Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

B DENGAN MASALAH SISTEM


PERSARAFAN: EPILEPSI DI RB4 RSUP
H. ADAM MALIK MEDAN

Disusun Oleh:

KELOMPOK 2
Ristiniati Linda SusantiGiawa,S.Kep
Nazara,S.Kep
Iwan Aliansy Maibang,S.Kep Maria Pandiangan,S.Kep
Maysarah,S.Kep Irma H. Br Sembiring, S.Kep
Nadia Aramita,S.Kep Jiwa S. Sipayung, S.Kep
Nurul Aini,S.Kep Juhri Sahpitra,S.Kep
Priskila Zagoto,S.Kep Juskaria Situmenag, S.Kep
Reihanisya Fitra,S.Kep Repianus Giawa, S.Kep
Lewistin Dachi,S.Kep

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan askep kelompok untuk memenuhi
salah satu syarat praktek dan mata kuliah Keperawatan Anak, dalam
menyelesaikan Profesi Ners dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada An. B
Dengan Masalah Sistem Persyarafan: Epilepsi Di RB4 RSUP H. ADAM MALIK.
Dalam penyusunan laporan ini banyak pihak yang membantu penulis, untuk itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu:

1. Dr. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara
Indonesia.
2. Dr. Ivan Elisabeth, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
3. Taruli Rohana Sinaga, SP, MKM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
4. Ns. Marthalena Simamora, S.Kep, M.Kep, selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari
Mutiara Indonesia serta dosen Koordinator stase keperawatan Anak.
5. Ns. Jek Amidos Pardede, M.Kep, Sp. Kep.J, selaku Koordinator Profesi
Ners
6. Ns. Masri Saragih, M.Kep, selaku dosen Pembimbing Akademik stase
keperawatan Anak.
7. Ns. Ranikawati Damanik, M.Kep, selaku Pembimbing Akademik stase
keperawatan Anak.
8. Ns. Veronica Manihuruk, S. Kep selaku kepala ruangan RB4
9. Ns. Rikha Yu Firstda, S. Kep Selaku CI ruangan RB4
10. Ns. Hasidah, S.Kep, Selaku CI Ruangan RB4
11. Seluruh pihak yang membantu dalam penyusunan laporan Askep
Keperawatan Anak ini.

Penulis menyadari bahwa isi laporan ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari
itu kami dari penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna memperbaiki di
masa yang akan datang dan semoga askep ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 30 April 2023

Kelompok 2
DAFTAR ISI

Halaman
COVER
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................... 3
1.3 Tujuan ............................................................................................. 3
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 3
1.4 Manfaat ........................................................................................... 4
1.4.1 Bagi Responden .................................................................... 4
1.4.2 Bagi Profesi Ners ................................................................... 4
1.4.3 Bagi Rumah Sakit .................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS ............................................................. 5
2.1 Konsep Penyakit Jantung Koroner ................................................. 5
2.1.1 Defenisi ................................................................................. 5
2.1.2 Etiologi .................................................................................. 5
2.1.3 Klasifikasi ............................................................................. 6
2.1.4 Patofisiologi .......................................................................... 7
2.1.5 Manifestasi Klinis ................................................................. 7
2.1.6 Penatalaksanaan .................................................................... 7
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik ....................................................... 7
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ......................................................... 12
2.2.1 Pengkajian.............................................................................. 12
2.2.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................... 12
2.2.3 Intervensi Keperawatan ......................................................... 12
2.2.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan .............................. 12
BAB 3 TINJAUAN KASUS ..................................................................... 25
3.1 Pengkajian ...................................................................................... 25
3.2 Analisa Data ................................................................................... 25
2.3 Diagnosa Keperawatan ................................................................... 25
3.4 Intervensi Keperawatan................................................................... 26
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan........................................ 26
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................ 32
4.1 Pengkajian ....................................................................................... 32
4.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................... 33
4.3 Intervensi Keperawatan................................................................... 35
4.4 Implementasi Keperawatan ............................................................. 36
4.1 Evaluasi Keperawatan............................................................................ 42
BAB 5 PENUTUP .................................................................................... 43
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 43
5.2 Saran ............................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar
Belakang

Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai


etiologi dan dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan
paroksismal (Rachman, 2021). Kejang sering terjadi pada anak epilepsi
dengan usia kurang dari 15 tahun, Menurut (Khairin, 2020) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa anak dengan epilepsi mempunyai
risiko tinggi terhadap keterlambatan perkembangan, kecelakaan fisik,
problem belajar, keterlambatan kognitif, masalah sosial, sulit mandiri dan
menjadi beban bagi keluarga dan lingkungannya.

Menurut data hasil dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2017,
diperkirakan terdapat 2,4 juta jiwa yang didiagnosis sebagai epilepsi setiap
tahunnya di seluruh dunia. Pada negara dengan pendapatan tinggi, kasus baru
epilepsi tiap tahunnya sebanyak 30-50 kasus per 100.000 jiwa. Sementara di
negara dengan pendapatan menengah dan rendah, angka ini dapat meningkat
hingga dua kali lipat (Ngurah,dkk., 2017).

Epilepsi menyerang 70 juta dari penduduk dunia. Epilepsi dapat terjadi pada
siapa saja di seluruh dunia tanpa batasan ras dan sosial ekonomi. Angka
kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang yang mencapai
114/100.000 penduduk per tahun. Angka tersebut tergolong tinggi
dibandingkan dengan negara yang maju dimana angka kejadian epilepsi
berkisar antara 24-53 per 100.000 penduduk per tahun. Di Indonesia
dilaporkan angka kejadian kejang sekitar 3-4% yakni pada tahun 2012-2013
dari anak yang berusia 6 bulan – 5 tahun (Wibisono, 2015). Di Jawa Timur
terdapat 2-3% dari 100 balita pada tahun 2009-2010 anak yang mengalami
kejang(Desa Dkk., 2019).
Berdasarkan prevalensi tersebut, Epilepsi disebabkan oleh infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial atau ekstrakranium seperti tonsilitis, otitis
media akut, bronkitis. Salah satu penyakit virus merupakan penyebab utama
kejang demam. Kepustakaan terbaru menunjukan keterlibatan human herpes
simplex virus 6 (HHSV-6) sebagai penyebab timbulnya roseola pada 20%
dari sekelompok klien yang datang dengan kejang demam mereka yang
pertama. Genetik juga merupakan penyebab dari kejang demam, kejang
demam cenderung terjadi pada keluarga. Bila anak terkena kejang demam
maka resiko saudara kandungnya terkena adalah sebesar 10%. Kemungkinan
ini menjadi 50% jika orangtuanya pernah menderita kejang demam (Anurogo,
2012).

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari suatu
populasi neuron yang sangat mudah terpicu sehingga mengganggu fungsi
normal otak dan juga dapat terjadi karena keseimbangan asam basa atau
elektrolit yang terganggu.Sehingga kejang itu sendiri dapat juga menjadi
akibat dari suatu penyakit yang membahayakan sehingga suhu tubuh
mengalami kenaikan melebihi batas normal atau bisa dikatakan dengan istilah
hipertermi(Istiqomah, 2016).

