Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam bidang kedokteran gigi, kasus karies gigi merupakan salah satu

penyakit gigi dan mulut yang banyak dijumpai di negara maju maupun di negara

berkembang. Global Burden of Disease Study melaporkan bahwa pada tahun

2016 karies gigi permanen merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi

terbesar di berbagai negara sebesar 95%.1 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan proporsi penduduk Indonesia yang

memiliki masalah gigi dan mulut yaitu sebesar 57,6% dan prevalensi provinsi

Sulawesi Utara tertinggi ke empat di Indonesia.2

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang

saling memengaruhi. Derajat kesehatan dapat dinilai dengan beberapa indikator,

salah satunya yaitu status gizi yang dapat diukur melalui penilaian antropometri.

Variabel tinggi badan per umur (TB/U) dan indeks massa tubuh menurut umur

(IMT/U) dapat digunakan untuk mengetahui prevalensi status gizi anak sekolah

dan remaja serta dapat dikaitkan dengan terjadinya karies gigi.3,4

Hasil pemantauan status gizi tahun 2017 menunjukkan prevalensi nasional

status gizi anak sekolah dan remaja umur 5-12 tahun di Indonesia berdasarkan

TB/U sebesar 19,4% untuk anak pendek pendek dan 8,3% untuk anak sangat

pendek serta berdasarkan IMT/U sebesar 7,5% anak dengan status gizi kurus dan

3,4% anak dengan status gizi sangat kurus.5

1
Serupa dengan status gizi, karies gigi merupakan kondisi kompleks yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor (multifaktorial). Studi di luar negeri melaporkan

terdapat hubungan antara status gizi dengan karies gigi yang menandakan anak

obesitas menderita karies gigi lebih tinggi daripada anak normal. 6 Studi lain

mengatakan bahwa tidak ada perbedaan berarti skor DMFT/deft pada anak

dengan status gizi yang berbeda-beda. 7,8

Kejadian karies gigi yang banyak terjadi muncul pada gigi permanen

khususnya gigi molar pertama bawah permanen. 9 Penelitian yang dilakukan

oleh Kumar et al di India pada tahun 2014 menunjukkan bahwa gigi molar

pertama bawah permanen memiliki persentase karies gigi sebesar 65,77%. 10 Hal

ini terjadi karena bentuk anatomis gigi molar pertama bawah permanen dapat

menjadi tempat retensi makanan sehingga beresiko terkena karies gigi, terlebih

pada anak-anak yang umumnya gemar mengonsumsi makanan yang manis.

SDN 36 Manado merupakan salah satu sekolah dasar yang terletak di

kelurahan Bahu yang dekat dengan pusat perekonomian kota Manado. Dilihat

dari kebiasaannya sehari-hari, siswa SDN 36 Manado mempunyai kebiasaan

mengonsumsi jajanan manis yang banyak dijajakan di sekitar sekolah, yang

mana akan memengaruhi status gizinya pada saat ini. Lokasinya yang dekat

dengan kampus peneliti juga akan mempermudah proses pemantauan upaya

preventif dan promotif yang dilaksanakan setelah hasil penelitian ini didapat.

Berdasarkan latar belakang tersebut dan karena belum ada kesepakatan

pasti dicapai mengenai apakah ada hubungan status gizi dengan karies gigi pada

anak, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan status

2
gizi dengan karies pada gigi molar pertama bawah permanen pada anak usia 6-8

tahun di SDN 36 Manado.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan status gizi dengan karies pada gigi molar pertama

bawah permanen pada anak usia 6-8 tahun di SDN 36 Manado?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan status gizi dengan karies pada gigi molar pertama

bawah permanen pada anak usia 6-8 tahun di SDN 36 Manado.

2. Tujuan khusus

a. Mengatahui gambaran status gizi anak usia 6-8 tahun di SDN 36

Manado.

b. Mengetahui ada tidaknya karies pada gigi molar pertama bawah

permanen pada anak usia 6-8 tahun di SDN 36 Manado.

c. Menganalisis hubungan status gizi dengan karies pada gigi molar

pertama bawah permanen pada anak usia 6-8 tahun di SDN 36

Manado.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Memberikan pengetahuan tentang hubungan status gizi dengan karies pada

3
gigi molar pertama bawah permanen pada anak usia 6-8 tahun di SDN 36

Manado.

2. Manfaat praktis

a. Bagi pendidikan

Menjadi bahan referensi dan data untuk penelitian lebih lanjut.

b. Bagi instansi

Memberikan informasi dan data kepada praktisi kesehatan sebagai

salah satu pertimbangan dalam menyusun upaya promotif dan

preventif dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan

status gizi dengan karies pada gigi molar pertama bawah permanen

pada anak usia 6-8 tahun di SDN 36 Manado.

c. Bagi masyarakat

Dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya

promotif dan preventif yang dilakukan oleh instansi yang telah

mendapatkan data mengenai hubungan status gizi dengan karies

pada gigi molar pertama bawah permanen pada anak usia 6-8 tahun

di SDN 36 Manado..

d. Bagi peneliti

Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman dalam mengkaji

permasalahan dengan kerangka berpikir yang sistematik.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Status Gizi

1. Definisi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Status gizi sangat ditentukan oleh ketersediaan zat

gizi dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi waktu yang tepat di tingkat

sel agar tubuh dapat berkembang dan berfungsi dengan normal.11 Status gizi

sebagai suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat

dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi dalam tubuh.12

Secara klasik, kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu

untuk menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh,

serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh, tetapi sekarang kata

gizi mempunyai pengertian lebih luas, disamping untuk kesehatan, gizi

dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang karena gizi berkaitan dengan

perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja.11,12

2. Faktor-faktor yang memengaruhi status gizi

Ada beberapa faktor yang bisa menjadi acuan untuk mengukur

kebutuhan gizi pada anak usia sekolah dan remaja, antara lain:

