Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


DENGAN KASUS SCABIES

Dosen Pembimbing : Ratna Isnawati, M.Pd

Disusun oleh :

Risdha Kusuma Ningrum 201801084

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Jl. Soekarno Hatta No. 7, Kotak Pos 153, Telp. (0354) 395203, Fax (0354)
393888 Pare, Kediri
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia
serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Keperawatan Medikal Bedah III dengan Kasus Scabies”
dengan sebaik-baiknya. Makalah ini kami susun untuk memberikan informasi
mengenai penyakit scabies sekaligus untuk memenuhi tugas mata kuliah
keperawatan medical bedah III di Stikes Karya Husada Kediri.
Dalam penyusunan makalah ini kami telah mengalami berbagai hal baik
suka maupun duka. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan
selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan dan dorongan serta
bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah
ini, maka dengan setulusnya kami sampaikan terima kasih kepada yang terhormat
Bu Ratna Isnawati, M.Pd selaku dosen pembimbing dalam penyusunan makalah
ini serta pihak lain yang telah ikut membantu.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menambah khasanah
keilmuan dalam bidang kesehatan dan dapat memberi pengetahuan mengenai
Asuhan Keperawatan Scabies.

Kediri, 10 Desember 2018

Risdha Kusuma Ningrum


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................... i

Daftar Isi................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1

1.1 Latar Belakang................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................. 3
1.5 Metode Penyusunan Makalah............................................................ 4

BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................... 5

2.1 Kajian Teoritis.................................................................................... 5


2.2 Pembahasan............................................. ........................................... 5
2.2.1 Definisi...................................................................................... 5
2.2.2 Etiologi...................................................................................... 5
2.2.3 Klasifikasi.................................................................................. 7
2.2.4 Manifestasi Klinis...................................................................... 8
2.2.5 Patofisiologi............................................................................... 8
2.2.6 Pathway..................................................................................... 10
2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik............................................................ 11
2.2.8 Penatalaksanaan......................................................................... 12
2.2.9 Komplikasi................................................................................. 14
2.2.10 Konsep Asuhan Keperawatan................................................. 15
2..2.11 Kasus Asuhan Keperawatan................................................... 21

BAB III PENUTUP.................................................................................. 34

3.1 Kesimpulan......................................................................................... 34
3.2 Saran................................................................................................... 34

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sinonim atau nama lain scabies adalah kudis, the itc, gudig, budukan, dan
gatal agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisi terhadap sarcoptes scabiei varian hominis dan hasil produknya.
(Handoko dkk, 2005).
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi
daerah, semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah
utama pada daerah yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk,
dan negara dengan keadaan perekonomian yang kurang. Skabies ditularkan
melalui kontak fisik langsung (skin to skin) maupun tak langsung (pakaian,
tempat tidur, yang dipakai bersama). ( Handoko dkk, 2005).
Gejala utamanya adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari
atau kondisi di mana suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa
terowongan, papul, ekskoriasi dan kadang-kadang vesikel. Rungau penyebab
skabies merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya berlangsung
di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun
merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat. Kutu
tersebut memasuki kulit stratum korneun membentuk kanalikuli atau
terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 cm. Akibatnya,
penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan udem yang disebabkan
oleh garukan ( Chosidow, 2006).
Jumlah penderita skabies di Indonesia pada tahun 2009 sekitar 6.915.135
(2,9%), dari jumlah penduduk 238.452.952 jiwa. Pada tahun 2009 di Provinsi
Jawa Timur, sebanyak 72.500 (0,2%) dari jumlah penduduk 36.269.500 jiwa.
Menurut Dinas Kesehatan Jombang pada tahun 2011 dijumpai 705 kasus
skabies, dan kecamatan peterongan di jumpai 234 kasus skabies. Menurut pos
kesehatan pesantren Pondok Pesantren Darul Ulum pada tahun 2012 dijumpai
120 kasusdan di Asrama Al- Kholiliyah dujumpai 29 kasus skabies. Penularan

1
skabies terjadi bila kebersihan pribadi dan lingkungan tidak terjaga dengan
baik. Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam lingkungan yang kumuh,
tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang lembab, dan sanitasi
buruk. Ditambah lagi dengan perilaku tidak sehat, seperti menggantung
pakaian di kamar, tidak membolehkan pakaian santri wanita dijemur di bawah
terik matahari, dan saling bertukar pakai benda pribadi, sperti sisir, dan
handuk. Untuk meningkatkan derajat kesehatan santri perlu adanya upaya
peningkatan, pencegahan dan penanggulangan masalah penyakit menular
dapat diberikan penyuluhan kepada santri-santri pondok pesantren. Hygiene
perseorangan merupakan salah satu usaha yang dapat mencegah kejadian
skabies, dikarenakan media transmisi tungau sarcoptes scabiei untuk
berpindah tempat dan menyebabkan penularan dapat secara langsung maupun
tidak langsung. Dan dari hasil penelitian di Asrama Al-Kholiliyah Pondok
Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang bulan Mei 2013. Diketahui dari
40 responden sebagian besar santriwati berusia antara 11-15 tahun yaitu 19
responden (79,2%) memiliki perilaku pencegahan kategori buruk.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas, antara lain :
1. Apa definisi dari Scabies?
2. Apa etiologi dari Scabies?
3. Apa saja klasifikasi dari Scabies?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari Scabies?
5. Bagaimana patofisiologi dan pathway dari Scabies?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Scabies?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Scabies?
8. Apa komplikasi dari Scabies?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan kasus Scabies?