Salah satu penatalaksanaan epilepsi yaitu selama kejang, berikan privasi dan
Usaha untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah Anak yang
sedang mengalami kejang, dengan memberikan tidakan utama yaitu menjaga
agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan
untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi
dapat juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian
oksigen harus dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi.Keadaan dan
kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat
diturunkan dengan kompres air hangat) dan pemberian antipireti
(asetaminofen oral 10 mg/kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg
BB, 4 kali sehari). (Deliana, 2016).
Beberapa peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
resiko cedera yaitu Promotif (perawat memberikan edukasi ke pasien dan
keluarga cara pencegahan cedera saat terjadinya epilepsy dan pasien sering
mengkonsumsi obat sesuai dosisnya), Preventif (Mencegah resiko cedera saat
epilepsy terjadi, menyediakan obat antiepilepsi terjadi, menyediakan obat
antiepilepsi. Pemberian obat 3x1 perhari dengan interval waktu pemberian
obat 8 jam) , Kuratif (Perbanyak istirahat, makan makanan gizi seimbang dan
vitamin. Rutin melakukan vaksin kepada anak sesuai umur) Rehabilitatif
(Pasien anak epilepsy saat mengalami kejang, letakkan di lantai, jauhkan
benda-benda berbahaya, tempatkan sesuatu yang lembut dibawah kepala dan
longgarkan segala sesuatu yang melingkar di leher (kerah baju) dan jangan
menahan gerakan – gerakan pasien).

Berdasarkan latar belakang diatas maka kelompok perlu melakukan asuhan


keperawatan pada pasien An. B dengan amasalah sitem persarafan : epilepsi
di RB4 RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada An.B dengan masalah gangguan
Sistem persarafan: Epilepsi di RB4 RSUP H. Sakit Adam Malik Medan.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk Melakukan Asuhan Keperawatan Pada An.B dengan masalah
gangguan Sistem persarafan: Epilepsi di RB4 RSUP H. Sakit Adam
Malik Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan
Epilepsi di RB4 RSUP H. Adam Malik Medan.
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul
pada klien dengan Epilepsi di RB4 RSUP H.Adam Malik Medan.
c. Mahasiswa mampu menyusun intervensi asuhan keperawatan pada
klien dengan Epilepsi di RB4 RSUP H.Adam Malik Medan.
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi asuhan keperawatan
pada klien dengan Epilepsi di RB4 RSUP H.Adam Malik Medan.
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada
klien dengan Epilepsi di RB4 RSUP H.Adam Malik Medan.
f. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan pada klien dengan Epilepsi di RB4 RSUP H.Adam
Malik Medan.

2.3 ManfaatPenulisan
1. Bagi Responden
Diharapkan nama menjadi sumber pengetahuan sehingga keluarga mampu
melakukan penanganan awal ketika penyakit kambuh.
2. Profesi Ners
Diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien Epilepsi.
3. Pelayanan Rumah Sakit
Diharapkan dapat mengembangkan peningkatan asuhan keperawatan pada
pasien Epilepsi pada anak.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Epilepsi


2.1.1 Defenisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibatlepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel.Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya
gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang
disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat
reversibel dengan berbagai etiologi .Epilepsi adalah sindroma otak kronis
dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan
paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak
secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua
bahkan bayi yang baru lahir (Utopias,2008).

2.1.2 Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(Idiopatik) Sering terjadi pada:
1. Trauma lahir,Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf \
3. Keracunan CO intoksikasiobat/ alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia,
hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama,


ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi
simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh
kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada
dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua
tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-
masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.

Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang


tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI)
maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah
antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu,
dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,
definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai
nilai prediksi sebagai berikut:

Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam
waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang,
Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko
terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85%
dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi
pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40%
dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya
bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan
ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang
dalam waktu 6 bulan pertama(Tarwoto,2007).

2.1.3 Klasifikasi Epilepsi


1. Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik
yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di
bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus.
Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.
2. Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar
atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana
selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi
otot seperti sentakan (twitch- like),biasanya di daerah kepala,
terutama pengedipan mata.
3. Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regoi
setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam
pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi
organik setempat atau adanya kelainan fungsiona (Tarwoto,2007).

2.1.5 Pathway
2.1.6 Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan
(impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan
dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps
terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotranmiter
eksitatif, sedangkan zat lainyakni GABA (gama-amino-butiric- acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik saraf dalam sinaps.Epilepsi sediri dicetuskan oleh suatu sumber yaitu gaya listrik saraf di
otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan
dendrit ke neuron-neuron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak
dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi).

Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian
tubuh atau anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer
yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus
yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan
terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.(Rani Murtiani, 2017)

2.1.7 Manifestasi klinik


1. Klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan.
2. Kelainan gambaran EEG.
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen.
4. Dapat mengalami Gurg yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau- bauan tak enak, mendengar suara
gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya) (Hidayat,2009).
2.18 Penatalaksana
Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa mengganggu kapasitas dan intelek
pasien. Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan medikamentosa dan pengobatan psikososial.

1) Pengobatan mejikamentosa
Pada epilepsi yang simtomatis di mana sawan yang timbul adalah manifestasi penyebabnya seperti
tumor otak, radang otak, gangguan metabolic, mka di samping pemberian obat anti-epilepsi diperlukan
pula terapi kausal. Beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan:
a. Pada sawan yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor pencetusnya, pemberian
an obat harus dipertimbangkan.
b. Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; ini berarti pasien mengalami lebih dari dua kali
sawan yang sama.
c. Obat yang diberikan sisesuaikan dengan jenis sawan.
d. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini toksisitas akan berkurang,
mempermudah pemantauan, dan menghindari interaksi obat.

e. Dosis obat disesuaikan secara individual.


f. Evaluasi hasilnya, bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya:
- Salah etiologi: kelaianan metabolisme, neoplasma yang tidak terdeteksi, adanya penyakit
degenerates susunan saraf pusat.
- Pemberian obat antiepilepsi yang tepat.
- Kurang penerangan: menelan obat tidak teratur.

- Faktor emosional sebagai pencetus.


- Termasuk intractable epilepsi.

g. Pengobatan dihentikan setelah sawan hilang selama minimal 2 — 3 tahun. Pengobatan dihentikan
secara berangsur dengan menurunkan dosisnya.

h. Jenis obat yang sering digunakan, yaitu:


- Phenobarbital (luminal).
- Primidone (mysolin)
- Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).

2) Pengobatan Psikososial.
Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian besar akan terbebas dari
sawan. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya sehingga dapat bebas dari sawan dan dapat
belajar, bekerja dan bermasyarkat secara normal.

3) Penatalaksanaan status epileptikus


a. Lima menit pertama
- Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau satu serangan berikutnya.
- Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atur posisi kepala dan jalan nafas, intubasi bila perlu bantuan
bentilasi.
- Tanda-tanda vital dan EKG, koreksi bila ada kelaianan.
- Pasang jalur intravena dengan NaC10,9%, periksa gula darah, kimia darah, hematology dan
kadar OAE (bila ada fasilitas dan biaya).

b. Menit ke-6 hingga ke-9


c. Jika hipoglikemia/gula darah tidak diperiksa, berikan 50 ml glukosa 50% bolas intravena (pada
anak: 2 ml/kgBB/glukosa 25%) disertai 100 mg tiamin intravena. Menit ke-10 hingga ke-20
Pada dewasa: berikan 0,2 mg/kgBB diazepam dengan kecepatan 5 mg/menit sampai maksimum 20
mg. Jika serangan masih ada setelah 5 menit, dapat diulangi lagi. Diazepam harus diikuti dengan
dosis rumat fenitoin.

d. Menit ke 20 hingga ke-60


Berikan fenitoin 20 mg/kgBB dengan kecepatan <50 mg/menit pada dewasa dan 1
mg/kbBB/menit pada anak; monitor EKG dan tekanan darah selama pemberian.

e. Menit setelah 60 menit

Jika status masih berlanjut setelah fenitoin 20 mg/kg maka berikan fenitoin tambahan 5 mg/kg
sampai maksimum 30 mg/kg. Jika status menetap, berikan 20 mg/kg fenobarbital intravena dengan
kecepatan 60 mg/menit. Bila apne, berikan bantuan ventilasi (intubasi). Jika status menetap,
anestasia umum dengan pentobarbiatal, midazolam atau propofal.

