Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PENELITIAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN KARIOGENIK BAGI ANAK DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARIES PADA ANAK

USIA 2-5 TAHUN DI RW 01 LARANGAN, SIDOARJO

OLEH : PUTRI WILUJENG NIM. 021210113008

PROGAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KESEHATAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka. Mengingat kegunaannya yang demikian penting maka penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut. Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negara-negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah penyakit karies gigi. Penyakit karies pada anak, sering terjadi namun kurang mendapat perhatian dari orang tua karena anggapan bahwa gigi anak akan digantikan oleh gigi tetap. Orang tua kurang menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan sebenarnya akan sangat besar bila tidak dilakukan perawatan untuk mencegah karies sejak dini pada anak. Dampak yang terjadi bila sejak awal sudah mengalami karies adalah selain fungsi gigi sebagai pengunyah yang terganggu, anak juga akan mengalami gangguan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari sehingga anak tidak mau makan dan akibat yang lebih parah bisa terjadi malnutrisi. Anak lebih banyak dan sering makan dan minum kariogenik dibandingkan orang dewasa. Besar kecilnya faktor risiko terhadap timbulnya karies gigi sulung pada anak usia prasekolah dipengaruhi oleh pengetahuan dan kesadaran orang tua dalam merawat kesehatan gigi.

Pengetahuan dan kebiasaan yang perlu dimiliki orang tua antara lain yang berkaitan dengan cara membersihkan diri, jenis makanan yang menguntungkan kesehatan gigi dan cara makan minum yang benar. Makanan atau substrat merupakan salah satu unsur penting untuk dapat terjadi karies. Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak dan protein. Dari berbagai penelitian tampak ada hubungan antara intake karbohidrat dengan karies dan hubungan yang lebih kompleks dengan lemak, protein, vitamin dan mineral. Selain itu ternyata ada hubungan langsung antara bertambahnya konsumsi makanan yang mudah dicerna terutama karbohidrat yang berupa tepung dengan bertambahnya karies. Karbohidrat dalam makanan yang sifatnya paling dapat merusak gigi adalah jenis sukrosa. Proses karies selain ditentukan oleh jenis karbohidrat juga tergantung pada frekuensi dan bentuk fisik karbohidrat tersebut. Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan atau yang bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies. Dari penelitian Alfano (1980) tehadap tikus ternyata makanan yang paling kariogenik adalah coklat sedangkan sugar free biskuit, kacang-kacangan, roti dedak menduduki urutan paling rendah. Hampir semua anak menyukai makanan minuman kariogenik yang merupakan faktor risiko terhadap karies yang dimakan di antara dua waktu makan. Anak usia 2-5 tahun umumnya sudah mempunyai gigi sulung yang lengkap yaitu berjumlah 20 buah dan perilaku anak dalam menjaga kesehatan termasuk kesehatan gigi masih sangat tergantung pada orang dewasa terutama ibu yang merawatnya. Kesehatan gigi anak usia ini dipengaruhi oleh perilaku ibu khususnya dalam menjaga kebersihan gigi maupun dalam memberikan makanan minuman yang dapat menyebabkan karies gigi.

Di RW 01 Larangan, Sidoarjo banyak tersedia kemudahan dalam mendapatkan variasi konsumsi makanan dan minuman kariogenik. Keragaman tingkat pengetahuan ibu Tentang Makanan Kariogenik bagi Anak diperkirakan akan turut mempengaruhi keadaan kesehatan gigi anak pada usia 2-5 tahun yang umumnya masih diasuh oleh ibu. Belum tersedianya data mengenai hal tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian guna mengetahui gambaran keadaan kesehatan gigi anak pada usia 2-5 tahun di RW 01 Larangan, Sidoarjo, dikaitkan dengan pengetahuan ibu Tentang Makanan Kariogenik bagi Anak.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang makanan kariogenik bagi anak di RW 01 Larangan, Sidoarjo? 2. Bagaimana gambaran karies pada anak usia 2-5th di RW 01 Larangan, Sidoarjo? 3. Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan kariogenik bagi anak dengan karies yang terjadi pada anak usia 2-5th?

