membranopoliferatif), dan glomerulosklerosis fokal segmental. Pengobatan dapat

dilakukan secara medik (kortikosteroid dan diuretik) serta keperawatan (diet rendah

garam, posisi untuk menanggulangi edema).

Tanda paling umum adalah adanya peningkatan cairan di dalam tubuh (edema).

Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume cairan,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktifitas, kerusakan

integritas kulit, dan resiko infeksi.

B. Saran

Demikian isi dari makalah yang dapat kami sampaikan. Kami berharap agar makalah

yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan baik dosen, mahasiswa ataupun

pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih bahasa:

Monica Ester. Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak Edisi 4, alih bahasa: Monica Ester.

Jakarta: EGC.

Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi

konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter Anugrah. Jakarta: EGC.

Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental  Keperawatan : Konsep,

Proses dan Praktis Volume 2. EGC: Jakarta.

Soemyarso, Ninik Asmaningsih, dkk. 2014. Model Pembelajaran Ilmu Kesehatan Anak.

Surabaya: Airlangga University Press.


Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan

Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC 2. Yogyakarta: Mediaction

Behrman, Kliegman dan Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Volume 3. Jakarta: EGC.

NANDA., 2013. Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima Medika.

O’callaghan, Cheis. 2009. At a Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai