Anda di halaman 1dari 25

MODIFIKASI DIET SEBAGAI TERAPI DISLIPIDEMIA

Oleh:
Shanadz Alvikha

100100123

Gita Annisa Raditra

100100135

M. Rivandio A. Simatupang

100100150

Siti Zubaidah

100100168

Rivhan Fauzan

100100236

Pembimbing:
dr. Dina Keumala Sari, M. G, Sp.GK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

LEMBAR PENGESAHAN

MODIFIKASI DIET SEBAGAI TERAPI DISLIPIDEMIA

Oleh:

Shanadz Alvikha

100100123

Gita Annisa Raditra

100100135

M. Rivandio A. Simatupang

100100150

Siti Zubaidah

100100168

Rivhan Fauzan

100100236

PEMBIMBING

dr. Dina Keumala Sari, M. G, Sp.GK


NIP. 197312212003122001

Penilaian makalah :
Struktur

Penilaian topik pembahasan :


Kedalaman isi

Nilai total

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syujur ami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan
anugerah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan paper dengan
judul Modifikasi Diet Sebagai Terapi Dislipidemia.
Di dalam penulisan paper ini ternyata penulis mendapat banyak bantuan
baik dari segi moral, material dan spiriutal dari berbagai pihak. Pada kesempatan
kali ini penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan, dan arahan kepada:
1. dr. Dina Keumala Sari, M.G, Sp.GK selaku dosen pembimbang yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama
menyelesaikan penulisan paper ini.
2. Seluruh Konsulen di Departemen Gizi FK USU yang telah memberi saran
dan masukan di dalam penyususan paper ini.
3. Seluruh Staf Departemen Gizi FK USU, yang telah mendukung penulis
dalam penyeleaian paper ini.
Penulis menyadari masi memiliki banyak kekurangan dari penulisan paper
ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan papaer ini. Semoga paper ini
dapat memberukan manfaat bagi para pembaca.

Medan,

Juni 2014

Penulis

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3


2.1. Dislipidemia ................................................................................... 3
2.1.1. Definisi ............................................................................... 3
2.1.2. Epidemiologi ...................................................................... 3
2.1.3. Klasifikasi .......................................................................... 4
2.1.4. Faktor Risikko .................................................................... 4
2.1.5. Patogenesis ......................................................................... 5
2.1.6. Penatalaksanaan ................................................................. 11

BAB 3 KESIMPULAN ..................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Dislipidemia merupakan suatu kelainan metabolisme lipid yang ditandai

dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi
lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan
trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL (Almatsier, 2009).
Perubahan gaya hidup masyarakat yang cenderung kebarat baratan
menyebabkan terjadinya pergeseran atau perubahan pola penyakit, ditandai
dengan munculnya berbagai jenis penyakit degeneratif yang jugang berhubungan
erat dengan dislipidemia. Penyakit penyakit degeneratif yang mengakibatkan
tingginya angka kematian adalah hipertensi, penyakit kardiovaskuler, stroke,
hiperkolesterolemia, dan diabetes melitus. Manifestasi dari perubahan gaya hidup
adalah perubahan pola makan yang tidak sehat serta berkurangnya aktifitas fisik.
Pola makan yang tidak sehat meliputi diet tinggi lemak dan karbohidrat, makanan
dengan kandungan garam sodium yang tinggi, rendahnya asupan maknan
mengandung serat, serta kebiasaan merokok dan meminum minuman beralkohol
(Hernawati, 2009).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sudijanto Kamso dkk. (2004) dalam
Setiono (2012) terhadap 656 responden di 4 kota besar di Indonesia (Jakarta,
Bandung, Yogyakarta, dan Padang) didapatkan keadaan dislipidemia berat (total
kolesterol >240 mg/dL) pada orang berusia diatas 55 tahun didapatkan paling
banyak di Padang dan Jakarta (>56%), diikuti oleh mereka yang tinggal di
Bandung (52,2%) dan Yogyakarta (27,7%). Pada penelitian ini juga didapatkan
bahwa prevalensi dislipidemia lebih banyak didapatkan pada wanita (56,2%)
dibandingkan pada pria (47%). Dari keseluruhan wanita yang mengidap
dislipidemia tersebut ditemukan prevalensi dislipidemia terbesar pada rentang usia
55-59 tahun (62,1%) dibandingkan yang berada pada rentang usia 60-69 tahun
(52,3%) dan berusia diatas 70 tahun (52,6%) (Setiono, 2012).