4) Perawatan pasien yang mengalami kejang :


a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu (pasien yang
mempunyai aura/penanda ancaman kejang memerlukan waktu untuk mengamankan, mencari
tempat yang aman dan pribadi.

b. Pasien dilantai jika memungkinkan lindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cidera dari
membentur permukaan yang keras.

c. Lepaskan pakaian yang ketat.


d. Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama kejang. e.Jika pasien ditempat
tidur singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur.

e. ika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi bantalan diantara gigi, untuk
mengurangi lidah atau pipi tergigit.
f. Jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk memasukkan
sesuatu, gigi yang patah cidera pada bibir dan lidah dapat terjadi karena tindakan ini.

g. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang karena kontraksi otot kuat dan
restrenin dapat menimbulkan cidera
h. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi kedepan yang
memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran salifa dan mucus. Jika disediakan
pengisap gunakan jika perlu untuk membersihkan secret.
i. Setelah kejang: pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi, yakinkan
bahwa jalan nafas paten. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal. Periode
apnoe pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah kejang. Pasien pada saat bangun
harus diorientasikan terhadap lingkungan.

2.19 Pemeriksaan Diagnostik

a. Elektrolit : Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang.
b. Glukosa : Hipoglikemia dapat menjadi presipitasi(pencetus kejang.
c. Ureum/Kreatinin : Meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang.
d. Sel Darah Merah : Anemia Aplastik mungkin sebagai akibat terapi obat.
e. Kadar obat pada serum: Untuk membuktikan batas obat anti epilepsi.
f. Punksi lumbal : untuk mendeteksi tekanan abnormal dari css, tanda-tanda
infeksi,perdarahan(hemoragik,subarakhnoid,subdural)sebagai penebab kejang tersebut.
g. Foto ronsen kepala :Untuk mengidentiikasi adanya SOL,fraktur.

h. Elektroensefalogram: Melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik,mengukur aktivitas
otak.Gelombang otak untuk menentukan karakteristik dari gelombang pada masing —masing tipe dari
aktivitas kejang tersebut.
i. Pemantauan video EEG 24 jam : dapat mengidentifikasikan fokus kejang secara tepat.
j. Scan CT : mengidentifikasi letak lesi serebral, hematoma, edema serebral,trauma, abses,tumor,dan dapat
dilakukan dengan/tanpa kontras.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada anak dengan Epilepsi berdasarkan (Rani
Murtiani, 2017) adalah :
1. Keluhan utama pada umumnya klien panas yang meninggi disertai kejang
(Hipertermi).
2. Riwayat penyakit sekarang menanyakan tentang keluhan yang dialami
sekarang mulai dari panas, kejang, kapan terjadi, berapa kali, dan keadaan
sebelum, selama dan setalah kejang.
3. Riwayat penyakit yang pernah diderita Penyakit yang diderita saat kecil
seperti batuk, pilek, panas. Pernah di rawat dinama, tindakan apa yang
dilakukan, penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
saat kejang.
4. Riwayat penyakit keluarga tanyakan pada keluarga tentang di dalam
keluarga ada yang menderita penyakit yang diderita oleh klien seperti
kejang atau epilepsi.
5. Riwayat alergi bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti
antiepilepsi, perlu dibedakan apakah ini suatu efek samping dari
gastrointestinal atau efek reaksi hipersensitif. Bila terdapat semacam
“rash” perlu dibedakan apakah ini terbatas karena efek fotosensitif yang
disebabkan eksposur dari sinar matahari atau karena efek hipersensitif
yang sifatnya lebih luas.
6. Riwayat alergi bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti
antiepilepsi, perlu dibedakan apakah ini suatu efek samping dari
gastrointestinal atau efek reaksi hipersensitif. Bila terdapat semacam
“rash” perlu dibedakan apakah ini terbatas karena efek fotosensitif yang
disebabkan eksposur dari sinar matahari atau karena efek hipersensitif
yang sifatnya lebih luas.
7. Riwayat pengobatan bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan
antiepilepsi, perlu ditanyakan bagaimana kemanjuran obat tersebut,
berapa kali diminum sehari dan berapa lama sudah diminum selama ini,
berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya.
8. Riwayat psiko sosial peran terhadap keluarga akan menurun yang
diakibatkan oleh adanya perubahan kesehatan sehingga dapat
menimbulkan psikologis klien dengan timbul gejala-gejala yang di alami
dalam proses penerimaan terhadap penyakitnya.
9. Riwayat imunisasi apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindari.
10. Riwayat gizi status gizi anak yang menderitaEpilepsi dapat bervariasi
Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila
terdapat faktor predisposisinya. Anak yang menderita epilepsi sering mengalami
keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut
dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
11. Kondisi lingkungan bagaimana keadaan lingkungan yang mengakibatkan
gangguan kesehatan.
12. Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : Pada umumnya klien kesukaran menelan.
Kaji frekuensi, jenis, pantangan, nafsumenurun.
b. Eliminasi : Pada klien febris convulsi tidak mengalami gangguan.
c. Tidur dan istirahat : Pada umumnya klien mengalami gangguan waktu
tidur karena panas yang meninggi.
d. Pola aktifitas dan latihan : Pada umumnya klien mengalami gangguan
dalam melakukan aktifitas.
13. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dari
ujung rambut sampai kaki.
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi
dari ujung rambut sampai kaki.
1) Kepala
Pengkajian kepala meliputi : ukuran , kesimetrisan, distribusi
rambut dan lingkar kepala. Pada klien dengan epileapsi biasanya
klien mengeluhkan nyeri oleh karena adanya spasme atau
penekanan pada tulang tengkorak akibat peningkatan TIK sewaktu
kejang
2) Mata
Pengkajian mata meliputi ketajaman penglihatan, gerakan ekstra
ocular, kesimetrisan, penglihatan warna, warna konjungtiva,
warna sclera, pupil, reflek cahaya kornea. Pada klien dengan
epilepsi saat terjadi serangan klien biasanya mata klien cenderung
seperti melotot bahkan pada sebagian anak lensa mata dapat
terbalik sehingga pupil tidak nampak.
3) Hidung
Pengkajian hidung meliputi : Pada penderita epilepsi jarang di
temukan kelainan pada hidung.
4) Mulut
Pengkajian pada mulut meliputi pada penderita epilepsi biasanya
ditemukan adanya kekakuan pada rahang pada saat terjadinya
kejang.
5) Telinga
Pengkajian pada telinga meliputi: hygiene, kesimetrisan,
ketajaman pendengaran.Pada penederita epilepsy biasanya
mengalami halusianasi sebelum mengalami kejang dan ketajaman
pendengaran menurun di karenakann kontraksi otot.
6) Leher.
Pengkajian pada leher meliputi pada sebagian penderita epilepsi
juga ditemukan kaku kuduk pada leher.
7) Dada
Pengkajian pada dada meliputi : kesimetrisan, amati jenis
pernafasan, amati kedalaman dan regularitas, bunyi nafas dan
bunyi jantung.
8) Abdomen
Pengkajian pada abdomen meliputi : pemeriksaan warna dan
keadaan kulit abdomen, auskultasi bising usus, perkusi secara
sistemik pada semua area abdomen, palpasi dari kuardan bawah
keatas. Pada penderita epilepsi biasanya terdapat adanya spasme
abdomen.
9) Ekstermitas Atas :
pengkajian meliputi : pada penderita epilepsi biasanya terdapat
aktivitas kejang pada ekstermitas. Bawah : pada penderita epilepsi
biasanya terdapat aktivitas kejang pada ekstemitas.
10) Genetalia Pengkajian pada genetalia meliputi ;
pemeriksaan kulit sekitar daerah anus terhadap kemerahan dan
ruam, pemeriksaan anus terhadap tanda-tanda fisura, hemoroid,
polip, atresia ani.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan berdasarkan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2017)
1. Bersihan nafas tidak efektif b.d spasme pada jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif b.d Gangguan neorologi
3. Hipertermia b.d proses penyakit
4. Termogulasi tidak efektif b.d perubahan laju metabolisme
5. Resiko cedera b.d kondisi terkait kejang
6. Ansietas b.d d kurang terpapar informasi