2
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Asuhan
Keperawatan dengan Scabies.
Tujuan Khusus
Agar mahasiswa dapat menjelaskan tentang :
1. Definisi dari Scabies
2. Etiologi dari Scabies
3. Klasifikasi dari Scabies
4. Manifestasi klinis dari Scabies
5. Patofisiologi dan pathway dari Scabies
6. Pemeriksaan diagnostik dari Scabies
7. Penatalaksanaan dari Scabies
8. Komplikasi dari Scabies
9. Asuhan Keperawatan dengan kasus Scabies

1.4 Manfaat Penulisan


a. Bagi Mahasiswa
1. Mahasiswa dapat memahami masalah dan mencari solusi untuk
memecahkan masalah atau kasus tersebut
2. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan serta mengaplikasikan
ilmu yang diperoleh selama pendidikan
3. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang telah dipelajari
4. Mahasiswa dapat belajar berpikir sistematis
5. Mahasiswa bisa menjadi lebih kritis saat melihat suatu masalah atau kasus

b. Bagi Institusi Pendidikan


Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan serta dapat digunakan
sebagai sumber bacaan bagi mahasiswa di Stikes Karya Husada Kediri

3
c. Bagi Masyarakat
1. Mampu menambah pengetahuan
2. Mampu mengantisipasi hal-hal yang dapat memicu terjadinya Scabies
3. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit Scabies
4. Sebagai sumber refeensi mengenai penyakit Scabies

1.5 Metode Penyusunan Makalah


1. Metode Pustaka
Yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan
data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku
maupun informasi di internet
2. Diskusi
Yaitu mendapatkan data dengan cara bertanya secara langsung kepada PJ
konsultasi dengan teman-teman yang mengetahui tentang informasi yang
diperlukan dalam membuat proyek.
3. Studi Kasus
Yaitu pengujian atau pengamatan dan atau mempelajari suatu masalah atau
kasus tertentu.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Kajian Teoritis
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisi
terhadap sarcoptes scabiei varian hominis dan hasil produknya. (Handoko
dkk, 2005).
Gejala utamanya adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari
atau kondisi di mana suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa
terowongan, papul, ekskoriasi dan kadang-kadang vesikel. Rungau penyebab
skabies merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya berlangsung
di tubuh manusia.
Hygiene perseorangan merupakan salah satu usaha yang dapat mencegah
kejadian skabies, dikarenakan media transmisi tungau sarcoptes scabiei untuk
berpindah tempat dan menyebabkan penularan dapat secara langsung maupun
tidak langsung.

2.2 Pembahasan

2.2.1 Definisi

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh sarcoptes scabies


yang menyebabkan iritasi kulit . parasit ini menggali parit-parit di dalam
epidermis sehingga menimbulkan gatal -gatal merusak kulit penderita
.(Soedarto, 1992)
Scabies adalah penyakit kulit yang mudah menular dan ditimbulkan
oleh investasi kutu sarcoptes scabiei var homini yang membuat terowongan
pada stratum korneum kulit ,terutama pada tempat predileksi (Wahidayat,
1998).

2.2.2 Etiologi

Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman Sarcoptes Scabei Varian
Hominis. Sarcoptes Scabiei ini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida,
ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes

5
Scabiei Var. Hominis. Kecuali itu terdapat Sercoptes Scabiei yang lainnya
pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini
transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. (Arief, M, Suproharta,
Wahyu J.K. Wlewik S. 2000)
a. Klasifikasi Sarcoptes Scabies
Sarcoptes Scabies terbentuk Filum Arthropoda, kelas Arachida, Ordo
Akrarina, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes Scabies
Var Hominis. Selain Sarcoptes Scabies, misalnya pada kambing dan sapi.
b. Kebiasaan Hidup
Tempat yang paling disukai oleh kutu betina adalah bagian kulit yang tipis
dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari tangan, siku, pergelangan tangan,
bahu dan daerah kemaluan. Pada bayi yang memeliki kulit serba tipis,
telapak tangan, kaki, muka dan kulit kepala sering diserang kutu tersebut.
c. Siklus Hidup
Kopulasi (perkawinan) dapat terjadi dipermukaan kulit, yang jantan mati
setelah membuai tungau betina. Tungau betina yang telah dibuai menggali
terowongan dalam startum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter
sehari dan sambil meletakkan telurnya 2-4 butir sehari mencapai 40-50.
Bentuk betina yang dibuhai dapat hidup selamanya. Telur akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3
pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan dan dapat juga
diluar. Setelah 2-3 larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk,
jantan dan betina dengan 4 pasang kaki, 2 pasang kaki didepan sebagai alat
untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua padabetina terakhir dengan
rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan ketiga berakhir dengan
rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Ukuran bentuk betina
berkisar antara 330-450 mikron kali 250-350 mikro. Ukuran jantan lebih
kecil 200-240 mikro kali 150-200 mikro. Seluruh siklusnya mulai dari
telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari (Juanda,
2001).

6
2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi scabies antara lain :
1) Scabies pada orang bersih, yaitu ditandai dengan lesi berupa papul dan
terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga jarang dijumpai.
2) Scabies nodular, yaitu lesi berupa nodus cokelat kemerahan yang gatal.
Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genetalia laki-
laki. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau
scabies.
3) Scabies yang ditularkan melalui hewan,yaitu sumber utamanya adalah
anjing, kelainan ini berbeda dengan scabies manusia karena tidak terdapat
terowongan, tidak menyerang sela jari dan genetalia eksterna. Lesi
biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak dengan
binatang kesayangannya. Kelainan ini hanya bersifat sementara karena
kutu binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
4) Scabies pada bayi dan anak, yaitu lesi scabies pada anak dapat mengenai
seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan dan kaki, dan
sering terjadi infeksi sekunder impetigo sehingga terowomgan jarang
ditemukan.
5) Scabies terbaring ditempat tidur, yaitu kelainan yang sering menyerang
penderita penyakit kronis dan pada orang yang lanjut usia yang terpaksa
harus tinggal ditempat tidur terus. Sehingga orang itu dapat menderita
scabies dengan lesi yang terbatas.
6) Scabies Norwegia atau scabies krustosa, ini ditandai oleh lesi yang luas
dengan krusta,skuama generaisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat
predleksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga, bokong,siku, lutut,
telapak tangan dan kaki yang disertai distrofi kuku, namun rasa gatal tidak
terlalu menonjol tetapi sangat menular karena jumlah tungau yang
menginfeksi sangat banyak (ribuan).

