Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN KEJANG

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Erna Sulistyowati, M.Kep.

DISUSUN OLEH

1. Febri Wahyu Setyanto (G2A018103)


2. Rr. Revilda Mayla Justitiana (G2A018104)
3. Yohandhita Kususma Harningrum (G2A018105)
4. Siti Linda Ariska (G2A018106)
5. Kurniawan Abdul Aziz (G2A018108)

PROGAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2020

[Type text] Page i


i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Asuhan keperawatan
anak dengan demam kejang ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas.  Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Asuhan keperawatan anak
dengan demam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Ns. Erna Sulistyowati, M.Kep. selaku dosen
ilmu keperwatan anak S-1 ilmu keperawatan yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Senin, 1 juni 2020

i
 
 
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A.Latar Belakang ..................................................................................... 1

B.Rumusan Masalah ................................................................................ 3

C.Tujuan .................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4

A.Definisi ................................................................................................. 4

B.Epidemologi ......................................................................................... 4

C.Etiologi ................................................................................................. 4

D.Patofisiologi ........................................................................................ 5

E.Faktor Resiko ....................................................................................... 6

F.Klasifikasi Jenis Kejang ....................................................................... 7

G.Tanda dan Gejala Klinis ....................................................................... 8

H.Pemeriksaan Fisik ................................................................................ 8

I.Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 8

J.Diagnosis ............................................................................................. 9

K.Penatalaksanaan ................................................................................. 9

L.Prognosis ............................................................................................. 11

i
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................... 12

A.Pengkajian ............................................................................................ 12

B.Diagnosa Keperawatan......................................................................... 15

C.Perencanaan ......................................................................................... 16

BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 24

A.Kesimpulan ......................................................................................... 24

B.Saran .................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26

ii
BAB I

1. LATAR BELAKANG
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai
penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh
karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih
bila anaknya mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab
demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran
pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi
serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73).
Faktor yang penting pada kejang demam ialah demam, umur, genetik, riwayat
prenatal, danperinatal. Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh infeksi
saluran nafas atas, otitis media, pnemunia, gastroenteritis, dan infeksi traktus urinarius.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Kadang-kadang pada demam
yang tidak begitu tinggi sudah dapat menimbulkan kejang. Pada anak yang demikian
biasanya mempunyai risiko tinggi terjadi kekambuhan kejang.
Peran perawat dalam menghadapi pasien dengan kejang saat pertama kali
adalah mengidentifikasi atau mengkaji keaqdaan pasien dan kejang yang dialami
pasien. Adanya informasi yang mendukung tegaknya diagnosa medis atau keperawatan
sangat tergantung juga pada skai mata saat kejang menyerang pasien (onset kejang).
Data dari saksi tersebut dapat mendeskripsikan secara spesifik oleh perawat dan
mempermudah penanganan pertama kali dalam menangani kedaruratan.
2. TUJUAN PENELITIAN

iii
a) Untuk Mengetauhi Pengertian dari kejang demam?
b) Untuk Mengetauhi Etiologi kejang demam?
c) Untuk Mengetauhi Patofisiologi kejang demam?
d) Untuk Mengetauhi Manifestasi Klinis kejang demam?
e) Untuk Mengetauhi Penatalaksanaan kejang demam?
f) Untuk Mengetauhi Komplikasi kejang demam?
g) Untuk Mengetauhi Pengkajian Fokus pada kejang demam?
h) Untuk Mengetauhi Pathway Keperawatan kejang demam?
i) Untuk Mengetauhi Fokus Interversi dan Rasional kejang demam?

3. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan
(library research) yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku,
diklat-diklat, jurnal dan literature-literatur, serta informasi-informasi lainya yang
berhubungan dengan penulisan makalah ini.

4. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai karya tulis ilmiah ini, penulis
menggunakan sistematika penulisan yang terdiri dari tiga bab, yaitu :

a) Bab I
Berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
b) Bab II
Berisi tentang konsep dasar yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinik, penatalaksanaan, komplikasi, pengkajian focus, pathways
keperawatan, intervensi dan rasional.
c) Bab III
Berisi daftar pustaka

iv
BAB II

A. Pengertian

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
(Ngastiyah, 1997 : 229)

Kejang demam suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan sangat
singkat atau sementara dapat disebabkan oleh aktivitas otak yang abnormal serta
adanya pelepasan listrik serebral yang sangat berlebihan, terjadinya kejang dapat
disebabkan oleh malforasi otak kongenital, faktor genetis seperti adanya penyakit
seperti meningitis, esefalitis, serta demam yang tinggi. (Mansjoer Arif, 2000)

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal di atas 380C) yang disebabkan oleh proses ekstakranium.
Sedangkan pengertian kejang itu sendiri merupakan perubahan fungsi otak mendadak
dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan
listrik selebral yang berlebihan (Betz & Sowden, 2002:443).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan


kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia
anak dibawah lima tahun.

B. Etiologi/Predisposisi

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor


otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan
gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik
subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui
etiologinya).

v
1. Intrakranial
a) Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
b) Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra
ventrikular Infeksi : Bakteri, virus, parasit
c) Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom
Smith – Lemli – Opitz.

2. Ekstra kranial
a) Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia,
gangguan elektrolit (Na dan K)
b) Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
c) Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino,
ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.

3. Idiopatik
a) Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
(Arif Mansjoer, 2000)

C. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi


yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa
sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke
otak melalui sestem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh
membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh
ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na +) dan elektrolit lainnya kecuali ion
klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah,

vi
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka
terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim Na - K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial
membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.

Pada demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan mengakibatkan


metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O 2 meningkat 20 %. Pada seorang anak
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi
difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya
sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu
38oC dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau
lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea.
Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya
suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat.
(Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)

D. Manifestasi Klinik

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan


dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di
luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.

vii
Kejang berhenti sendiri, menghadapi klien dengan kejang demam, mungkin
timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak
menderita epilepsy. Untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang
demam menjadi 2 golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)

2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever

Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut


setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang
demam sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit

3. Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak


lebih dari 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu


normal tidak menunjukkan kelainan.

E. Penatalaksanaan

Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang


merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan
tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Menurut Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada
4 faktor yang perlu dikerjakan :
1. Segera diberikan diezepam intravena dosis rata-rata 0,3mg/kgatau
diazepam rektal dosis ≤ 10 kg = 5mg/kgBila diazepam tidak tersedia
viii
langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal selanjutnya diteruskan
dengan dosis rumat.
2. Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya
3. Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh
tubuh dan bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10
mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB.

4. memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10
menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.

Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera


dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4
ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa
10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya
disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian
dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin,
berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk
larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4
(IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia
umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik
seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama
untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi
metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel
yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Penobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg
BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas
kejang pada BBL dengan alasan :
1. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang
berikutnya
2. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat
pernafasan
ix
3. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat
menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.

F. Komplikasi

Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari
15 menit yaitu :
1. Kerusakan otak

Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu


kejang melepaskan glutamat yang mengikat reseptor MMDA ( M Metyl D
Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.
2. Retardasi mental

Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

BAB III

G. Pengkajian Fokus

1. Pengkajian Fokus:

x
a) Aktifitas dan istirahat

Gejala : keletihan,kelemahan umum,keterbatasan dalam beraktivitas atau


bekerja yang di timbulkan oleh diri sendiri atau orang terdekat atau pemberi
asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : perubahan tonus atau kekuatan otot, gerakan involunter atau kontraksi
otot ataupun sekelompok otot.
b) Sirkulasi

Gejala : Iktal, hipertensi, peningkatan nadi, sianosis


Postiktal : tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan.

c) Eliminasi

Gejala : inkontinensia episodic


Tanda :
1)Iktal adalah peningkatan tekanan kandung kemih tonus spingfer.

2)postikal adalah otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia ( baik


urin atau Fekal ).
d) Makanan dan Cairan

Gejala : sensivitas terhadap makanan , mual atau muntah yang berhubungan


efektifitas kejang.
Tanda : kerusakan jaringan atau gigi ( cidera selama kejang)

e) Nyeri atau kenyamanan

Gejala : sakit kepala, nyeri otot, atau punggung, nyeri abdominal

Tanda : tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada tonus otot, tingkah
xi
laku distraksi atau gelisah.
f) Pernafasan

Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun atau cepat


peningkatan sekresi mucus.
g) Keamanan

Gejala : riwayat terjatuh atau trauma, fraktur

Tanda : trauma pada jaringan lunak atau ekimosis penurunan kekuatan atau
tonus otot secara menyeluruh.