2.2.3 Perencanaan
Pada perencanaan disusun menurut (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2017)(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2017) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017)
Diagnosa 1
Bersihan nafas tidak efektif b.d spasme pada jalan nafas
Tujuan : kemampuan membersihkan sekret atau obtrusi jalan nafas
untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten
Kreteria hasil : produksi sputum menurun, mengi menurun, wheezing
menurun,
1. Monitor pola nafas R/ untuk memantau pola nafas
2. Monitor sputum R/ untuk memantau produksi sputum
3. Pertahankan kepatenan jalan nafas R/ untuk memastikan jalan nafas
pada pasien tetap terbuka
4. Posisikan semi fowler atau fowler R/ untuk memudahkan jalan nafas
terbuka
5. Berikan oksige R/ bila saturasi oksigen berkurang pada pasien kejang
6. Kolaborasikan pemberian diazepam, lorazepam, dan clonazepam
R/berikan obat kejang yang di resepkan dokter yang khusus di
peruntukan pada pasien anak

Diagnosa 2
Pola nafas tidak efektif b.d Gangguan neorologi
Tujuan : inspirasi dan ekpirasi yang memberikan ventilasi yang adekuat
Kreteria hasil : dispnea menurun, penggunaan otot bantu nafas menurun,
frekuensi nafas menurun, kedalaman nafas menurun.
1. Monitor pola nafas (frekuensi kedalaman, usaha nafas) R/memantau pola
nafas pada pasien
2. Monitor bunyi nafas R/ memantau bunyi nafas pada pasien
3. Pertahankan kepatenan jalan nafas R/ menetapkan jalan nafas agar tetap
terbuka
4. Posisikan semi fowler atau fowler R/ mempermudahkan pasien untuk
bernafas secara optimal
5. Anjurkan asupan 2000ml/hari R/ pemenuhan cairan untuk mengurangi
resiko dehidrasi
6. Ajarkan batuk efektif R/ untuk mengeluarkan sekret yang masih
tertinggal di tenggorokan
7. Kolaborasikan dengan ekspektoran R/ untuk membantu mengeluarkan
sekret.

Diagnosa 3
Termogulasi tidak efektif b.d perubahan laju metabolisme
Tujuan : Tujuan : pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentan normal
Kreteria hasil : menggigil menurun, suhu tubuh membaik, suhu kulit membaik
1. Monitor suhu tubuh anak R/ untuk memantau perkembangan suhu tubuh
anak
2. Monitor tekanan darah, frekuesi pernafasan dan nadi R/ untuk memantau
TTV dan tanda tanda syok
3. Monitor warna kulit R/ untuk memantau apakan pasien terdapat
kekurangan oksigen atau tidak.
4. Tingkatkan asupa cairan dan nutrisi yang adekuat R/ untuk memastikan
anak tidak dehidrasi dan nutrisi terpenuhi
5. Sesuaikan huhu tubuh lingkugan dengan pasien R/ mencegah pasien
mengalami hipertermi ataupun hipotermia
6. Kolaborasikan dengan antipiretik R/ untun menurunkan panas pada pasien.

Diagnosa 4
Hipertermia b.d proses penyakit
Tujuan : pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentan normal
Kreteria hasil : menggigil menurun, suhu tubuh membaik, suhu kulit membaik.
1. Identifikasi penyebab hipertermia R/ untuk mengetahui faktor penyebab
terjadinya hipertermia
2. Monitor suhu tubuh R/ memantau perkembangan suhu tubuh anak
3. Sediakan lingkunga yng dingin R/ mengatur suhu tubuh agar tetap normal
4. Longgarkan atau lepaskan pakaian R/ agar suhu panas dalam tubuh keluar
5. Anjurkan tirah baring R/ meningkatkan metabolisme tubuh
6. Kolaborasika Pemberian cairan yang cukup R/ mencegah anak dehidrasi

Diagnosa 5
Resiko cedera b.d kondisi terkait kejang
Tujuan : mengamati tingkat keparahan dan cedera yang di amati atau di
laporkan Kreteria hasil : kajadian cedra menurun, luka lecet menurun
1. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera R/
untuk mengetahui area mana saja yang berpotensi meyebabkan cedera
2. Gunakan pengaman tempat tidur R/ gara pasien ketika terjadinya kejang
tidak jatuh ke lantai
3. Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi keluarga
R/ mengedukasi anggota keluarga cara penaanganan pasien
4. Jelaskan intervensi pencegahan cedera pada pasien dan keluarga R/
mengurangi miss komunikasi sehingga tidak terjadinya mal paraktik

Diagnosa 6
Ansietas b.d d kurang terpapar informasi
Tujuan : meningkatkan pengetahuan akan kondisi dan penyakit yang di derita
Ktreteria hasil : Verbalisasi kebingungan menurun, Vrbalisasi kawatir
menurun, Perilaku gelisah menurun
Monitor terjadinya kejang berulang R/ memantau apakah terjadi kejang
berulang atau tidak
1. Monitor karakteristik kejang R/ memantau karakteristik setiap kejang
2. Baringkan pasien agar tidak terjatuh R/ agar pasien safety bila terjadi
kejang
3. Berikan alas empuk di bawah kepala R/ untuk melindungi kepala
4. Pertahankan jalan nafas R/ memastikan jalan nfas tetap terbuka
5. Dampingi pasien pada saat periode kejang R/ untuk agar pasien safety
bila terjadi kejang
6. mendokumentasikan dan memantau perkembangan kejang R/
untuk mengetahui perkembangan pada penyakit kejang anak
7. Jauhkan benda benda berbahaya terutama benda benda tajam
untuk melindungi pasien saaat kejang
8. Catat durasi kejang R/ untuk medokumentasikan durasi kejang
9. Reorientasi setelah periode kejang R/ menge cek apaah fungsi memori
anak tidak tergaggu paska kejang
5. Gunakan pengaman tempat tidur R/ gara pasien ketika terjadinya
kejang tidak jatuh ke lantai
6. Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi
keluarga R/ mengedukasi anggota keluarga cara penaanganan pasien
7. Jelaskan intervensi pencegahan cedera pada pasien dan keluarga
R/ mengurangi miss komunikasi sehingga tidak terjadinya mal paraktik