1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan kariogenik pada anak usia 2-5 tahun. 2. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan kariogenik dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-5 tahun. 3. Mengetahui jenis-jenis makanan kariogenik yang sering dikonsumsi oleh anak usia 2-5 tahun. 1.4 Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian. 2. Menjadi bahan masukan dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap karies gigi dan perawatan gigi sejak masih anak-anak. 3. Memberi pengetahuan kepada ibu tentang makanan kariogenik bagi anak dan hubungannya dengan karies.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Karies Gigi

II.1.1. Definisi Karies Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi dimana email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan ditandai dengan demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya sehingga terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. II.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karies A. Faktor dalam Faktor resiko di dalam mulut adalah faktor yang langsung berhubungan dengan karies. Ada 4 faktor yang berinteraksi : 1. Meliputi gigi dan saliva a. Morfologi gigi sulung Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap karies. Morfologi gigi sulung dapat ditinjau dari 2 permukaan : 1) Permukaan oklusal Permukaan oklusal gigi molar sulung mempunyai bonjol yang relatif tinggi sehingga lekukan menunjukkan gambaran curam dan relatif dalam. Bentuk morfologi gigi

sulung tidak banyak bervariasi kecuali gigi molar sulung pertama atas dalam bentuk dan ukurannya. Lekukan gigi sulung yang lebih dalam akan memudahkan terjadinya karies. 2) Permukaan halus Kontak antar gigi tetap adalah kontak titik tetapi kontak antar gigi sulung merupakan kontak bidang. Hal ini disebabkan bentuk permukaan proksimal gigi sulung agak datar. Keadaan ini akan menyulitkan pembersihannya. b. Susunan gigi sulung Gigi-gigi berjejal dan saling tumpang tindih akan mendukung timbulnya karies karena daerah tersebut sulit dibersihkan. Pada umumnya susunan gigi molar sulung rapat sedangkan gigi insisiv sulung renggang. Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa anak dengan susunan gigi berjejal lebih banyak menderita karies daripada yang mempunyai susunan gigi baik. c. Saliva Di dalam mulut selalu ada saliva yang berkontak dengan gigi. Saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies. Mereka juga menyatakan bahwa fungsi saliva sebagai pelicin, pelindung, buffer , pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Namun demikian saliva juga memegang peranan penting lain yaitu

dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies gigi. 2. Mikroorganisme Walaupun banyak perbedaan pendapat tentang bagaimana dan mikroorganisme mana sebagai penyebab karies namun semua ahli berpendapat bahwa karies gigi tidak akan terjadi tanpa mikroorganisme. Meskipun begitu tidak semua mikroorganisme di dalam mulut penting dalam hubungan ini. Ternyata banyak mikroorganisme asidogenik di dalam mulut tidak menyebabkan karies in vitro. Selain itu beberapa individu yang mempunyai banyak mikroorganisme di dalam mulut ternyata tidak menderita karies. Banyak dilakukan penelitian mengenai hubungan antara

mikroorganisme dengan karies diantaranya penelitian klasik Orland tahun 1954 tentang tikus yang diberi makan diet karbohidrat yang sangat kariogenik. Gigi tikus tersebut ternyata tidak ada karies karena tidak ada (bebas dari) mikroorganisme. Gigi tikus tersebut terserang karies setelah ada mikroorganisme. Penelitian selanjutnya mengarah pada penelitian berbagai jenis mikroorganisme di dalam mulut yang diduga berkaitan dengan karies. Banyak yang telah membuktikan bahwa mikroorganisme di dalam mulut yang berhubungan dengan karies antara lain bermacam strain Streptococcus, Lactobacillus, Actinomices dan lain-lain. Mikroorganisme

ini menempel di gigi bersama dengan plak atau debris. Plak gigi adalah media lunak non mineral yang menempel erat di gigi. 3. Substrat Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan sehari-hari yang menempel di permukaan gigi. Substrat ini berpengaruh terhadap karies secara lokal di dalam mulut (Newburn,1978, Konig dan Hoogendoorn, 1982). Substrat yang menempel di permukaan gigi berbeda dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh yang diperlukan untuk mendapatkan energi dan membangun tubuh. Makanan pokok manusia ialah karbohidrat, lemak dan protein. Pada dasarnya nutrisi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan gigi saat pembentukan matriks email dan kalsifikasi. Nutrisi berperan dalam membentuk kembali jaringan mulut dan membentuk daya tahan terhadap infeksi juga karies. Makanan akan mempengaruhi keadaan di dalam mulut secara lokal selama pengunyahan dan setelah ditelan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan masa pre dan pasca erupsi (Altano, 1980 dan Menaker, 1980 ). Nutrisi berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi dalam struktur, ukuran, komposisi, erupsi dan ketahanan gigi terhadap karies. 4. Waktu Pengertian waktu disini adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi (Newsburn,

