Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

MENEJEMEN KEPERAWATAN KASUS GADAR (non trauma)


SISTEM SARAF : KEJANG DEMAM

Anggota Kelompok 8:
1. Hilan Y Sasewa
2. Feronika Pongoh
3. Letrince Runtuboi
4.Agustinus koyari

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
TAHUN 2023
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan bantuan
baik pikiran maupun materinya, khususnya kepada Ibu Titi I. Afelya, M.Kep, Ns,Sp.Kep.MB.

Kelompok sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca dalam proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
pelayanan kesehatan.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan masukan dalam proses diskusi demi kesempurnaan makalah ini.

Jayapura, 05 April 2023

Penyusun

Kelompok VIII

ii
DAFTAR ISI

JUDUL.......................................................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1. Latar Belakang..............................................................................................1
2. Rumusan Masalah.........................................................................................2
3. Tujuan Penulisan...........................................................................................3
4. Manfaat Penulisan.........................................................................................3
BAB II TUJUAN PUSTAKA...................................................................................5
A. KONSEP DASAR PENYKIT.............................................................................5
1. Definisi..........................................................................................................5
2. Anatomi Fisiologi..........................................................................................6
3. Etiologi..........................................................................................................8
4. Manifestasi Klinis.........................................................................................8
5. Patofisiologi..................................................................................................9
6. Pathway........................................................................................................10
7. Komplikasi...................................................................................................11
8. Pemeriksaan Fisik........................................................................................11
9. Penatalaksanaan Kegawat Daruratan...........................................................14
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.............................................16
1. Pengkajian....................................................................................................16
2. Diaknosa Keperawatan.................................................................................18
3. Diaknosa, Luaran Dan Intervensi Keperawatan...........................................19
4. Evaluasi........................................................................................................24
BAB III KRITISI JURNAL....................................................................................26
A. Penulis Dan Tahun.............................................................................................26
B. Judul Penelitian..................................................................................................26
C. Tujuan................................................................................................................26
D. Metode Dan Sampel...........................................................................................26
E. Temuan...............................................................................................................26
F. Implikasi Kegawat Daruratan............................................................................26
G. Penerbit..............................................................................................................26
BAB IV PENUTUP................................................................................................27
A. Kesimpulan........................................................................................................27
Saran........................................................................................................................27
Daftar Pustaka..........................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami
kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang demam adalah
kejang sering terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun dan
berhubungan dengan demam serta tidak adanya infeksi ataupun kelainan lain yang
jelas di intracranial(Arifuddin Adhar, 2016).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) memperkirakan
terdapat lebih dari 21,65 juta penderita kejang demam dan lebih dari 216 ribu
diantaranya meninggal. Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 4-
5% dari jumlah penduduk di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat.
Selain itu di Kuwait dari 400 anak berusia 1 bulan - 13 tahun dengan riwayat
kejang, yang mengalami kejang demam sekitar 77% (WHO, 2013 dalam Untari
2015). Namun di Asia angka kejadian kejang demam lebih tinggi, seperti di Jepang
dilaporkan antara 6-9% kejadian kejang demam, 5-10% di India, dan 14% di Guam
(Hernal, 2010). Patel, dkk (2015) mengatakan anak yang mengalami kejang demam
berulang dan komplek memengaruhi kecerdasan, perkembangan bahasa dan
gangguan memori. Sedangkan Najimi, dkk (2013) menjelaskan komplikasi dari
kejang demam meliputi: perkembangan saraf yang tertunda (20%), cacat neurologi
(10%) dan ketidakmampuan belajar (5%).
Sebagian besar kasus penyakit kejang demam dapat sembuh sempurna,
sebagian berkembang menjadi epilepsi (2%-7%) dengan angka kematian 0,64%-
0,75%. Prevalensi kasus ini di Indonesia mencapai 2-5% anak berumur 6 bulan
sampai dengan 3 tahun dan 30% diantaranya akan mengalami kejang demam
berulang. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia
6 bulan sampai dengan 22 bulan, insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi
pada usia 18 bulan(Ismet, 2017).
Angka kejadian kejang demam di Indonesia pada tahun 2012-2013
berjumlah 3-4% pada anak yang berusia 6 bulan-5 tahun (Wibisono, 2015).
Kejadian kejang demam di Indonesia dilaporkan mencapai 2-4 % ditahun 2009-
2010. Prevalensi demam pada balita di daerah pedesaan lebih tinggi (33%)
dibanding di perkotaan yaitu sebesar 29% (BKKBN, 2012). Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Yunita (2012) terdapat 23 (56%) pasien yang
mengalami kejang demam berulang (Erdina Yunita & Syarif, 2016).
Kasus kejang dtermasuk dalam kasus gawat darurat sehingga kelompok
membahas tinjauan teroritis konsep penyakit kejang demam dan asuhan
keperawatan kegawatdaruratan kejang demam dalam makalah ini.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa definisi kejang demam?
2. Bagaimana Anatomi Fisiologi Otak?
3. Bagaimana Etiologi kejang demam?
4. Bagaimana manifestasi klinis kejang demam?
5. Bagaimana patofisiologi kejang demam?
6. Bagaimana pathway kejang demam?
7. Bagaimana klasifikasi kejang demam?
8. Bagaimana komplikasi kejang demam?
9. Bagaimana penatalaksanaan kejang demam?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan gawat darurat kejang demam?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan gambaran tinjauan teroritis kejang demam dan konsep
asuhan keperawatan kegawatdaruratan kejang demam.
2. Tujuan Khusus
a) Menjelaskan definisi kejang demam
b) Menjelaskan Anatomi Fisiologi Otak
c) Menjelaskan Etiologi kejang demam
d) Menjelaskan manifestasi klinis kejang demam
e) Menjelaskan patofisiologi kejang demam
f) Menjelaskan pathway kejang demam
g) Menjelaskan klasifikasi kejang demam
h) Menjelaskan komplikasi kejang demam
i) Menjelaskan penatalaksanaan kejang demam
j) Menjelaskan konsep asuhan keperawatan gawat darurat kejang
demam
D. Manfaat Penulisan
1. Untuk mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sarana yang bermanfaat dalam
mengimplementasikan pengetahuan mahasiswa tentang kejang demam.
2. Untuk institusi
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber data atau bahan
pembelajaran bagi mahasiswa yang akan meneliti tentang kasus kejang
demam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI
1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di
atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229)
2. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
(Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)
3. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan
oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
4. Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai
dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)
5. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara (Hudak and Gallo,1996).
6. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan
demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
7. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price,
Latraine M. Wikson, 1995).
8. Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang bersifat
paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di
otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh. Kejang demam merupakan kejang
yang terjadi pada suhu badan tinggi (kenaikkan suhu tubuh diatas 38⁰C) karena
terjadi kelainan ektrakranial. Kejang demam atau febrile convulsion adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu tubuh yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium. Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang
terjadi akibat dari peningkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang
yang diakibatkan karena proses ekstrakranium (Indrayati & Haryanti, 2020).

4
Klasifikasi Kejang Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah :
1. Kejang demam sederhana : yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan
umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat
diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
 umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
 kejang berlangsung hanya sebentar, < 15 menit.
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukan kelainan.
 Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
 Tidak berulang dalam 24 jam
2. Kejang Demam kompleks :
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria
Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai
dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari
1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology
atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
Menurut (Scharfman, 2007) terdapat beberapa jenis kejang secara umum, yaitu:
a) Kejang tonik-klonik
Jenis ini yang paling banyak terjadi pada kejang umum. Gejalanya dapat
dibedakan menjadi dua tahap, yaitu tahap tonik yang ditandai dengan hilang
kesadaran, tubuh menjadi kaku, serta tubuh dapat jatuh ke lantai. Tahap
berikutnya adalah tahap klonik yang ditandai dengan anggota tubuh
bergerak-gerak (kelojotan), kehilangan kendali atas buang air besar dan
buang air kecil, lidah tergigit, serta sulit bernapas. Kejang ini biasanya
berhenti setelah beberapa menit. Sesudah itu, penderita dapat merasa pusing,
bingung, lelah, atau sulit mengingat apa yang sudah terjadi.
b) Kejang petit-mal
Kejang seperti ini sering terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan
memandang dengan tatapan kosong atau melakukan gerakan tubuh yang
halus, seperti mata berkedip atau mengecap bibir. Kejang ini menimbulkan
kehilangan kesadaran yang singkat.
c) Kejang tonik
Kejang ini membuat semua otot kaku seperti kejang tonik-klonik tahap
pertama, sehingga keseimbangan tubuh bisa hilang dan tubuh bisa jatuh.
Kejang jenis ini akan mempengaruhi otot punggung, lengan, dan tungkai.
d) Kejang atonik
Kejang ini membuat seluruh otot tubuh mengendur atau kehilangan kendali,
sehingga tubuh bisa jatuh. Kejang yang disertai dengan kehilangan
kesadaran ini berlangsung sangat singkat dan penderita dapat segera bangun
kembali.
e) Kejang mioklonik
Yakni kontraksi tiba-tiba dari otot lengan, tungkai atau seluruh tubuh.
Kejang ini biasanya terjadi setelah bangun tidur dan berlangsung selama
kurang dari satu detik, meski beberapa penderita dapat merasakannya selama
beberapa saat.
f) Kejang klonik
Kejang seperti ini muncul sebagai gerakan otot berkedut yang berulang atau
berirama (kelojotan) seperti halnya fase kedua kejang tonik-klonik. Kendati
demikian, otot tidak menjadi kaku pada awalnya. Kejang jenis ini terjadi
pada otot leher, wajah, dan lengan.

