Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DIFTERI


Dosen pengampu: Ns. Merlis Simon, S.Kep., M.Kep

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1:


1 Elisabeth Pratiwi 202114201018A
2 Yamin Christi Pasulle PMM143021039
3 Putri Nabilla PMM143021002
4 Muslihah V. Herawati PMM143021003
5 Fince Yaas 202114201128A
6 Fauzia Indah Sari 202114201025A
7 Engel Nanlohy 202114201022A

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PAPUA (STIKES)
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha Esa. Atas rahmatnya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya . adapun tema dari
makalah ini adalah “ASKEP DIFTERI”

Pada kesempatan ini kami mengucapkan Trimaksih yang sebesar-besarnya kepada


dosen mata kuliah ASKEP TROPIS yang sudah memberikan tugas terhadap kami. Kami
ingin juga mengucapkan Trimaksih kepada Teman-teman yang membantu dalam pembuatan
Makalah ini
Kami jau dari kata sempurna dan ini merupakan langkah yang baik oleh karena
itu,keterbatasan waktu dan kemampuan kami maka kritik dan saran kami harapkan semoga
makalah ini berguna bagi kami pada khususnya pihak lain yang kepentingan pada umumnya.

Sorong, 11 Oktober 2023

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................


DAFTAR ISI ...........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................
1. LATAR BELAKANG .................................................................................................
2. TUJUAN ......................................................................................................................
3. MANFAAT PENULISAN...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................
1. DEFINISI .....................................................................................................................
2. ETIOLOGI ...................................................................................................................
3. TANDA DAN GEJALANSI .......................................................................................
4. PATHOGENESIS ........................................................................................................
5. MANIFESTASI KLINIS .............................................................................................
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ...............................................................................
7. PENATALAKSANAAN MEDIS ...............................................................................
8. KOMPLIKASI .............................................................................................................
9. PATHWAY..................................................................................................................
BAB III ASKEP .......................................................................................................................
1. PENGKAJIAN .............................................................................................................
2. DIAGNOSA .................................................................................................................
3. INTERVENSI ..............................................................................................................
4. EVALUASI..................................................................................................................
BAB IV PENUTUP .................................................................................................................
1. KESIMPULAN ...........................................................................................................
2. SARAN ........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pemodelan matematika merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk
mempresentasikan suatu sistem yang kompleks ke model matematika (7. Ndii, 2022). Salah
satu penyakit menular akut yang dapat dimodelkan dalam bentuk model matematika dalam
bidang kesehatan yaitu Penyakit difteri yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
Diphtherian Penyakit difteri masih menjadi sorotan karena penyebarannya masih terus terjadi