1978 ; Konig dan Hoogendoorn ,1982). Faktor waktu menonjol setelah Vipeholm tahun 1954 (Newburn 1978) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara waktu dengan frekuensi diet makanan dan minuman kariogenik. Ternyata memang ada hubungan di antara keduanya. Faktor ini juga tampak jelas pada percobaan binatang. Faktor waktu ini jelas terlihat pada anak yang diberi minum susu atau cairan manis lainnya melalui botol. Ketika anak tidur dengan dot kater di botol masih berada di mulutnya, cairan dari botol akan tergenang di mulut dalam waktu lama. Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan timbulnya karies menyeluruh dalam waktu singkat (terjadi karies botol ) (Finn, 1973; Miller, 1981; Jonsen, 1984). Selain itu keadaan yang dapat menyebabkan substrat lama berada dalam mulut ialah kebiasaan anak menahan makanan di dalam mulut dimana makanan tidak cepatcepat ditelan. B. Faktor Luar 1.Usia Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun juga akan bertambah. Hal ini jelas karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. Anak yang pengaruh faktor risiko terjadinya karies kuat akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibanding yang kurang kuat pengaruhnya. 2. Jenis kelamin

Dari berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Demikian juga dengan anakanak, prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan antara lain karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko terjadinya karies. 3. Kesadaran, sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi Fase perkembangan anak usia di bawah 5 tahun masih sangat tergantung pada pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat dalam masa tersebut datang dari ibunya. Peranan ibu sangat menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Demikian juga keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah masih sangat ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta pendidikan ibunya. II.2. Makanan Jajanan Makanan jajanan adalah makanan atau minuman yang siap dikonsumsi, yang dijual di tempat umum dan terlebih dahulu telah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi (rumah) atau di tempat penjualan (Fardiaz, 1992). Sedangkan berjajan diartikan sebagai membeli panganan di kedai atau yang dijajakan. Menurut Winarno (1998) makanan jajanan/jajan pasar yaitu jenis masakan yang dimakan sepanjang hari, sebagai hiburan, tidak terbatas pada suatu waktu, tempat dan jumlah yang dikonsumsi. Bagi masyarakat Indonesia, jajan sudah menjadi kebiasaan bahkan dapat dikatakan sebagai bagian dari pola makan masyarakat Indonesia.

Perkembangan di dunia industri makanan telah menghasilkan produk-produk makanan yang siap disantap dan minuman awet yang dapat dengan mudah diperoleh di pasaran. Hal ini didorong oleh kebutuhan konsumen akan produk-produk yang serba praktis termasuk makanan. Kesibukan yang menyita waktupun telah turut menjadikan makanan jajanan sebagai salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan tubuh akan zat gizi selain berfungsi sebagai makanan selingan yang dimakan diantara waktu makan. Kebiasaan jajan atau mengkonsumsi makanan jajanan yang salah di masa kanak-kanak dapat membawa dampak berupa timbulnya penyakit yang sifatnya akut atau kronis. Efek negatif jajanan bisa diderita dalam jangka waktu yang singkat maupun sepanjang hayat. Berikut ini adalah beberapa contoh dampak negatif dari jajanan : a) Anak menjadi sulit makan dan juga mengurangi nafsu makan karena seringkali anak menjadi terlalu kenyang, lebih-lebih jika jajan berkali-kali dalam sehari. Hal ini dapat menyebabkan anak mederita berbagai penyakit akibat kurang gizi. b) Higiene sanitasi dan keamanan makanan jajanan yang kurang dapat menyebabkan keracunan makanan dan infeksi bakteri sehingga anak menderita muntah-muntah, sakit perut bahkan diare. c) Kandungan bahan makanan tambahan yang mengandung bahan kimia tertentu pada makanan jajanan dengan tujuan pengawatan, penguat rasa maupun pewarna dapat menjadi pencetus gejala alergi, diare, pusing, muntah bahkan secara komulatif bisa menimbulkan kanker. d) Kualitas jajanan yang rendah akibat cara persiapan maupun pengolahan bahan yang tidak tepat dapat menyebabkan hilangnya zat gizi tertentu.