2. Tumbuh Kembang Anak:

a. Perkembangan Motorik Halus dan Kasar

1) Perkembangan Motorik Halus

Perkembangan motorik halus adalah keadaan anak yang sadar


mampu mengontrol dan mengendalikan diri serta tubuhnya, sehingga
memungkinkan untuk melakukan gerakan-gerakan yang lebih halus
dengan otot-otot yang kecil.
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat
melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek, mengikuti objek dari
sisi, mencoba memegang dan memasukkan benda ke dalam mulut,
memegang benda tapi terlepas, memerhatikan tangan dan kaki, memegang
benda dengan kedua tangan, serta menahan benda di tangan walaupun
hanya sebentar.
2) Perkembangan Motorik Kasar

Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan anak


menggerakan otot-otot besar untuk melakukan sebuah gerakan “kasar”.
xii
Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan
kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar
dengan ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di
pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna,
mengangkat kepala sambil berbaring telentang, berguling dari telentang ke
miring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha merangkak.
b. Perkembangan Kognitif (Kecerdasan)
Dalam periode perkembangan otak ada istilah yang dikenal sebagai
fase cepat tumbuh otak, yaitu fase pada saat otak berkembang sangat cepat.

xiii
Pada fase ini otak harus mendapat prioritas utama dalam hal pemenuhan zat
gizi sebagai bahan-bahan pembentuknya.
Kurangnya gizi pada fase cepat tumbuh otak anak dibawah usia 18
bulan akan bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Artinya, kecerdasan anak
tersebut tidak bisa lagi berkembang secara optimal pada tahun-tahun
kedepannya.
c. Perkembangan Sosial dan Emosi

Salah satu bagian perkembangan sosial dan emosi yang terjadi pada
anak usia 1-2 tahun adalah perubahan mood. Pada usia tersebut, anak mulai
belajar untuk merespon segala sesuatu yang diterima atau keadaan yang
dihadapi sesuai dengan perasaan hatinya. Misalnya anak akan menggelengkan
kepala sebagai tanda tidak mau makan atau akan tersenyum gembira untuk
menandakan hatinya senang saat diajak bercanda dengan orang-orang
disekitarnya.
d. Perkembangan Berbahasa dan berbicara

Kemampuan ini akan senantiasa berkembang sehingga


memungkinkannya untuk memahami sekaligus menggunakan bahasa sebagai
alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Umumnya, kemampuan ini akan muncul ketika anak sudah berusia
sekitar satu tahun. Pada usia ini, anak mulai belajar berbicara dari kata-kata
sederhana yang hanya terdiri dari satu dua suku kata. Umumnya, kata pertama
yang dapat diucapkan adalah kata-kata yang sering kali didengar setiap hari
dari orang-orang di selitarnya. Misalnya adalah mama, papa dan sebagainya
(Ali, 2008).
H. Pathways Keperawatan

14
I. Diagnosa Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses inflamasi

2. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan suhu tubuh

3. Resiko kejang berulang b.d riwayat kejang

4. Resiko injury b.d kelemahan, perubahan kesadaran dan kehilangan koordinasi otot

5. Resiko kekurangan nutrisi b.d anoreksia

6. Kurang pengetahuan keluarga b.d kurangnya informasi

B. Rencana Keperawatan

1. Diagnosa keperawatan : Peningkatan suhu tubuh b.d proses inflamasi

Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan suhu
tubuh dalam batas normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5oC, badan tidak teraba panas
Intervensi :
a. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.