7
2.2.4 Manifestasi Klinis
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardial berikut :
1. Pruritus noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih
tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
2. Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia,misalnya mengenai
seluruh anggota keluarga.
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata panjang 1cm, pada ujung menjadi pimorfi (pustu, ekskoriosi).
Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum komeum tpis, yaitu
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar,
lipat ketiak bagian depan, aerola mammae dan lipat glutea, umbilicus,
bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang bagian telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh
permukaan ulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit
kepala dan wajah.
4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostk. Dapat
ditemikan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Keluhan utama pada penderita scabies adalah :
a) Rasa gatal terutama pada malam hari.
b) Tonjolan kulit (lesi) berwarna putih keabu-abuan sepanjang sekitar 1
cm.
c) Kadang disertai nanah karena infeksi kuman akibat garukan.

2.2.5 Patofisiologi

Kelainan kulit skabies terjadi karena sensitisasi dan invasi kutu tuma
sarcoptes scabei varian hominis. Skabies ditularkan oleh kutu betina yang
telah dibuahi, melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung seperti
melalui pakaian dalam, tempat tidur, handuk. Kemudian kutu betina akan
menggali lubang kedalam epidermis dan selanjutnya membentuk terowongan
didalam stratum korneum. Dua hari setelah fertilisasi, skabies betina mulai
mengeluarkan telur yang kemudian berkembang melalui stadium larva, nimpa

8
dan kemungkinan menjadi kutu dewasa dalam waktu 10-14 hari. Lama hidup
kutu betina kira-kira 30 hari, kemudian kutu mati di ujung terowongan.
Terowongan lebih banyak terdapat didaerah yang berkulit tipis dan tidak
banyak mengandung folikel pilosebasea.
Pengeluaran ekskret dan sekresi ini juga menimbulkan reaksi imunologi
lambat yaitu sekresi IgE yang dihasilkan oleh sel plasma. Adanya alergen
pada kontak pertama menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi, yaitu
IgE. IgE kemudian masuk ke aliran darah dan berikatan dengan reseptor di sel
mastosit dan basofil sehingga sel mastosit atau basofil menjadi tersensitisasi.
Pada saat kontak ulang dengan alergen,maka alergen akan berikatan dengan
IgE yang berikatan dengan antibody di sel mastosit atau basofil dan
menyebabkan terjadinya granulasi. Degranulasi menyebakan pelepasan
mediator inflamasi primer dan sekunder seperti histamine, bradikinin dan
serotonin. Pelepasan mediator inflamasi ini akan menimbulkan berbagai
gejala terutama gatal, edema local, adanya vesikel, dan eritema. Penyakit ini
sangat mudah menular, karena itu bila salah satu anggota keluarga terkena,
maka biasanya anggota keluarga lain akan ikut tertular juga. Penyakit ini
sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan.

9
2.2.6 Pathway

Sarcoptes scabiei var. hominis


betina

Kontak langsung Kontak tidak langsung

Kontak kulit dg kulit Melalui benda

Misal berjabat tangan, tidur bersama, Misal pakaian, handuk, sprei,


hub. seksual dsb bantal, sprei, dsb

Tungau berada di permukaan kulit

Masuk ke dalam stratum korneum

Membentuk kanali kulit (terowongan


lurus/berkelok)

Tungau mengeluarkan cairan

Reaksi sensitisasi oleh tubuh

Lesi pada kulit Pruritus (gatal-gatal) Nyeri Akut

Papul, vesikel, dan Garukan


Pruritus nokturnal
urtika

Erosi, eksoriasi atau Gangguan Pola


Gangguan Citra krusta Tidur
Tubuh

Terbentuknya luka

Kerusakan Integritas Port de entre


Kulit

Resiko infeksi sekunder

Resiko Infeksi

10
2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan


produknya :

1. Kerokan Kulit
Papul atau kenalikuli yang utuh ditetsi dengan minyak mineral atau KOH
10% lalu dilakukan kerokan dengan menggunakan scalpel steril yang yang
betujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan
pemeriksaan diletakan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu
di periksa dibawah microskop.
2. Mengambil Tungau dengan Jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukan
kedalam terowongan yang utuh dain digerakan secara tangensial ke ujung
lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terllihat pada ujung
jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah
dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.
3. Tes Tinta pada Terowongan (Burrow Ink Test)
Identifikasi terowongan bisa di bantu dengan cara mewarnai daerah lesi
dengan tinta hitam. Papul scabies di lapisi dengan tinta cina, dibiarkan
selama 20-30 menit. Setelah tinta di bersihkan dengan kapas alkohol,
terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di
sekitarnya karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan
positif bila terbentuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis
menyerupai bentuk zigzag.
4. Membuat Biopsi Irisan (Epidermal Shave Biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara
mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan
telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial
secara menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar
tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan diatas kaca objek dan ditetesi
min yak mineral yang kemudian diperiksa dibawah microskop.

11
5. Uji Tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk kedalam kanalikuli.
Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu
wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan
pada kanakuli.

Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemerisaan kerokan kulit


merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan, agar
pemeriksaan berhasil ada beberapa hal yang perlu di perhatikan :

1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula,kanalikuli) dan tidak
dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2. Sebaiknya lesi yang akan di kerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak
mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat
menemukan tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.

Oleh kerena tungau terdapat dalam srtatum korneum maka kerokan harus
dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya pendarahan. Namun
karena sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus di
pertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal yang
menetap.

2.2.8 Penatalaksanaan

Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :

a. Penatalaksanaan Secara Umum.


Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur
setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus
dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian
pula dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama
bayi dan anak-anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara
waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum

12
meningkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan dan
meningkatkan status gizinya.
Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan :
1) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
2) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian
yang akan dipakai harus disetrika.
3) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,
kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari
selama beberapa jam.

b. Penatalaksanaan secara khusus.

Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus diobati


(termasuk penderita yang hiposensitisasi) (Djuanda, 2010). Syarat obat
yang ideal adalah sebagai berikut (Mansjoer et al., 2000).
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.
4. Mudah diperoleh dan harganya murah.
Dengan menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2010), obat-obat anti skabies
yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
1) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada
bayi berumur kurang dari 2 tahun.
2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3) Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi.

13
Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian.
4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus
dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus
setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak
anjurkan pada bayi di bawah umur 12 bulan.

Bila disertai infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika. Untuk


rasa gatal dapat diberikan antihistamin per oral. Karena sifatnya yang
sangat mudah menular, maka apabila ada salah satu anggota keluarga
terkena skabies, sebaiknya seluruh anggota keluarga tersebut juga harus
menerima pengobatan. Pakaian, alat-alat tidur, dan lain-lain hendaknya
dicuci dengan air panas (Lab/SMF, 2000, dalam Sunaryanto, 2009).

2.2.9 Komplikasi
Erupsi dapat berbentuk limfangitis, impetigo, ektima, selulitis,
folikulitis, dan furunkel jika skabies dibiarkan tidak diobati selama beberapa
minggu sampai beberapa bulan. Pada anak-anak sering terjadi
glomerulonefritis. Pemakaian antiskabies misalnya gamma benzene
heksaklorida yang berlebihan dan terlalu sering dapat menimbulkan
dermatitis iritan. Akan terjadi iritasi dalam penggunaan benzyl benzoate
sehari 2 kali terutama pada pemakaian di genitalia pria. Dapat timbul infeksi
sekunder sistemik yang memperberat perjalanan penyakit seperti pielonefritis,
abses, internal, pneumonia piogenik, dan septicemia (Stone, 2003, dalam
Sunaryanto, 2009).

14
2.2.10 Konsep Asuhan Keperawatan

A. Konsep
1) Biodata

Penyakit skabies bisa menyerang semua umur. Baik anak-anak maupun


dewasa bisa terkena penyakit ini dan tempat yang paling sering adalah
pada di lingkungan yang kebersihannya kurang dan padat penduduknya,
seperti di penjara dan asrama.

2) Keluhan utama

Penderita biasanya datang dengan keluhan gatal dan ada lesi pada kulit.

3) Riwayat penyakit sekarang

Biasanya pasien mengeluh gatal pada malam hari, dan ada lesi bentuk
pustula pada selajari dan telapak tangan, bokong dan dan perut bagian
bawah. Untuk menghilangkan gatal, biasanya penderita menggaruk lesi
tersebut sehingga dapat ditemukan adanya lesi tambahan.

4) Riwayat penyakit dahulu

Tidak ada penyakit lain menumbulkan skabies kecuali kontak langsung


dengan penderita. Artinya penyakit ini bukanlah penyakit keturunan.

5) Riwayat penyakit keluarga

Pada penyakit ini biasanya di temukan di keluarga anggota lain, tetangga


atau teman yang menderita, atau mempunyai gejala yang sama. Oleh
karena itu, dalam melakukan pengkajian atau anamesesis, perawat perlu
menanyakan secara lengkap.

6) Psikososial

Penderita ini merasa malu, jijik, dan cemas adanya lesi yang berbentuk
pustula. Mereka biasanya menyembunyikan daerah-daerah yang terkena
lesi pada saat interaksi sosial.

15
7) Pola kehidupan sehari-hari

Penyakit skabies terjadi karena higiene pribadi yang buruk/kurang


(kebiasaan mandi, cuci tangan, dan ganti baju yang tidak baik). Pada saat
anamnesis perlu ditanyakan secara jelas tentang pola kebersihan diri klien
maupun keluarga. Dengan adanya rasa gatal dimalam hari, tidur penderita
seringkali terganggu. Lesi dan bau yang tidak sedap, yang tercium dari
sela-sela jari atau telapak tangan akan menimbulkan gangguan aktivitas
dan interaksi sosial.

8) Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cara Head To Toe maupun
pendekatan B1 – B6. Dan pemeriksaan biasanya lebih difokuskan pada
sistem integumen.

1. B1 (Breathing)
Penderita scabies umumnya tidak ada masalah atau gangguan pada
sistem pernafasannya. Baik dari pola nafasnya atau bentuk dada dan
laim-lain.
2. B2 (Blood)
Penderita scabies pada umumnya tidak ada masalah atau gangguan pada
sistem kardiovaskulernya.
3. B3 (Brain)
Penderita scabies pada umumnya tidak terdapat gangguan kesadaran.
Begitu juga pada penglihatan, pendengaran dan penciuman. Namun
pada perabaan biasanya disertai penurunan sensasi akibat adanya lesi
pada jari-jari tangan.
4. B4 (Bladder)
Penderita scabies pada umumnya tidak ada masalah atau gangguan pada
sistem perkemihannya.
5. B5 (Bowel)
Penderita scabies pada umumnya tidak terdapat masalah atau gangguan
pada sistem gastrointestinal.