Modifikasi diet dibutuhkan untuk menjaga agar tidak jatuh kepada


komplikasi yang lebih berat dengan cara mengurangi makanan berlemak, lemak
trans, kolesterol, manis-manis, perbanyak konsumsi sayur dan buah, buah-buahan
segar minimal 3 buah perhari, sayuran minimal 3 mangkok sehari, perbanyak
makan ikan, sumber karbohdrat utamakan karbohidrat kompleks (nasi, Roti,
Havermut dll), hindari karbohidrat sedehana ( gula, syrup )Pilih susu non fat(
Hernawati, 2009).

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Dislipidemia

2.1.1. Definisi
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama
adalah kenaikan kadar kolesterol total (>240mg/dl), LDL(>160mg/dl), kenaikan
kadar trigliserida (>200 mg/dl) serta penurunan kadar HDL (<40mg/dl) (Gandha,
2009; Shah dkk, 2010).

2.1.2. Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi dislipidemia semakin meningkat. Penelitian
MONICA (Monitoring trends and determinants of Cardiovascular Disease) di
Jakarta tahun 1988 menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total pada
wanita adalah 206,6 mg/dl dan pria 199,8 mg/dl, tahun 1993 meningkat menjadi
213,0 mg/dl pada wanita dan 204,8 mg/dl pada pria. Dibeberapa daerah nilai
kolesterol yang sama yaitu Surabaya (1985): 195 mg/dl, Ujung Pandang (1990):
219 mg/dl dan Malang (1994): 206 mg/dl. Apabila dipakai batas kadar kolesterol
> 250 mg/dl sebagai batasan hiperkolesterolemia maka pada MONICA I
terdapatlah hiperkolesterolemia 13,4 % untuk wanita dan 11,4 % untuk pria. Pada
MONICA II hiperkolesterolemia terdapat pada 16,2 % untuk wanita dan 14 %
pria. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sudijanto Kamso dkk. (2004) dalam
Setiono (2012) terhadap 656 responden di 4 kota besar di Indonesia (Jakarta,
Bandung, Yogyakarta, dan Padang) didapatkan keadaan dislipidemia berat (total
kolesterol >240 mg/dL) pada orang berusia diatas 55 tahun didapatkan paling
banyak di Padang dan Jakarta (>56%), diikuti oleh mereka yang tinggal di
Bandung (52,2%) dan Yogyakarta (27,7%). Pada penelitian ini juga didapatkan
bahwa prevalensi dislipidemia lebih banyak didapatkan pada wanita (56,2%)
dibandingkan pada pria (47%). Dari keseluruhan wanita yang mengidap
dislipidemia tersebut ditemukan prevalensi dislipidemia terbesar pada rentang usia

55-59 tahun (62,1%) dibandingkan yang berada pada rentang usia 60-69 tahun
(52,3%) dan berusia diatas 70 tahun (52,6%) (Setiono, 2012).

2.1.3. Klasifikasi
Klasifikasi dislipidemia dapat dibagi atas dua, yaitu: (Hernawati 2009)
a. Dislipidemia Primer
Dislipidemia primer merupakan suatu kelainan yang diakibatkan oleh
penyakit genetik dan bawaan yang menyebabkan kelainan kadar lipid dalam
darah. Dislipedemia primer meliputi:
-

Hiperkolestrolemia poligenik

Hiperkolestrolemia familial

Dislipidemia remnant

Hiperlipidemia kombinasi familial

Sindroma Chylomicron

Hipertrigliserida familial

Peningkatan kolesterol HDL

Peningkatan apoliprotein B

b. Dislipidemia Sekunder
Dislipidemia sekunder adalah kelainan yang disebabkan oleh suatu
keadaan seperti hiperkolesterolemia yang diakibatkan oleh hipotiroidisme,
nefrotik sindrom, kehamilan, anoreksia nervosa, dan penyakit hati obstruktif.
Hipertrigleserida disebabkan oleh DM, konsumsi alkohol, gagal ginjal kronik,
miokard infark, dan kehamilan. Dislipidemia juga dapat disebabkan oleh penyakit
hati, dan akromegali (Hernawati, 2009).

