Anda di halaman 1dari 142

Visi : Pada tahun 2023 menghasilkan Ners yang unggul dalam Asuhan Keperawatan lanjut

usia dengan menerapkan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN


GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN

Dosen Pengajar:
Nelly Yardes, S.Kp., M.Kes.

Disusun Oleh:

1. Aufiah Dhia Ulhaq (P3.73.20.2.17.007)


2. Fitra Rahmadilla Haryadi (P3.73.20.2.17.016)
3. Nisrina Rifqi Syukria (P3.73.20.2.17.025)
4. Shafana Salsabila (P3.73.20.2.17.034)

PRODI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem
Integumen” untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Dukungan dari berbagai pihak sangat membantu tim penulis dalam
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Gangguan
Sistem Integumen”. Ucapan terima kasih ditujukan kepada :
1. Ibu Nelly Yardes, S.Kp., M.Kes.selaku dosen pempimbing tim penulis
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II di Poltekkes Kemenkes
Jakarta III.
2. Orang Tua yang telah memberikan doa, arah, dukungan, dan dorongan
dari segi material maupun moral.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan dari kualitas maupun kuantitas dari ilmu pengetahuan
yang penulis kuasai. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan dimasa mendatang. Atas
perhatian dan waktunya penulis ucapkan terima kasih.

Bekasi, Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 2
D. Sistematika Penulisan ............................................................................ 2
TINJAUAN TEORI ................................................................................................ 3
A. Anatomi fisiologis kulit .......................................................................... 3
B. Radang (Dermatitis) ............................................................................... 8
C. Infeksi .................................................................................................... 10
D. Morbus Hansen..................................................................................... 35
E. Trauma (Luka Bakar).......................................................................... 44
F. Carcinoma ................................................................................................. 18
G. Rabies .................................................................................................... 43
BAB III ................................................................................................................. 61
TINJAUAN KASUS ............................................................................................. 61
A. Gambaran kasus ................................................................................... 61
BAB IV ................................................................................................................. 63
PEMBAHASAN ................................................................................................... 63
A. Pengkajian ............................................................................................. 63
B. Diagnosis Keperawatan ....................................................................... 72
C. Perencanaan .......................................................................................... 72
D. Implementasi dan Evaluasi.................................................................. 75
BAB V................................................................................................................... 78
TREND ISSUE KANKER KULIT (CARCINOMA) .......................................... 78
BAB VI ................................................................................................................. 79
SIMPULAN SARAN ............................................................................................ 79

ii
A. Simpulan................................................................................................ 79
B. Saran ...................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 80

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kulit merupakan organ tubuh pada manusia yang sangat penting
karena terletak pada bagian luar tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsangan seperti sentuhan, rasa sakit dan pengaruh lainnya dari luar
(Nuraeni, 2016). Kulit yang tidak terjaga kesehatannya dapat
menimbulkan berbagai penyakit kulit sehingga perlu menjaga kesehatan
kulit sejak dini agar terhindar dari penyakit. Penyakit kulit sering dianggap
remeh karena sifatnya yang cenderung tidak berbahaya dan tidak
menyebabkan kematian. Hal tersebut sangat salah karena jika penyakit
kulit terus menerus dibiarkan dapat menyebabkan penyakit tersebut
semakin menyebar dan sulit untuk mengobatinya.
Data Profil Kesehatan Indonesia 2010 menunjukkan bahwa
penyakit kulit menjadi peringkat ketiga dari sepuluh penyakit terbanyak
pada pasien rawat jalan dirumah sakit se-Indonesia (Kemenkes, 2010).
Kejadian penyakit kulit di Indonesia masih tergolong tinggi dan menjadi
permasalahan yang cukup berarti. Hal tersebut karena kurangnya
kesadaran dan ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar
yang menyebabkan penularan penyakit kulit sangat cepat. (Pardiansyah,
2015).
Penyakit kulit di Indonesia pada umumnya lebih banyak
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, parasit, dan penyakit dasar alergi.
Hal ini berbeda dengan negara Barat yang lebih banyak dipengaruhi oleh
faktor degeneratif. Disamping perbedaan penyebab, faktor lain seperti
iklim, kebiasaan dan lingkungan juga ikut memberikan perbedaan dalam
gambar klinis penyakit kulit. Hal tersebut karena kurangnya kesadaran dan
ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar yang
menyebabkan penularan penyakit kulit sangat cepat. (Siregar, 2005)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada infeksi?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada trauma (luka bakar)?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada carsinoma?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada rabies?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada morbus hansen ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mendapat gambaran dan memahami asuhan keperawatan infeksi pada
kulit.
2. Mendapat gambaran dan memahami asuhan keperawatan trauma pada
kulit (luka bakar).
3. Mendapat gambaran dan memahami asuhan keperawatan carsinoma.
4. Mendapat gambaran dan memahami asuhan keperawatan rabies.
5. Mendapat gambaran dan memahami asuhan keperawatan morbus
hansen.

D. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penyelesaian makalah ini, maka penulis


menyusun sistematika penulisan sebagai berikut;

BAB I Pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan


penulisan makalah, serta sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan teori, berisi konsep dasar asuhan keperawatan,


pendidikan kesehatan dan pemeriksaan diagnostik pada gangguan sistem
integumen yaitu infeksi, trauma (luka bakar), carsinoma, rabies dan
morbus hansen

BAB III Tinjauan kasus, berisi gambaran kasus.

BAB IV Pembahasan, berisi pembahasan dari kasus.

BAB V Trend dan isu, berisi trend dan isu saat ini.

BAB VI Penutup, berisi simpulan dan saran.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi fisiologis kulit


Sistem integumen merupakan bagian dari tubuh manusia, khususnya
organ yang menutupi permukaan atau bagian luar tubuh manusia yang
sering disebut kulit. Kulit merupakan organ yang paling besar pada tubuh
manusia dan terletak paling luar sehingga mudah mengalami trauma atau
terkontaminasi oleh mikroorganisme serta mudah dilihat individu maupun
orang lain. Kulit merupakan jalinan pembuluh darah, saraf, dan kelenjar
yang tidak berujung, semuanya memiliki potensi untuk terserang penyakit.
Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% dari berat
badan. Secara mikroskopis, struktur kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu
lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis.
1. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis adalah lapisan paling atas dari kulit serta tidak
mengandung pembuluh darah dan saraf. Tebalnya di kulit biasa 0, 3
mm, Ditelapak tangan dan kaki tebalnya 1.5 mm. Waktu yang
diperlukan dari lapisan yang paling bawah menjadi paling luar 30 hari.
Bagian-bagian lapisan epidermis:
a. Stratum Korneum adalah lapisan tanduk yang berada paling luar,
terdiri atas beberapa lapis sel gepeng yang mati dan tidak berinti
dan mengandung zat keratin.
b. Stratum Lusidum adalah lapisan yang terdapat langsung dibawah
laisan korneum, merupakan lapisan selgepeng tanpa inti
dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleidin.
c. Stratum Granulosum merupakan lapisan epidermis yang
mempunyai fungsi penting dalam pembentukan protein dan ikatan
kimia stratum korneum. selnya gepeng,berinti dan protoplasma
berbutir besar.

3
d. Stratum Spinosum adalah lapisan yang mengalami prose mitosis.
Protoplasmanya jernih karena mengandung glikogen dan inti
selnya di tengah-tengah. Sel bentuk dan besarnya berbeda karena
proses mitosis.
e. Stratum Basal merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang berbaris
seperti pagar (palisade). Didalam lapisan ini terdapat melanosit, sel
pembentuk melanin (melanosit) merupakan sel-sel berwarna muda
mengandung pigmen-pigmen melanosom.
2. Lapisan Dermis
Adalah lapisan kulit di bawah epidermis yang terbagi menjadi dua
bagian, yaitu:
a. Stratum Papilar (Pars Papilaris)
Bagian yang menonjol ke epidermis. Bagian ini berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah yang menyokong dan member
nutrisi pada epidermis.Lapisan papila hampir tidak mengandung
jaringan ikat, memiliki serabut kolagen yang tipis.Lapisan ini
dikenal dengan lapisan subepitel karena dibawah lapisan epitel
epidermis.Lapisan ini disebut juga lapisan papila karena terdapat
papila (kecil, seperti jari-jari) yang berikatan dengan
epidermis.Kebanyakan papila mengandung kapiler untuk memberi
nutrisi pada epidermis.Papila dengan serabut dobel ditelapak
tangan dan kaki membentuk sidik jari.
b. Stratum Retikularis (Pars Retikularis)
Lapisan retikuler terdiri dari jaringan ikat, memiliki serabut
kolagen yang kasar dan berkas serabut yang saling bersilangan
membentuk seperti jaring. Garis-garis serabut tersebut membentuk
Cleavage yang penting dalam proses pembedahan. Sayatan bedah
yang memotong garis cleavage lebih sulit sembuh daripada yang
paralel dengan garis ini. Lapisan reticular sangat banyak
mengandung pembuluh darah, syaraf, ujung-ujung syaraf bebas,
sel-sel adiposa(lemak), kelenjar minyak dan akar rambut, reseptor

4
untuk tekanan dalam. Bagian terbawah lapisan ini mengandung
serabut otot polos (khususnya didada dan putting susu genital) dan
folikel rambut.
Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit, histiosit,
sel mast, dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan
invasi benda-benda asing.di samping itu, di dalam lapisan dermis
juga terdapat akar rambut dan kelenjar keringat.
Ada dua macam kelenjar keringat, yaitu:
a) Kelenjar ekrin, yang berukuran kecil, terletak di bagian dangkal
dermis dengan secret yang encer. Kelenjat ini langsung
bermuara di permukaan kulit. kelenjat ini terdapat di seluruh
permukaan kulit, terbanyak pada bagian dahi, tangan, kaki, dan
aksila.
b) Kelenjar apokrin, yang lebih besar, terletak lebih dalam dan
sekretnya lebih kental. kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf
adrenargi, terdapat di aksila, aerola mammae, pubis, labia
minora dan saluran telinga luar.
Manusia memiliki dua jenis rambut, yaitu:
a) Rambut lanugo, denagn ciri pendek, tidak berpigmen, halus, dan
akarnya di dalam dermis. Contohnya, rambut yang ada di pipi,
rambut yang ada pada tubuh bayi (biasnya akan hilang setelah
lahir).
b) Rambut terminal, dengan cirri lebih panjang, lebih kasar,
berpigmen, berkumpul di daerah tertentu, dan akarnya di dalam
subkutis. rambut ini memiliki siklus pertumbuhan yang lebih
cepat, kurang lebih 1 cm per bulan (mis, rambut kepala).
3. Derivat Kulit
Rambut, kuku, dan kelenjar kulit merupakan derivat dari epidermis
meskipun berada dalam dermis, mereka berasal dari stratum
germinativum.
a. Kelenjar kulit