16
6. B6 (Bone)
Pada penderita scabies biasanya mengalami keterbatasan gerak
dikarenakan lesi pada sela jari tangan yang parah hingga seperti tertarik
dan kering. Dan dari segi integritas kulit biasanya terdapat kemerahan,
lesi, ekskorasi, vesikel dan pustule atau nanah.

9) Pemeriksaan Laboratorium.

Sarcoptes scabiei ditemukan dengan membuka trowongan pustula atau


vasikula dengan pisau insisi atau ujung jarum sambil mengorek dasarnya.
Hasil kerokan di letakkan pada kaca sediaan, kemudian diberi beberapa
tetes gliserin dan ditutup dengan gelas penutub, selanjutnya dilihat di
bawah mikroskop. Hasil dianggap positif bila dilakukan sarcoptes scabiei
atau telurnya

10) Terapi

Kolaborasikan dengan tim medis, biasanya jenis obat to-pikal

1. Sulfur prezipitatum

2. Pemetrin 5%

3. Antibiotik jika di temukan adanya infeksi skunder

B. Diagnosis

Kemungkinan masalah keperawatan yang timbul adalah

a. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan pruritus


b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya pustule atau nanah
c. Risiko penularan infeksi yang berhubungan dengan sifat menular
organisme
d. Gangguan pola tidur / istirahat yang berhubungan dengan pruritus / gatal
e. Risiko gangguan konsep diri (harga diri rendah) yang berhubungan dengan
penampilan dan respon orang lain

17
C. Intervensi
Diagnosa 1
Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan lesi dan pruritus
Tujuan (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan lapisan kulit klien
normal dengan kriteria hasil :
1. Ketebalan dan tekstur jaringan normal
2. Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan
3. Menunjukkan proses penyembuhan luka

Intervensi (NIC)
1. Monitor kondisi luka
2. Monitor warna kulit
3. Observasi ekstremitas
4. Jaga kebersihan kulit
5. Monitor lingkungan sekiar pasien atau klien

Diagnosa 2

Nyeri Akut berhubungan dengan adanya pustule atau nanah

Tujuan (NOC)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri klien berkurang


dengan kriteria hasil :
1. Skala nyeri berkurang
2. Nyeri terkontrol
3. Mengenali karakteristik nyeri
4. Pruritus mulai hilang

Intervensi (NIC)

1. Monitor karakteristik nyeri


2. Monitor faktor lain penyebab nyeri
3. Observasi reaksi non verbal pasien
4. Kolaborasi pemberian analgetik

18
Diagnosa 3

Resiko Infeksi berhubungan dengan lesi atau jaringan yang rusak

Tujuan (NOC)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi


dengan kriteria hasil :
1. Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
2. Menunjukkan perilaku hidup sehat
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

Intervensi (NIC)
1. Monitor tanda gejala infeksi
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Pertahankan lingkungan yang aseptik
4. Berikan antibiotik bila perlu

Diagnosa 4

Gangguan pola tidur / istirahat yang berhubungan dengan pruiritus /


gatal

Tujuan (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan pola tidur
teratasi dengan kriteria hasil :
1. Klien dapat menjelaskan factor-faktor atau penghambat atau pencegah
tidur
2. Klien dapat mengidentifikasi teknik untuk mempermudah tidur

Intervensi (NIC)

1. Identifikasi factor-faktor penyebab tidak bisa tidur dan penunjang


keberhasilan tidur
2. Beri penjelasan pada klien dan keluarga penyebab gangguan pola tidur
3. Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan, kurangi jumlah dan bentuk
stimulus yang masuk

19
4. Anjurkan klien mandi air hangat sebelum tidur dan mengoleskan obat
salep (sesuai terapi) pada daerah lesi
5. Kolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian antihistamin / atau obat
antigatal

Diagnosa 5
Risiko gangguan konsep diri (harga diri rendah) yang berhubungan
dengan penampilan diri respon orang lain

Tujuan (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan pola tidur
teratasi dengan kriteria hasil :
1. Klien dapat mengidentifikasi sumber ancaman harga diri dan melakukan
tindakan untuk mencegah hal tersebut
2. Klien dapat mengidentifikasi aspek positif diri
3. Klien mengekspresikan pandangan yang positif tentang masa depan
4. Klien dapat meganalisis perilaku diri diri dan konsekuensi yang harus
dihadapi
Intervensi (NIC)
1. Jalin komunikasi terapeutik antar perawat, pasien, dan keluarga
2. Bantu individu mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaannya
3. Bantu klien mengidentifikasi evaluasi diri yang positif
4. Batu individu dalam mempelajari koping baru. Biarkan ia tahu bahwa ia
tidak sendirian

D. Implementasi

Implementasi Keperawatan

1. Mengkaji intensitas nyeri, karakteristik dan catat lokasi

2. Memberikan perawatan kulit dengan sering, hilangkan rangsangan


lingkungan yang kurang menyenangkan

3. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik dan antibiotika

20
E. Evaluasi

Masalah gangguan rasa nyaman nyeri di katakan teratasi apabila :