2.1.4. Faktor Risiko


Kadar lipoprotein, terutama kolesterol LDL, meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Dalam keadaan normal, pria memiliki kadar yang lebih tinggi,
tetapi setelah menopause kadarnya pada wanita mulai meningkat. Faktor lain yang
dapat menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu adalah: (Gibney dkk, 2005).

Riwayat keluarga dengan dislipidemia

Obesitas

Diet kaya lemak

Kurang aktifitas fisik

Konsumsi alkohol

Merokok

Diabetes yang tidak terkontrol

Kelenjar tiroid yang kurang aktif


Sebagian besar kasus peningkatan kadar trigleserida dan kolesterol total

bersifat sementara dan tidak berat, dan terutama merupakan akibat dari
mengkonsumsi lemak berlebihan. Pembuangan lemak pada setiap orang memiliki
kecepatan yang berbeda. Perbedaan ini biasanya bersifat genetik dan secara luas
berhubungan dengan perbedaan masuk dan keluarnya lipoprotein dari aliran darah
(Gibney dkk, 2005).

2.1.5. Patogenesis
2.1.5.1.Lipid dan Protein
Di dalam darah kita ditemukan tiga jenis lipid yaitu kolesterol, trigliserid,
dan fosolipuf. Oleh karena sifat lipid yang susah larut dalam lemak, maka perlu
dibuat bentuk yang terlarut. Untuk itu dibutuhkan suatu zat pelarut yaitu suatu
protein yang dikenal dengan nama apolipoprotein atau apoprotein. Pada saat ini
dikenal sembilan jenis apoprotein yang diberi nama secara alfavetis yaitu Apo A,
Apo B, Apo C, dan Apo E. Senyawa lipid dengan apoprotein ini dikenal dengan
nama lipoprotein. Setiap jenis lipoprotein mempunyai apo tersendiri. Sebagai
contoh untuk VLDL, IDL, dan LDL mengandung Apo B100, sedang Apo B48
ditemukan pada kilomikron. Apo A1, Apo A2, dan Apo A3 ditemukan terutama
pada lipoprotein HDL dan kilomikron (Adam, 2006).
Setiap lipoprotein akan terdiri atas kolesterol (bebas atau ester), trigliserid,
fosfolipid, dan apoprotein. Lipoprotein berbentuk sferik dan mempunyai inti
trigliserid dan kolesterol ester dan dikelilingi oleh fosfolipid dan sedikit kolesterol
bebas. Apoprotein ditemukan pada permukaan lipoprotein (Adam, 2006).

Setiap lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas, komposisi lemak, dan


komposisi apoprotein.dengan menggunakan ultrasentrifusi, pada manusia dapat
dibedakan 6 jenis lipoprotein yaitu l-high-density lipoprotein (HDL), low-density
lipoprotein (LDL), intermediate-density lipoprotein (IDL), very low density
lipoprotein (VLDL), kilomikron, dan lipoprotein a kecil (Lp(a) (Adam, 2006).

2.1.5.2.Metabolisme Lipoprotein
Metabolisme lipoprotein dapat dibagi atas 3 jalur yaitu jalur metabolisme
eksogen,jalur metabolisme endogen, dan jalur reverse cholesterol transport. Kedua
jalur pertama berhubungan dengan metabolisme kolesterol-LDL dan trigliserid,
sedang jalur reverse chlesterol transport khusus mengenai metabolisme kolesterolHDL (Adam, 2006).

2.1.5.3.Jalur Metabolisme Eksogen


Makanan berlemak yang kita makan terdiri atas trigliserid dan kolesterol.
Selain kolesterol yang berasal dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol
dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di usus halus
yang berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati disebut lemak eksogen.
Trigliserid dan kolesterol dalam usus halus akan diserap ke dalam enterosti
mukosa usus halus. Trigliserid akan diserap sebagai asam lemak bebas sedang
kolesterol sebagai kolesterol. Di dalam usus halus asam lemak bebas akan diubah
lagi menjadi trigliserid, sedang kolesterol akan mengalam esterifikasi menjadi
kolesterol ester dan keduanya bersama dengan fosfolipid dan apolipoprotein akan
membentuk lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron.
Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui duktus
torasikus akan masuk ke dalam aliran darah. Trigliserid dalam kilomikron akan
mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel asam
lemak bebas (free fatty acid (FFA) = non-esterified fatty acid (NEFA). Asam
lemak bebas dapat disimpan sebagai trigliserid kembali di jaringan lemak
(adiposa), tetapi bila terdapat dalam jumlah yang banyak sebagian akan diambil
oleh hati menjadi bahan untuk pembentukkan trigliserid hati. Kilomikron yang

sudah kehilangan sebagian besar trigliserid akan menjadi kilomikron ramnant


yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati (Adam, 2006).