5
Kelenjar kulit dibedakan menjadi dua macam yaitu kelenjar minyak
(kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat.
1) Kelenjar minyak,
Terdapat hampir di semua permukaan kulit kecuali di daerah-
daerah yang tidak berambut seperti telapak tangan dan telapak
kaki. Saluran kelenjar minyak biasanya bermuara pada bagian
atas folikel rambut, dan langsung ke permukaan kulit, seperti
pada glans penis, glans klitoris, dan bibir. Sekresi kelenjar
minyak disebut sebum, berfungsi sebagai pelumas yang
memelihara kulit tetap halus, serta rambut tetap kuat.
2) Kelenjar keringat, merupakan kelenjar eksokrin yang
ekskresinya dikeluarkan melalui pori-pori yang tersebar luas di
seluruh permukaan kulit. Kelenjar keringat dibedakan menjadi
dua macam berdasarkan sekresinya, yaitu: kelenjar ekrin dan
kelenjar apokrin, kelenjar ekrin tersebar di seluruh permukaan
tubuh memproduksi keringat jernih yang terutama mengandung
air, NaCl, dan urea, sedangkan kelenjar apokrin dijumpai pada
ketiak dan daerah genital.
b. Rambut
Rambut dijumpai di seluruh permukaan tubuh kecuali pada
permukaan tangan, permukaan kaki, dan bibir. Rambut dibungkus
oleh folikel rambut, yaitu suatu invaginasi epidermis yang terjadi
selama periode pertumbuhan dengan suatu pelebaran ujung yang
dinamakan bulbus rambut. Di bagian dalam dermis terdapat pita
kecil dari otot polos yang disebut pili arektor, menghubungkan
salah satu sisi folikel rambut ke lapisan papila dermis. Bila otot ini
berkontraksi pada saat dingin atau takut, maka batang rambut akan
ditarik ke atas ke posisi yang lebih vertikal. Fenomena ini pada
manusia sering disebut “tegak bulu roma”.
c. Kuku
Kuku merupakan derivat epidermis yang berupa lempeng-
lempeng zat tanduk, terdapat pada permukaan dorsal ujung jari

6
tangan dan jari kaki.Kuku terdiri dari bagian akar dan bagian
badan. Dilihat dari atas, pada bagian proksimal badan kuku
terdapat bagian putih berbentuk bulan sabit yang disebut lunula.

Proses Regenerasi Kulit


Regenerasi kulit merupakan proses pembaruan atau perbaikan lapisan
kulit yang terjadi di seluruh area kulit, baik wajah maupun tubuh.
Pertumbuhan sel kulit baru ini mendorong sel kulit lama naik hingga ke
permukaan. Perbaikan ini dimulai pada lapisan dasar epidermis, yang
mengalami pembaruan konstan setiap 28 hari, semua sel tumbuh karena
sel yang paling luar diganti dengan yang baru. pertumbuhannya jauh lebih
cepat pada bayi dan melambat seiring bertambahnya usia. Hal ini
disebabkan oleh berkurangnya kadar kolagen maupun elastin pada kulit
yang berperan dalam proses regenerasi kulit. Begitu pula pada proses
penyembuhan luka. Luka, graze, dan memar yang hilang dengan cepat
ketika masih muda serta didukung oleh faktor lain, seperti asupan
makanan, pola hidup, dan lingkungan.

Fungi kulit
Secara keseluruhan julit memiliki banyak fungsi diantaranya adalah:
1. Pelindung
Menutupi dan melindungi organ-organ dibawahnya dari masuknya
mikroorganisme dan benda asing yang dapat membahayakan tubuh.
Fungsi ini merupakan fungsi perlindungan pasif. Selain fungsi
perlindungan pasif, lapisan dermis berperan dalam proses menyiapkan
limfosit yang di produksi oleh sumsum tulang sebelum benar-benar
dipakai untuk menyerang berbagai mikroorganisme penyebab
penyakit. Peran kulit dalam hal ini merupakan peran aktif dalam
perlindungan tubuh.
2. Pengaturan suhu.
Kulit, jaringan sub kutan dan lemak merupakan penyekat panas dari
tubuh. Lemak menyalurkan panas sepertiga kecepatan jaringan lain