5
a. Usia

Kebutuhan energi individu disesuaikan dengan usia, jenis kelamin,

dan tingkat aktivitas. Jika kebutuhan energi terpenuhi dengan baik

maka dapat meningkatkan produktivitas kerja. Semakin bertambahnya

usia maka akan semakin meningkat pula kebutuhan zat tenaga bagi

tubuh.13 Anak usia sekolah membutuhkan asupan nutrisi yang baik

untuk menunjang kegiatan belajar di sekolah karena asupan nutrisi

akan memengaruhi daya kosentrasi dan kecerdasaan anak dalam

menerima dan menyerap setiap ilmu yang didapat di sekolah. Hal ini

menjadi penting karena anak usia sekolah sedang mengalami

pertumbuhan secara fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk

menunjang kehidupannya di masa mendatang.14

b. Frekuensi konsumsi makanan

Frekuensi konsumsi makanan dapat menggambarkan berapa

banyak makanan yang dikonsumsi seseorang. Melewatkan waktu

makan dapat menyebabkan penurunan konsumsi energi, protein, dan

zat gizi lain. Pada bangsa yang frekuensi makannya dua kali sehari

lebih banyak orang yang gemuk dibandingkan dengan frekuensi

makan sebanyak tiga kali dalam sehari. Hal ini mengindikasikan

bahwa frekuensi makan sering dengan jumlah yang sedikit lebih baik

daripada jarang makan tetapi sekali makan dalam jumlah yang

banyak.13,14

6
c. Asupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak

Energi merupakan asupan utama yang sangat diperlukan oleh

tubuh. Kebutuhan energi yang tidak tercukupi dapat menyebabkan

protein, vitamin, dan mineral tidak dapat digunakan secara efektif.15

Setiap hari asupan makanan anak harus mengandung 10-15% kalori,

20-35% lemak, dan sisanya karbohidrat. Pada anak usia 7-9 tahun,

anak semakin pandai menentukan makanan yang disukainya karena

sudah mengenal lingkungan, anak biasanya memiliki kecenderungan

lebih menyukai jajanan.12

Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat di dalam

tubuh. Fungsi utama protein yaitu membangun serta memelihara sel-

sel dan jaringan tubuh. Fungsi lain dari protein yaitu menyediakan

asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan

metabolisme, mengatur keseimbangan air, dan mempertahankan

kenetralan asam basa tubuh. Karbohidrat dapat memengaruhi

kesehatan gigi. Jenis karbohidrat yang menyebabkan karies gigi

adalah jenis sukrosa. Lemak merupakan cadangan energi di dalam

tubuh dan juga sebagai struktur utama pembentuk otak.12,15

d. Tingkat pendidikan

Pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan pengetahuan.

Pendidikan yang tinggi dapat membuat seseorang lebih memerhatikan

7
makanan untuk memenuhi asupan zat gizi yang seimbang. Tingkat

pendidikan sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan.12

3. Penilaian status gizi

Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara

langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat

dilakukan melalui antropometri, pemeriksaan klinis, biokimia, dan biofisik.

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dilakukan melalui cara

survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.12

a. Langsung

i. Antropometri

Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi

yang berhubungan dengan ukuran tubuh, yang disesuaikan dengan

umur dan tingkat gizi seseorang. Pengukuran menggunakan metode

ini dilakukan karena manusia mengalami pertumbuhan dan

perkembangan. Pertumbuhan mencakup perubahan besar, jumlah,

ukuran dan fungsi sel, jaringan, organ tingkat individu yang diukur

dengan ukuran panjang, berat, umur tulang, dan keseimbangan

metabolik. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang

teratur dan dapat diramalkan. Pada umumnya antropometri

mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang. Metode

antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan

8
energi dan protein. Metode ini memiliki keunggulan dimana alat

mudah, dapat dilakukan berulang-ulang dan objektif, siapa saja bisa

dilatih mengukur, relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan,

secara ilmiah diakui kebenarannya, sederhana, aman, besar sampel

tepat, akurat, dapat menggambarkan riwayat gizi masa lalu, bisa

untuk skrining, serta dapat mengevaluasi status gizi 3,12

ii. Pemeriksaan klinis

Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi

berdasarkan perubahan yang terjadi. Perubahan tersebut

berhubungan erat dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat

gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang

terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang

dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid).3,12

iii. Biokimia

Penilaian biokimia dilakukan dengan tes laboratorium, meliputi

pemeriksaan biokimia, hematologi, dan parasitologi. Pada

pemeriksaan ini dibutuhkan spesimen yang akan diuji, seperti

darah, urin, tinja dan jaringan tubuh.12

iv. Biofisik

Penilaian biofisik merupakan penentuan status gizi berdasarkan

kemampuan fungsi jaringan dan perubahan struktur jaringan.

9
Contoh dari penilaian biofisik yaitu tes adaptasi dalam gelap pada

kasus rabun senja.12

b. Tidak langsung

i. Survei konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status

gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi

oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat berupa data

kuantitatif untuk mengetahui jumlah dan jenis pangan yang

dikonsumsi serta data kualitatif untuk mengetahui frekuensi makan

dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan

sesuai dengan kebutuhan gizi.3,12

ii. Statistik vital

Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi.

Penilaian ini dilakukan melalui data mengenai statistik kesehatan.

Data yang berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian

menurut usia tersentu, angka penyebab kesakitan dan kematian,

dan angka penyakit infeksi berkaitan dengan kekurangan gizi.3,12

iii. Faktor ekologi

Metode penilaian faktor ekologi digunakan untuk melihat bahwa

malnutrisi merupakan masalah ekologi. Masalah ekologi

10
merupakan hasil interaksi antara faktor fisik, biologis, dan

lingkungan budaya.12

4. Status gizi anak usia sekolah

Kelompok anak usia sekolah mempunyai laju pertumbuhan fisik yang

lambat tetapi konsisten dan secara terus menerus mengalami pendewasaan

dalam keterampilan motorik serta menunjukkan peningkatan dalam

keterampilan kognitif, sosial, dan emosional. Kebiasaan makan yang

terbentuk pada usia ini serta makanan yang disukai atau tidak disukai

merupakan dasar bagi pola konsumsi makanan dan asupan gizi usia

selanjutnya. Pada masa sekolah, anak usia 6–12 tahun banyak berhubungan

dengan orang-orang di luar keluarganya dan berkenalan dengan suasana

serta lingkungan baru dalam kehidupannya. Pada usia ini, anak mempunyai

banyak aktivitas di luar rumah, sehingga kadang melupakan waktu makan.