1. Nyeri Terkontrol

2. Gatal Mulai hilang

3. Puss hilang

4. Kulit tidak memerah

5. Kaji TTV

2.2.11 KASUS ASUHAN KEPERAWATAN

A. Tinjauan Kasus
An. Z usia 13 tahun datang ke Rumah Sakit diantar Ibunya dengan
keluhan muncul gatal-gatal sejak 2 minggu yang lalu. Gatal muncul sering
pada malam hari. Karena sangat gatal dan mengganggu, klien menjadi susah
untuk tidur. Keluhan muncul pertama kali di sela jari tangan kemudian
meluas ke bagian lengan. Satu minggu yang lalu klien mengeluh muncul
nanah pada jari tangannya, dan terasa nyeri. Klien tinggal di Pondok
Pesantren di daerah Kabupaten Malang, dimana dalam satu kamar dihuni oleh
10 orang dan beberapa juga menderita gatal-gatal. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pada sela jari tangan timbul eritema, erosi, ekskorasi dan krusta
penyebaran diskrit. Dan terdapat pustule pada kedua jari tangan. Karena
keadaannya, klien mengaku merasa malu dan minder dengan orang
disekitarnya.
TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8 C

21
B. Pengkajian
I. IDENTITAS
Nama : An. Z
Ruang : Mawar
No. Register : 212670
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Bahasa : Indonesia
Alamat : Jl. Anggrek No.013 Kota Malang
Golongan Darah : O
Tanggal MRS : 13 januari 2018
Tanggal Pengkajian : 14 januari 2018
Diagnosa Medis : Scabies

II. RIWAYAT KESEHATAN


Keluhan Utama
Klien mengeluh gatal-gatal pada sela kedua jari dan melebar sampai ke
lengan sejak 2 minggu yang lalu. Dan karena gatal yang amat sangat klien
menjadi susah tidur. Satu minggu yang lalu klien mengeluh muncul nanah
pada jari tangannya, dan terasa nyeri. Klien mengaku merasa malu dan
minder dengan orang disekitarnya.

Riwayat Penyakit Sekarang


Klien merasakan gatal-gatal yang sangat mengganggu, yang awalnya dari
sela jari dan melebar sampai ke lengan. Klien juga tidak bisa tidur karena
keadaannya. Klien merasa sangat tidak nyaman dengan keadannya karena
merasa nyeri pada kedua jari tangannya, sampai pada akhirnya klien
datang berobat ke Rumah Sakit.

22
Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan tidak pernah menderita sakit seperti yang diderita
sekarang.

Riwayat Penyakit Keluarga


Klien dan Ibunya mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit seperti ini.

III. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi Terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan
Klien mengatakan saat merasa sakit jarang berobat ke Fasilitas
Kesehatan dan hanya membeli obat biasa di warung.

2. Pola Aktifitas dan Latihan


Klien terlihat tidak percaya diri saat melakukan kegiatan harian karena
keadaannya.

3. Pola Istirahat dan Tidur


Klien mengatakan istirahat dan tidurnya terganggu karena gatal-gatal
yang dialaminya.

4. Pola Nutrisi – Metabolik


Nafsu makan klien tidak mengalami penurunan.

5. Pola Hubungan – Peran


Hubungan dengan keluarga dan kerabat lain baik, tetapi klien merasa
malu dan minder.

6. Pola Kognitif Perseptual


Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas, pendengaran
dan penglihatan normal.

23
7. Pola Koping
a) Pola Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien selalu
merasa gatal, dan tidak nyaman beraktifitas.
b) Kehilangan atau perubahan yang terjadiperubahan yang terjadi
klien nyaman untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
c) Takut terhadap kekerasan : tidak
d) Pandangan terhadap masa depanklien optimis untuk sembuh

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Penampilan : K/U Baik
Kesadaran
GCS : 4-5-6
TD : 90/50 mmHg
Suhu : 36 C
RR : 16x/menit
Nadi : 60x/menit

1. B1 (Breathing)
Inspeksi : dada simetris, tidak terlihat adanya retraksi dada, dan
penggunaan otot bantu napas
Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak ada suara tambahan (vesicular)

2. B2 ( Blood)
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : PMI (Point of Maximal Impuls) teraba
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1, S2 bunyi tunggal

24
3. B3 ( Brain)
Kesadaran : composmentis
Penglihatan : baik
Pendengaran : baik
Penciuman : baik
Perabaan : penurunan sensasi raba akibat adanya lesi pada
epidermis jari tangan

4. B4 (Bladder)
Produksi urin : normal
Frekuensi : lancer (3-4 x/hari)
Konsistensi : cair jernih
Bau : aroma khas
Warna : kuning, jernih

5. B5 ( Bowel)
Frekuensi BAB : 1 x/hari
Konsistensi : lembab, berbentuk
Bau : khas urine
Bissing usus : normal (10x/mnt)
Tidak terdapat distensi abdomen

8. B6 (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi : sendi pada jari tangan mengalami
keterbatasan gerak, tampak antara
sela-sela jari melebar seperti
tertarik.
Integritas kulit : pada epidermis tangan tampak
terdapat lesi pada sela jari serta
pergelangantangan, lesi tampak
tererosi, memerah, terdapat papula
dan vesikel.

25
C. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1 DS : Klien mengatakan gatal- Infeksi Kerusakan


parasit Sarcoptes
gatal mengganggu pada jari Integritas Kulit
scabiei pada kulit
sampai lengan menimbulkan
luka pada kulitnya.
Sensitisasi terhadap
DO : Pada sela jari dan lengan sekreta dan ekskreta
ditemukan terdapat eritema, tungau

erosi, ekskorasi dan krusta


penyebaran diskrit. Dan Timbul gatal

terdapat pustule pada kedua jari


tangan. Refleks menggaruk
TTV
TD : 110/70 mmHg Adanya ruam
kemerahan pada kulit
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8 C
2 DS : Klien mengatakan muncul Infeksi Nyeri Akut
parasit Sarcoptes
satu minggu lalu ada nanah di
scabiei pada kulit
kedua sela jari tangan dan
terasa nyeri. Sensitisasi terhadap
sekreta dan ekskreta
DO : Terlihat muncul pustule tungau
pada kedua sela jari.
Timbul gatal
TD : 110/70 mmHg
N : 80x/menit
Refleks menggaruk
RR : 20x/menit berlebihan
Suhu : 36,8 C
PQRST Ruam berakhir
P : lesi dan pustule pustule/nanah
Q : nyut-nyutan
R : jari tangan
S:3 Nyeri
T : sering timbul