B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Otak besar ( Cerebrum ) Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan
manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan
berfikir, analisa, logika, bahasa, perasaan, kesadaran, perencanaan, memori dan
kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ juga ditentukan oleh kualitas
bagian ini. Otak besar/Cerebrum terbagi menjadi empat bagian yang disebut
lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulcus.
a. Lobus Frontal Merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari
Otak besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaia masalah, memberi
penilaian, kreativitas, control perasaan, control perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
b. Lobus Parietal Berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c. Lobus Temporal Berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa bicara atau
komunikasi dalam bentuk suara
d. Lobus Occipital Bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhada pobjek yang ditangkap oleh retina mata.
2. Otak Kecil ( Cerebellum ) Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian
belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol
banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:
a. Mengatur sikap atau posisi tubuh

6
b. Mengontrol keseimbangan
c. Koordinasi otot dan gerakan tubuh Otak Kecil juga menyimpan dan
melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti
gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan
mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat
mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan
menjadi tidak terkoordinasi.
3. Batang otak ( Brainstem ) Mengatur fungsi vital manusia meliputi pusat
pernafasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan,
dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight ( menghadapi
atau menghindar ) saat datangnya ancaman. Batang Otak terdiri dari 2 bagian,
yaitu:
a. Mesencephallon Disebut Otak Tengah (Mid Brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil.
Berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakanmata,
pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Diencephallon Merupakan bagian otak yang terletak dibagian atas dari
batang otak dan di depan mesencephalon. Terdiri dari :
1) Thalamus Yang terletak diantara korteks otak besar dan otak
tengah yang berfungsi untuk menyampaikan impuls / sinyal
motorik menuju korteks otak besar dan medulla spinalis.
2) Hipotalamus Adalah bagian otak yang terdiri dari sejumlah
nucleus dengan berbagai fungsi yang sangat peka terhadap
steroid, glukokortikoid, glukosa dan suhu. Hipotalamus
merupakan pusat control autonom. Salah satu fungsi yang penting
adalah karena terhubung dengan sistem syaraf dan kelenjar
hipofisis yang merupakan salah satu homeostasis sistem endokrin
yaitu fungsi neuron endokrin yang berpengaruh terhadap sistem
syaraf otonom sehingga dapat menjaga homeostasis tekanan
darah, denyut jantung, suhu tubuh, perilaku konsumsi dan emosi.
Hipotalamus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
system limfatik, dan merupakan konektor sinyal dari berbagai
bagian otak menuju kortek sotak besar. Akson dari berbagai
system indera berakhir pada hipotalamus (kecuali sistem
olfaction) sebelum informasi tersebut diteruskan menuju korteks
otak besar. Hipotalamus berfungsi juga mengirim sinyal menuju
kelenjar adrenal yaitu epinephrine dan norepinephrine yang
mensekresikan Anti diuretic Hormon (ADH), Oksitosin, dan
Regulatori Hormon.
4. Medulla Oblongata
Adalah titik awal syaraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju
bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Berfungsi untuk menghantarkan
impuls dari medulla spinalis menuju otak. Medulla Oblongata mempengaruhi
reflek fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepata
nrespirasi, fungsi pencernaan. Selain itu juga mengatur gerak reflex lain seperti
bersin, batuk, dan berkedip.
5. Pons
Kata pons berasal dari bahasa latin yang berarti jembatan. Adalah bagian
otak yang berupa serabut syaraf yang menghubungkan dua belahan otak kecil
(kiri dan kanan). Pons juga menghubungkan korteks otak dan medula. Pons
disebut juga Pons Varoli / JembatanVarol. Sebagai bagian dari batang otak, pons
juga mempengaruhi beberapa fungsi otomatis organ vital tubuh salah satunya
mengatur intensitas dan frekuensi pernapasan