e) Sebagian besar makanan jajanan kaya akan kalori atau biasanya dibuat dari tepung-tepungan dan gula tetapi miskin akan zat gizi tertentu. Ketidakseimbangan zat gizi dalam makanan jajanan dapat menyebabkan kegemukan yang selanjutnya dapat menyebabkan hilangnya rasa percaya diri dan beresiko tinggi terhadap berbagai macam penyakit degeneratif seperti penyempitan pembuluh darah dan jantung koroner.

II.3 Makanan Kariogenik Makanan kariogenik adalah makanan yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut. Dari penelitian Altano (1980) dan Menaker (1980) menyatakan adanya hubungan antara masukan karbohidrat dengan karies. Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan terjadinya karies gigi ada kaitannya dengan pembentukan plak pada permukaan gigi. Plak terbentuk dari sisa-sisa makanan yang melekat di sela-sela gigi dan pada plak ini akhirnya akan ditumbuhi bakteri yang dapat mengubah glukosa menjadi asam sehingga pH rongga mulut menurun sampai dengan 4,5. Pada keadaan demikian maka struktur email gigi akan terlarut. Pengulangan konsumsi karbohidrat yang terlalu sering menyebabkan produksi asam oleh bakteri menjadi lebih sering lagi sehingga keasaman rongga mulut menjadi lebih asam dan semakin banyak email yang terlarut. Kariogenitas suatu makanan tergantung dari : 1) Bentuk fisik Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies dibanding bentuk fisik lain,

karbohidrat seperti ini misalnya kue-kue, roti, es krim, susu, permen dan lain-lain (Bibby, 1975 dan 1983 ; Newburn, 1978; Konig dan Hoogendoorn, 1982). Bibby dan Huang (1980) membuktikan dalam percobaan in vitro bahwa susu kental lebih menyebabkan demineralisasi dibandingkan dengan susu kering. Susu coklat lebih merusak dibandingkan susu saja. Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi kesehatan gigi dan gusi. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang membasuh gigi dan mengencerkan serta menetralisasi zat-zat asam yang ada. Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak melekat pada gigi. Titik-titik positif pada buah segar adalah kadar vitamin, kadar mineral, kaya akan serabut kasar dan air serta sifat-sifat yang merangsang fungsi pengunyahan dan sekresi ludah. Buah yang mempunyai sifat sebagi pembersih alami seperti apel, benkoang, pir, jeruk. 2) Jenis Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang berhubungan dengan proses karies adalah polisakarida, disakarida, monosakarida dan sukrosa terutama mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik dibanding karbohidrat lain. Sukrosa dimetabolisme dengan cepat untuk menghasilkan zat-zat asam. Makanan manis dan penambahan gula dalam minuman seperti air teh atau kopi bukan merupakan satu-satunya sukrosa dalam diet seseorang. 3) Frekuensi konsumsi Frekuensi makan dan minuman tidak hanya menentukan timbulnya erosi tetapi juga kerusakan karies. Dari penelitian Rugg-Gunn et al (1980) menyatakan banyaknya intake gula harian lebih besar korelasinya dibanding dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula

dalam snack dengan karies lebih besar dari total diet karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi tinggi. II.4 Perilaku Anak dalam Makan Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Orang lain yang paling utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggapnya penting seperti ibu, begitu juga dalam hal makanan. Apa yang anak pelajari tentang apa dan bagaimana makan akan membentuk pola makan tertentu sampai dia dewasa. Ibu mempunyai peran penting dalam membentuk pola makan anak terutama pada fase perkembangan anak usia di bawah 5 tahun. Sejak anak lahir, ibu mulai mengenalkan anak pada makanan dengan memberikan ASI. Menyusui bayi merupakan tradisi yang masih umum dijumpai di Indonesia, meski periodenya berbeda dari satu tempat dengan yang lainnya. Di desa ibu menyusukan bayinya hingga 12 bulan sampai 24 bulan. Sebagian besar anak disapih menjelang umur 2 tahun. Di daerah kota periode penyusuan umumnya lebih pendek. Setelah anak disapih, anak mulai dikenalkan pada makanan lain selain ASI. Pada usia 1-3 tahun anak bersifat konsumen pasif. Makanan tergantung pada apa yang disediakan ibu. Gigi susu juga telah tumbuh tetapi belum dapat digunakan mengunyah makanan yang terlalu keras. Ibu hanya memberikan makanan yang teksturnya lunak namun anak hendaknya sudah diarahkan untuk mengikuti pola makan orang dewasa. Selanjutnya fase perkembangan anak usia 4-6 tahun, anak mulai bersifat konsumen aktif dimana mereka telah dapat memilih makanan yang disukai. Pada usia ini kebiasaan yang baik sudah harus ditanamkan.

Bagi sebagian besar ibu, pemberian kasih sayang pada anak masih kecil cukup dengan memberikan kepuasan emosi pada anak-anak mereka. Orang tua cukup memenuhi kehendak anak, bahkan biasanya disiplin tidak terlalu ketat. Kebiasaan seperti ini berlaku juga dalam pemberian makanan. Ibu banyak yang memberikan makanan yang menjadi keinginan anak tanpa melihat apakah makanan tersebut sehat dan baik dikonsumsi bagi anak. Anak-anak umumnya menyukai makanan yang manis-manis. Kebiasaan ini terbentuk karena ibu membiasakan anak mengkonsumsi makanan yang manis dengan atau tanpa mereka sadari. Melalui penambahan gula pada susu, makanan bayi, penggunaan obat-obatan dalam bentuk sirup, lama-lama kebiasaan ini akan berlanjut sampai dewasa untuk terus mengkonsumsi makanan yang manis-manis. II.5 INDEKS KARIES Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu

golongan/kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam. Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan seperti indeks Klein dan indeks WHO, namun belakangan ini diperkenalkan indeks Significant Caries (SiC) untuk melengkapi indeks WHO sebelumnya. Indeks DMF Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi (DMFT) dan permukaan gigi (DMFS). Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini

tidak menggunakan skor; pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang) dan F (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode. Untuk gigi permanen dan gigi susu hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (decayed missing filled tooth) atau DMFS (decayed missing filled surface) sedangkan deft (decayed extracted filled tooth) dan defs (decayed extracted filled surface) digunakan untuk gigi susu. Rerata DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi atas jumlah orang yang diperiksa. A. DMFT Beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D. 2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori D. 3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D 4. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori M. 5. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan ortodonti tidak 6. Semua gigi dimasukkan dengan tumpatan dalam permanen kategori dimasukkan dalam kategori M. F.

7. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F. 8. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan dalam kategori M. B. DMFS 1. Permukaan gigi yang diperiksa adalah gigi anterior dengan empat permukaan, fasial, lingual, distal dan mesial sedangkan gigi posterior dengan lima permukaan yaitu fasial, lingual, distal, mesial dan oklusal. 2. Kriteria untuk D sama dengan DMFT

3. Bila gigi sudah dicabut karena karies, maka pada waktu menghitung permukaan yang hilang dikurangi satu permukaan sehingga untuk gigi posterior dihitung 4 permukaan dan 3 permukaan untuk gigi anterior. 4. Kriteria untuk F sama dengan DMFT C. deft, defs Pengukuran ini digunakan untuk gigi susu. E dihitung bila gigi susu dicabut karena karies. Indeks Tooth Caries-WHO Indeks DMFT yang dikeluarkan oleh WHO bertujuan untuk menggambarkan pengalaman karies seseorang atau dalam suatu populasi. Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena biasanya gigi tersebut sudah dicabut dan kadang-kadang tidak berfungsi. Indeks ini dibedakan atas indeks DMFT (decayed missing filled teeth) yang digunakan untuk gigi permanen pada orang dewasa dan deft (decayed extracted filled tooth) untuk gigi susu pada anak-anak. Pemeriksaan harus dilakukan dengan menggunakan kaca mulut datar. Indeks ini tidak memerlukan gambaran radiografi untuk mendeteksi karies aproksimal. Kriteria pemeriksaan seperti terlihat pada Tabel 1.5. Cara perhitungannya adalah dengan menjumlahkan semua DMF atau def. Komponen D meliputi penjumlahan kode 1 dan 2, komponen M untuk kode 4 pada subjek <30 tahun, dan kode 4 dan 5 untuk subjek >30 tahun misalnya hilang karena karies atau sebab lain. Komponen F hanya untuk kode 3. Untuk kode 6 (fisur silen) dan 7 (jembatan, mahkota khusus atau viner/implan) tidak dimasukkan dalam penghitungan DMFT.