7
atau dalam kata lain lemak menghambat pengeluaran panas dari
tubuh. . Kecepatan aliran darah ke kulit menyebabkan konduksi panas
sangat efisien. Konduksi panas ke kulit diatur oleh sistem syaraf
simpatis. Syaraf simpatis mengatur kecepatan lairan darah dengan
menstimulasi vaso konstriksi dan vaso dilatasi.
3. Ekskresi
Melalui perspirasi/berkeringat, membuang sejumah kecil urea.
4. Sintesis
Konversi 7-dehydrocholesterol menjadi Vit D3 (cholecalciferol)
dengan bantuan sinar U.V. Kekurangan UV dan Vit D mengakibatkan
absorpsi Ca dari intestinal ke darah menurun.
5. Sensori persepsi
Mengandung reseptor terhadap panas, dingin, nyeri, sentuhan/raba,
tekanan. Juga mengandung ujung-ujung syaraf bebas yang berfungsi
sebagai homeostatis.

B. Radang (Dermatitis)
1. Pengertian Radang
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor
endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik
(eritema, edema, papul, vesikel, skuama) dan keluhan gatal (Djuanda,
Adhi, 2007 ).
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (inflamasi pada kulit )
yang disertai dengan pengelupasan kulit ari dan pembentukkan sisik
(Brunner dan Suddart 2000). Jadi dermatitis adalah peradangan kulit
yang ditandai oleh rasa gatal.
2. Etiologi
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar
merupakan respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia,
bakteri dan fungi selain itu alergi makanan juga bisa menyebabkan

8
dermatitis. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. ( Arief
Mansjoer.1998.”Kapita selekta” )
Penyebab Dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
a. Luar (eksogen) misalnya bahan kimia (deterjen, oli, semen, asam,
basa), fisik (sinar matahari, suhu), mikroorganisme
(mikroorganisme, jamur).
b. Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.

3. Manifestasi klinis
Pada umumnya manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-tanda
radang akut terutama pruritus (gatal), kenaikan suhu tubuh,
kemerahan, edema misalnya pada muka (terutama palpebra dan bibir),
gangguan fungsi kulit dan genitalia eksterna.
a. Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau
bula, erosi dan eksudasi sehingga tampak basah.
b. Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat
mengering menjadi kusta.
c. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi,
papul dan likenefikasi.

Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu
dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit
stadium kronis.
4. Komplikasi
a. Infeksi saluran nafas atas
b. Bronkitis
c. Infeksi kulit
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan penunjang :
1) Percobaan asetikolin ( suntikan dalam intracutan, solusio
asetilkolin 1/5000).
2) Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi
b. Laboratorium

9
1) Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein
total, albumin, globulin
2) Urin : pemerikasaan histopatologi
C. Infeksi
1. Pengertian Infeksi
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan
berpoliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry,
2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme dan
berproliferasi dalam jaringan tubuh. (Kozier, et al, 1995). Dalam
Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan
multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang
menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif,
toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi. Sedangkan
infeksi kulit merupakan suatu penyakit yang ditimbulkan karena
suatu bakteri/kuman, virus,dan jamur. Penularannya dapat disebabkan
dengan kontak langsung yaitu dengan menyentuh kulit yang
terinfeksi maupun tidak langsung melalui perantara benda-benda yang
terkontak dengan organisme pembawa infeksi. Munculnya infeksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai
infeksi.
a. Infeksi Bakteri (Pioderma)
Infeksi bakteri pada kulit bisa primer atau sekunder. Infeksi
kulit primer berawal dari kulit yang sebelumnya tampak normal
dan biasanya infeksi ini disebabkan oleh satu macam
mikroorganisme. Infeksi kulit sekunder terjadi akibat kelainan
kulit yang sudah ada sebelumnya atau akibat disrupsi keutuhan
kulit karena cedera atau pembedahan. Pada kedua keadan ini,
beberapa jenis mikroorganisme dapat terlibat
misalnya Staphylococcus aureus.
Infeksi bakteri primer, antara lain:
1) Impetigo bulosa. Merupakan infeksi superfisial kulit yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus, ditandai oleh
pembentukan bula dari vesikel asalnya. Bula tersebut

10
mengalami ruptur dan meninggalkan lesi yang merah serta
basah.
2) Folikulitis. Merupakan infeksi stafilokokus yang timbul dalam
folikel rambut. Lesi bisa bersifat superfisial atau dalam. Sering
terlihat pada daerah dagu laki-laki yang mencukur janggutnya
dan pada tungkai wanita.
3) Pseudofolikulitis barbae (“shaving bumps”). Merupakan reaksi
inflamasi wajah pada laki-laki berambut keriting yang terjadi
akrena pertumbuhan rambut ke dalam yang menusuk kulit dan
memicu reaksi iritatif.
4) Furunkel (bisul). Merupakan inflamasi kulit akut yang timbul
dalam satu atau lebih folikel rambut dan menyebar ke lapisan
dermis sekitarnya. Lebih sering terjadi pada daerah yang
mengalami iritasi, seperti: posterior leher, aksila atau pantat
(gluteus).
5) Karbunkel. Merupakan abses pada kulit dan jaringan subkutan
yang menggambarkan perluasaan sebuah furunkel yang telah
menginvasi beberapa buah folikel rambut. Karbunkel paling
sering ditemukan pada daerah yang kulitnya tebal dan tidak
elastis.
6) Morbus Hansen. Merupakan penyakit menular yang menahun
dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae)
yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya

Infeksi bakteri sekunder, antara lain:


1) Ulkus diabetikum. Kehilangan eliminatik pada predisposisi
ligamen menjadi kaku. Neuropati menyebabkan hilangnya
sensasi protektif dan hilangnya koordinasi kelompok otot kaki,
yang keduanya meningkatkan tekanan mekanis selama
ambilasi.
2) Luka bakar. Luka bakar penyebab tersering terjadi berasal dari
sumber panas yang kering seperti api, atau lembab seperti

11
cairanatau gas panas. Luka bakar dapat berupa pembengkakan
dan pelepuhan pada kulit.

b. Infeksi Virus
Infeksi yang palling sering adalah Herpes zoster. Herpes
zoster merupakan kelainan inflamatorik viral di mana virus
penyebabnya menimbulkan erupsi vesikuler yang nyeri di
sepanjang distribusi saraf sensorik dari satu atau lebih ganglion
posterior.

c. Infeksi Mikotik (Fungus)


Fungus (jamur) yang merupakan anggota dunia tanaman yang
berukuran kecil dan makan dari bahan organik, merupakan
penyebab berbagai jenis infeksi kulit yang sering ditemukan,
antara lain
1) Tinea pedis (jamur kaki/athlete’s foot) merupakan infeksi
jamur yang paling sering ditemukan. Infeksi ini sering
menjangkiti para remaja dan dewasa muda kendati dapat
terjadi pada setiap kelompok usia serta kedua jenis kelamin.
2) Tinea korporis (penyakit jamur badan) menjangkiti bagian
muka, leher, batang tubuh dan ekstremitas. Pada bagian yg
terinfeksi akan tampak lesi berbentuk cincin atau lingkaran
yang khas.
3) Tinea kapitis (penyakit jamur kulit kepala) merupakan infeksi
jamur menular yang menyerang batang rambut dan penyebab
kerontokan rambut yang sering ditemukan di antara anak-anak.
4) Tinea kruris (penyakit jamur lipat paha) merupakan infeksi
jamur pada lipat paha yang meluas ke paha bagian dalam dan
pantat.paling sering terjadi pada pelari yang berusia muda,
orang-orang yang gemuk dan yang mengenakan pakaian dalam
terlalu ketat.

12
5) Tinea unguiun (onikomikosis) merupakan infeksi jamur yang
kronis pada kuku jari kaki atau kuku jari tangan. Biasanya
disertai dengan infeksi jamur yang lama pada kaki.
2. Etiologi
Etiologi dari infeksi parasit dibedakan berdasarkan jenis parasitnya.
Dalam Muttaqin (2012), berbagai macam etiologi infeksi pada sistem
integument meliputi :
a. Infeksi Bakteri
Ada 2 jenis yaitu infeksi bakteri primer yang sering sekali
disebabkan oleh stafilakok koagulase positif dan streptokok beta
hemolitik dan infeksi bakteri sekunder. Staphycoccus Aureus
suatu bakteri koagulase positif merupakan kokus patogen utama
pada kulit. Kokus ini adalah gram positif, berbentuk bola dan
bergerombol dalam bundle-bundel kecil. Kokus ini mudah
tumbuh dimedia biakan. Dalam media padat dalam 24 jam akan
tumbuh koloni-koloni berkilat, berwarna kekuningan dan besar.
Bakteri-bakteri lain seperti difteroid aerobic, difteroid
anaerobic, dan bakteri gram negatif serta bakteri tahan asam dapat
pula menyebabkan berbagai infeksi kulit. Rentang infeksi ini
mulai dari yang ringan, seperti infeksi yang asimtomatik
eritrasma sampai penyakit sistemik seperti lepra.
b. Infeksi Virus
Ada beberapa virus yang bisa menyebabkan infeksi virus
diantaranya adalah Human papiloma virus (HPV), varicela zoster,
herpes zoster, herpes simplex, pox virus variolae,. Contoh
penyakit yang disebabkan virus adalah varicela (cacar air),
variola (cacar/smallpox), herpes zoster (cacar ular), herpes
simplex, veruka (kutil/common wart).
c. Infeksi Jamur
Infeksi jamur dapat terjadi di superfisial, subkutan, atau
sistemik, hal ini tergantung dari karakteristik organisme yang
menginfeksi host nya. Pada infeksi jamur superfisial, yaitu pada