Pemilihan makanan sangat dipengaruhi teman sebaya dan keluarga.12,16

a. Pemeriksaan status gizi anak usia sekolah

Status gizi anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan

oleh derajat kebutuhan fisik, energi, dan zat-zat gizi yang diperoleh

dari pangan dan makanan, yang dapat diukur secara antropometri

menggunakan TB/U dan IMT/U. TB/U merupakan alat sederhana

untuk memantau status gizi yang berkaitan dengan kekurangan tinggi

badan dan IMT/U untuk memantau status gizi yang berkaitan dengan

11
kekurangan atau kelebihan berat badan. Parameter yang berkaitan

dengan pengukuran TB/U dan IMT/U, yaitu:17,18

i. Tinggi badan, merupakan indikator umum ukuran tubuh dan

panjang tulang yang dapat merefleksikan pertumbuhan skeletal.

Tinggi saja belum dapat dijadikan indikator untuk menilai status

gizi, kecuali jika digabungkan dengan indikator lain, seperti usia

dan berat badan. Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak

lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung

dan bokong menempel pada dinding, serta pandangan diarahkan ke

depan. Alat ukur yang digunakan sebaiknya mencapai 150 cm dan

mampu mengukur sampai 0,1 cm.

ii. Berat badan, merupakan ukuran antropometri yang paling sering

digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari beberapa zat gizi

seperti protein, lemak, air, dan mineral. Alat penimbang yang

digunakan haruslah kuat, tidak mahal, mudah dijinjing, dan akurat

hingga 100 gr.

iii. Umur, merupakan parameter sangat penting dalam penentuan status

gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan kesalahan

interprestasi status gizi dan menjadikannya tidak akurat.

Status gizi untuk anak-anak yang berusia di atas 2 tahun dinilai

menggunakan referensi dari Centers for Disease Control/National

Center for Health Statistic (CDC/NCHS). TB/U diperiksa dengan cara

12
melihat tinggi badan anak berdasarkan umurnya pada CDC BMI-for-

age Growth Charts untuk anak dan remaja usia 2-20 tahun, sedangkan

IMT/U diukur dengan cara membagi berat badan anak dalam satuan

kilogram (kg) dengan tinggi badan anak dalam satuan meter kuadrat

(m2) lalu masukkan ke dalam CDC BMI-for-age Growth Charts untuk

anak dan remaja usia 2-20 tahun dan lihat di mana IMT/U tersebut.18

Berikut rumus perhitungan IMT/U menurut CDC :

IMT/U = Berat badan (kg)


Tinggi badan (m2)

b. Penilaian status gizi anak usia sekolah

Pada prinsipnya cara pemaparan indikator antropometri meliputi

tiga cara, yaitu presentase, pensentil dan z-skor, atau simpangan baku

terhadap nilai median acuan. Berdasarkan baku rujukan antropometri

menurut CDC tahun 2000, untuk menentukan klasifikasi status gizi

anak-anak di negara-negara yang populasinya relatif baik (well

nourished) seperti di Indonesia sebaiknya menggunakan persentil.

Pemaparan dengan persentil mengacu pada posisi nilai suatu ukuran

secara keseluruhan (100%) dari pengukuran populasi acuan yang

disusun berdasarkan ranking.18,19

Penilaian status gizi dengan interpretasi indeks TB/U dan IMT/U

berdasarkan persentil dengan standar baku antropometri WHO/NHCS

dapat dilihat pada (Tabel 1) dan (Tabel 2).

13
Tabel 1. Status Gizi TB/U Berdasarkan Kriteria CDC 200018
Indeks Antropometri Persentil Status Gizi
TB/U < 5th Pendek
Sumber: (WHO/NHCS, Antropometric Interpretation)

Tabel 2. Status Gizi IMT/U Berdasarkan Kriteria CDC 200018


Indeks Antropometri Persentil Status Gizi
IMT/U > 95th Obesitas
IMT/U ≥ 85th dan ≤ 95th Overweight
IMT/U ≥ 5th dan < 85th Normal
IMT/U < 5th Underweight
Sumber: (WHO/NHCS, Antropometric Interpretation)
c. Kartu menuju sehat anak sekolah

Kartu Menuju Sehat Anak Sekolah (KMS-AS) yaitu kartu yang

berisi grafik pertumbuhan tinggi badan, berat badan serta catatan

perkembangan kesehatan peserta didik dan imunisasi. KMS-AS

merupakan salah satu teknologi sederhana yang dapat dipakai untuk

memantau tingkat keadaan gizi peserta didik.

Tujuan penggunaan KMS-AS adalah untuk memantau

pertumbuhan dan keadaan gizi peserta didik, media pendidikan gizi

dan kesehatan, dan meningkatkan partisipasiguru dan orang tua dalam

memelihara dan meningkatkan kesehatan peserta didik.

Cara mengisi KMS-AS yaitu mengisi isilah kolom identitas peserta

didik, lalu ukur tinggi badan menggunakan meteran (microtoise)

dengan kapasistas 200 cm, dan berat badan dengan timbangan injak

kapasitas 150 kg, kemudian beri titik potong berat badan dan tinggi

badan dalam KMS-AS dan terakhir baca dan intrepretasikan hasil

14
pengukuran sesuai dengan KMS. Jika titik potong berada diatas P97

berati gizi lebih (gemuk), titik potong berada diantara P3-P97 berati

gizi baik, titik potong berada dibawah P3 berati gizi buruk.

B. Karies Gigi

1. Definisi

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email,

dentin, dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik

dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya ialah adanya

demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan

bahan organiknya.20

Menurut WHO, karies gigi dapat diartikan sebagai suatu proses

patologi pascaerupsi yang terlokalisasi dan disebabkan oleh faktor luar.