Tabel 1.5. Kode pemeriksaan karies dengan indeks WHO Kode Gigi susu Mahkota gigi A B C D E F G T Gigi permanen Mahkota gigi 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Akar gigi 0 1 2 3 7 8 Kondisi/Status Permukaan gigi sehat/keras Gigi karies Gigi dengan tumpatan, ada karies Gigi dengan tumpatan baik, tidak ada karies Gigi yang hilang karena karies Gigi yang hilang karena sebab lain Gigi dengan tumpatan silen Jembatan, mahkota gigi atau viner/implan Gigi yang tidak erupsi Trauma/fraktur Dan lain-lain: gigi yang memakai pesawat T 9 cekat

(Sumber: Oral Health Basic Surveys, 1997) Umur indeks dan kelompok umur WHO merekomendasikan kelompok umur tertentu untuk diperiksa yaitu kelompok umur 5 tahun untuk gigi susu dan 12, 15, 35-44 dan 65-74 tahun untuk gigi permanen. Jumlah subjek yang diperiksa untuk setiap kelompok umur minimal 25-50 orang untuk setiap kelompok.

5 tahun. Anak-anak seharusnya diperiksa di antara ulangtahun mereka yang ke 5 dan 6. Umur ini menjadi umur indeks untuk gigi susu karena tingkat karies pada kelompok umur ini lebih cepat berubah daripada gigi permanen sekaligus umur 5 tahun merupakan umur anak mulai sekolah. Namun, di negara yang usia masuk sekolahnya lebih lambat, dapat digunakan umur 6 atau 7 tahun sebagai umur indeksnya. Pada kelompok umur ini, sebaiknya gigi susu yang hilang tidak dimasukkan ke dalam skor m (missing) karena kesulitan membedakan penyebab kehilangan gigi, apakah karena sudah waktunya tanggal atau dicabut karena karies.

12 tahun. Kelompok umur ini penting untuk diperiksa karena umumnya anak-anak meninggalkan bangku sekolah pada umur 12 tahun. Selain itu, semua gigi permanen diperkirakan sudah erupsi pada kelompok umur ini kecuali gigi molar tiga. Beradasarkan ini, umur 12 tahun ditetapkan sebagai umur pemantauan global (global monitoring age) untuk karies.

15 tahun. Pada kelompok umur ini dianggap bahwa gigi permanen sudah terekspos dengan lingkungan mulut selama 3-9 tahun, sehingga pengukuran prevalensi karies dianggap lebih bermakna dibandingkan usia 12 tahun. Umur ini juga merupakan usia kritis untuk pengukuran indikator penyakit periodontal pada remaja.

35-44 tahun (rerata = 40 tahun). Kelompok umur ini merupakan kelompok umur standar untuk memonitor kesehatan orang dewasa dalam hal efek karies, tingkat keparahan penyakit periodontal, dan efek pelayanan kesehatan gigi yang diberikan.