13
stratum korneum, rambut, dan kuku, dapat dibagi menjadi dua
yaitu infeksi yang memicu respon inflamasi dan yang tidak
memicu respon inflamasi. Infeksi yang memicu respon inflamasi
disebabkan oleh dermatofit sedangkan yang tidak memicu respon
inflamasi disebabkan oleh piedra.
Penyebab terjadinya infeksi jamur ini adalah kelompok jamur
dari dermatofit seperti microsporum, Trichophyton, dan
epidermophyton. Yang terbanyak di Indonesia adalah T. Rubrum
dermatofita yang lain adalah E. Floccosum, T. Mentagrophytes,
M. Canis, M. gypseum, T. cocentricum, T. schoenleini dan T.
tonsurans. Kemudian juga disebabkan dari jamur candida patogen
yaitu candida albican.
Infeksi jamur dibagi menjadi beberapa klasifikasi
berdasarkan tempat yang diserang dan jenis jamur yang menjadi
penyebabnya, yaitu daerah jari-jari tangan dan kaki, rambut,
kuku, daerah lipatan paha, ketiak, punggung, glutea.
3. Manifestasi Klinis
Berikut ini merupakan beberapa manifestasi klinis umum yang
dapat muncul dari infeksi berdasarkan etiologinya menurut muttaqin
(2012) dan Sidharta (1994):
Infeksi Bakteri yaitu perasaan tidak nyaman dan gatal – gatal,
demam, apnea, sianosis, takikardia, penurunan berat badan, muntah,
letargi, ruam, petekie, kemerahan, nyeri tekan, kulit terasa panas,
bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau
d'orange) pada selulitis, kulit melepuh berisi cairan pada impetigo,
menggigil, dan sakit kepala (pada kasus-kasus tertentu), tekanan darah
menurun, pada pemeriksan fisik ditemukan daerah pembengkakan
yang terlokalisir (edema), yang pada beberapa kasus dapat ditemukan
pembengkakan kelenjar getah bening.
Infeksi Virus yaitu demam, malaise, nyeri terutama pada
persendian, gatal, kemerahan pada kulit, kerusakan integritas jaringan,
sesak nafas.

14
Infeksi Jamur yaitu peradangan kulit disertai eritema dan gatal,
dapat ditemukan sisik pada tepi kulit, nyeri, terjadi penebalan
(pembengkakan), terdapat lesi, infeksi di vagina menimbulkan rabas
yang berwarna putih seperti keju, infeksi di mulut menimbulkan
ulkus- ulkus putih yang dikelilingi eritema dan sangat nyeri dan lesi
bersisik, kemerah-merahan, alopesia, dan kadang-kadang terjadi
gambaran klinis yang lebih berat disebut kerion pada dermatofitosis
4. Patofisiologi
a. Infeksi Bakteri
Infeksi bakteri terjadi ketika terdapat inokulum bakteri yang
jumlahnya mencapai 100.000 organisme per ml eksudat, atau per
gram jaringan, atau per mm2 daerah permukaan. Itu kemudian
ditunjang dengan lingkungan yang rentan terhadap bakteri seperti
air, elektrolit, karbohidrat, hasil pencernaan protein, dan darah.
Hilangnya resistensi pejamu terhadap infeksi (sawar fisik yang
terganggu, respon biokimiawi/humoral yang menurun, respon
selular yang menurun).
Bakteri menimbulkan beberapa efek sakitnya dengan
melepaskan senyawa berikut:

1) Enzim : Hemolisin, Streptokinase, Hialuronidase


2) Eksotoksin: Tetanus, Difteri yang dilepaskan bakteri intak
gram positif
3) Endotoksin: Lipopolisakaridase (LPS) dilepaskan dari dinding
sel saat kematian bakteri
Setelah kulit terpapar bakteri, timbul respon inflamasi seperti
rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), dan kalor
(panas). Setelah itu rekasi inflamasinya menetap, sedangkan
infeksinya menghilang. Infeksi kemudian menyebar melalui
beberapa cara: (1) langsung ke jaringan sekitar; (2) sepanjang
daerah jaringan; (3) melalui sistem limfatik; dan (4) melalui aliran
darah. Setelah infeksi menyebar, muncul abses. Abses ini
merupakan respon kekebalan tubuh terhadap infeksi yang muncul.

15
Jika dirawat dengan baik, akan muncul jaringan granulasi, fibrosis,
dan jaringan parut. Namun jika tidak ditangani secara baik, akan
menyebabkan infeksi kronis, yakni menetapnya organisme pada
jaringan yang menyebabkan respon inflamasi kronis (Pierce &
Borley, 2007)

b. Infeksi Virus
Ada banyak virus yang dapat menyebabkan infeksi, salah
satunya adalah Human Papiloma Virus (HPV). HPV dapat
bereplikasi pada sel-sel epidermis dan menular kepada orang yang
tidak memiliki imunitas spesifik terhadap dirinya. Keberadaan
virus ini menyebabkan munculnya Veruka vulgaris atau kutil yang
kasar pada badan, tungkai, tangan, lengan, genitalia, bahkan
membran mukosa mulut (Price dkk., 2005). Kemunculan kutil
disebabkan oleh replikasi di dalam sel-sel epidermis dengan
menimbulkan penebalan yang tidak teratur pada stratum korneum
di daerah yang terinfeksi. Individu yang kehilangan imunitas yang
spesifik terhadap virus sangat mudah mengalami infeksi oleh virus
tersebut (Kowalak dkk, 2011)

c. Infeksi Jamur
Infeksi jamur dapat dialami orang yang terpajan pada keadaan
apa pun dalam hidupnya. Faktor predisposisi infeksi ini dapat
terjadi tanpa alasan yang jelas. Tetapi seringkali orang terpajan
akibat lingkungan atau perilakunya. Sebagai contoh, seorang atlet
dapat terinfeksi jamur yang tumbuh di loker dari keringat dan
mandi yang sering. Selain itu juga terjadi pada orang yang
mengalami penurunan fungsi imun, misalnya pasien diabetes,
wanita hamil, dan bayi. Mereka yang menderita imunodefisiensi
berat, termasuk pengidap AIDS, berisiko mengalami infeksi jamur
yang kronik dan berat. Pada kenyataannya, infeksi ragzi pada
vagina atau mulut seringkali merupakan infeksi oportunistik yang