Penyakit ini menular melalui udara dan tetesan (setetes cairan yang sangat kecil) dari
individu yang terinfeksi Penularan terjadi ketika orang mengeluarkan tetesan cairan kecil
karena batuk, bersin, atau bahkan berbicara. Tetesan cairan tersebut menyentuh tangan atau
permukaan lain, yang bersentuhan dekat dengan yang rentan. Penularan juga terjadi ketika
berbagi makanan atau peralatan dapur dengan individu yang terinfeksi. Penyakit ini ditandai
dengan peradangan pada te- mpat infeksi terutama pada selaput lendir faring, I aring,
amandel, hidung dan kulit Kemenkes, 2017). Penyakit difteri telah menyebar di seluruh
dunia.
Menurut laporan WHO, pada tahun 2008 sebanyak 72 terjadi berturut-turut di negara
regional Afrika, 102 kasus di Amerika, 133 kasus di Eastern Mediteran, 95 kasus di Western
Pacific Region dan di South East Asia Region 6.502 kasus (World Health Organization.
Diphtheria., 2008). Data terakhir tahun 2022, Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo
melaporkan 3 orang meninggal karena difteri di sebuah desa Gili Ketapang, membuktikan
bahwa difteri masih ada dan terus mengancam masyarakat. Supaya penyakit difteri tidak
terus mengancam masyarakat, maka terdapat beberapa program pencegahan dan
pengendalian penyakit difteri dari pemerintah (Kementerian Kesehatan R1, 2022).
Saat ini banyak terdapat penyakit menular yang berbahaya yang dapat menyebabkan
tingginya angka kematian. Penyakit menular itu di antaranya adalah campak, TBC
(Tuberculosis), hepatitis, cacar air, dan difteri. Penyakit-penyakit tersebut memiliki risiko
berbahaya dan dapat menyebabkan epidemi. Penyakit-penyakit menular ini dapat
menyebabkan kematian. Epidemi merupakan penyebaran penyakit yang muncul pada
populasi di suatu daerah dalam waktu tertentu. Epidemi dapat menimbulkan angka kematian
yang tinggi dan menyebabkan kerugian finansial dan keterpurukan ekonomi. Penyakit ini
dapat menyebar dan mengancam kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, perlu
dilakukan suatu cara untuk mengendalikan penyebaran penyakit tersebut.
Model matematika merupakan sekumpulan persamaan atau pertidaksamaan yang
mengungkapkan perilaku suatu permasalahan yang nyata. Model matematika dibuat
berdasarkan asumsi asumsi (Ulfa, 2013). Model matematika untuk menganalisis penyebaran
penyakit di antaranya adalah model epidemi SI (Susceptible-infected), SIS (Susceptible-
Infected Susceptible), SIR (Susceptible-Infected-Recovered). SVIR (Susceptible-Vaccinated-
Infected-Recovered), dan lain-lain. Model-model tersebut memiliki bentuk penyebaran dan
karakteristik yang berbeda-beda.
Model matematika yang ditinjau secara probabilistik dapat dipandang sebagai model
pola penyebaran penyakit yang bersifat random. Model epidemi stokastik yang ditinjau
secara probabilistik dan memenuhi proses Markov adalah model discrete time Markov chain
(DTMC) dan model continuous time Markov chain (CTMC), Model epidemi CTMC SVIR
mengkaji perubahan jumlah individu terinfeksi dalam selang waktu kontinu, sedangkan
model epidemi DTMC SVIR mengkaji perubahan jumlah individu terinfeksi dalam selang
waktu diskrit. Model matematika yang menggambarkan penyebaran penyakit dengan setiap
individu sembuh dari infeksi penyakit mempunyai sistem kekebalan tubuh yang kuat
sehingga tidak dapat terinfeksi penyakit yang sama adalah model susceptible infected
recovery (SIR). Pada model epidemi stokastik SIR populasi dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu kelompok susceptible (S), kelompok infected (1), dan kelompok recovered (R). Dalam
model epidemi stokastik SIR.
B.Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini dimaksudkan agar mahasiswa/I dapat memahami asuhan keperawatan
pada klien (anak) dengan gangguan difteri

2. Tujuan Khusus
a) Dapat memahami pengertian difteri
b) Dapat memahami etiologi difteri
c) Dapat memahami patofisiologi difteri
d) Dapat memahami manifestasi klinis dari difteri
e) Dapat memahami pemeriksaan medis dari difteri
f) Dapat memahami penatalaksanaan medis dari difteri
g) Dapat memahami komplikasi dari difteri
h) Dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan anak dengan gangguan difteri

C. Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini diharapkan bagi pendidikan bisa menambah referensi dan
pengetahuan, bagi tenaga medis khususnya keperawatan bisa memahami dan menerapkan
asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan difteri.
BAB II
PEMBAHASAAN
A. Definisi
Suatu penyakit infeksi akut yang mudah menular, dan yang sering diserang terutama
saluran pemafasan bagian atas dengan tanda khas timbulnya "pseudomembran". Kuman juga
melepaskan eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum local. Penyebab penyakit ini
adalah kuman Corynebacterium diptheriae yang bersifat gram positif dan polimorf, tidak
bergerak, dan tidak membentuk spora. Bakteri dapat ditemukan dalam sediaan langsung yang
diambil dari hapusan tenggorok atau hidung, basil difteria akan mati pada suhu 60 derajat
celcius selama 10 menit tapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air, susu, dan
lendir yang telah mengering.
Dapat diartikan juga sebagai suatu penyakit infeksi akut yang menyerang saluran
pencernaan bagian atas dengan masa inkubasi antara 2 sampai 7 hari. Basilnya dapat hidup
dan berkembang biak pada saluran pernafasan atas. maka dapat menimbulkan terjadinya
radang dengan terbentuknya pseudomembran local. Bila tidak mendapat pengobatan maka
akan menyebar ke seluruh saluran pernafasan atas yang akhirnya menyebabkan tersumbatnya
jalan nafas atau obstruksi.
Basil difteri akan mengeluarkan toksin dan akan menyebar ke jantung sehingga
menyebabkan paralise, menyebar ke syaraf sehingga mengakibatkan paralise, dan menyebar
ke ginjal sehingga menyebabkan nepritis.
B. Etiologi
Corynebacterium diptheriae merupakan kuman batang gram positif, tidak bergerak,
pleomorfik, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, mati dalam pemanasan 60 derajat
celcius, tahan dalam keadaan beku dan kering. Dengan pewarnaan, kuman bisa tampak dalam
susunan palisade bentuk L atau V atau merupakan kelompok dengan formasi mirip huruf
cina. Kuman tumbuh secara aerob bisa dalam keadaan media yang mengandung K-tellurit
atau media Loeffler. Pada membrane mukosa manusia, Corynebacterium diptheriae dapat
hidup bersama-sama dengan kuman diphtheroid saprofid yang mempunyai morfologi serupa
sehingga membedakannya kadang kadang diperlukan pemeriksaan khusus dengan cara
fermentasi glikogen, kanji, glukosa, maltose, dan sukrosa.

Secara umum dikenal 3 tipe utama C.diphtheriae yaitu tipe gravis, intermedius dan mitis,
namun dipandang dari sudut antigenisitas sebenarnya basil ini merupakan spesies yang
bersifat heterogen dan mempunyai banyak tipe serologic. Hal ini mungkin bisa menerangkan
mengapa pada seseorang pasien bisa terdapat kolonisasi lebih dari satu jenis diphtheriae Ciri
khas dari Cdiphtheriae adalah kemampuannya memproduksi eksotoksin seperti in vivo
maupun in vitro. Eksotoksin ini merupakan suatu protein dengan berat molekul 62.000
dalton, tidak tahan panas atau cahaya, mempunyai dua fragmen yaitu fragmen A
(aminoterminal) dan fragmen B. (karboksi terminal). Kemampuan suatu strain untuk
membentuk atau memproduksi toksin dipengaruhi oleh adanya bakteriofag, toksin hanya bisa
diproduksi oleh C.diphtheriae yang terinfeksi oleh bakteriofag yang mengandung loxigene.
Penularan difteri dari penderita terjadi secara langsung melalui air ludah, maupun secara
tidak langsung melalui sapu tangan dan berbagai benda lain yang tercemar ludah penderita.
Penularan melalui air susu dan debu dapat juga terjadi dan manusia merupakan satu-satunya
sumber infeksi difteri bagi manusia lainnya.
C. Tanda dan Gejala

a) Gejala umum: demam tidak terlalu tinggi, lesu pucat, nyeri kepala dan anoreksia.
b) Gejala ringan pilek, secret yang keluar terkadang bercampur darah, radang selaput
lender.
c) Gejala berat radang akut tenggorokan, suhu tinggi, nafas berbau, pembengkakan
kelenjar getah bening, suara serak, sesak nafas dan sianosis.
Keluhan serta gejala lain tergantung pada lokasi penyakit difteri :
a) Diphtheria Hidung: permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau
disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan
kemudian mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada
pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi.
b) Diphtheria Tonsil-Faring: Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan,
dalam 1-2 hari timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup
tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring
dan trakea.
c) Diphtheria Laring: Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata.tetapi
lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.
d) Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga: Diphtheria kulit berupa takak di kulit. tepi
jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria
pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada
konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan
berbau.
D. Pathogenesis