C. ETIOLOGI
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam
sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang
tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang
(Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan
oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi,
intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik
bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).
Menurut (Indrayati & Haryanti, 2019), mengatakan bahwa faktor resiko
terjadinya kejang demam diantaranya adalah faktor-faktor prinatal atau periode yang
muncul pada waktu 22 minggu kehamilan dan berakhir 7 hari setelah kelahiran,
malformasi otak congenital, faktor genetika dari orang tua, demam dengan suhu leih
dari 38.5, gangguan metabolisme, trauma, neoplasma, gangguan Sirkulasi.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinik klien dengan kejang demam antara lain :
1. Suhu tubuh > 38⁰c
2. Serangan kejang biasanya berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Sifat bangkitan dapat berbentuk :
 Tonik : mata ke atas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri jatuh ke
lantai atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/kepala/leher ekstensi, tangisan
melengking, apneu, peningkatan saliva

8
 Klonik : gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas berada
pada kontraksi dan relaksasi yang berirama, hipersalivasi, dapat mengalami
inkontinensia urin dan feses
 Tonik Klonik
 Akinetik : tidak melakukan gerakan
4. Umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa
adanya kelainan saraf.

D. PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran
tersebut dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel
sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang.
Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit )
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin
meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga
terjadi epilepsi.
E. PATHWAY
Ransangan mekanik
Infeksi bakteri, dan biokimia
virus, dan parasite

Perubahan konsentrasi
ion di ruang ekstraseluler
Reaksi inflamasi
Proses demam Keseimbangan potensial
membrane ATPASE

Difusi Na+ dan K+

Resiko kejang Kejang Aktivitas otot meningkat


berulang
<15 menit >15 menit

Kurang informasi Perubahan suplay Metebolisme


pengobatan kondisi, Tidak menimbulkan meningkat
darah ke otak
prognosislanjut dan diet gejala sisa

Resiko kerusakan
Kurang Suhu tubuh meningkat
sel neuron otak
pengetahuan

Inkordinasi kontraksi otot Ketidakefektifan perfusi


jaringan cerebral Hipertermi
mulut dan lidah
Penurunan
Resiko cedera Kesadaran

Reflex menelan menurun Resiko aspirasi


10
F. KOMPLIKASI
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula
kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsi.Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien
dengan kejang demam :
a) Pneumonia aspirasi
b) Asfiksia
c) Retardasi mental

G. PEMERIKSAAN FISIK (KONSEP GAWAT DARURAT)


1) Pengkajian Primer
Komponen Pemeriksaan Pertimbangan
Airway Periksa dan atur jalan
napas untuk
(Jalan Napas)
Periksa apakah jalan nafas memastikan
pate atau tidak kepatenan
identifikasi dan
keluarkan benda asing
(darah, muntahan,
sekret, atau benda
asing) yang
menyebabkan
obstruksi jalan napas
Periksa vokalisasi baik parsial atau total
Pasang orofaringeal
airway   untuk
mempertahankan jalan
Ada tidaknya aliran udara nafas
Periksa adanya suara napas Pertahankan dan
abnormal: stridor, snoring, lindungi tulang
gurgling serfikal
Breathing Periksa ada tidaknya
pernapasan efektif dengan 3M
(pernapasan)
(melihat naik turunnya diding
dada, mendengar suara napas,
dan merasakan hembusan Auskultasi suara
napas) napas
Atur posisi pasien
untuk memastikan
Warna kulit ekspansi dinding dada
Identifikasi pola pernapasan
abnormal Berikan oksigen
Beri bantuan napas
dengan menggunakan
Periksa adanya penggunaan masker/Bage Valve
otot bantu pernapasan,deviasi Mask
trakea, gerakan dinding dada (BVM)/Endotracheal
yang asimetris tube (ETT) jika perlu
Periksa pola napas pasien Tutup luka jika
(takipnea/bradipnea/tersengal- didapatkan luka
sengal) terbuka di dada
Berikan terapi untuk
mengurangi
bronkospasme atau
adanya edema
pulmonal
circulation Lakukan tindakan
Periksa denyut nadi, kualitas CPR/defibrilasi sesuai
dan karakternya dengan indikasi
Lakukan tindakan
penanganan pada
Periksa adanya irama pasien yang
jantung/abnormalitas jantung mengalami disritmia
Bila ada perdarahan
Periksa pengisian kapiler, lakukan tindakan
warna kulit dan suhu tubuh, penghentian
serta adanya diaforesis perdarahan
Pasang jalur IV
Ganti volume
darah/cairan yang
hilang dengan cairan
kristaloid isotonik
atau darah

