Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha Esa. Atas rahmatnya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya . adapun tema dari
makalah ini adalah “ASKEP DIFTERI”
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
2. Tujuan Khusus
a) Dapat memahami pengertian difteri
b) Dapat memahami etiologi difteri
c) Dapat memahami patofisiologi difteri
d) Dapat memahami manifestasi klinis dari difteri
e) Dapat memahami pemeriksaan medis dari difteri
f) Dapat memahami penatalaksanaan medis dari difteri
g) Dapat memahami komplikasi dari difteri
h) Dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan anak dengan gangguan difteri
C. Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini diharapkan bagi pendidikan bisa menambah referensi dan
pengetahuan, bagi tenaga medis khususnya keperawatan bisa memahami dan menerapkan
asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan difteri.
BAB II
PEMBAHASAAN
A. Definisi
Suatu penyakit infeksi akut yang mudah menular, dan yang sering diserang terutama
saluran pemafasan bagian atas dengan tanda khas timbulnya "pseudomembran". Kuman juga
melepaskan eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum local. Penyebab penyakit ini
adalah kuman Corynebacterium diptheriae yang bersifat gram positif dan polimorf, tidak
bergerak, dan tidak membentuk spora. Bakteri dapat ditemukan dalam sediaan langsung yang
diambil dari hapusan tenggorok atau hidung, basil difteria akan mati pada suhu 60 derajat
celcius selama 10 menit tapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air, susu, dan
lendir yang telah mengering.
Dapat diartikan juga sebagai suatu penyakit infeksi akut yang menyerang saluran
pencernaan bagian atas dengan masa inkubasi antara 2 sampai 7 hari. Basilnya dapat hidup
dan berkembang biak pada saluran pernafasan atas. maka dapat menimbulkan terjadinya
radang dengan terbentuknya pseudomembran local. Bila tidak mendapat pengobatan maka
akan menyebar ke seluruh saluran pernafasan atas yang akhirnya menyebabkan tersumbatnya
jalan nafas atau obstruksi.
Basil difteri akan mengeluarkan toksin dan akan menyebar ke jantung sehingga
menyebabkan paralise, menyebar ke syaraf sehingga mengakibatkan paralise, dan menyebar
ke ginjal sehingga menyebabkan nepritis.
B. Etiologi
Corynebacterium diptheriae merupakan kuman batang gram positif, tidak bergerak,
pleomorfik, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, mati dalam pemanasan 60 derajat
celcius, tahan dalam keadaan beku dan kering. Dengan pewarnaan, kuman bisa tampak dalam
susunan palisade bentuk L atau V atau merupakan kelompok dengan formasi mirip huruf
cina. Kuman tumbuh secara aerob bisa dalam keadaan media yang mengandung K-tellurit
atau media Loeffler. Pada membrane mukosa manusia, Corynebacterium diptheriae dapat
hidup bersama-sama dengan kuman diphtheroid saprofid yang mempunyai morfologi serupa
sehingga membedakannya kadang kadang diperlukan pemeriksaan khusus dengan cara
fermentasi glikogen, kanji, glukosa, maltose, dan sukrosa.
Secara umum dikenal 3 tipe utama C.diphtheriae yaitu tipe gravis, intermedius dan mitis,
namun dipandang dari sudut antigenisitas sebenarnya basil ini merupakan spesies yang
bersifat heterogen dan mempunyai banyak tipe serologic. Hal ini mungkin bisa menerangkan
mengapa pada seseorang pasien bisa terdapat kolonisasi lebih dari satu jenis diphtheriae Ciri
khas dari Cdiphtheriae adalah kemampuannya memproduksi eksotoksin seperti in vivo
maupun in vitro. Eksotoksin ini merupakan suatu protein dengan berat molekul 62.000
dalton, tidak tahan panas atau cahaya, mempunyai dua fragmen yaitu fragmen A
(aminoterminal) dan fragmen B. (karboksi terminal). Kemampuan suatu strain untuk
membentuk atau memproduksi toksin dipengaruhi oleh adanya bakteriofag, toksin hanya bisa
diproduksi oleh C.diphtheriae yang terinfeksi oleh bakteriofag yang mengandung loxigene.
Penularan difteri dari penderita terjadi secara langsung melalui air ludah, maupun secara
tidak langsung melalui sapu tangan dan berbagai benda lain yang tercemar ludah penderita.
Penularan melalui air susu dan debu dapat juga terjadi dan manusia merupakan satu-satunya
sumber infeksi difteri bagi manusia lainnya.
C. Tanda dan Gejala
a) Gejala umum: demam tidak terlalu tinggi, lesu pucat, nyeri kepala dan anoreksia.
b) Gejala ringan pilek, secret yang keluar terkadang bercampur darah, radang selaput
lender.
c) Gejala berat radang akut tenggorokan, suhu tinggi, nafas berbau, pembengkakan
kelenjar getah bening, suara serak, sesak nafas dan sianosis.