Proses ini dimulai dengan kerusakan jaringan email yang menjadi lunak dan

pada akhirnya menyebabkan terjadinya kavitas. Sampai saat ini masih

dianut empat faktor yang memengaruhi terjadinya karies gigi. Keempat

faktor tersebut berlandaskan pada tiga faktor utama yaitu host (pejamu),

agent (mikroflora), dan environment (substrat). Terjadinya karies gigi

disebabkan karena sinergi dari ketiga faktor tersebut dan didukung oleh

faktor keempat, yaitu faktor waktu.21

15
2. Etiologi

Beberapa jenis karbohidrat dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan

membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai di bawah 5,0

dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang dalam waktu tertentu

akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses

karies pun dimulai. Karies baru bisa terjadi hanya jika paduan keempat

faktor, yaitu pejamu, mikroflora, substrat, dan faktor waktu ada.20,21

a. Pejamu (gigi dan saliva)

Gigi adalah bagian tubuh yang terkeras dan terkuat dari anggota

tubuh lainnya namun memiliki kelemahan tidak tahan terhadap

serangan asam. Gigi tidak mempunyai daya reparatif, karena itu

apabila lubang gigi telah terbentuk maka tidak bisa dikembalikan ke

keadaan semula kecuali dengan tindakan penambalan. Anatomi gigi

juga berpengaruh pada pembentukan karies. Ceruk atau alur yang

dalam pada gigi dapat menjadi lokasi perkembangan karies. Karies

juga sering terjadi pada tempat yang sering terselip sisa makanan.22

Saliva memengaruhi etiologi karies melalui tingkat sekresi dan

komposisi. Tindakan pembersihan saliva dari mulut memengaruhi

jumlah mikroorganisme mulut dan sisa-sisa makanan. Keadaan saliva

antara lain berhubungan dengan jenis kelamin dan usia. Volume dan

aliran saliva anak-anak sampai remaja lebih banyak daripada orang

dewasa.22,23

16
b. Mikroflora

Penyakit karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi

yang disebabkan oleh aktifitas metabolisme mikroorganisme. 23

Rongga mulut merupakan tempat berkembangnya banyak bakteri,

namun hanya sedikit bakteri yang menyebabkan karies.24

Streptococcus mutans dan Lactobacilli merupakan bakteri yang

kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat

yang dapat diragikan. Bakter-bakteri tersebut dapat tumbuh subur

dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena

kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket

dari karbohidrat makanan. Akibatnya bakteri-bakteri terbantu untuk

melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain dan karena plak

semakin tebal maka hal ini akan menghambat fungsi saliva dalam

menetralkan plak tersebut.20

Streptococcus mutans sebagai bakteri penyebab utama terjadinya

karies gigi yang sebelumnya diketahui sebagai bagian dari flora

normal dalam rongga mulut, dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan melalui berbagai penelitian para ahli, dinyatakan Streptococcus

mutans bukanlah merupakan bakteri flora normal dalam rongga mulut,

tetapi berasal dari luar rongga mulut yang penyebarannya dapat terjadi

secara vertikal maupun horizontal. Misalnya pada anak-anak,

penularan dapat terjadi secara vertikal melalui ibu atau pengasuh dan

secara horizontal penularan dapat terjadi melalui teman bermainnya.21

17
c. Substrat

Bakteri pada mulut seseorang akan mengubah glukosa, fruktosa,

dan sukrosa menjadi asam laktat melalui sebuah proses glikolisis yang

disebut fermentasi. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk

pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel.

Karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan

segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh

bakteri. Dengan demikian, makanan dan minuman yang mengandung

gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang

dapat menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat

asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH normal sekitar 7,0

dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu konsumsi gula yang

sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah

normal dan menyebabkan demineralisasi.20

d. Waktu

Tingkat frekuensi gigi yang terkena lingkungan kariogenik dapat

memengaruhi perkembangan karies. Adanya kemampuan saliva untuk

mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies

menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas periode

perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena itu apabila

saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak

18
menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu melainkan

dalam bulan atau tahun.20,25

Gambar 1. Empat faktor proses karies gigi 20

Ketiga faktor utama tersebut dapat digambarkan sebagai tiga lingkaran

yang saling berpotongan, sehingga bila salah satu faktor tersebut tidak

berperan maka tidak akan terjadi proses karies. Demikian pula faktor waktu

yang sangat menentukan proses terjadinya karies gigi. Bila dalam waktu

yang singkat rantai di antara ketiga faktor tersebut diputus, maka masing-

masing faktor tidak akan berinteraksi, sehingga memungkinkan tidak akan

terjadinya proses lebih lanjut karies gigi. Proses karies gigi akan terjadi bila

keempat faktor yang telah disebutkan di atas saling bekerja sama dan

masing-masingnya memenuhi kondisi yang sesuai.21,26

3. Etiologi multifaktorial karies gigi

Telah diuraikan sebelumnya bahwa terdapat tiga faktor yang spesifik

yang berkontribusi terhadap inisiasi lesi karies gigi yaitu pejamu,

19
mikroflora, substrat, serta faktor waktu sebagai penentu, di samping itu

dikenal tiga faktor lain yang menyebabkan karies gigi yang dapat dijabarkan

sebagai berikut.21,22

a. Akumulasi dan retensi plak dapat meningkatkan kemungkinan

terjadinya proses fermentasi karbohidrat oleh bakteri asidogenik yang

terdapat dalam biofilm, yang dapat memproduksi dan menyimpan

asam organik pada plak di permukaan gigi.

b. Frekuensi konsumsi karbohidrat merupakan faktor kontributor utama

dalam kasus resiko tinggi karies. Bakteri plak yang dapat

memetabolisme karbohidrat dan memproduksi asam organik

mempunyai kemampuan menghancurkan kristal apatit yang terdapat

di dalam email gigi.

c. Frekuensi konsumsi diet yang mengandung asam juga dapat menjadi

penyebab terjadinya karies gigi dan erosi gigi.