2) Pengkajian Sekunder
No Komponen Pertimbangan
Observasi penampilan pasien,
1 Observasi umum perhatikan postur dan posisi tubuh
Periksa apakah pasien
menggunakan pelindung atau
tindakan perlindungan diri
Tanyakan keluhan umum yang
diderita pasien
Bagaimana tingkat kesedarana
pasien
Amati perilaku pasien apakah
tampak
tenang/ketakutan/gelisah/kooperatif
Kaji komunikasi verbal pasien,
apakah bicara
jelas/bingung/bergumam
Apakah ada tanda luka lama, luka
baru, atau keduanya
Periksa adanya
2 Kepla dan wajah luka/perdarahan/bentuk asimetri
Periksa pakah ukuran dan bentuk
pupil kanan-kiri sama, apakah
bereaksi terhdap cahaya
Periksa status visual pasien
Palpasi kulit kepala yang
mengalami luka
Periksa adanya pembengkakan atau
perdarahan pada hidung
Periksa adanya luka/perdarahan
pada telinga
Periksa status hidrasi/warna

12
mukosa/adanya perdarahan/gigi
yang hilang atau edema
laring/faring pada langit-langit
mulut,lidah tergigit
Periksa adanya pembengkokan
pada leher, adanya perdarahan atau
3 Leher luka
Periksa adanya kaku kuduk
Palpasi adanya luka/jejas atau
keluhan nyeri pada tulang servikal
Periksa adanya
4 Dada benjolan/luka/perdarahan
Periksa naik turunya dinding dada,
simetris atau tidak
Periksa adanya penggunaan otot
bantu pernapasan
Palpasi adanya benjolan/emfisema
subkutis pada struktur dinding dada
Auskultasi suara napas kanan-kiri
sama atua tidak adanya suara napas
tambahan
Auskultasi suara jantung normal
atau tidak
Periksa adanya luka/distensi
abdomen/memar/benda asing yang
5 Abdomen menancap
Periksa dan palpasi adanya
benjolan/memas, luka, edema dan
6 Ekstremitas perdarahan
Perhatikan adanya bekas luka,
nyeri patah tulang
Palpasi dan bandingkan denyut
nadi di kedua lengan
Catat perbedaan warna, suhu tubuh,
cappillary refil time (CRT),
pergerakan dan sensasi
Jika dicurigai terdapat luka pada
punggung pasien, maka balikkan
7 Punggung pasien denganc ara log roll
periksa dan palpasi adanya
benjolan/memas/nyeri luka

H. PENATALAKSANAAN KEGAWAT DARURATAN


1. Penatalaksanaan Perawat
Primary Survey :
 Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut
seperti lendir dan dengarkan bunyi nafas.
 Breathing : kaji kemampuan bernafas klien
 Circulation : nilai denyut nadi
 Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan status
mental lainnya
Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU:
A: sadar (alert)
V: memberikan reaksi pada suara (voice)
P: memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)
U: tidak sadar (unconscious)

Tindakan primer dalam kegawatdaruratan dengan kejang demam adalah :


a) Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien
saat kejang
b) Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan.
c) Bebaskan jalan nafas dengan segera :
 Buka seluruh pakaian klien
 Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)
 Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan
cara finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan
menahan bila sedang dalam keadaan kejang)
d) Oksigenasi segera secukupnya
e) Observasi ketat tanda-tanda vital
f) Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan kejang
g) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10
menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.

2. Pengobatan
 Saat terjadi kejang
 Pemberian diazepam supositoria pada ssat kejang sangat efektif
dalam menghentikan kejang. Dosis pemberian :
5mg untuk anak <3tahun atau dosis 7,5mg untuk anak >3kg
Atau 5 mg untuk anak BB<10kg atau dosis 10mg untuk anak
dengan BB>10kg,
Dosis 0,5-0,7mg/kgBB/kali
 Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar
0,2-0,5mh/kgBB.
Pemberia secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1mg
permenit untuk menghindari depresi pernafasan. Bila kejang
berhenti sebelum obat habis, hentikan penyuntikan. Diazepam
dapt diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang.
Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena tidak
diabsorbsi dengan baik.
 Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak
15mg/kgBB perlahan-lahan. Kejang yang berlanjut dapat
diberikan pentobarbital 50mg IM dan pasang ventilator bila perlu
 Setelah kejang berhenti

14
Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan
dengan pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk
mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa :
 Antipiretik
Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4
kali atau tiap 6jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangakan
efek samping berupa hiperhidrosis
Ibuprofen 10mg/kgBB/kali diberikan 3kali
 Antikonvulsan
Berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada
saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang, atau,
Diazepam rectal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali per hari
 Bila kejang berulang
Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asam valproat
dengan dosis 15-40mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, sedangkan
fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
Indikasi untuk diberikan pengobatan rumatan adalah:
 Kejang lama >15menit
 Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang misalnya hemiparese,cerebral palsy, hidrocefalus
 Kejang local
 Bila ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsy
Disamping itu, terapi rumatan dapat dipertimbangkan untuk
 Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada bayi <12 bulan.
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA
PASIEN KEJANG DEMAM
A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg
(1980 : 122 – 128), Paula Krisanty (2008 : 223) :
1. Riwayat Kesehatan :
a. Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah
atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit makan, tidak
tidur nyenyak. Tanyakan intake atau output cairan, suhu tubuh
meningkat, obat yang dikonsumsi
b. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
c. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA,
pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela
dan campak.
d. Adanya riwayat trauma kepala