Diagnosa 6
Ansietas b.d d kurang terpapar informasi
Tujuan : meningkatkan pengetahuan akan kondisi dan penyakit yang di derita
Ktreteria hasil : Verbalisasi kebingungan menurun, Vrbalisasi kawatir
menurun, Perilaku gelisah menurun
Monitor terjadinya kejang berulang R/ memantau apakah terjadi kejang
berulang atau tidak
1. Monitor karakteristik kejang R/ memantau karakteristik setiap kejang
2. Baringkan pasien agar tidak terjatuh R/ agar pasien safety bila terjadi
kejang
3. Berikan alas empuk di bawah kepala R/ untuk melindungi kepala
4. Pertahankan jalan nafas R/ memastikan jalan nfas tetap terbuka
5. Dampingi pasien pada saat periode kejang R/ untuk agar pasien safety
bila terjadi kejang
6. mendokumentasikan dan memantau perkembangan kejang R/ untuk
mengetahui perkembangan pada penyakit kejang anak
7. Jauhkan benda benda berbahaya terutama benda benda tajam untuk
melindungi pasien saaat kejang
8. Catat durasi kejang R/ untuk medokumentasikan durasi kejang

2.2.4 Implementasi
Menurut Mufidaturrohmah (2017) implementasi merupakan tindakan yang
sudah direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan keperawatan
mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. Ukuran implementasi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien dan
keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul
dikemudian hari (Yustiana & Ghofur, 2016).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Menurut Budiono (2016) evaluasi merupakan proses terakhir dalam
keperawatan yang maman akan menentukan tingkat keberhasilan dalam
keperawatan dan sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Istilah yang sering digunakan pada saat mencatat evaluasi adalah SOAP
atau SOAPIER yang merupakan singkatan dari :
S : Subjektif (keluhan-keluhan pasien)
O : Objektif (apa yang dilihat, dicium, diukur, dan diraba oleh perawat)
A : Assessment (kesimpulan perawat mengenai kondisi klien)
P : Plan of care (rencana tindakan keperawatan untuk mengobati
klien) I : Intervensi (tindakan keperawatan untuk mengobati masalah
klien) E : Evaluasi (respon klien terhadap tindakan yang diberikan)
R : Revisi (mengubah rencana tindakan keperawatan yang diperlukan)
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1. Pengkajian
3.1.1 Biodata
a. Identitas Pasien
Nama :An.B
Umur : 8 Thn
Jeniskelamin : Laki laki
Agama : Islam
Alamat : Pematang Siantar

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama ayah : Tn.M
Umur : 29 Thn
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Wiraswasta

3.1.2 Riwayat Kesehatan Sekarang


a. KeluhanUtama
Ibu mengatakan anak An. B demam, kulit merah, jingkat-jingkat
selama demam dalam waktu sehari 2-3 kali setelah itu hilang dan
beberapa saat timbul lagi dalam waktu durasi beberapa jam. Ibu pasien
mengatakan khawatir terhadap sakit yang diderita anaknya dan tidak
tau apa yang dilakukan.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Ayah pasien mengatakan An.B mengalami demam, sudah hampir 3 hari
sejak tanggal 12 Maret 2023, pada tanggal 13 Maret 2023 jam 07.00,
anak mengalami kejang berulang dengan durasi kurang lebih 3-5 menit
sebanyak 3 kali. Saat itu ayah cemas bingung dan kawatir dengan
keadaan anaknya dan tidak tau apa yang harus di lakukan untuk
anaknya, setelah kejang ibu pasien langsung membawa anaknya ke
RSUP H. Adam Malik

c. Riwayat Kesehatan Yang Lalu


Orangtua pasien mengatakan pada saat bayi pasien pernah mengalami
kejang demam pada usia 6 bulan dan belum pernah dibawa kerumah
sakit. Tidak ada alergi obat maupun makanan. Sudah mendapat
imunisasi lengkap

3.1.3 Riwayat Kesehatan Keluarga Yang Lalu


Keluarga pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keturunan

3.1.4 Riwayat Sosial


Pasien sejak kecil hingga sekarang diasuh oleh ayah dan ibunya, hubungan
dengan anggota keluarga ibu klien mengatakan pasien adalah anak yang
ceria dan sangat disayang, hubungan dengan teman sebaya klien sangat
ceria dan gampang bergaul dengan teman sebayanya

3.1.5 Genogram
Ket :

: Klien

: Perempuan

: Laki-Laki

: Meninggal

: Tinggal Serumah

3.1.6 Activity Daily Living


a.Pola Nutrisi
(makanan yang disukai / tidak, selera, alat makan, jam makan, dsb) Ibu
pasien mengatakan sebelum sakit, pola makan anak sangat lah baik
yaitu 3x sehari 1 porsi habis. Ketika sakit anak mengalami penurunan
pada pola makannya yaitu 3x sehari ½ porsi
a. Pola Tidur
(kebiasaan sebelum tidur, perlu dibacakan cerita, benda-benda yang
dibawa tidur) Ibu paseien mangatakan sebelumm sakit anak tidur 8 jam
sehari. Ketiaka sakit anak tidur sekitar 5 jam sehari di karenakan tidak
nyaman dengan kondisi tubuhnya
c.Pola Aktivitas/Bermain
Sebelum pasien sakit pasien sangat aktif dalam bermain. Setelah sakit
anak tidak aktif di kerenakan bedrest di tempat tidur
d. Pola Eliminasi
Ibu pasien mengatakan sebelum dan pada saat sakit tidak terdapat
gangguan pada sistem eleminasi pasien
e.Pola KognitifPerseptual
Pasien sudah mulai bisa menyebutkan benda benda dan mengenal
binatang – binatang sekitar dan sudah mulai belajar menghitung,
f. Pola Koping Toleransi Stress
Pasien percaya bahwa tidak terjadi apa apa pada dirinya
3.1.7 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum dan TTV
Tingkat kesadaran composmentis, E4V5M6 dengan GCS 15, RR :
21x/i, T: 39o C, TB : 128 cm, BB: 30 Kg, IMT : 18,75, SPO2 : 87
2. Kepala
Kepala tampak bersih, tidak ada ketombe, tidak terdapat luka/benjolan,
bentuk kepala normocephali
3. Mata
Mata pasien tampak simetris kiri dan kanan, pupil bulat isokor,
conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik-/-
4. Telinga
Telinga tampak simetris kiri dan kanan, tidak terdapat lesi, tidak
terdapatnya serumen pada telinga
5. Hidung
Bentuk normal, tidak ada sekrek, nafas cuping hidung (-).
6. Mulut
Gusi tidak meradang, tidak merah dan bengkak (-), Bibir kering dan
pecah- pecah (+), sianosis(-)
7. Leher
Leher tampak normal, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
8. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat. Palpasi : Iktus cordis teraba
pada linea midclavicularis sinistra ICS4. Auskultasi : Bunyi jantung 1
& 2 normal reguler, murmur (-) gallop (-)