4. Penggolongan karies gigi

Karies dapat diklasifikasikan berdasarkan daerah anatomis tempat

karies itu timbul, dengan demikian lesi bisa dimulai dari pit dan fisur atau

pada permukaan halus. Lesi permukaan halus dimulai pada email,

sementum, dan dentin akar yang terbuka. Kemungkinan lain karies bisa

timbul pada tepian restorasi yang disebut sebagai karies rekuren atau karies

sekunder.20,22

20
Karies dapat juga digolongkan berdasarkan keparahan atau kecepatan

berkembangnya. Gigi dan permukaan gigi yang terkena bisa berbeda-beda

bergantung kepada keparahan karies yang dihadapi. Disebut karies ringan

jika yang terkena karies adalah daerah yang sangat rentan terhadap karies

misalnya permukaan oklusal gigi molar permanen, moderat jika karies

meliputi permukaan oklusal dan proksimal gigi posterior, dan dikatakan

parah jika karies telah menyerang gigi anterior, yang biasanya bebas

karies.20

5. Mekanisme terjadinya karies gigi

a. Demineralisasi

Komponen mineral yang terdapat pada email, dentin, dan

sementum adalah hidroksiapatit (HA) yang mengandung

Ca10(PO4)6(OH)2. Dalam lingkungan netral, HA setara dengan cairan

saliva yang diperkaya oleh ion-ion Ca2+ dan PO42+. Bila HA bereaksi

terhadap ion-ion hidrogen pada pH ≤5,5 yang dikenal sebagai pH

kritis terhadap HA. Ion H+ bereaksi dengan kelompok fosfat pada

cairan saliva segera setelah berkontak dengan permukaan kristal pada

email gigi. Prosesnya dikatakan merupakan konversi PO43+ terhadap

HPO42- melalui penambahan H+ dan pada saat yang bersamaan H+

mengalami buffer dan kristal HA menjadi larut. Hal tersebut dikenal

sebagai peristiwa demineralisasi.21,26

21
b. Remineralisasi

Proses demineralisasi dapat diperbaiki bila pH berada pada posisi

netral dan terdapat cukup ion-ion Ca2+ dan PO43+ pada lingkungannya

meskipun disolusi apatit dapat dinetralisir oleh kapasitas buffer, ion-

ion Ca2+ dan PO43+ yang terdapat di dalam saliva dapat memghambat

proses disolusi melalui efek ion. Hal ini dapat mengembalikan kristal

apatit yang telah terdisolusi sebagian dan hal ini dikenal sebagai

peristiwa remineralisasi.21

c. Reaksi progresif ion-ion asam dengan kristal apatit

Erupsi gigi diikuti dengan proses mineralisasi email yang terjadi

secara berkesinambungan. Pada awalnya kristal apatit yang berada

pada email gigi mengandung ion-ion karbonat dan magnesium yang

keduanya dapat larut di dalam suasana asam.21 Pada penurunan pH

akibat reaksi ion-ion asam, kandungan fosfat dalam saliva dan plak

samapi pH kritis untuk terjadinya disosiasi HA adalah pH 5,5.27 Setiap

penurunan pH menghasilkan interaksi ion-ion asam secara progresif

dengan kelompok fosfat dari HA yang dapat melarutkan sebagian atau

seluruh kristal-kristal pada permukaan email. 21

d. Pengembangan lesi karies

Lesi awal pada email terjadi bila tingkat pH pada permukaan gigi

lebih rendah dari pH netral yang menyebabkan remineralisasi, tetapi

tidak cukup rendah untuk menghambat proses remineralisasi pada

22
permukaan gigi. Ion asam dapat berpenetrasi ke dalam prisma yang

terdapat pada email sehingga menjadi porus. Kondisi ini dikenal

sebagai permulaan demineralisasi pada bagian dalam email gigi,

namun permukaan gigi dapat terlihat utuh. Karakteristik klinis lesi ini

mencakup:21

i. Kehilangan translusensi normal, terlihat email menjadi putih

seperti kapur khususnya ketika terjadi dehidrasi.

ii. Lapisan permukaan yang rentan terhadap terjadinya kerusakan

akibat tindakan probing khususnya daerah pit dan fisura.

iii. Meningkatnya porusitas khususnya pada lapisan bagian dalam

dengan meningkatnya penyerapan stain.

iv. Berkurangnya densitas lapisan bagian dalam email yang dapat

dideteksi secara radiografi atau transluminasi.

v. Potensi terjadinya remineralisasi dengan meningkatnya

resistensi terhadap asam.

6. Faktor resiko penyebab terjadinya karies

Karies gigi adalah penyakit multifaktorial yang muncul saat terjadi

ketidakseimbangan faktor agresif dalam pertahanan lokal di sekitar email. 27

Tiga faktor utama karies gigi yaitu diet, mikroflora, dan gigi yang rentan

diidentifikasi hampir 100 tahun yang lalu. Diet telah lama dicurigai

berkontribusi terhadap proses karies. Total konsumsi gula serta frekuensi

23
asupan gula berkontribusi terhadap munculnya karies gigi. Diet merupakan

variabel dominan dalam menentukan prevalensi karies gigi dan dapat

menutupi faktor-faktor lain. Faktor resiko lokal yang memengaruhi karies

gigi antara lain bentuk gigi dan faktor resiko umum antara lain yaitu

usia.22,28

a. Diet

Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut pada

praerupsi serta pasca erupsi gigi geligi. Faktor yang menyebabkan

peningkatan resiko terjadinya karies gigi adalah frekuensi konsumsi

karbohidrat yang mudah difermentasi.21 Karbohidrat merupakan bahan

yang paling berhubungan dengan karies gigi dan merupakan bahan

yang sangat kariogenik. Makanan kariogenik adalah makanan yang

mengandung fermentasi karbohidrat sehingga menyebabkan

penurunan pH plak menjadi ≤5,5 dan menstimulasi terjadinya proses

karies gigi. Karbohidrat yang dapat difermentasikan adalah

karbohidrat yang dapat dihidrolisis oleh enzim amilase pada saliva

dan kemudian difermentasikan oleh bakteri. Gula yang terolah

terutama sukrosa sangat efektif menimbulkan karies gigi. Seringnya

mengonsumsi gula sangat berpengaruh dalam meningkatnya kejadian

karies gigi. Karbohidrat yang terdapat pada makanan dapat

dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana

dan karbohidrat kompleks.29

24
i. Karbohidrat kompleks, merupakan karbohidrat yang terdiri

atas dua ikatan monosakarida yang disebut polisakarida.

Polisakarida yang penting terdiri dari pati, dekstrin, glikogen,

dan polisakarida nonpati. Pati merupakan simpanan

karbohidrat utama yang dikonsumsi manusia diseluruh dunia

dan terdapat pada padi-padian, umbi-umbian, dan biji-bijian.

ii. Karbohidrat sederhana, merupakan karbohidrat yang hanya

terdiri dari satu atau dua ikatan molekul sakarida yaitu

monosakarida dan disakarida, contoh sukrosa (gula tebu), dan

laktosa (gula susu). Makanan yang banyak mengandung

karbohidrat sederhana misalnya es krim, manisan, permen, dan

biskuit yang mengandung gula. Sukrosa merupakan gula yang

paling kariogenik, karena sintesis ekstra sel sukrosa lebih cepat

dibandingkan glukosa, fruktosa, dan laktosa. Selain itu sukrosa

lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme

asidogenik dibanding karbohidrat lain.