Rasional :
 Mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
b. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali

Rasional :
 Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
15
keperawatan yang selanjutnya.

c. Pertahankan suhu tubuh normal

Rasional :
 Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan,
kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
d. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres hangat pada kepala / ketiak

Rasional :

 Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.

e. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun

Rasional :
 Proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat
menyerap keringat.
f. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan klien banyak minum

Rasional :

 Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

g. Batasi aktivitas fisik

Rasional :

 Aktivitas meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas

h. Kolaborasi dokter untuk menentukan therapy


Rasional :
16
 Mempercepat proses penyembuhan

2. Diagnosa keperawatan : Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh b.d
peningkatan suhu tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil, menunjukkan adanya keseimbangan
cairan seperti output urine adukuat, turgor kulit baik, membrane mukosa mulut
lembab
Intervensi :

a. Ukur dan catat tanda-tanda vital

Rasional : peningkatan suhu tubuh dapat mempangaruhi volume cairan

b. Berikan makanan dan cairan

Rasional : memenuhi kebutuhan makan dan minum

c. Berikan support verbal dalam pemberian cairan


Rasional : meningkatkan konsumsi cairan klien
d. Kolaborasi berikan pengobatan seperti penurun panas

Rasional : menurunkan suhu tubuh

e. Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Rasional : Untuk mengetahui status cairan klien.
3. Resiko kejang berulang b.d riwayat kejang

17
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan kejang tidak berulang
Kriteria hasil : Tidak terjadi serangan kejang selama hiperthermi
Intervensi :

a. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.

Rasional: Proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak
menyerap keringat.
b. Berikan kompres hangat

Rasional: Perpindahan panas secara konduksi

c. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)

Rasional: Saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.

d. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam

Rasional: Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.

e. Batasi aktivitas selama anak panas

Rasional: Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.

f. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advice

Rasional: Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis

4. Resiko injury b.d kelemahan, perubahan kesadaran dan kehilangan koordinasi otot
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan tidak terjadi trauma fisik atau cidera
18
Kriteria hasil : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan, mempertahankan
tindakan yang mengontrol aktivitas kejang, keluarga selalu menjaga
di samping klien
Intervensi :

a. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
b. Tinggalah bersama klien selama fase kejang
Rasional : meningkatkan keamanan klien
c. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut
d. Letakkan klien di tempat yang lembut

Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika


kontrol otot volunter berkurang
e. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang

Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.

f. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang

Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal

g. Libatkan keluarga selama perawatan


Rasional : keluarga orang terdekat klien

5. Resiko kekurangan nutrisi b.d anoreksia

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam


diharapkan tidak terjadi kekurangan nutrisi
Kriteria hasil : nafsu makan meningkat, makan habis dalam 1 porsi
Intervensi :

19
a. Tentukan kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat
Rasional : memenuhi kebutuhan kalori klien

b. Timbang berat badan bila memungkinkan

Rasional : ada tidaknya penurunan berat badan selama perawatan

c. Pertahankan kebersihan mulut yang baik

Rasional : personal hygiene meningkatkan nafsu makan

d. Pantau hasil laboratorium

Rasional : menunjukkan adanya kekurangan nutrisi

e. Bila klien mengalami gangguan kesadaran berikan diet cair melalui selang
sonde
Rasional : membantu pemenuhan nutrisi klien

f. Konsultasi dengan ahli gizi

Rasional : menentukan diit kalori klien

6. Kurang pengetahuan keluarga b.d kurangnya informasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan keluarga bertambah pengetahuan tentang penyakit
yang diderita klien

Kriteria hasil : Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya,


keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan,
keluarga mentaati setiap proses keperawatan
Intervensi :
20
a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga

Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga


dan kebenaran informasi yang didapat.
b. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam

21
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah
wawasan keluarga
c. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan

Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan

d. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah
kejang demam, antara lain :
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri
dalam mengatasi masalah kesehatan.
e. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas

1) Jangan panik saat kejang

2) Baringkan anak ditempat rata dan lembut.

3) Kepala dimiringkan.

4) Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu
dimasukkan ke mulut.
5) Setelah kejang berhenti dan klien sadar segera minumkan obat tunggu
sampai keadaan tenang.
6) Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak
minum
7) Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.

Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.

f. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan
menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak
mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang

22
BAB IV

Daftar Pustaka

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Anak, PERKANI : Surabaya.

Mansjoer, Arief, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius, FKUI,
Jakarta

Betz, C., & Sowden, L. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Hasan R, Alatas H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK-UI : 1985

Lumbantobing, 1995, Kejang Demam (Febrile Convulsion), FKUI, Jakarta

23
24
25
26
27

Anda mungkin juga menyukai