65-74 tahun. (rerata = 70 tahun). Kelompok umur ini lebih penting sehubungan dengan adanya perubahan distribusi umur dan bertambahnya umur harapan hidup yang terjadi di semua negara. Data dari kelompok umur ini diperlukan untuk membuat perencanaan

pelayanan keseahatan bagi manula dan memantau semua efek pelayanan rongga mulut yang diberikan Indeks Significant Caries (SiC Index) Indeks SiC baru diperkenalkan sekitar tahun 2000. Brathall mengusulkan indeks SiC digunakan sebagai standar pengukuran statistik epidemiologis yang lebih ditekankan pada individu yang mempunyai angka karies yang tinggi pada suatu populasi. Visi kesehatan rongga mulut tahun 2015 adalah anak berusia 12 tahun harus mempunyai skor SiC yang tidak lebih dari 3. Campus et al. telah menggunakan indeks SiC unstuck menghitung pengalaman karies pada anak-anak Sardinian di Italia pada tahun 1989 dan memperoleh rerata SiC sebesar 7,8 yang kemudian menurun menjadi 3,9 pada tahun 2004. Indeks SiC mudah dihitung, skor SiC diperoleh dari rerata DMFT pada sepertiga populasi yang mempunyai skor karies paling tinggi. Untuk menghitung indeks ini, yang harus dilakukan adalah 1) mengurutkan individu sesuai dengan skor DMFTnya, 2) memilih sepertiga dari populasi dengan skor karies paling tinggi dan 3) menghitung DMFT unstuck kelompok studi. Cara perhitungan indeks SiC 1. Buat distribusi DMFT yang berisi 1) skor DMFT individu (individu 1 mempunyai DMFT = 0, individu 2 mempunyai DMFT = 0, individu 3 mempunyai DMFT = 2 dst dan 2) skor yang sudah dikelompokkan.misalnya 10 orang mempunyai DMFT = 0, 11 orang mempunyai DMFT = 1 dst. 2. Jumlahkan semua skor DMFT dan dibagi dengan jumlah individu total unstuck memperoleh rerata DMFT. Individu No 1 2 DMFT 0 0

3 4 5 6 7 8 9 10 11

2 1 0 5 0 14 2 0 3 Jumlah DMFT = 0+0+2+1+0+5+0+14+2+0+3 = 27 Jumlah orang = 11 Rerata DMFT = 27/11 = 2.4545 Penulisan angka di belakang koma, biasanya hanya satu angka saja sehingga dalam kasus ini rerata DMFT =2.4

3. Hitung berapa banyak individu yang termasuk dalam 1/3 populasii. Bulatkan bila hasilnya dalam pecahan. Nilai 1/3 populasi dari contoh di atas adalah: 11/3 = 3.6666 dibulatkan menjadi 4 Jumlah subkelompok ada 4. 4. Urutkan data DMFTnya dan diambil empat data yang paling tinggi skornya DMFT 0 0 0 0 0

1 2 2 3 5 14

Empat skor DMFT tertinggi adalah 2,3,5,14 Jumlahkan keempatnya 2+3+5+14 = 24 Jumlah tersebut dibagi atas subkelompok sehingga 24/4 = 6 Hasil: Indeks SiC untuk populasi ini adalah 6.0

BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep

Pengetahuan Ibu Tentang Jajanan Untuk Anak

Makanan Kariogenik

Karies

Faktor dalam

Faktor Luar

Gigi dan Saliva

Usia

Mikroorganisme

Jenis Kelamin

Substrat

Kesadaran, Sikap dan Perilaku Individu

Waktu

Keterangan : Pengetahuan ibu tentang jajanan untuk anak usia 2-5 tahun sangat penting untuk kesehatan gigi anak. Salah satu faktor peyebab rusaknya gigi adalah makanan kariogenik.

Makanan kariogenik bisa berupa coklat, permen dan makanan lainnya yang mudah larut dalam mulut. Makanan kariogenik dapat menyebabkan karies pada gigi anak. Ada 2 faktor yang menyebabkan karies yaitu factor dalam dan faktor luar. Faktor dalam terdiri dari gigi dan saliva, mikroorganisme, substrat dan waktu. Sedangkan factor luar terdiri dari usia, jenis kelamin, kesadaran, sikap dan perilaku individu. 3.2 Hipotesis 1. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian jajanan dengan frekuensi konsumsi makanan kariogenik anak usia 2-5 tahun. 2. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan kariogenik anak usia 2-5 tahun. 3. Ada hubungan frekuensi konsumsi makanan kariogenik dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di RW 01 Larangan. 4. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian jajanan dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-5 tahun. 5. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian jajanan dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun jajanan dengan frekuensi konsumsi

Anda mungkin juga menyukai