b. Morfologi gigi molar satu permanen bawah

Molar pertama bawah permanen adalah gigi ke enam dari garis

median. Pada umumnya gigi ini adalah gigi yang terbesar di rahang

bawah. Gigi ini terdiri dari lima cusp: dua cusp bukal (cusp mesio-

bukal, cusp disto-bukal), distal cusp, dan dua cusp lingual (cusp

mesio-lingual dan disto-lingual). Mempunyai dua akar yang

25
bertumbuh baik: satu mesial dan satu distal, yang lebar buko-lingual

dan pada apeksnya nyata terpisah.30 Pada sebagian besar anak, gigi

molar pertama bawah permanen erupsi lebih awal sehingga lebih

terbuka ke lingkungan mulut untuk periode waktu yang lebih lama dan

bentuk anatomisnya dapat menjadi tempat retensi makanan sehingga

lebih beresiko terkena karies gigi, terlebih pada anak-anak yang

umumnya gemar mengonsumsi makanan yang manis.10

c. Usia

Usia 6-12 tahun merupakan periode gigi campuran, di fase ini gigi

molar permanen paling sering terkena karies gigi. Frekuensi tinggi

karies oklusal pada gigi molar pertama permanen untuk semua

kelompok umur, menyimpulkan bahwa permukaan oklusal molar

permanen pertama tetap menjadi situs yang paling umum untuk karies

dalam periode singkat setelah erupsi sekitar usia 6 tahun.22,30

C. Hubungan Status Gizi dengan Karies Gigi

Serupa dengan status gizi, karies gigi adalah kondisi kompleks yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor (multifaktorial).22 Studi oleh Vazquez-Nava

et al di Meksiko pada tahun 2009 melaporkan terdapat hubungan antara

status gizi dengan karies gigi yang menandakan anak overweight menderita

karies gigi lebih tinggi daripada anak normal. 6 Studi yang dilakukan Frias-

Bulhosa et al pada tahun 2014 di Portugal mengatakan bahwa tidak ada

26
perbedaan berarti skor DMFT/deft pada anak dengan status gizi yang

berbeda-beda, secara statistik faktor kebiasaan menjaga kebersihan mulutlah

yang lebih berpengaruh dalam analisis hubungan IMT/U dan DMFT.7

Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan

yang dihadapi dunia saat ini dan jumlah anak stunting Indonesia tertinggi ke

lima di dunia. Stunting menjadi permasalahan karena berhubungan dengan

malnutrisi kronis yang berkaitan dengan tumbuh kembang gigi serta

ketahanan terhadap karies gigi. Status gizi berdasarkan TB/U dapat

menggambarkan status gizi pada masa lampau yang dapat dikaitkan dengan

proses terjadinya karies gigi karena proses ini terjadi sejak konsumsi

makanan yang dimulai dari usia pertumbuhan anak dan IMT/U dapat

menggambarkan status gizi pada saat ini. Proses pembentukan jaringan

keras gigi sangat membutuhkan keseimbangan nutrisi. Proses kalsifikasi

pada masa pertumbuhan tulang dan gigi dimulai dengan pembentukan

kalsium dan fosfat, sehingga zat-zat tersebut membentuk matriks yang

penting untuk struktur dan komponen email gigi. 10

27
D. Kerangka Teori

Status gizi

Karies gigi

Pejamu : gigi
molar satu Mikroflora Substrat Waktu
bawah permanen

Gambar 2. Kerangka teori

Keterangan :

1. : Diteliti.

2. : Tidak diteliti.

E. Kerangka Konsep

Karies pada gigi molar


Status gizi
satu bawah permanen

Gambar 3. Kerangka konsep

F. Hipotesis

28
H0 : Tidak terdapat hubungan status gizi dengan kejadian karies pada gigi

molar pertama bawah permanen pada anak usia 6-8 tahun di SDN 36

Manado.

Ha : Terdapat hubungan status gizi dengan kejadian karies pada gigi molar

pertama bawah permanen pada anak usia 6-8 tahun di SDN 36 Manado.

29
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross

sectional study.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2019 di SDN 36

Manado yang beralamat di jalan Kampus Timur-Kleak, kecamatan Malalayang,

kota Manado, provinsi Sulawesi Utara.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi penelitian yaitu seluruh siswa di SDN 36 Manado yang berusia 6-

8 tahun pada tahun 2019 berjumlah 58 orang.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini ialah

metode total sampling dimana penelitian mengambil seluruh siswa di SDN

36 Manado yang berusia 6-8 tahun pada tahun 2019 berjumlah 58 orang

yang memenuhi kriteria inklusi.

30
a. Kriteria inklusi

i. Berusia 6-8 tahun pada tahun 2019.

ii. Sudah memiliki gigi molar pertama bawah permanen di regio

kanan dan/atau di regio kiri rahang mulut yang telah erupsi

mencapai level oklusal.

iii. Bersifat kooperatif selama penelitian.

b. Kriteria eksklusi

i. Menolak untuk diteliti/dilakukan pemeriksaan.

D. Variable Penelitian

1. Independen : Status gizi (TB/U dan IMT/U)

2. Dependen : Karies pada gigi molar pertama bawah permanen.

E. Definisi Operasional

1. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian,

penyerapan, dan penggunaan makanan. Untuk menentukan status gizi pada

anak, dinilai melalui indeks yang diukur dengan pengukuran antropometri

menggunakan tinggi badan berdasarkan umur (TB/U) dan indeks massa

tubuh berdasarkan umur (IMT/U) dengan grafik pertumbuhan CDC 2000

Growth Chart 5th and 95th percentile. Pengukuran berat badan dinilai

menggunakan alat timbangan badan dalam satuan kilogram dan pengukuran

tinggi badan dinilai menggunakan stature meter dalam satuan centimeter,

kemudian dikategorikan menjadi lima kategori.

31
Tabel 1. Status Gizi TB/U Berdasarkan Kriteria CDC 200018
Indeks Antropometri Persentil Status Gizi
TB/U < 5th Pendek
Sumber: (WHO/NHCS, Antropometric Interpretation)

2. Karies pada gigi molar pertama bawah permanen adalah adanya rongga pada

gigi terbesar di rahang bawah yang diperiksa dengan menggunakan alat kaca

mulut, sonde, alat penerang, serta gigi diisolasi menggunakan chip blower,

cotton roll, dan cotton pellet agar tetap kering. Gigi dikatakan karies jika

ada bercak putih atau berwarna coklat kehitaman jika dilihat dengan

penglihatan tajam dan melalui pemeriksaan sondasi dengan cara menelusuri

sonde secara perlahan pada permukaan oklusal maka sonde akan tersangkut.