16
ditemukan pada para pengidap HIV. Pasien dengan infeksi jamur
kronik harus dievaluasi untuk mencari diabetes melitus dan AIDS.

5. Komplikasi
a. Infeksi Bakteri
Pada kasus folikulitis, furunkel dan karbunkel dapat
menyebabkan terjadinya pembentukan jaringan parut, bakteremia
atau selulitis, dan penyebaran kuman yang meluas dapat
menyebabkan cacat pada katup jantung atau arthritis pada
persendian. Selulitis sendiri juga bisa mengarah pada terjadinya
sepsis (selulitis yang tidak diobati) dan juga penyebaran meluas ke
lebih banyak jaringan tubuh. Selulitis pada ekstremitas bawah lebih
besar kemungkinan menjadi tromboflebitis pada pasien lansia.

b. Infeksi Virus
Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan
orang. Bila timbul komplikasi, hal-hal berikut dapat terjadi adalah
sebagai berikut :
1) Neuralgia Pasca Herpes
Merupakan komplikasi yang paling umum. Merupakan nyeri di
daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf yang terkena herpes
zoster. Nyeri ini bisa menetap selama beberapa bulan atau
beberapa tahun setelah terjadinya herpes zoster. Nyeri bisa
dirasakan terus menerus atau hilang-timbul dan bisa semakin
memburuk pada malam hari atau jika terkena panas maupun
dingin.
2) Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan peradangan
sebagian atau seluruh bagian mata yang mengancam
penglihatan.
3) Kelemahan otot
c. Infeksi Jamur
(1) Infeksi jamur yang dalam (internal) dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang bermakna.

17
(2) Muncul jaringan parut kulit atau alopesia (rambut rontok)
akibat tinea kapitis.
(3) Kadang-kadang, saraf yang terkena dampak adalah saraf
motorik dan saraf sensorik yang sensitif. Hal ini dapat
menimbulkan kelemahan (palsy) pada otot-otot yang dikontrol
oleh saraf yang terkena.

6. Pemeriksaan diagnostic
Hal-hal pokok dalam pemeriksaan integument yang baik adalah:
 Lokasi dan/atau dari kelainan yang ada
 Karekteristik dari setiap lesi
 Pemeriksaan lokasi-lokasi “sekunder”
 Teknik-teknik pemeriksaan “khusus”

a. Lampu Wood (wood’s light)


Merupakan sumber sinar ultraviolet yang difilter dengan nikel
oksida, digunakan untuk memperjelas tiga gambaran penyakit kulit:
1) Organisme tertentu penyebab bercak-bercak jamur (ringworm)
pada kulit kepala memberikan fluoresensi hijau (berguna untuk
menentukan diagnosis awal dan membantu dalam memantau
terapi).
2) Organisme yang berperan dalam terjadinya eritrasma
memberikan fluoresensi merah terang.
3) Beberapa kelainan pigmen lebih jelas terlihat, terutama bercak-
bercak pucat pada sklerosis tuberose, dan tanda café-au-lait pada
neurofibromatosa.
b. Kerokan kulit/Guntingan
Bahan-bahan dari kulit, rambut, atau kuku dapat langsung
diperiksa dibawah mikroskop dan/atau dikirim untuk kultur. Hal ini
bermanfaat khususnya bila dicurigai adanya infeksi jamur, atau
mencari tungau scabies. Sedikit kerokan pada epidermis akan
mengangkat skuama dari permukaan kulit yang dicurigai.

18
Skuama tadi ditempatkan pada kaca mikroskop, ditetesi dengan
kalium hidroksida (KOH) 10% dan ditutup dengan kaca penutup.
Sesudah didiamkan beberapa menit guna melarutkan membrane sel
epidermis, sediaan siap diperiksa. Terhadap guntingan kuku bisa
juga dilakukan dengan hal yang sama, tetapi diperlukan larutan
KOH yang lebih pekat dan waktu yang lebih lama.
Pemeriksaan mikroskopis pada rambut bisa juga memberikan
informasi tentang adanya infeksi jamur, abnormalitas struktur
batang rambut pada kelainan genetic tertentu, dan juga bisa
bermanfaat untuk menentukan berbagai penyebab terjadinya
kerontokan rambut yang berlebihan.
Preparat dari kerokan/apusan juga digunakan sebagai alat
bantu diagnostic untuk sitodiagnostik pada lepuhan-lepuhan yang
dicurigai disebabkan oleh virus dan pemfigus dengan
menggunakan preparat Tzank yang bisa diperiksa langsung di
klinik.
c. Biopsi Kulit
Biopsy kulit merupakan teknik pemeriksaan yang sangat
penting untuk menetukan diagnosis pada banyak kelainan kulit.
Kadang-kadang hali ini sangat diperlukan untuk mendapat
kepastian diagnosis klinis sebelum memulai pengobatan.
Contohnya kanker, kelainan bulosa dan infeksi-infeksi seperti
tuberculosis dan lepra.
Ada dua cara yang biasa digunakan untuk memperoleh sampel
kulit untuk pemeriksaan laboratorium:
1) Biopsy insisi/eksisi
Tindakan ini membutuhkan sample pemeriksaan yang cukup
besar ukurannya dan dapat juga dipakai untuk mengangkat
lesi yang sangat besar.
2) Punch biopsy