2.1.5.4.Jalur Metabolisme Endogen


Trigliserid dan kolesterol yang disintesis di hati dan disekresi ke dalam
sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Apolipoprotein yang terkandung dalam
VLDL adalah apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi, trigliserid di VLDL akan
mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL), dan VLDL berubah
menjadi IDL yang juga akan mengalami hidrolisis dan beruba menjadi LDL.
Sebagia darin VLDL, IDL,dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali ke
hati. LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol.
Sebagian dari kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan steroidogenik
lainnya seperti kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor
untuk kolesterol LDL. Sebagian lagi dari kolesterol LDL dalam plasma makin
banyak yang akan mengalamu oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag. Jumlah
kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol yang terkandung
di LDL. Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasi seperti : (Adam, 2006)
-

Meningkatnya jumlah LDL kecil padat (Small dense LDL) seperti pada
sindrom metabolik dan diabetes melitus.

Kadal kolesterol- HDL, makin tinggi kadar kolesterol- HDL akan bersifat
protektif terhadap oksidasi LDL.

Gambar jalur eksogen dan endogen dari metabolisme lipoprotein

2.1.5.5.Jalur Reverse Cholesterol Transport


HDL di lepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang
mengandung apolipoprotein (apo) A, C dan E; dan disebut HDL nascent. HDL
nascent berasal dari usus halus dan hati, mempunyai bentuk gepeng dan
mengandung apolipoprotein A1. HDL nascent akan mendekati makrofag untuk
mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesterol
dari makrofag, HDL nascent berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat.
Agar dapat diambil oleh HDL nascent, kolesterol (kolesterol bebas) di bagian
dalam dari makrofag harus dibawa ke permukaan membran sel makrofag oleh
suatu transporter yang disebut adenosine triphosphate- binding cassette
transporter-1 atau disingkat ABC-1 (Adam, 2006).
Setelah mengambil kolesterol bebas dari sel makrofag, kolesterol bebas
akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim lecithin cholesteril
acyltransferase (LCAT). Selanjutnya sebagian kolesterol ester yang dibawa oleh
HDL akan mengambil 2 jalur. Jalur pertama ialah ke hati dan ditangkap oleh
scavenger receptor class B type 1 dikenal SR-B1. Jalur kedua adalah kolesterol
ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserid dari VLDL dan IDL

dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). Dengan demikian


fungsi HDL sebagai penyerap kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur
yaitu langsung ke hati dan jalur tidak langsung melalui VLDL dan IDL untuk
membawa kolesterol kembali ke hati. Metabolisme lipoprotein baik yang berasal
dari eksogen, endogen dan jalur reverse cholesterol transport (Adam, 2006).

2.1.6. Diagnosis
2.1.6.1. Pedoman Klinis Kadar Lipid Sehubungan dengan Resiko PKV
Angka patokan kadar lipid yang memerlukan pengelolaan, penting
dikaitkan dengan terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Dari berbagai penelitian
jangka panjang di negara negara barat, yang dikaitkan dengan besarnya resiko
untuk terjadinya PKV (tabel 2.6),dikenal patokan kadar kolesterol total sebagai
berikut: (Gandha, 2009)
a) Kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman (desirable) adalah <
200 mg/dl
b) Kadar yang sudah mulai meningkat dan harus diwaspadai untuk mulai
dikendalikan (bordeline high) adalah 200-239 mg/dl
c) Kadar yang tinggi dan berbahaya bagi pasien (high) adalah > 240 mg/dl

Untuk trigliserida besamya pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya


komplikasi kardiovaskuler belum disepakati benar. NECP (National Cholesterol
Education Program) tidak memasukkan kadar trigliserida dalam anjuran
pengelolaan lipid mereka. Sebaliknya kelompok kontinental memasukkan juga
faktor trigliserida dalam algoritma yang mereka anjurkan, dilandasi oleh
penelitian mereka di Eropa (studi Procam dan studi Paris).Di Indonesia data
epidemiologis mengenai lipid masih langka, apalagi longitudinal yang berkaitan
dengan angka kesakitan atau angka kematian penyakit kardiovaskuler (Gandha,
2009).