Corynebacterium diphtheria yang masuk ke dalam tubuh dapat berkembang biak pada
mukosa saluran nafas, untuk kemudian memproduksi eksotoksin yang disebut diphtheria
toxin (dt). Toksin yang terbentuk tersebut kemudian dapat diserap oleh membran mukosa dan
menimbulkan peradangan dan penghancuran epitel saluran nafas hingga terjadi nekrosis,
leukosit akan menginfiltasi daerah nekrosis sehingga banyak ditemukan fibrin yang kemudian
akan membentuk patchy exudate, yang masih dapat dilepaskan.
Pada keadaan lanjut akan terkumpul fibrous exudate yang membentuk pseudomembran
(membran palsu) dan semakin sulit untuk dilepas serta mudah berdarah. Umumnya
pseudomembran terbentuk pada area tonsil, faring, laring, bahkan bisa meluas sampai trakhea
dan bronkus. Membran palsu dapat menyebabkan edema pada jaringan mukosa dibawahnya,
sehingga dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas dan kematian pada penderita difteri
pemafasan. Toksin kemudian memasuki peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh,
terutama pada jantung dan jaringan saraf yang memiliki banyak reseptor dt, serta
menyebabkan degenerasi dan nekrosis pada jaringan tersebut. Bila mengenai jantung akan
mengakibatkan terjadinya miokarditis dan payah jantung, sedangkan pada jaringan saraf akan
menyebabkan polineuropati. Kematian biasanya disebabkan karena adanya kegagalan jantung
dan gangguan pernafasan dapat menimbulkan respon imun terhadap difteri. walaupun level
toksin biasanya tidak cukup tinggi untuk menyebabkan kerusakan scrius. Hal ini mungkin
dapat menjelaskan mengapa wabah difteri biasanya terjadi di daerah beriklim sedang, dimana
kasus infeksi kulit jarang terjadi sehingga level imunitas alami yang terbentuk juga rendah,
hal ini terutama terjadi pada anak-anak.
E. Manifestasi Klinis

1. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius,


2. Batuk dan pilek yang ringan.
3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
4. Mual, muntah , sakit kepala.
5. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan kotor.
6. Kaku leher

Gejala difteri itu sendiri juga dibedakan berdasarkan lokasi infeksi, bila di pernafasan
maka disebut difteri pernafasan/ respiratory yang meliputi area tonsilar. faringeal, dan nasal.
Difteri pernafasan merupakan penyakit pada saluran nafas yang sangat serius, sebelum
dikembangkannya pengobatan medis yang efektif, sekitar setengah dari kasus dengan gejala
difteri pernafasan meninggal. Pada anak-anak yang menderita difteri ini, lokasi utama
terdapat pada tenggorokan bagian atas dan bawah.

Difteri lain (non pernafasan) selain difteri pernafasan adalah difteri hidung. kulit,
vulvovaginal dan anal auditori eksternal. Pada difteri hidung gejala awal hiasanya mirip
seperti flu biasa, yang kemudian berkembang membentuk membran dijaringan antara lubang
hidung dengan disertai lendir yang dapat bercampur darah. Toksin yang dihasilkan oleh
difteri hidung ini tidak dengan mudah dapat diserap ke dalam tubuh tapi dapat dengan mudah
menyebarkan infeksi kepada orang lain.
F. Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan laboratorium: Apusan tenggorok terdapat kuman Corynebakterium


difteri.
b) Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis
polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin terdapat
albuminuria ringan.
c) Pemeriksaan bakteriologis mengambil bahan dari membrane atau bahnan di bawah
membrane, dibiak dalam Loffler, Tellurite dan media blood.
d) Lekosit dapat meningkat atau normal, kadang terkadi anemia karena hemolisis sel
darah merah.
e) Pada neuritis difteri, cairan serebrospinalis menunjukkan sedikit peningkatan
protein.Schick Tes: tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita, suatu
pemeriksaan swab untuk mengetahui apakah seseorang telah mengandung antitoksin.

G. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang
dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai
keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik. Pengobatan spesifik
untuk difteri :
1. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan
sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
a. TEST ADS
ADS 0,05 CC murni dioplos dengan aquades 1 CC.
b. CARA PEMBERIAN

T
c. Drip/IV
200 CC cairan D5% 0,225 salin. Ditambah ADS sesuai kebutuhan. Diberikan selama

2. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas


demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol
75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
3. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat
membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu.
Bila terjadi sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan untuk tindakan
trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi komplikasi paralisis atau paresis otot,
dapat diberikan strikin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.

H. Komplikasi
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal
ataupun organ lainnya:
1. Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung
2. Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak
terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu.
3. Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan
4. Kerusakan ginjal (nefritis).
I. Pathway

Coryneb acterium diphtenia


Kontak langsung dengan orang yang terinfeksi
atau barang-barang yang terkontaminasi

Masuk kedalam tubuh melalui saluran


pencernaan dan pernapasan

Aliran sistematik

Masa inkubasi 2-5hari

Mengeluarkan toksin
(eksotoksin)
Nasal
Laring
Tonsil/faringeal

Peradangan mukosa Tenggorokan sakit, demam, lemah, membran Demam,suara sesak, batuk,
hidung (fx, sekret hidung berwarna putih atau abu-abu,hirfaderutis (bull’s obstuksi satuan nafas, sesak
serosa) reck), syok septik nafas, siarosis

Bersihan jalan nafas tidak Pemenuhan nurtisi berkurang sehingga


efektif dan ansietas berat badan menurun RR tidak fektif
terhadap adanya sekret
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a.IDENTITAS
b. RIWAYAT KESEHATAN
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Perhatikan tanda-tanda atau gejala klinis dari difteri
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Bersangkutan dari etiologi (pernah atau tidak terkena difteri) atau gejala-gejala difteri yang
masih akut
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah anggota keluarga ada yang mengidap penyakit difteri

c. PEMERIKSAAN FISIK
Memeriksa TTV pada anak dan melakukan observasi secara IPPA dari kepala sampai
kaki (Head to toe) dan yang terpenting adalah . Kaji tanda-tanda yang terjadi pada nasal,
tonsil/faring dan laring. Lihat dari manifestasi klinis berdasarkan alur patofisiolog
Pemeriksaan fisik ROS
Ø B1 : Breathing (Respiratory System)
RR tak efektif (Sesak nafas), edema laring, obstruksi laring, penumpukan sekret dihidung,
Ø B2 :Blood (Cardiovascular system)
Tachicardi, kelemahan otot jantung, sianosis.
Ø B3 :Brain (Nervous system)
Normal
Ø B4 :Bladder (Genitourinary system)
Normal
Ø B5 : Bowel (Gastrointestinal System)
Anorexia, nyeri menelan, kekurangan nutrisi
Ø B6 :Bone (Bone-Muscle-Integument)
Lemah pada lengan, turgor kulit
d. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji Shick dilakukan dengan menyuntikkan sejumlah kecil toksin difteri ke dalam
kulit. Jika orang tersebut kebal, maka toksin tersebut dinetralkan oleh antitoksin di dalam
tubuhnya dan tidak terjadi reaksi. Tetapi bila orang itu rentan-tidak mempunyai antitoksin
alamiah naka akan terjadi reaksi peradangan setempat yang mencapai intensitas maksimum
dalam 4 – 7 hari. Jika uji Shick ini menunjukkan adanya kerentanan terhadap difteri, maka
orang dewasa sekalipun harus diimunisasi secara aktif.
e. POLA AKTIVITAS
1. Pola nutrisi dan metabolic : Disesuaikan dengan tanda difteri seperti apakah nafsu makan
berkurang (anoreksia) muntah dsb
2. Pola eliminasi : Bandingkan sesudah atau sebelum penyakit difteri dengan mencatat
frekuensi sehari
3. Pola Aktifitas dan latihan : Jika klien terjangkit difteri maka tampak anak akan malas,
lemah dan lesu
4.Pola tidur dan istirahat : Mengkaji apakah anak tidurnya nyaman atau tidak mau tidur
5. Kognitif & perseptual : Anak akan susah berkonsentrasi
6.Persepsi diri : Karena klien masih kategori anak maka konsep dirinya akan masih dalam
tahap perkembangan dan anak akan tampak cemas karena penyakit yang diderita atau kerna
perspisahan
7.Hubungan peran : Anak banyak tampak diam karena efek hospitalisasi

2. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sesak nafas
2. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
yang kurang).
3. Intervensi
1. Pola napas tidak efektif b.d. sesak nafas
Tujuan:
Pola pernafasan menjadi efektif setelah dilaksanakan tindakan perawatan dalam 1 x 30 menit
Kriteria hasil:
1. Respirasi 18 –24 x /menit
2. Tidak ada tanda –tanda sianosis
3. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang / hilang

Intervensi Rasional

1. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan Kedalaman pernapasan bervariasi tergantung


ekspansi dada derajat kegagalan napas

2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi Bunyi napas menurun bila jalan napas terdapat
napas tambahan gangguan (obstruksi,perdarahan,kolaps)

3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
posisi memudahkan pernapasan

4. Bantu pasien dalam napas dalam dan Dapat meningkatkan pernapasan karena adanya
latihan batuk obstruksi

5. Kolaborasi Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja


Berikan oksigen tambahan napas
2. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas
Tujuan :
- Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan
tidak ada distres pernafasan.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
- Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi Rasional

Observasi 1. Takypnea, pernafasan dangkal, dan


1. Kaji frekuensi atau kedalaman gerakan dada tidak simetris sering
pernafasan dan gerakan dada terjadi karena ketidaknyamanan
2. Auskultasi area paru, satat area gerakan dinding dada dan atau cairan
penurunan atau tidak ada aliran udara paru
dan bunyi nafas adventisius, mis. 2. Penurunan aliran udara terjadi pada
Crackles, mengi. area konsolidasi dengan cairan. Bunyi
3. Bantu pasien latian nafas sering. nafas bronchial dapat juga terjadi
Tunjukan atau bantu pasien pada area konsolidasi. Crackles,
mempelajari melakukan batuk, ronchi dan mengi terdengar pada
misalnya menekan dada dan batuk inspirasi dan atau ekspirasi pada
efektif sementara posisi duduk tinggi. respon teradap pengupulan cairan ,
4. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml secret kental dan spasme jalan nafas
perhari(kecuali kontraindikasi). atau obstruksi.
Tawarkan air hangat daripada dingin. 3. Nafas dalam memudakan ekspansi
Kolaborasi maksimum paru-paru atau jalan nafas
5. Bantu mengawasi efek pengobatan lebih kecil. Batuk adalah mekanisme
nebulizer dan fisioterapi lain, mis. pembersiaan jalan nafas alami,
Spirometer insentif, IPPB, tiupan membantu silia untuk
botol, perkusi, postural drainage. mempertahankan jalan nafas paten.
Lakukan tindakan diantara waktu Penekanan menurunkan ketidaknyamanan
makan dan batasi cairan bila dada dan posisi duduk memungkinan upaya
mungkin. nafas lebih dalam dan lebih kuat.
Berikan obat sesuai indikasi mukolitik, 4. Cairan (khususnya yang
ekspektoran, bronchodilator, analgesic. hangat)memobilisasi dan
mengluarkan secret. Memudahkan
pengenceran dan pembuangan secret
5. Alat untuk menurunkan spasme
bronkus dengan mobilisasi secret.
Analgesic diberikan untuk
memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan tetapi
harus digunakan secara hati-hati,
karena dapat menurunkan upaya
batuk atau menekan pernafasan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang
kurang).
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24jam kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Klien Tidak ada mual muntah
- Penambahan berat badan pasien
- Peningkatan nafsu makan
Intervensi Rasional