2. Pengkajian fisik
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls
radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu
tubuh  Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam . Demam
yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan ,
sehingga jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-
persyarafan pada anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan
kakinya tesentak-sentak tak terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini
hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat
membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang timbul apabila
terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah
dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran
pernapasan.
Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Evaluasi :
- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
- Jalan nafas bersih dari sumbatan
- RR dalam batas normal
- Suara nafas vesikuler

16
B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama
misalnya  lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan
O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis
yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena.
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
Evaluasi :
- RR dalam batas normal
- Tidak terjadi asfiksia
- Tidak terjadi hipoxia
C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi
spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis
yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena.
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin  kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
Evaluasi :
- Tidak terjadi gangguan peredaran darah
- Tidak terjadi hipoxia
- Tidak terjadi kejang
- RR dalam batas normal
Selain ABC, yang biasa dikaji antara lain :
a. Tanda-tanda vital
b. Status hidrasi
c. Aktivitas yang masih dapat dilakukan
d. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba
hangat
e. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
f. Adanya kelemahan dan keletihan
g. Adanya kejang
h. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan
kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas
c. Akibat hospitalisasi
d. Penerimaan klien dan keluarga terhadap penyakit
e. Hubungan dengan teman sebaya
4. Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
5. Pemeriksaan Penunjang (yang dilakukan) :
a. Fungsi lumbal
b. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur darah
c. Bila perlu : CT-scan dan EEG
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
2. Resiko perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan reduksi aliran
darah ke otak
3. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
4. Resiko aspirasi dibuktikan dengan penurunan tingkat kesadaran, penurunan
refles menelan .
5. Deficit pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang terpapar
informasi

18
C. DIAGNOSIS, LUARAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
No SDKI SLKI SIKI
1 Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi selama 2 jam, maka Manajemen hipertermi I.15506
sirkulasi endotoksin pada Termoregulasi membaik L.14134 dengan Kriteria Hasil ; Observasi
hipotalamus dibuktikan dengan Kulit merah menurun - Identifikasi penyebab hipertermi
- Monitor suhu tubuh
suhu tubuh diatas nilai normal Kejang menurun
- Monitor kadar elektrolit
>38C, kulit merah, kejang, Takaikardi menurun - Monitor haluaran urine
- Monitor komplikasi akibat hipertermi
takikarsi, kulit teraba hangat. Dasar kuku sianotik menurun
Terapeutik
Hipoksia menurun - Longgarkan atau lepasakan pakaian
- Berikan csiran oral
Suhu tubuh membaik
- Ganti linen setip hari atau lebih sering jika
Suhu kulit membaik mengalami hiperhidrosis(keringat berlebi)
- Lakukan kompres hangat
Ventilasi membaik
- Berikan oksigen, jika perlu
Pengisian kapiler membaik Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Setelah dilakukan intervensi selama 6 jam Status cairan
Kolaborasi
membaik L.03028 dengan Kriteria hasil : - Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Turgor kulit cukup meningkat
Manajemen kejang I.07216
Fkrekunesi nadi membaik Obervasi
- Monitor terjadinya kejang
Tekanan darah membaik
- Monitor karakteristik kejang
Membrane mukosa membaik - Monitor status neurologis
- Monitor tanda-tanda vital
Intake cairan membaik
Teraupetik
Suhu tubuh membaik - Baringkan pasien agar tidak jatuh
- Berikan alas empuk di bawah kepala
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Longgarkan pakaian, terutama bagian leher
- Damping selama periode kejang
- Jauhkan benda-benda berbahaya terutama
benda tajam
- Catat durasi kejang
- Reorintasi setelah periode kejang
- Dokumentasi periode kejang terjadinya
kejang
- Pasang akses IV, jika perlu
- Berikan oksigen , jeka perlu
Edukasi
- Anjurkan keluarga menghindari memasukkan
apapun ke dalam mulut pasien saat periode
kejang
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu.