F. Instrumen Penelitian

1. Alat

Stature meter, timbangan berat badan, masker, handskun, alat penerang,

kaca mulut, sonde, nierbeken, chip blower, alat tulis menulis, dan kamera.

2. Bahan

Cotton roll, cotton pellet, lembar persetujuan penelitian (informed

consent), dan formulir pemeriksaan status gizi dengan karies gigi.

32
G. Teknik Pengumpulan Data

1. Pertimbangan etik

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin

kepada pihak SDN 36 Manado dengan memberikan surat persetujuan

resmi dari Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi. Peneliti terlebih dahulu menjelaskan tujuan

penelitian kepada calon responden yang akan menjadi sampel dan

ditanyakan kesediannya untuk diperiksa dalam penelitian sebagai sampel

yang dibuktikan dengan pengisian informed consent. Seminggu sebelum

pelaksanaan penelitian, calon responden diberikan informed consent

kepada orang tua melalui wali kelas kemudian dikumpulkan kembali oleh

peneliti tiga hari sebelum hari penelitian, jika pada saat hari pengumpulan

informed consent belum semua terkumpul maka peneliti akan kembali lagi

pada keesokan harinya untuk mengumpulkan informed consent tersebut.

2. Pengumpulan data

a. Pengumpulan data primer diperoleh melalui pemeriksaan langsung

terhadap responden penelitian, yaitu pengukuran tinggi badan dan

berat badan responden lalu dikategorikan berdasarkan kategori usia

pada TB/U dan IMT/U untuk menilai status gizi responden lalu

dilakukan pemeriksaan karies pada gigi molar pertama bawah

permanen, kemudian hasilnya diisikan pada formulir pemeriksaan

status gizi dan karies gigi.

33
b. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data

siswa dengan persetujuan dari pihak sekolah, berupa daftar nama

serta tanggal lahir calon responden yang termasuk dalam kriteria

inklusi untuk dijadikan sampel.

3. Prosedur penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh tim yang berjumlah lima orang. Dua orang

mengambil data berat badan responden, dua orang mengambil data tinggi

badan responden, dan satu orang melakukan pemeriksaan karies pada gigi

molar pertama bawah permanen.

a. Pengambilan data berat badan

Letakkan timbangan di tempat yang datar, pastikan posisi bandul

pada angka nol dan jarum dalam keadaan seimbang. Responden

diminta untuk melepaskan jaket, sabuk, sepatu dan kaos kaki yang

dikenakan. Responden berdiri di atas timbangan dengan posisi rileks,

tegak, dan pandangan lurus ke depan. Angka pada timbangan

menunjukan berat badan ryang diukur dalam satuan kg, kemudian

hasilnya diisi pada formulir pemeriksaan status gizi dan kejadian

karies.

b. Pengambilan data tinggi badan

Stature meter ditempel pada dinding yang lurus datar setinggi 2

meter. Angka nol berada pada lantai yang rata. Responden diminta

melepaskan sepatu dan kaos kaki. Responden harus berdiri tegak dan

lurus. Tumit, bokong, dan kepala bagian belakang harus menempel

34
pada dinding, serta wajah menghadap lurus dengan pandangan ke

depan. Stature meter ditarik sampai rapat pada vertex lalu angka pada

skala yang nampak pada stature meter dibaca. Angka tersebut

menunjukkan tinggi badan responden yang diukur dalam cm, lalu

hasilnya diisi pada formulir pemeriksaan status gizi dan kejadian

karies.

Data berat badan dan tinggi badan anak diolah menggunakan rumus

yang ada kemudian hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan di-

plotting ke kurva CDC 2000 dan KMS-AS.

c. Pemeriksaan karies gigi

Responden diminta untuk membuka mulut. Pemeriksaan karies

pada responden dilakukan dengan menggunakan bantuan senter

untuk pencahayaan dan kaca mulut untuk melihat gigi molar pertama

bawah permanen. Isolasi daerah yang akan diperiksa dengan

menggunakan hembusan chip blower, cotton roll, dan cotton pellet

agar gigi tetap kering, jika pada gigi tersebut terdapat karies maka

lakukan pemeriksaan sondasi dengan menggunakan sonde. Gigi

dicatat sebagai karies, apabila ketika permukaannya ditelusuri dengan

sonde maka akan tersangkut atau terlihat berwarna coklat kehitaman.

Penilaian dibedakan menjadi yang mengalami karies gigi diberi tanda

(√) dan yang tidak mengalami karies gigi diberi tanda (X) pada

formulir pemeriksaan status gizi dengan kejadian karies.

35
H. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

a. Editing untuk memeriksa kembali kelengkapan data yang diperoleh.

b. Coding dilakukan untuk mengklasifikasikan hasil penelitian yang

diperoleh melalui pemberian kode, dengan demikian lebih mudah

untuk mengolah data yang diperoleh.

c. Data entry dilakukan untuk memasukkan data hasil penelitian yang

terkumpul ke dalam tabel sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

2. Analisis data

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui

hubungan status gizi dengan karies pada gigi molar pertama bawah

permanen pada anak usia 6-8 tahun di SDN 36 Manado.

a. Analisis univariat, digunakan untuk memperoleh gambaran pada

masing-masing variabel dan akan disajikan dalam bentuk tabel.

b. Analisis bivariat, digunakan untuk mengetahui hubungan antara

variabel dependen dengan variabel independen. Untuk mengetahui

ada tidaknya hubungan tersebut, dilakukan uji statistik Uji Chi-

Square dengan menggunakan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05).

Pada penelitian ini akan digunakan program aplikasi SPSS, yang

nantinya akan diperoleh nilai ρ. Nilai ρ akan dibandingkan dengan

nilai α, dengan ketentuan sebagai berikut :

i. Jika nilai ρ ≤ α (ρ ≤ 0,05), maka hipotesis H0 ditolak.

ii. Jika nilai ρ > α (ρ > 0,05), maka hipotesis H0 diterima.