9. Paru

Inspeksi : bentuk dada normal, pernapasan simetris dalam


keadaanstatis. Palpasi : fremitus vokal dan taktil simetris dalam statis
dan dinamis. Perkusi : Sonor pada lapangparu. Auskultasi : Suara
napas vesikuler +/+, ronkhi (-/-), wheezing(-/-).
10. Abdomen
Inspeksi : Abdomen terlihat cembung kesan asites (Lingkar perut
51cm). Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak
teraba membesar, shifting dullness (-), distensi kandung kemih(-).
Perkusi : Redup di seluruh regio abdomen. Auskultasi : bising usus (-
) normal. Extremitas : Akral hangat
11. Integumen
Kulit pasien memerah, badan terasa panas.
12. Genetalia
Pada pemeriksaan di temukan pada area kelamin anak tampak bersih
dan tidak ada kelainan maupun kelinan.
13. Muskuloskeletal
Pasien tidak mengalami sulit bergerak, ekstremitas atas kanan terpasang
IVFD D5%, NACL 0,5%
14. Neurologi
Pada pemeriksaan neoroligi tidak terdapat kelinan dengan hasil.
a) Nervus I (olfaktorius) : pasien dapat mencium aroma
makanan.
b) Nervus II (optikus) : lapang pandang terbatas karena
terdapatodema
c) Nervus III (okulomotoris) : pupil bulat isokor, diameter 2mm reflek
cahaya+
d) Nervus IV (troklearis) : lapang pandang luas, pasien
dapat menggerakkan bola mata keatas
dan kebawah.
e) Nervus V (trigeminus) : pasien dapat berkedip.
f) Nervus VI (abduscent) : pasien dapat menggerakkan bola
mata ke samping kanan dan kiri.
g) Nervus VII (fasialis) : tidak terdapat kelainan pada wajah
bagian bawah.
h) Nervus VIII (vestibulochoclearis) : pasien dapat mendengar
rangsangan suara.
i) Nervus IX (glosofaringeus) : pasien tidak mengalami
kesulitan mengerakan lidah
j) Nervus X (Vagus) : pasien tidak kesulitan
k) Nervus XI (aksesorius) : otot dapat berkontraksi melawan
gravitasi (mengangkat).
l) Nervus XII (hipoglosus) : pasien dapat menggerakkan lidah.

3.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
a) RBC : 4.1 106/UL (3.5-5.2)
b) HGB : 12 g/DI (12-16)
c) PLT : 342 103/UL (150-400)
d) PCT : 0,327% (0,108-0,5)
2. Rontgen
Tidak dilakukan rontgen pada klien

3.1.9 Terapi
1. Paracetamol 3x500 mg
2. Vitamin B Complex 1x500 mg
3. Diazepam 3x2 mg
3.2. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


NO
1. DS :
Aktivitas otot
 Ibu klien mengatakan anaknya
meningkat
demam
 Anak mengatakan badannya
terasa panas Metabolisme Hipertermia
DO : meningkat
 Suhu tubuh di atas normal

390C
suhu tubuh
 Kulit tampak merah meningkat
 Kejang
 Takikardi
 Takipnea
 Kulit terasa hangat
2. DS: ketidakseimbangan
Ansietas
aliran listrik pada
Ibu pasien mengatakan khawatir,
sel saraf
cemas terhadap sakit yang diderita
anaknya dan tidak tau apa yang
Kejang
harus di lakukan untuk anaknya

DO : Psikomotor
 Pasien terlihat bingung
 Ibu klien tampak kawatir kurangnya
 Pasien merasa pengetahuan dalam
tidak berdaya perawatan

Defisit Pengetahuan
3.3 Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosis keperawatan tersebut, penulis menyimpulkan beberapa luaran keprawatan berdasarkan (SLKI, 2017) dan intervensi
keperawatan (SIKI 2017) antara lain :
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil
1. Hipertermia b.d Setelah dilakukan Observasi
Proses penyakit intervensi selama 1x60  Identifikasi penyebabhipertermia
menit termogulagi  Monitor suhu tubuh Terapeutik
membaik dengan kriteria  Sediakan lingkunga yang dingin
hasil :  Longgarkan atau lepaskan pakaian
1) Menggil menurun Edukasi
2) Kejang menurun  Anjurkan tirah baring kolaborasikan
3) Suhu tubuh membaik  Pemberian cairan yang cukup
4) Suhu kulit membaik  Pemeberian anperetik yaituparasitamol 3x500mg
 Pemeberian anti kejang diazepam 3x2mg

2. Ansietas b.d Setelah dilakukan Observasi


kurang terpapar intervensi selama 1x60  Monitor terjadinya kejang berulang
informasi menit tingkat ansietas  Monitor karakteristik kejang(mis. Progresi kejang
menurun dengan  Monitor TTVTerapeutik
kriteria hasil :  Baringkan pasien agar tidakterjatuh
 Verbalisasi  Berikan alas empuk pada area kepal
kebingungan  Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Longgarkan pakaian,terutama bagian leher
menurun  Jauhkan benda bendaberahaya terutama benda tajam
 Verbalisasi  Reorientasikan setelah kejang

kawatir menurun
 Perilaku Edukasi
gelisah  Anjurkan keluargamenghindari memasukkan apapun kedalam mulut
menurun pasien saat periode kejang
 Anjurkan keluarga tidakmenggunakan kekerasanuntuk menahan gerakan
pasien

4.3 Implemementasi dan Evaluasi


Hari Pertama
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
15 Maret Hipertermia b.d  Menganjurkan untuk Sediakan S : keluarga mengatakan sudah memahami
2023, jam Peningkatan laju lingkungan yang dingin penanganan ketika anaksedang panas
09.00 wib metabolism  Menganjurkan untuk Longgarkan atau O:
lepaskan pakaian  Menggigil masih ada
 Menganjurkan untuk Anjurkan tirah  Kejang masih ada
baring  Suhu tubuh naik turun
 Menganjurkan untuk  Suhu kulit membaik
Pemberian cairan yang cukup
 T : 39o C
 Kolaborasikan dengan
parasetamol3x 500  HR : 130x/i

 Kolaborasikan dengan diazepam3x2mg  RR : 21x/i

A : masalah belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan
15 Maret Ansietas b.d kurang S: ibu pasien mengatakan masih bingung
 Memonitor terjadinya
2023, jam terpaparinformasi bagaimana cara pertahanan diri yang tepat dan
kejang berulang
11.00 wib bertanya apakah penyakit anaknya tidak paarah
 Memonitor karakteristik
O:
kejang(mis. Progresi kejang
 ibu klien tampak bingung dan cemas
 Memonitor TTV
 anak tampak tidak berdaya
 membaringkan pasien agar tidakterjatuh
 T : 39o C
 memberikan alas empuk pada area kepal
 mempertahankan kepatenan jalan nafas  HR : 130x/i
 melonggarkan pakaian,terutama bagian
leher  RR : 21x/i
 menjauhkan benda benda berbahaya
terutama benda tajam
 menganjurkan keluargamenghindari A : masalah belum
 memasukkan apapun kedalam mulut pasien teratasi P : intervensi di
saat periode kejang
 menganjurkan keluarga lanjutkan
tidakmenggunakan kekerasanuntuk
menahan gerakan pasien