10

Tabel Pedoman Klinis untuk Menghubungkan Profil Lipid Dengan Risiko


Terjadinya PKV

Secara klinis digunakanlah kadar kolesterol total sebagai tolak ukur,


walaupun berdasarkan patofisiologi, yang berperan sebagai faktor risiko adalah
kolesterol

LDL.

Namun

demikian,

kadar

kolesterol

total

dapat

juga

menggambarkan kadar kolesterol LDL seperti dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel Kadar Kolesterol Total Dihubungkan dengan Kadar LDL

2.1.6.2.Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkan
diagnosis dislipidemia. Parameter yang diperiksa meliputi kadar kolesterol total,
kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserid (Gandha, 2009).
a. Persiapan
-

Sebaiknya subjek dalam keadaan metabolik stabil, tidak ada perubahan


berat badan,

pola makan, kebiasaan merokok, olahraga, minum

kopi/alkohol dalam 2 minggu terahir sebelum diperiksa, tidak ada sakit


berat atau operasi dalam 2 bulan terakhir.

11

Tidak mendapat obat yang mempengaruhi kadar lipid dalam 2 minggu


terakhir. Bila hal tersebut tidak memungkinkan, pemeriksaan tetap
dilakukan tetapi, dengan disertai catatan.

b. Pengambilan bahan pemeriksaan


-

Pengambilan bahan dilakukan setelah puasa 12-16 jam ( boleh minum air
putih). Sebelum bahan diambil subyek duduk selama 5 menit.

Pengambilan bahan dilakukan dengan melakukan bendungan vena


seminimal mungkin. Bahan yang diambil adalah serum.

c. Analis
-

Analis kolesterol total dan trigliserida dilakukan dengan metode ensimatik

Analis kolesterol HDL dan Kol-LDL dilakukan dengan metode presipitasi


dan ensimatik. Kadar kolesterol LDL sebaiknya diukur secara langsung,
atau dapat juga dihitung menggunakan rumus Friedewaid kalau kadar
trigliserida < 400 mg/d, sbb
Kadar kol. LDL = Kol.Total kol.HDL 1/5 trigliserida

2.1.7. Penatalaksanaan
2.1.7.1.Farmakologi
Modifikasi gaya hidup sangat diperlukan untuk menurunkan kolesterol,
tetapi banyak orang yang juga memerlukan obat penurun kadar kolesterol
untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler (Lyrawati, 2008 ).
Pada pasien berisiko tinggi, terapi farmakologis harus disertai dengan
perubahan gaya hidup. Pada risiko moderat, perubahan gaya hidup harus
dilaksanakan pertama diikuti oleh obat jika target tidak tercapai. Statin adalah
terapi lini pertama (Anderson dkk, 2012)
Pada pasien berisiko tinggi, terapi farmakologis harus disertai dengan
perubahan gaya hidup. Pada risiko moderat, perubahan gaya hidup harus
dilaksanakan pertama diikuti oleh obat jika target tidak tercapai. Statin adalah
terapi lini pertama (Anderson dkk, 2012).
-

> 45% LDL-C - rosuvastatin, atorvastatin

30-45% LDL-C - simvastatin, lovastatin

12

<30% LDL-C - pravastatin, fluvastatin

Alternatif atau terapi kombinasi.


-

Ezetimibe (EZETROL)

Cholestyramine, colestipol, colesevelam (Lodalis)

Asam nikotinat, IR niacin (Niaspan)

Fenofibrate (Lipidil), bezafibrate, gemfibrozil *

Kombinasi

terapi

belum

terbukti

mengurangi

CVD

peristiwa

dibandingkan dengan statin saja. ezetimibe dan Peristiwa simvastatin CVD


dibandingkan dengan plasebo pada CKD pasien. * Gemfibrozil tidak harus
dikombinasikan dengan statin (Anderson dkk, 2012).