2 Resiko perfusi serebral tidak Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam Manajemen kejang I.07216
Obervasi
efektif dibuktikan dengan kejang perfusi serebral meningkat L.02014 dengan criteria hasil :
- Monitor terjadinya kejang
Tingkat kesadaran meningkat - Monitor karakteristik kejang
- Monitor status neurologis
Kognitif meningkat
- Monitor tanda-tanda vital
Gelisah menurun Teraupetik
- Baringkan pasien agar tidak jatuh
Demam menurun
- Berikan alas empuk di bawah kepala
Kesadaran membaik - Pertahankan kepatenan jalan napas
- Longgarkan pakaian, terutama bagian leher
Tekanan darah membaik
- Damping selama periode kejang

20
- Jauhkan benda-benda berbahaya terutama
benda tajam
- Catat durasi kejang
- Reorintasi setelah periode kejang
- Dokumentasi periode kejang terjadinya
kejang
- Pasang akses IV, jika perlu
- Berikan oksigen , jeka perlu
Edukasi
- Anjurkan keluarga menghindari memasukkan
apapun ke dalam mulut pasien saat periode
kejang
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu.

3 Resiko cedera dibuktikan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 8 jam Manajemen kejang I.07216
Obervasi
dengan ketidakefektifan Kontrol Kejang menigkat L.06050 dengan criteria hasil :
- Monitor terjadinya kejang
orientasi (kesadaran menurun) Kemampuan mengidentifikasi faktor resiko/pemicu cukup - Monitor karakteristik kejang
- Monitor status neurologis
dan adanya riwayat kejang meningkat
- Monitor tanda-tanda vital
Kemampuan mencegah faktor resiko/pemicu kejang cukup Teraupetik
- Baringkan pasien agar tidak jatuh
meningkat
- Berikan alas empuk di bawah kepala
Kepatuhan meminum obat meningkat - Pertahankan kepatenan jalan napas
- Longgarkan pakaian, terutama bagian leher
Sikap positif meningkat
- Damping selama periode kejang
Pola tidur cukup mrningkat - Jauhkan benda-benda berbahaya terutama
benda tajam
Mendapatkan obat yang dibutuhkan meningkat
- Catat durasi kejang
Melaporkan frekuensi kejang meningkat - Reorintasi setelah periode kejang
- Dokumentasi periode kejang terjadinya
kejang
- Pasang akses IV, jika perlu
- Berikan oksigen , jeka perlu
Edukasi
- Anjurkan keluarga menghindari memasukkan
apapun ke dalam mulut pasien saat periode
kejang
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu.
Pencegahan Kejang I.14542
Observasi
- Monitor status neurologis
- Monitor tanda-tanda vital
Teraupetik
- Baringkan pasien agar tidak terjatuh
- Rendahkan ketinggian tempat tidur
- Pasang side-rail tempat tidur
- Berikan alas empuk di bawah kepala
- Jautkan benda-benda berbahaya terutama
benda tajam
- Sediakan suction disamping tempat tidur
Edukasi
- Anjurkan keluarga penolojng pertama pada
kejang
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika
perlu
4 Resiko aspirasi dibuktikan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 8 jam Pencegahan Aspirasi I.121018
Observasi
dengan penurunan tingkat tingkat Aspirasi menurun dengan criteria hasil :
- Monitor tingkat kesadaran

22
kesadaran, penurunan refles Tingkat kesadaran meningkat - Monitor status pernapasan
Teraupetik
menelan . Kemampuan menelan meningkat
- Posisikan semi-fowler (30-45 derajat) 30
Kelemahan otot menurun menit sebelum memberi asupan oral
- Pertahankan posisi semi-fowler 30-45 derajat
Akululasi secret menurun
pada pasien tidak sadar
Sianosis menurun - Ertahankan kepatenan jalan napas
- Lakukan penghisapan jalan napas, jika
Gelisah menurun
produksi secret meningkat
Frekuensi napas membaik - Sediakan suction di ruangan
Edukasi
- Anjurkan makan secara perlahan
- Anjurkan strategi mencegah aspirasi

5 Deficit pengetahuan orang tua Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 24 jam Edukasi termoregulasi I.12458
tentang penyakit berhubungan Proses informasi membaik L. 10.100 dengan criteria hasil: Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
dengan kurang terpapar Memahami kalimat meningkat
menerima informasi
informasi dibuktikan dengan Memahami cerita meningkat Teraupetik
- Sediakan materi dan media pendidikan
menayakan masalah yang Menyampaikan pesan yang koheren meningkat
kesehatan
dihadapi,menjalani pemeriksaan Proses pikir teratur meningkat - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
yang tidak tepat Menjelaskan kesamaan anatara dua item
- Berikan kesempatan bertanya
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 24 jam Edukasi
- Anjarkan kompres hangat
tingkat kepatuhan Meningkat L.06054 dengan criteria hasil:
- Ajarkan pengukuran suhu
Verbalisasi kemauan memenuhi progr - Anjurkan penggunaan pakaian yang dapat
menyerap keringat
am perawatan atau pengobatan meningkat
- Ajurkankan pemberian antipiretik, sesuai
indikasi
Verbalisasi mengikuti anjuran meningkat - Anjurkan penggunaan pakaian yang longgar
- Anjurkan banyak minum
Resiko komplikasi penyakit menurun
- Anjurkan melakukan pemeriksaan darah jika
Prilaku mengikuti program perawatan/prngobatan membaik demam > 3hari.
Prilaku menjalankan anjuran membaik
Tanda dan gejala penyakit membaikpop