Hari kedua
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
16 Maret Hipertermia b.d  Menganjurkan untuk Sediakan S : keluarga mengatakan sudah memahami
2023, jam Peningkatan laju lingkungan yang dingin penanganan ketika anak demam dan ketika suhu
10.00 wib metabolism  Menganjurkan untuk Longgarkan atau tubuh meningkat ibu mengompres kepala An. B
lepaskan pakaian O:
 Menganjurkan untuk Anjurkan tirah  Menggigil menurun
baring  Kejang menurun
 Menganjurkan untuk  Suhu tubuh membaik tetapi kadang membaik
Pemberian cairan yang cukup  Suhu kulit membaik
 Kolaborasikan dengan  T : 38o C
parasetamol3x 500  HR : 115x/i
 Kolaborasikan dengan diazepam3x2mg  RR : 21x/i
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan

16 Maret Ansietas b.d kurang S: ibu pasien mengatakan mengatakan sudah mengerti
 Memonitor terjadinya
2023, jam terpapar informasi penanganan kejang pada anak
kejang berulang
10.30 wib O:
 Memonitor karakteristik kejang(mis.
 ibu klien tampak sedikit cemas
Progresi kejang
 ketika anaknya kejang ibu klien menjaga
 Memonitor TTV
agar jalan nafas tetap terbuka dengan cara
 membaringkan pasien agar tidakterjatuh
melonggarkan pakaian klien
 memberikan alas empuk pada area kepal
 mempertahankan kepatenan jalan nafas  T : 38o C
 melonggarkan pakaian,terutama bagian
leher  HR : 115x/i
 menjauhkan benda benda berbahaya  RR : 21x/i
terutama benda tajam
 menganjurkan keluargamenghindari A : masalah teratasi
 memasukkan apapun kedalam mulut pasien sebagian P : intervensi di
saat periode kejang
 menganjurkan keluarga lanjutkan
tidakmenggunakan kekerasanuntuk
menahan gerakan pasien

Hari ketiga
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
17 Maret Hipertermia b.d  Menganjurkan untuk Sediakan S : keluarga mengatakan sudah memahami
2023, jam Peningkatan laju lingkungan yang dingin penanganan ketika anak demam dan ketika suhu
10.00 wib metabolism  Menganjurkan untuk Longgarkan atau tubuh meningkat ibu mengompres kepala An. B
lepaskan pakaian O:
 Menganjurkan untuk Anjurkan tirah  Menggigil menurun
baring  Kejang menurun
 Menganjurkan untuk  Suhu tubuh membaik
Pemberian cairan yang cukup  Suhu kulit membaik
 Kolaborasikan dengan
 T : 36o C
parasetamol3x 500
 Kolaborasikan dengan diazepam3x2mg  HR : 110x/i

 RR : 21x/i
A : masalah teratasi
P : intervensi dilanjutkan
17 Maret Ansietas b.d kurang S: ibu pasien mengatakan mengatakan sudah mengerti
 Memonitor terjadinya
2023, jam terpapar informasi penanganan kejang pada anak
kejang berulang
11.00 wib O:
 Memonitor karakteristik
 ibu klien tampak tidak cemas
kejang(mis. Progresi kejang
 ketika anaknya kejang ibu klien menjaga
 Memonitor TTV
agar jalan nafas tetap terbuka dengan cara
 membaringkan pasien agar tidakterjatuh
melonggarkan pakaian klien
 memberikan alas empuk pada area kepal
 mempertahankan kepatenan jalan nafas  T : 36o C
 melonggarkan pakaian,terutama bagian
 HR : 110x/i
leher
 menjauhkan benda benda berbahaya  RR : 21x/i
terutama benda tajam
 menganjurkan keluargamenghindari A : masalah teratasi
 memasukkan apapun kedalam mulut pasien P : intervensi di berhentikan
saat periode kejang
 menganjurkan keluarga
tidakmenggunakan kekerasanuntuk
menahan gerakan pasien
BAB IV

PEMBAHASAN

Dari hasil asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien An. B. dengan
epilepsi Di RB 4 RSUP H Adam Malik Medan, maka penulis akan
mengemukakan kesenjangan data antara teori dengan data yang didapatkan pada
tinjauan kasus. Telah diuraikan pula sebelumnya mengenai tinjauan kasus
epilepsi baik ditinjau dari segi medis maupun segi keperawatan.

Di dalam memberikan asuhan keperawatan Tidak menutup kemungkinan adanya


perbedaan kita harus mengakui klien sebagian mahluk Bio Psiko dan sosial dan
spiritual yang utuh dan unik sehingga segala kemampuan kecakapan yang
dimiliki oleh perawat harus dipadukan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan hal itulah tidak menutup kemungkinan munculnya perbedaan antara
teori dan praktek. Penulis akan mengemukakan kesenjangan itu melalui
beberapa tahap sebagai berikut:
4.1. Pengkajian
Pada tahap pengumpulan data penulis tidak mengalami kesulitan karena
penulis telah mengadakan perkenalan dan menjelaskan maksud penulis yaitu
untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada anak epilepsi sehingga
keluarga terbuka dan mengerti serta kooperatif. Menurut (Deliana, 2016).
Penggolongan kejang demam menurut kriteria Nationall Collaborative
Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang lama
kejangnya kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang pada satu
episode demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih
lama dari 15 menit baik bersifat fokal atau multiple.

Pada kasus klien didapatkan data fokus kejang 3-5 menit, ketidak sadaran ,
dan biasanya terjadi pada pagi hari dan sore hari dengan hasil observasi
pasien mengalami demam tinggi dan Kulit tampak merah, Kejang,
Takikardi, Takipnea, Kulit terasa hangat Sehingga sesuai dengan teori
yang dibuktikan dengan tanda gejala yaitu bahwa klien mengalami penyakit
epilespsi.

4.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang terdapat pada tinjauan kasus yaitu :
1. Hipertermia b.d Peningkatan laju metabolisme
DS : Ibu klien mengatakan anaknya demam, anak mengatakan badannya
terasa panas
DO : Suhu tubuh di atas normal 39oC, Kulit tampak merah, Kejang,
Takikardi, Takipnea, Kulit terasa hangat

2. Ansietas b.d kurang terpaparinformasi

DS : Ibu pasien mengatakan khawatir, cemas terhadap sakit yang


diderita anaknya dan tidak tau apa yang harus di lakukan untuk
anaknya
DO : Pasien terlihat bingung, Ibu klien tampak kawatir , Pasien merasa
tidak berdaya

4.3 Intervensi Keperawatan


Pada rumusan tujuan anatara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. Pada
tinjauan pustaka perencanaan mengacu pada kriteria hasil dan pencapaian
tujuan. Pada tinjauan kasus perencanaan mengunakan sasaran, dalam
intervensinya keluarga mampu dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
melalaui peningkatan melalui peningkatan pengetahuan, dan perubahan
kondisi pasien. Dalam tujuan pada tinjaun kasus dicantumkan waktu karena
pada tinjauan kasus keadaan pasien secara langsung, intervensi dan diagnosa
keperawatan namun tetapi mengacu pada sasaran, data dan kriteria hasil yang
ditetapkan.

Hipertermia b.d Peningkatan laju metabolism, Setelah dilakukan intervensi


selama 1x60 menit diharapkan termogulagi membaik dengan kriteria hasil :
Menggil menurun, Kejang menurun, Suhu tubuh membaik, Suhu kulit
membaik.