Intoleransi Statin
Statin intoleransi berhubungan dengan pendekatan yang sistematis. Tidak
direkomendasikan suplemen untuk mengobati statin yang terkait myalgas.
Pendekatan termasuk: (Anderson dkk, 2012)
-

Pastikan waran fenotipe farmakoterapi

pengujian ulang pada dosis yang lebih rendah atau perubahan statin
alternatif

terapi kombinasi dosis rendah

Intermittent (hari alternatif) statin

Agen penurun lipid Alternatif

2.1.7.2.Non Farmakologi
Pengobatan dislipidemia didasarkan asumsi bahwa menjaga kadar normal
lipid darah akan mengurangi risiko terhadap aterogenesis dan penyakit
kardiovaskuler.Pilar utama nonfarmakologis pengelolaan dislipidemia, yakni
(Herniawati, 2009).
1. Modifikasi diet :
- Mengurangi makanan berlemak,lemak trans,kolesterol,manis-manis
- Perbanyak konsumsi sayur dan buah. Buah-buahan segar minimal 3 buah
perhari dan sayuran minimal 3 mangkok sehari

13

- Perbanyak makan ikan


- Sumber karbohdrat utamakan karbohidrat kompleks (nasi, Roti, Havermut dll),
hindari karbohidrat sedehana ( gula, syrup )
- Pilih susu non fat
2. Latihan jasmani : meningkatkan aktifitas
3. Pengelolaan berat badan : mencapai berat

badan optimal

Tujuan Diet
Tujuan Diet Dislipidemia adalah untuk :
1. Menurunkan berat badan bila kegemukan.
2. Mengubah jenis dan asupan lemak makanan.
3. Menemukan asupan kolesterol makanan.
4. Meningkatkan asupan karbohidrat kompleks dan menurunkan asupan
karbohidrat sederhana.
Intervensi diet dimaksudkan untuk mencapai pola makan yang sehat.
Dokter dan dietisien perlu menekankan pada pasien bahwa tujuannya bukan
melakukan diet sementara, tetapi secara berangsur melakukan perubahan
permanen pada perilaku makan (Almatsier, 2006)

Syarat Diet
Syarat syarat Diet Dislipidemia adalah (Almatsier, 2006)
1. Energi yang dibutuhkan disesuaikan menurut berat badan dan aktivitas
fisik. Bila kegemukan, penurunan baerat badan dapat dicapai dengan
asupan energi rendah dan meningkatkan aktivitas fisik. Penurunan kadar
trigliserida darah yang cepat.
2. Lemak sedang, < 30% dari kebutuhan energi total. Lemak jenuh untuk
Diet Dislipidemia Tahap I, < 10% dari kebutuhan energi total dan untuk
Diet Dislipidemia Tahap II, < 7% dari kebutuhan energi total. Lemak tak
jenuh ganda dan tunggal untuk Diet Dislipidemia Tahap I maupun tahap II
adalah 10-15% dari kebutuhan energi total. Kolesterol < 300 mg untuk
Diet Dislipidemia Tahap I dan <200 mg untuk Diet Dislipidemia Tahap II.

14

3. Protein cukup, yaitu 10-20% dari kebutuhan energi total. Sumber protein
hewani, terutama dari ikan yang banyak mengandung lemak omega-3.
Sumber protein nabati lebih dianjurkan.
4. Karbohidrat sedang, yaitu 50-60% dari kebutuhan energi total.
5. Serat tinggi, terutama serat larut air yang terdapat dalam apel, beras
tumbuk atau beras merah, havermout, dan kacang-kacangan.
6. Vitamin dan mineral cukup. Suplemen multivitamin dianjurkan untuk
pasien yang mengkonsumsi 1200 kkal energi sehari.