26
3 DS : Klien mengatakan susah Infeksi Gangguan Pola
parasite Sarcoptes
untuk tidur karena gatal yang Tidur
scabiei pada kulit
sangat mengganggu.
DO : Klien tampak lesu Aktivitas tungau
meningkat saat
TTV hospes dalam keadaan
TD : 110/70 mmHg tidak beraktivitas
N : 80x/menit
Pruritus nocturna
RR : 20x/menit (gatal di malam hari)
Suhu : 36,8 C

Gangguan pola tidur


4 DS : Klien mengatakan merasa Infeksi Gangguan Citra
parasit Sarcoptes
malu dan minder dengan orang Tubuh
scabiei pada kulit
disekitarnya.
DO : Klien terlihat sering Sensitisasi terhadap
sekreta dan ekskreta
menyembunyikan tangannya tungau
dan sering menunduk.
TTV Timbul gatal
TD : 110/70 mmHg
N : 80x/menit Refleks menggaruk
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8 C Adanya ruam
kemerahan pada kulit

Kondisi fisik terlihat


kotor dan tidak
sempurna

27
D. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Pruritas/Gatal yang
menyebar dan Destruksi Lapisan Kulit
2. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya pustule/nanah
3. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan pruritas/gatal nocturnal
4. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan kondisi fisik

E. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1 Kerusakan Integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi kondisi luka
Kulit b/d keperawatan lapisan kulit klien
2. Observasi adanya
Pruritas/Gatal yang normal dengan kriteria hasil :
tanda-tanda infeksi
menyebar dan
1. Ketebalan dan tekstur 3. Observasi ekstremitas
Destruksi Lapisan jaringan normal. untuk warna, panas,
2. Pruritas berkurang atau keringat, nadi, tekstur
Kulit
mulai hilang dan luka
3. Eritema, erosi, ekskorasi 4. Jaga kebersihan kulit
dan krusta berkurang agar tetap bersih dan
4. Integritas kulit yang baik kering
bisa dipertahankan 5. Observasi lingkungan
(sensasi, elastisitas, sekitar klien
temperature, dan warna). 6. Observasi daerah kulit
5. Menunjukkan terjadinya yang kemerahan
proses penyembuhan luka
2 Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi karakteristik
adanya pustule atau keperawatan nyeri berkurang nyeri secara
komprehesif : lokasi ,
nanah atau teratasi dengan kriteria
kualitas, frekuensi, dan
hasil : durasi
1. Mengenali karakteristik 2. Observasi faktor lain
nyeri yang menunjang nyeri
2. Mengenali penyebab nyeri 3. Observasi reaksi non
3. Mengenali lamanya nyeri verbal dari
4. Pruritus mulai hilang ketidaknyamanan
5. Pus atau nanah hilang (nyeri)
6. Ekskorasi mulai hilang 4. Gunakan teknik
7. Eritema hilang komunikasi terapeutik

28
8. Melaporkan nyeri sudah untuk mengetahui
terkontrol atau berkurang nyeri pasien
5. Berikan antibiotik
untuk meningkatkan
peredaan nyeri optimal
dalam batas resep
dokter
6. Berikan analgetik
untuk meningkatkan
peredaan nyeri optimal
dalam batas resep
dokter
7. Kolaborasikan dengan
klien, dokter, dan tim
perawatan kesehatan
lain ketika mengubah
penatalaksanaan nyeri
yang diperlukan
8. Monitor TTV
9. Kontrol lingkungan
yang nyaman
3 Gangguan Pola Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola tidur
Tidur b/d keperawatan gangguan pola pasien dan lamanya
waktu tidur
Pruritas/Gatal tidur pasien teratasi dengan
2. Menjaga kulit agar
terlebih pada malam kriteria hasil : selalu lembab
hari. 1. Perubahan pola tidur 3. Jelaskan pentingnya
normal tidur yang adekuat
2. Keluhan verbal merasa 4. Fasilitasi untuk
kurang istirahat berkurang mempertahankan
3. Melaporkan tidak aktivitas sebelum
mengalami kesulitan jatuh
tidur (membaca)
tidur
4. Pola tidur,kualitas dalam 5. Ciptakan lingkungan
batas normal yang nyaman
5. Jumlah jam tidur dalam 6. Kolaburasi pemberian
batas normal obat tidur
7. Kolaborasi pemberian
obat anti gatal

29
4 Gangguan Citra Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi adanya
Tubuh b/d keperawatan gangguan citra gangguan citra diri
(menghindari kontak
perubahan kondisi tubuh pasien teratasi dengan
mata, ucapan
fisik kriteria hasil : merendahkan diri
1. Mengembangkan sendiri).
peningkatan kemauan untuk 2. Dukung upaya klien
menerima keadaan diri. untuk memperbaiki
2. Mengikuti dan turut citra diri, seperti
berpartisipasi dalam merias, merapikan.
tindakan perawatan diri. 3. Dorong sosialisasi
3. Melaporkan perasaan dalam dengan orang lain.
pengendalian situasi. 4. Dorong klien
4. Menguatkan kembali mengungkapkan
dukungan positif dari diri perasaannya.
sendiri. 5. Ajak klien bersadar
5. Klien tampak tidak lesu lagi diri bahwa diluar sana
6. Gatal klien berkurang ada cobaan yang lebih
berat dari pada yang
dialami pasien saat ini.
6. Bantu klien untuk
mengenali tindakan
yang akan
meningkatkan
penampilannya
7. Fasilitasi lingkungan
dan aktifitas yang
akan meningkatkan
harga diri klien.