Ansietas b.d kurang terpapar informasi, Setelah dilakukan intervensi selama


1x60 menit tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil : Verbalisasi
kebingunganmenurun, Verbalisasi kawatir menurun, Perilaku gelisah menurun

4.4 Implementasi
Hipertermia b.d Peningkatan lajumetabolism dilakukan tindakan pada tanggal
22 Maret 2023 dan memberikan tindakan keperawatan 1x60 menit
menganjurkan tirah baring, mengkolaborasikan pemberian cairan yang cukup,
melakukan pemeberian anperetik yaitu parasitamol 3x500mg dan anti kejang
diazepam 3x2mg. Pada Ansietas b.d kurang terpapar informasi di lakukan
tindakan keperawatan pada tanggal 22 Maret 2023 dengan menganjurkan
keluarga menghindari memasukkan apapun kedalam mulut pasien saat periode
kejang, menganjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasanuntuk menahan
gerakan pasien.

4.5 Evaluasi
Pada evaluasi pada masalah keperawatan Hipertermia b.d Peningkatan laju
metabolism keluarga mengatakan sudah memahami penanganan ketika anak
demam dan ketika suhu tubuh meningkat ibu mengompres kepala An. B.
Menggigil menurun, Kejang menurun, Suhu tubuh membaik, Suhu kulit
membaik, setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah teratasi.

Pada evaluasi selanjutnya pada masalah Ansietas b.d kurang terpapar


informasi ibu pasien mengatakan mengatakan sudah mengerti penanganan
kejang pada anak, ibu klien tampak tidak cemas, ketika anaknya kejang ibu
klien menjaga agar jalan nafas tetap terbuka dengan cara melonggarkan
pakaian klien masalah teratasi sebagian.
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Pada An. B dengan epilepsi menggunakan proses keperawatan mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
1. Dalam pengkajian pada An.B menemukan data berupa klien demam, kulit
merah, jingkat-jingkat selama demam dalam waktu sehari 2-3 kali setelah
itu hilang dan beberapa saat timbul lagi dalam waktu durasi beberapa jam.

2. Diagnosa keperawatan yang menjadi masalah utama yang muncul pada


klien yaitu Hipertermia b.d Proses penyakit dan Ansietas b.d kurang
terpapar informasi.

3. Rencana tindakan keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah


yang ada yaitu Hipertermia dengan kriteria hasil yaitu Menggigil menurun
dan kejang menurun. Rencana untuk mengatasi masalah pada An. B yaitu
Identifikasi penyebab hipertermia, Monitor suhu tubuh teraupetik, Monitor
TTV Teraupetik, Baringkan pasien agar tidak Jatuh,sediakan lingkungan
yang dingin.

4. Implementasi untuk diagnosa keperawatan yang prioritas Hipertermia


dalam kasus ini adalah Menganjurkan untuk Sediakan lingkungan yang
dingin, Menganjurkan untuk Longgarkan atau lepaskan pakaian,
Menganjurkan untuk Anjurkan tirah baring, Menganjurkan untuk
Pemberian cairan yang cukup, Kolaborasikan dengan parasetamol 3x 500,
Kolaborasikan dengan diazepam3x2mg.

5. Evaluasi klien An. B setelah dilakukan implementasi Menggigil menurun,


kejang menurun, suhu tubuh membaik, suhu kulit membaik, Sehingga hari
ke 3 masalah teratasi.
5.2 Saran
1. Bagi Pasien/Keluarga
Diharapkan bagi pasien untuk mematuhi minum obat yang telah diberikan
oleh dokter, di samping menghindari faktor-faktor pencetus yang
menyebabkan kekambuhan bangkitan kejang. Diharapkan dengan adanya
kepatuhan minum obat anti epilepsi yang baik, pasien dapat memiliki
kualitas hidup yang baik.

2. Bagi Rumah Sakit


Asuhan keperawatan yang dilakukan oleh penelitian ini menjadi acuan
bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara
professional.

3. Bagi Profesi Ners


Diharapkan menambah Keluasan ilmu pengetahuan dalam bidang
keperawatan khususnya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien
anak dengan Epilepsi sebagai acuan dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien anak dengan Epilepsi.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, A. E. (2019). Analisis pengobatan pasien epilepsi di poli syaraf rsud


45’kuningan. 1(1), 7–10.
Deliana, M. (2016). Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri,
4(2),59. https://doi.org/10.14238/sp4.2.2002.59-62
Hasibuan, Dede, K., & Dimyati, Y. (2020). Kejang Demam sebagai Faktor
Predisposisi Epilepsi pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran, 47(9),
2020.http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/1191
Ilmu, J., Masyarakat, K., Health, P., & Hulu, K. I. (2018). FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS IMUNISASI DASAR
PADA BAYI DI DESA SUNGAI AIR PUTIH KECAMATAN SUNGAI
LALA KABUPATENINDRAGIRI HULU. 7, 11–21.
Kristanto, A. (2017). Epilepsi Bangkitan Umum Tonik-Klonik di UGD
RSUP Sanglah Denpasar-Bali. Intisari Sains Medis, 8(1), 69–73.
https://doi.org/10.15562/ism.v8i1.105
Kusrini, S. K. (2016). Penggunaan Certainty Factor dalam Sistem Pakar
untukMelakukan Diagnosis dan Memberikan Terapi Penyakit Epilepsi
dan Keluarganya Penggunaan Certainty Factor dalam Sistem Pakar.
April.
Kusuma H dan Nurarif H. (2016). Asuha Keperawatan Praktis. Nanda Nic
Noc. Lukas, A., Harsono, H., & Astuti, A. (2016). Gangguan Kognitif Pada
Epilepsi.
Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana, 1(2), 144.
https://doi.org/10.21460/bikdw.v1i2.10
Nasution, G. T. D., Sobana, S. A., & Lubis, L. (2020). Karakteristik anak
epilepsidi Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Cileunyi Bandung tahun
2018. Bali Anatomy Journal, 3(1), 1–10.
https://doi.org/10.36675/baj.v3i1.36
Pediatri, S. (2016). Jadwal Imunisasi Rekomendasi IDAI. Sari Pediatri,
2(1), 43.https://doi.org/10.14238/sp2.1.2000.43-7
Puspitasari, J. D., Nurhaeni, N., & Allenidekania, A. (2020). Edukasi
Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam Pencegahan Kejang
Demam Berulang. Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(JPPNI),4(3), 124. https://doi.org/10.32419/jppni.v4i3.186
Rani Murtiani, I. D. P. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Epilepsi.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 31–48.
Suhaimi, M. L., Syarif, I., Chundrayetti, E., & Lestari, R. (2020). Faktor
RisikoTerjadinya Epilepsi pada Anak Palsi Serebral. Jurnal Kesehatan
Andalas,9(2), 225. https://doi.org/10.25077/jka.v9i2.1282
Sunaryo, U., Neurologi, B., & Uwk, F. K. (2017). Diagnosis Epilepsi.
JurnalIlmiah Kedokteran, 1(1), 1–12.
Suwarba, I. G. N. M. (2016). Insidens dan Karakteristik Klinis Epilepsi
pada Anak. Sari Pediatri, 13(2), 123.
https://doi.org/10.14238/sp13.2.2011.123-8
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). satandar luaran keperawawatan
indonesia. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). standar intervensi
keperawatan indonesia (I).
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia
(I). Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Utami Putri, S., Nikawanti, G., & Citra Bayuni, T. (2020). Upaya
Membangun Orang Tua Sadar Nutrisi. Metodik Didaktik, 15(2), 110–
117.

Anda mungkin juga menyukai