Jenis Diet, Indikasi Pemberian, dan Lama Pemberian


Ada dua jenis Diet Dislipidemia, yaitu Diet Dislipidemia Tahap I dan
Tahap II. Diet Dislipidemia Tahap I mengandung kolesterol dan lemak jenuh
lebih tinggi dari pada Diet Dislipidemia Tahap II (Almetsier, 2008).
Bagi yang kegemukan, lebih dahulu dilakukan pengkajian terhadap
riwayat berat badan, usaha penurunan berat badan, dan sikap yang berhubungan
dengan makanan. Penilaian ini diperlukann untuk menentukan apakah harus
dimulai dengan Diet Tahap I atau langsung diberikan Diet Tahap II. Apabila diet
pasien ternyata sudah sesuai dengan Diet Tahap I, maka dapat langsung diberikan
Diet Tahap II. Bila tidak, Diet dimulai dari Diet Tahap I (Almatsier, 2006).
Keberhasilan Diet dinilai dengan mengukur kadar kolesterol darah setelah
4-6 minggu dan 3 bulan. Jika tujuan terapi Diet tidak tercapai setelah 3 bulan
dengan Diet Tahap I, perlu dinilai penerimaan dan kepatuhan pasien terhadap diet
ini. Jika tujuan tidak tercapai meskipun patuh, pasien harus pindah ke Diet Tahap
II. Apabila tujuan pengobatan tidak dapat dicapai pada waktu yang ditentukan
pasien perlu berkonsultasi lagi dengan dietisien (Almatsier, 2006).

15

Tabel 1.

Tabel 2.

16

Tabel 3

17

Pencegahan
Perilaku Kesehatan
Intervensi perilaku kesehatan tetap menjadi landasan pencegahan penyakit
kronis, termasuk CVD. Mereka harus diterapkan secara universal untuk
pencegahan penyakit kronis seperti obesitas, diabetes tipe 2, aterosklerosis,
kanker, dan penyakit neurodegenerative dapat. Data dari studi INTERHEART
menunjukkan bahwa, di samping faktor-faktor risiko tradisional (lipid abnormal,
hipertensi, dan diabetes), obesitas perut, pola diet, konsumsi alkohol, aktivitas
fisik, faktor psikososial, dan merokok merupakan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi untuk MI di seluruh dunia kedua jenis kelamin dan sama sekali
(Anderson dkk, 2012).
Terapi nutrisi
Terapi nutrisi adalah komponen integral dari intervensi perilaku kesehatan
dan tujuannya adalah untuk meningkatkan profil lipid dan penting mengurangi
risiko kejadian kardiovaskular. Sebuah meta-analisis dari 37 percobaan
menggunakan US National Kolesterol Education Program Langkah I (<30% dari
total energi sebagai lemak, <10% energi sebagai lemak jenuh), dan Langkah II
(<7% energi sebagai lemak jenuh, diet kolesterol <200 mg / d) diet dikonfirmasi
signifikan menurunkan lipid plasma dan lipoprotein, dan faktor risiko CVD.
Tingkat LDL-C menurun rata-rata 12% dengan Langkah I diet (diet kolesterol
<300 mg / d) dan 16% dengan Langkah II diet (diet kolesterol <200 mg / d).
Terapi diet menambah terapi obat dengan statin dan tetap menjadi sebuah alat
terapi yang penting dengan sedikit efek samping dan sedikit membahayakan.
Tambahan Tabel S7 merangkum rekomendasi nutrisi inklusi dan eksklusif
berbasis bukti untuk manajemen dyslipidema. Pedoman praktek gizi untuk
pencegahan dan manajemen aterosklerosis dirujuk.
Untuk informasi rinci tentang modifikasi diet tertentu, lihat Bahan
Tambahan.
Terapi nutrisi juga merupakan landasan program manajemen berat badan
untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat. Diet cocok untuk
individu yang menyediakan gizi yang cukup dengan keseimbangan antara asupan

18

kalori dan pengeluaran energi, adalah yang terbaik. Seringkali, seorang ahli gizi
profesional adalah nilai untuk memberikan saran dan tindak lanjut (Anderson dkk,
2012).