24
D. EVALUASI
Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi asuhan keperawatan
adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari
keseluruhan tindakan keperawatan yang dilakukan.
Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam meliputi
pola pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak menunjukkan
rasa nymannya secara verbal maupun non verbal, kebutuhan cairan terpenuhi
seimbang, tidak terjadi injury selama dan sesudah kejang dan pengatahuan orang tua
bertambah.
Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus
menerus untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga evaluasi tujuan
jangka pendek. Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus
pada akhir dari semua tindakan yang pencapaian tujuan jangka panjang.
Komponen tahapan evaluasi :
a) Pencapaian kriteria hasil
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk pengukuran. Bila
kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis di
rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil belum tercapai, perawat
mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan keperawatan.
b) Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat terjadi di
seluruh proses keperawatan.
1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap satu.
2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua
3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap tiga
4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan tahap
empat.
5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.
BAB III
KRITISI JURNAL (EBNP)

A) Penulis dan Tahun

Penulis : Nova Ari Pangesti,Bayu Seto Rindi Atmojo, Kiki A

Tahun : 2020

B) Judul Penelitian :
Penerapan kompres hangat dalam meurunkan hipertermi pada anak yang menalami
kejang demam sederhana
C) Tujuan
Untuk menganalisa suhu partisipan yang mengalami hipertermi dengan diberikan
kompres hangat di RSUD Dr. Tjitrowardojo
D) Jenis penelitian
Penelitian mengunakan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus.
Subjek dalam penelitian ini 2 orang pasien anak dan kelurganya yang mengalami
kejang demam sederhana
E) Temuan
Setelah dilakukan pemberian kompres hangat pada partisipan 1 da partisipan 2
selama 3 hari menunjukan bahwa suhu menurun dari 38,5° C menjadi 36,3°C dan
partisipan 2 juga menurun dari 38,2°C menjadi 36,3°C.
F) Implikasi Keperawatan Gawat Darurat
Pemberian kompres hangat merupakan tindakan yang efektif untuk menurunkan
suhu tubuh pada anak yang mengalami hipertermi.
G) Penerbit

Nursing Science Journal (NSJ), Volume 1, Nomor 1 , Juni 2020 Hal 29-35

26
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Dapat di simpulkan bahwa Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf
yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah
mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang demam adalah
kejang sering terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun dan berhubungan
dengan demam serta tidak adanya infeksi ataupun kelainan lain yang jelas di
intracranial(Arifuddin Adhar, 2016).

Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria
Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan
kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam
24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang
dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

2. Saran
a. Bagi Mahasiswa
Agar mahasiswa bisa membaca dan memahami konsep penyakit dan konsep asuhan
keperawatan kejang demam serta dapat mengaplikasikan dalam pendidikan lanjut di
ners serta mengaplikasikan saat dalam pelayanan.
b. Bagi institusi
Agar dapat menambah kepustaaan di perpustakaan sehingga dapat menambah
wawasan tentang pengetahuan konsep kejang demam bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Krisanty P,. Dkk (2008), Asuhan Keperawatan Gawat darurat, Trans info Media, Jakarta
Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta
Tim Pokja SDKI PPNI (2020). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia – Definisi dan
indikator diagnostic Edisi 1. DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI PPNI (2020). Standar Luaran Keperawatan Indonesia edisi 1. DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI PPNI (2020). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia edisi 1.DPP
PPNI
Amin hudaNurarif,Hardi Kusuma (2015).Asuhan keperawatan berdasarkan diaknosa
medis dan NANDA edisi revisi jilid 1,2,3. Jogjakarta :Media action
Elsevier, 2014.Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 jilid 3.
Smetzer, Suzanne C, 2001,Buku Ajar Keperawatan Medikac Bedah Volume 3 Edisi 8
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta
https://gustinerz.com/pengkajian-primer-dan-sekunder-pasien-gawat-darurat/, diakses
tanggal 11 April 2023
file:///C:/Users/ACER/Downloads/994-Article%20Text-2654-1-10-20211129.pdf, diakses
tanggal 02 april 2023

28

Anda mungkin juga menyukai