F. Implementasi
No Diagnosa Tindakan

1 Kerusakan Integritas 1. Mengobservasi kondisi luka klien


Kulit b/d Pruritas/Gatal 2. Mengobservasi adanya tanda-tanda infeksi
3. Mengobservasi ekstremitas untuk warna, panas,
yang menyebar dan
keringat, nadi, tekstur dan luka
Destruksi Lapisan Kulit 4. Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering
5. Mengobservasi lingkungan sekitar klien
6. Mengobservasi daerah kulit yang kemerahan

30
2 Nyeri Akut b/d adanya 1. Mengobservasi karakteristik nyeri secara komprehesif
pustule atau nanah : lokasi , kualitas, frekuensi, dan durasi
2. Mengobservasi faktor lain yang menunjang nyeri
3. Mengobservasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan (nyeri)
4. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui nyeri pasien
5. Memberikan antibiotik untuk meningkatkan peredaan
nyeri optimal dalam batas resep dokter
6. Memberikan analgetik untuk meningkatkan peredaan
nyeri optimal dalam batas resep dokter
7. Mengkolaborasikan dengan klien, dokter, dan tim
perawatan kesehatan lain ketika mengubah
penatalaksanaan nyeri yang diperlukan
8. Memonitor TTV
9. Mengontrol lingkungan yang nyaman
3 Gangguan Pola Tidur 1. Memonitor pola tidur pasien dan lamanya waktu tidur
b/d Pruritas/Gatal 2. Menjaga kulit agar selalu lembab
3. Menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat
terlebih pada malam
4. Memfasilitasi untuk mempertahankan aktivitas
hari. sebelum tidur (membaca)
5. Menciptakan lingkungan yang nyaman
6. Mengkolaborasikan pemberian obat tidur
7. Mengkolaborasikan pemberian obat anti gatal
4 Gangguan Citra Tubuh 1. Mengobservasi adanya gangguan citra diri
b/d perubahan kondisi (menghindari kontak mata, ucapan merendahkan diri
sendiri).
fisik
2. Mendkung upaya klien untuk memperbaiki citra diri,
seperti merias, merapikan.
3. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
4. Mendorong klien mengungkapkan perasaannya.
5. Mengajak klien bersadar diri bahwa diluar sana ada
cobaan yang lebih berat dari pada yang dialami pasien
saat ini.
6. Membantu klien untuk mengenali tindakan yang akan
meningkatkan penampilannya
7. Memfasilitasi lingkungan dan aktifitas yang akan
meningkatkan harga diri klien.

31
G. Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
1 Kerusakan Integritas S : Klien mengatakan gatal-gatal pada jari dan
Kulit b/d Pruritas/Gatal lengannya masih terasa dan luka pada kulitnya sedikit
yang menyebar dan sembuh
Destruksi Lapisan Kulit O : Pada sela jari dan lengan masih terdapat eritema,
ekskorasi dan krusta, tetapi sudah tidak terdapat pustule.
TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8 C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi nomor 1, 2, 3, 4, dan 6
2 Nyeri Akut b/d adanya S : Klien mengatakan sudah tidak nyeri pada sela-sela
pustule atau nanah jarinya
O : Tidak terdapat pustule
TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8 C
Skala Nyeri : 2
A : Masalah Teratasi
P : Hentikan Intervensi
3 Gangguan Pola Tidur S : Klien mengatakan sudah bisa tidur dengan nyenyak
b/d pruritas gatal O : Klien sudah tampak lebih segar
terlebih pada malam TTV
hari (nocturna)
TD : 110/70 mmHg
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8 C
A : Masalah Teratasi
P : Hentikan Intervensi

32
4 Gangguan Citra Tubuh S : Klien mengatakan rasa malu dan mindernya sedikit
b/d perubahan kondisi berkurang
fisik O : Klien menunjukkan rasa percaya diri yang sedikit
membaik
TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8 C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi nomor 5 dan 6

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Scabies adalah penyakit kulit yang mudah menular disebabkan oleh
sarcoptes scabies yang membuat terowongan pada stratum korneum kulit
,terutama pada tempat predileksi yang menyebabkan iritasi kulit, parasit ini
menggali parit-parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gatal -gatal
merusak kulit penderita.
Scabies bisa ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan,ada juga
ditandai dengan berupa nodus kemerahan yang gatal dan juga Scabies juga
bisa disebabkan dari hewan yaitu anjing. Pada bayi dan anak scabies
mengenai seluruh tubuh.

3.2 Saran
Untuk para pembaca, scabies ini memang penyakit yang menular. Namun
kita bisa mecegahnya dengan cara menjaga kebersihan yang bisa kita mulai
dari diri kita sendiri. Jangan lupa mandi bersih dan secara teratur, jangan lupa
juga kita mengganti pakaian kita dan memperhatikan kebersihannya juga.

34
DAFTAR PUSTAKA

Masjoer. Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FK


UI:2010
Muttaqin. Arif.,dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta:Salemba Medika
Rahariyani, Loethfia Dwi. 2010. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Sistem Integumen. Jakarta:EGC
Muawanah. Siti. 2015. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Klien Dengan
Scabies. [Internet] [Diunduh pada 26-09-2018]
https://dokumen.tips/documents/lp-skabies-1.html

Handoko RP,Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit kelamin. Ed.4.


Jakarta:FKUI;2005.119-22)

Putri. Alvania. 2012. Makalah Asuhan Keperawatan Scabies. [Internet] [Diunduh


pada 27-09-2018] https://www.scribd.com/doc/102720515/makalah-skabies

Anda mungkin juga menyukai