36
I. Alur Penelitian

Populasi penelitian :
Siswa SDN 36 Manado yang berusia 6-8 tahun

Besar sampel

Sampling Frame :
Kriteria inklusi dan kriteria eksklusi

Pengisian persetujuan penelitian

Pengukuran status gizi melalui TB/U dan IMT/U

Pemeriksaan karies pada gigi molar pertama bawah permanen

Hasil pemeriksaan

Pengolahan dan analisis data

Penulisan hasil analisis data dalam bentuk


laporan hasil penelitian dan pembahasan

Kesimpulan

Gambar 4. Alur penelitian

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Global Burden of Disease Study. Global, regional, and national incidence,


prevalence, and years lived with disability for 328 diseases and injuries for
195 countries, 1990–2016: a systematic analysis for the Global Burden of
Disease Study 2016. Elsevier 2017;390:1229.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Hasil utama Riskesdas


2018. Jakarta: Kemenkes RI; 2018. h.181-207.

3. Trihono, Atmarita, Tjandrarini DH, Irawati A, Utami NH, Tejayanti T, dkk.


Pendek (stunting) di Indonesia, masalah dan solusinya. Jakarta:
Balitbangkes; 2015. h.19.

4. World Health Organization. WHO reference 2007: Growth reference data


for 5 – 19 years. [Internet] 2013 [Accessed on Feb 21 st 2019]. Available
from: URL: http://www.who.int/growthref/en/

5. Direktorat Gizi Masyarakat. Buku saku pemantauan status gizi tahun 2017.
Jakarta: Kemenkes RI; 2017. h.61-2.

6. Vázquez-Nava F, Vázquez-Rodríguez EM, Saldívar-González AH.


Association between obesity and dental caries in a group of preschool
children in Mexico. J Public Health Dent 2010;124-30.

7. Frias-Bulhosa J, Barbosa P, Gomes E. Association between body mass


index and caries among 13-year-old population in Castelo de Paiva. Med
Dent e Cirurgia Maxilo 2015;6(1):3-8.

8. D’Mello G, Chia L, Hamilton SD. Childhood obesity and dental caries


among paediatric dental clinic attenders. New Zealand: Intl J Paediatr Dent
2011;(21):217-22.

9. Global Burden of Disease Study. Global, regional, and national incidence,


prevalence, and years lived with disability for 328 diseases and injuries for
195 countries, 1990–2016: a systematic analysis for the Global Burden of
Disease Study 2016. Elsevier 2017;390:1229.

10. Kumar A, Dutta S, Namdev R. Prevalence and relationship between dental


caries, diet and nutrition, socioeconomic status, and oral hygiene habits in
children using laser fluorescence device (Diagnodent). J Oral Health Comm
Dent 2014;8(1):16-23.

38
11. Muliadi. Peranan gizi yang berkualitas dalam mencegah malnutrisi pada
anak sekolah dasar. J Samudra Ilmu 2007;356-8.

12. Magdalena I. Dasar-dasar ilmu gizi dalam keperawatan. Yogyakarta:


Pustaka Baru Press; 2017. h.19,93,147-8.

13. Macek MD, Mitola DJ. Exploring the association between overweight and
dental caries among US children. Pediatr Dent 2006;28(4):375-80.

14. Utari LD, Ernalia Y. Gambaran status gizi dan asupan zat gizi pada siswa
sekolah dasar kecamatan Sunga Sembilan kota Dumai. J Oral Med FK
2016;3(1):1-17.

15. Sroda R. Nutrition for a healthy mouth. 2nd ed. Philadelphia: Wolters
Kluwer Health; 2010. p.5, 61, 107.

16. Kusumawati R. Hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi
siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana kabupaten Bogor tahun 2010. J Ilmu
Kesmas FK dan Ilmu Kes 2010:3-5.

17. Alatas SS. Status gizi anak usia sekolah (7-12 tahun) dan hubungannya
dengan tingkat asupan kalsium harian di Yayasan Kampung Kids Pejaten.
FK UI; 2011. h.8.

18. Centers for Disease Control. Use and interpretation of the WHO and CDC
growth charts for children from birth to 20 years in the United States. Nat
Cent for Chronic Disease Prevent and Health Prom; 2013. p.1-4.

19. Sjarif DR, Nasar SS, Devaera Y, Tanjung CF. Asuhan nutrisi pediatrik.
IDAI; 2011. h.4-6.

20. Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-dasar karies penyakit dan


penanggulangannya. Alih bahasa Narlan Sumawinata dan Safrida Faruk.
Jakarta: EGC; 1991. h.1,2,3-4,9,22.

21. Bahar A. Paradigma baru pencegahan karies gigi. Jakarta: Lembaga


Penerbit FE UI; 2011. h.21-2,29,33-4,35,37-8,39-40,47.

22. Rao A, Rao A, Shenoy R. Principles and practice of pedodontics. In: Rao A,
editor. 3rd ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2012. p.103,
175,180,184-5.

23. Kartikasari HY, Nuryanto. Hubungan kejadian karies gigi dengan konsumsi
makanan kariogenik dan status gizi pada anak sekolah dasar (Studi pada
anak kelas III dan IV SDN Kadipaten I dan Bojonegoro). J of Nutr College
2014;3(3):414-21.

39
24. Wang JD, Chen X, Frecken J. Dental caries and first permanent molar pit
and fissure morphology in 7-to 8-year-old children in Wuhan, China. Intl J
of Oral Science 2012;(4):157-60.

25. Kuswardani S, Putri S, Fitria S. Pengaruh pola makan dan menyikat gigi
terhadap kejadian karies molar pertama permanen pada murid SD Negeri 26
Rimbo Kaluang, kecamatan Padang Barat. Majalah Kedokteran Andalas
2012;36(2):12-4.

26. Hongini SY, Aditiawarman M. Kesehatan gigi dan mulut buku lanjutan
dental terminology. Bandung: Pustaka Reka Cipta; 2012. h.40.

27. Rashkova M, Peneva M, Doychinova M. Study of the risk factors for the
development of dental caries and creation of a system for assessment the
risk of caries in children in Bulgaria. OHDMBSC 2008;7(2):3-11.

28. John J. Textbook of preventive and community dentistry: public health


dentistry. 3rd ed. New Delhi: CBS Publishers and Distributors; 2017.
p.183-218.

29. Ramayanti S, Purnakarya I. Peran makanan terhadap kejadian karies gigi. J


Kesmas 2013;7(2):89-93.

30. Scheid RC, Weiss G. Woelfel’s dental anatomy. 9th ed. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health; 2017. p.138-40.

40

Anda mungkin juga menyukai