Intervensi : a. Rasional :Pilihan intervensi tergantung


a. Identifikasi faktor yang menimbulkan pada penyebab masalah
mual/ muntah. b. Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa,
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum bau,dari lingkungan pasien dan dapat
dan buang sesering mungkin, bantu menurunkan mual
kebersihan mulut. c. Rasional :Menurunkan efek mual yang
c. Jadwalkan pengobatan pernafasan berhubungan dengan pengobatan ini
sedikitnya 1 jam sebelum makan. d. Rasional :Bunyi usus mungkin menurun
d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ bila proses infeksi berat, distensi abdomen
palpasi distensi abdomen. terjadi sebagai akibat menelan udara dan
e. Berikan makan porsi kecil dan sering menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada
termasuk makanan kering atau makanan yang saluran gastro intestinal
menarik untuk pasien. e. Rasional :Tindakan ini dapat
f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur meningkatkan masukan meskipun nafsu
berat badan dasar. makan mungkin lambat untuk kembali
f. Rasional :Adanya kondisi kronis dapat
menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan
terhadap infeksi, atau lambatnya
responterhadap terapi

4. Evaluasi

• Anak tidak menunjukan tanda dan gejala adanya komplikasi / infeksi

• Fungsi pernafasan anak membaik

• Tingkat aktifitas anak sesuai dengan usianya


BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Difteria adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae.
Bakteri ini biasanya menyerang saluran pernafasan, terutama laring, tonsil, dan faring. Tetapi
tidak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakaan saraf dan juga
jantung.Difteri adalah penyakit infeksi pertama yang ditaklukkan atas dasar prinsip-prinsip
mikrobiologi dan kesehatan masyarakat. Maka itulah perlu perhatian khusus terhadap
penanggulangan kasus difteri ini.
Peran perawat juga dibutuhkan dalam hal ini, yaitu memberikan penyuluhan
mengenai bahaya difteri serta memberikan cara terbaik untuk mencegah difteri, serta
memberikan perawatan pada klien yang telah terjangkit bakteri penyebab difteri tersebut.
B. Saran
Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka disarankan untuk
anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib pada anak,
tetapi kekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun setelah imunisasi. Sehingga orang
dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali. Selain
pencegahan dengan vaksinasi, masyarakat juga memperhatikan faktor-faktor lain yang
menyebabkan timbulnya penyakit diferi ini misalnya dengan memperhatikan lingkungan,
makanan, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurhana, Inas Dafa, and Abadi Abadi. "ANALISIS KESTABILAN MODEL SVIQR
PADA PENYEBARAN PENYAKIT DIFTERI DENGAN PENGARUH VAKSINASI DAN
KARANTINA." MATHunesa: Jurnal Ilmiah Matematika 11.2 (2023): 265-273.

2. Kristiandari, Anastasia Vania, Respati Wulan, and Hasih Pratiwi. "Penerapan Model
Discrete Time Markov Chain Susceptible Vaccinated Infected Recovered (DTMC SVIR)
pada Pola Penyebaran Penyakit Difteri di Indonesia." SEMINAR NASIONAL LPPM
UMMAT. Vol. 2. 2023.

3. Aprina, Mahayaty, L., Dary. (2022). Buku ajar anak S1 keperawatan Jilid 1. Penerbit:
Mahakarya Citra utama group.

4. Muklati, Ameylia Hilda, and Rokhaidah Rokhaidah. "Faktor-faktor yang mempengaruhi


kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi Difteri pada balita." Jurnal Kesehatan Holistic 4.2
(2020): 1-20.

Anda mungkin juga menyukai