Latihan
Aktivitas fisik merupakan komponen penting dari pencegahan. Banyak
penelitian telah menunjukkan manfaat olahraga teratur dalam menjaga kesehatan
dan mencegah CVD. Olahraga teratur juga memiliki efek menguntungkan pada
risiko diabetes, hipertensi, dan hipertrigliseridemia, dan meningkatkan kadar
plasma HDL-C. Dalam beberapa penelitian, lebih rendah frekuensi CVD tercatat
pada individu aktif secara fisik independen risiko CVD dikenal factors. Dewasa
harus mengumpulkan setidaknya 150 menit moderat untuk aktivitas aerobik kuat
per minggu dalam serangan 10 menit atau lebih. Hal ini juga bermanfaat untuk
menambah kegiatan tulang-memperkuat otot-dan setidaknya 2 hari per minggu.
Sebuah jumlah yang lebih besar dari kegiatan akan terkait dengan benefits
(Anderson dkk, 2012).
Faktor psikologis
Penelitian INTERHEART menegaskan pentingnya stres sebagai faktor
risiko CVD Setelah MI, pasien dengan depresi memiliki prognosis yang lebih
buruk, tapi masih belum jelas apakah pengobatan farmakologis mengurangi risiko
ini. Penyedia layanan kesehatan dapat mengeksplorasi teknik manajemen stres
dengan populasi ini untuk mengoptimalkan kualitas hidup (Anderson dkk, 2012).
Berhenti merokok
Berhenti merokok mungkin adalah yang paling penting intervensi perilaku
kesehatan untuk pencegahan CVD. Merokok juga memiliki efek buruk pada lipid.
Ada linear dan hubungan dosis-tergantung antara jumlah rokok yang dihisap per
hari dan risiko CVD. Terapi farmakologis dikaitkan dengan kemungkinan
peningkatan pantang merokok (Anderson dkk, 2012).
.

19

BAB 3
KESIMPULAN

Dislipidemia merupakan suatu kelainan metabolisme lipid yang ditandai


dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi
lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan
trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL
Manifestasi dari perubahan gaya hidup adalah perubahan pola makan yang
tidak sehat serta berkurangnya aktifitas fisik. Pola makan yang tidak sehat
meliputi diet tinggi lemak dan karbohidrat, makanan dengan kandungan garam
sodium yang tinggi, rendahnya asupan maknan mengandung serat, serta kebiasaan
merokok dan meminum minuman beralkohol merupakan faktor risiko terjadinya
dislipidemia
Penatalaksanaan dislipidemi terdiri atas penatalaksanaan farmakologis dan
non-farmakologis. Dianjurkan agar pada semua pasien dislipidemia harus dimulai
dengan pengobatan non-farmakologis terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan
obat penurun lipid.
Pada pasien berisiko tinggi, terapi farmakologis harus disertai dengan
perubahan gaya hidup. Pada risiko moderat, perubahan gaya hidup harus
dilaksanakan pertama diikuti oleh obat jika target tidak tercapai. Statin adalah
terapi lini pertama.

20

DAFTAR PUSTAKA

Adam, J.M.F., 2006. Dislipidemia. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi,
I., Simadibrata, M.K., Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1948-1954.
Almatsier, S., 2009. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Almatsier, S., 2005. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Anderson, T.J., et al., 2012. 2012 Update of the Canadian Cardiovascular Society
Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Dyslipidemia for the
Prevention of Cardiovascular Disease in the Adult. Canadian Journal of
Cardiology 29(2):151-167

Gandha, N., 2009. Hubungan perilaku dengan prevalensi dislipidemia pada


masyarakat kota Ternate tahun 2008. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Skrips. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Gibney MJ, Margetts BM, Kearne JM, Arab L. 2005. Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta (ID): EGC

Hernawati. 2009. Peranan Berbagai Serat Dalam Dinamika Kolesterol Pada


Individu Hiperkolestolemia dan Normokolesteolemia: Laporan Penelitian.
Availablefrom:
http://lppm.upi.edu/penelitian/indeks.php?lemlit=detil&id=982 Acessed {5
Juni 2014}

Lyrawati,

D.

2008.

Dislipidemia-Terapi

Obat.

Available

from:

http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/dislipidemia_obat_hosppharm
1.pdf [Accesed 6 June 2014]

21

Setiono, L.Y., 2012. Dislipidemia pada obesitas dan tidak obesitas di rsup dr.
Kariadi dan laboratorium klinik swasta di kota semarang. Fakultas
Kedokteran

Universitas

Dipenogoro.

Skrips.

Fakultas

Kedokteran

Universitas Dipenogoro. Semarang


Shah SZA, Devrajani BR, Devrajani T, Bibi I. 2010. Frequency of Dyslipidemia
in Obese versus Non-obese in relation to Body Mass Index (BMI), Waist
Hip Ratio (WHR) and Waist Circumference (WC). Pakistan Journal of
Science 62(1):27-31

Anda mungkin juga menyukai