Keluhan serta gejala lain tergantung pada lokasi penyakit difteri :
a) Diphtheria Hidung: permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau
disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan
kemudian mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada
pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi.
b) Diphtheria Tonsil-Faring: Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan,
dalam 1-2 hari timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup
tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring
dan trakea.
c) Diphtheria Laring: Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata.tetapi
lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.
d) Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga: Diphtheria kulit berupa takak di kulit. tepi
jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria
pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada
konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan
berbau.
D. Pathogenesis
Corynebacterium diphtheria yang masuk ke dalam tubuh dapat berkembang biak pada
mukosa saluran nafas, untuk kemudian memproduksi eksotoksin yang disebut diphtheria
toxin (dt). Toksin yang terbentuk tersebut kemudian dapat diserap oleh membran mukosa dan
menimbulkan peradangan dan penghancuran epitel saluran nafas hingga terjadi nekrosis,
leukosit akan menginfiltasi daerah nekrosis sehingga banyak ditemukan fibrin yang kemudian
akan membentuk patchy exudate, yang masih dapat dilepaskan.
Pada keadaan lanjut akan terkumpul fibrous exudate yang membentuk pseudomembran
(membran palsu) dan semakin sulit untuk dilepas serta mudah berdarah. Umumnya
pseudomembran terbentuk pada area tonsil, faring, laring, bahkan bisa meluas sampai trakhea
dan bronkus. Membran palsu dapat menyebabkan edema pada jaringan mukosa dibawahnya,
sehingga dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas dan kematian pada penderita difteri
pemafasan. Toksin kemudian memasuki peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh,
terutama pada jantung dan jaringan saraf yang memiliki banyak reseptor dt, serta
menyebabkan degenerasi dan nekrosis pada jaringan tersebut. Bila mengenai jantung akan
mengakibatkan terjadinya miokarditis dan payah jantung, sedangkan pada jaringan saraf akan
menyebabkan polineuropati. Kematian biasanya disebabkan karena adanya kegagalan jantung
dan gangguan pernafasan dapat menimbulkan respon imun terhadap difteri. walaupun level
toksin biasanya tidak cukup tinggi untuk menyebabkan kerusakan scrius. Hal ini mungkin
dapat menjelaskan mengapa wabah difteri biasanya terjadi di daerah beriklim sedang, dimana
kasus infeksi kulit jarang terjadi sehingga level imunitas alami yang terbentuk juga rendah,
hal ini terutama terjadi pada anak-anak.
E. Manifestasi Klinis
Gejala difteri itu sendiri juga dibedakan berdasarkan lokasi infeksi, bila di pernafasan
maka disebut difteri pernafasan/ respiratory yang meliputi area tonsilar. faringeal, dan nasal.
Difteri pernafasan merupakan penyakit pada saluran nafas yang sangat serius, sebelum
dikembangkannya pengobatan medis yang efektif, sekitar setengah dari kasus dengan gejala
difteri pernafasan meninggal. Pada anak-anak yang menderita difteri ini, lokasi utama
terdapat pada tenggorokan bagian atas dan bawah.
Difteri lain (non pernafasan) selain difteri pernafasan adalah difteri hidung. kulit,
vulvovaginal dan anal auditori eksternal. Pada difteri hidung gejala awal hiasanya mirip
seperti flu biasa, yang kemudian berkembang membentuk membran dijaringan antara lubang
hidung dengan disertai lendir yang dapat bercampur darah. Toksin yang dihasilkan oleh
difteri hidung ini tidak dengan mudah dapat diserap ke dalam tubuh tapi dapat dengan mudah
menyebarkan infeksi kepada orang lain.
F. Pemeriksaan Diagnostik
G. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang
dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai
keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik. Pengobatan spesifik
untuk difteri :
1. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan
sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
a. TEST ADS
ADS 0,05 CC murni dioplos dengan aquades 1 CC.
b. CARA PEMBERIAN
T
c. Drip/IV
200 CC cairan D5% 0,225 salin. Ditambah ADS sesuai kebutuhan. Diberikan selama
H. Komplikasi
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal
ataupun organ lainnya:
1. Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung
2. Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak
terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu.
3. Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan
4. Kerusakan ginjal (nefritis).
I. Pathway
Aliran sistematik
Mengeluarkan toksin
(eksotoksin)
Nasal
Laring
Tonsil/faringeal
Peradangan mukosa Tenggorokan sakit, demam, lemah, membran Demam,suara sesak, batuk,
hidung (fx, sekret hidung berwarna putih atau abu-abu,hirfaderutis (bull’s obstuksi satuan nafas, sesak
serosa) reck), syok septik nafas, siarosis
1. Pengkajian
a.IDENTITAS
b. RIWAYAT KESEHATAN
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Perhatikan tanda-tanda atau gejala klinis dari difteri
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Bersangkutan dari etiologi (pernah atau tidak terkena difteri) atau gejala-gejala difteri yang
masih akut
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah anggota keluarga ada yang mengidap penyakit difteri
c. PEMERIKSAAN FISIK
Memeriksa TTV pada anak dan melakukan observasi secara IPPA dari kepala sampai
kaki (Head to toe) dan yang terpenting adalah . Kaji tanda-tanda yang terjadi pada nasal,
tonsil/faring dan laring. Lihat dari manifestasi klinis berdasarkan alur patofisiolog
Pemeriksaan fisik ROS
Ø B1 : Breathing (Respiratory System)
RR tak efektif (Sesak nafas), edema laring, obstruksi laring, penumpukan sekret dihidung,
Ø B2 :Blood (Cardiovascular system)
Tachicardi, kelemahan otot jantung, sianosis.
Ø B3 :Brain (Nervous system)
Normal
Ø B4 :Bladder (Genitourinary system)
Normal
Ø B5 : Bowel (Gastrointestinal System)
Anorexia, nyeri menelan, kekurangan nutrisi
Ø B6 :Bone (Bone-Muscle-Integument)
Lemah pada lengan, turgor kulit
d. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji Shick dilakukan dengan menyuntikkan sejumlah kecil toksin difteri ke dalam
kulit. Jika orang tersebut kebal, maka toksin tersebut dinetralkan oleh antitoksin di dalam
tubuhnya dan tidak terjadi reaksi. Tetapi bila orang itu rentan-tidak mempunyai antitoksin
alamiah naka akan terjadi reaksi peradangan setempat yang mencapai intensitas maksimum
dalam 4 – 7 hari. Jika uji Shick ini menunjukkan adanya kerentanan terhadap difteri, maka
orang dewasa sekalipun harus diimunisasi secara aktif.
e. POLA AKTIVITAS
1. Pola nutrisi dan metabolic : Disesuaikan dengan tanda difteri seperti apakah nafsu makan
berkurang (anoreksia) muntah dsb
2. Pola eliminasi : Bandingkan sesudah atau sebelum penyakit difteri dengan mencatat
frekuensi sehari
3. Pola Aktifitas dan latihan : Jika klien terjangkit difteri maka tampak anak akan malas,
lemah dan lesu
4.Pola tidur dan istirahat : Mengkaji apakah anak tidurnya nyaman atau tidak mau tidur
5. Kognitif & perseptual : Anak akan susah berkonsentrasi
6.Persepsi diri : Karena klien masih kategori anak maka konsep dirinya akan masih dalam
tahap perkembangan dan anak akan tampak cemas karena penyakit yang diderita atau kerna
perspisahan
7.Hubungan peran : Anak banyak tampak diam karena efek hospitalisasi
2. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sesak nafas
2. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
yang kurang).
3. Intervensi
1. Pola napas tidak efektif b.d. sesak nafas
Tujuan:
Pola pernafasan menjadi efektif setelah dilaksanakan tindakan perawatan dalam 1 x 30 menit
Kriteria hasil:
1. Respirasi 18 –24 x /menit
2. Tidak ada tanda –tanda sianosis
3. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang / hilang
Intervensi Rasional
2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi Bunyi napas menurun bila jalan napas terdapat
napas tambahan gangguan (obstruksi,perdarahan,kolaps)
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
posisi memudahkan pernapasan
4. Bantu pasien dalam napas dalam dan Dapat meningkatkan pernapasan karena adanya
latihan batuk obstruksi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang
kurang).
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24jam kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Klien Tidak ada mual muntah
- Penambahan berat badan pasien
- Peningkatan nafsu makan
Intervensi Rasional
4. Evaluasi
1. Nurhana, Inas Dafa, and Abadi Abadi. "ANALISIS KESTABILAN MODEL SVIQR
PADA PENYEBARAN PENYAKIT DIFTERI DENGAN PENGARUH VAKSINASI DAN
KARANTINA." MATHunesa: Jurnal Ilmiah Matematika 11.2 (2023): 265-273.
2. Kristiandari, Anastasia Vania, Respati Wulan, and Hasih Pratiwi. "Penerapan Model
Discrete Time Markov Chain Susceptible Vaccinated Infected Recovered (DTMC SVIR)
pada Pola Penyebaran Penyakit Difteri di Indonesia." SEMINAR NASIONAL LPPM
UMMAT. Vol. 2. 2023.
3. Aprina, Mahayaty, L., Dary. (2022). Buku ajar anak S1 keperawatan Jilid 1. Penerbit:
Mahakarya Citra utama group.