19
Cara ini jauh lebih cepat, namun hanya memperoleh sampel
yang kecil dan hanya cocok untuk biopsy diagnostic atau
mengangkat lesi yang kecil.
d. Tes tempel
Tes tempel (patch tes)-untuk membuktikan alergi akibat
kontak dengan alergen Bila dicurigai terjadi dermatitis kontak
alergi, lakukan tes tempel. Pada pemeriksaan ini alergen yang
kemungkinan menjadi penyebab dilarutkan dalam media yang
sesuai. Bahan-bahan tes ditempatkan pada lempengan-lempengan
tipis yang ditempelkan pada kulit (biasanya di daerah punggung)
selama 48 jam. Reaksi positif (sesudah 48 jam atau kadang-kadang
lebih lambat) memastikan adanya reaksi hipersensitivitas tipe
lambat (tipe IV) terhadap bahan penyebab alergi tadi.
7. Penatalaksanaan
a. Infeksi Bakteri
1) Infeksi Streptokokus Selulitis
Infeksi bakteri oleh Streptococus pyrogenesis. Bila diduga
selulitis diobati dengan penisilin yaitu memberi benzilpenisilin
intravena. Bila terserang tungkai, istirahat di tempat tidur. Bila
timbul daerah nekrosis jaringan yang luas maka perlu dilakukan
tindakan bedah dengan mengangkat jaringan nekrotik
(debridement).
2) Furunkulosis (Bisul)
Infeksi oleh S. Aureus. Pengobatan dengan anti bakteri
topikal seperti mupirosi, obat anti bakteri untuk mandi, misalnya
triklosan 2% dan flukloksasilin dalam waktu yang lama.
3) Karbunkel
Infeksi oleh S. Aureus pada folikel rambut yang berdekatan.
Pengobatan : flukloksasilin
4) Impetigo

20
Pada infeksi lokal pengobatan dengan antibiotik topikal
seperti mupirosin. Pada infeksi yang lebih luas dengan antibiotik
sistemik seperti flukloksasilin atau eritromisin.
5) Staphylococal scalded skin syndrome
Pengobatan dengan flukloksasilin parenteral.
6) Eritrasma
Eritrasma bisa diobati dengan imidazol topikal (misalnya
klortrimazol. Mikonazol), asam fusidat topikal, atau pemberian
eritromisin oral selama dua minggu.
b. Infeksi Virus
1) Herpes Zoster
Pengobatan dengan asiklofir oral, valasiklovir atau
famsiklovir. Untuk zoster yang menyebar luas siklovir intravena
munkin dapat menyelamatkan jiwa.
2) Herpes simpleks
Analgesic dalam dosis yang kuat dalam masa serangan
primer. Kotrimoksazol oral dalam dosis 2x2 tab./hari. Zat
pengering antiseptic seperti Povidoniodine, larutan garam faali,
sebagai obat kompres.
3) Varisela
Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau antipiretik lain.
Antihistamin oral diberikan bila ada gatal. Secara topikal
diberikan bedak (losio kalamin). Istirahat dan tirah baring.
4) Kandiloma Akuminata
Penutupan lesi dengan tingtura podofilin 25%, daerah
sekitarnya dilapisi Vaseline untuk menghindari iritasi. Pilihan
lain adalah memakai krem 5-fluorourasil, bedah listrik, bedah
eksisi, atau bedah beku. (Brown, 2005)
c. Infeksi Jamur
Health Education:
1) Keringkan handuk setelah dipakai dan ganti sesering mungkin
2) Mandi rutin (min : 2x/hari), memakai sabun dan bersih

21
3) Simpan atau gantung pakaian di tempat kering
4) Pola hidup sehat. Hal-hal yang mempengaruhi tumbuhnya jamur
adanya udara yang panas, lembab, kebersihan diri yang kurang,
kegemukan, sosial ekonomi rendah, pemakaian obat-obatan
yang lama, adanya penyakit kronis seperti TBC atau keganasan,
dan penyakit endokrin (diabetes mellitus).
5) Rajin menjemur kasur, agar bila ada jamur ataupun
mikroorganisme patologi bisa mati terkena terik matahari.
Kolaborasi:
1) Infeksi kulit diobati dengan obat anti jamur khusus yang
diberikan secara topikal atau kadang-kadang sistemik.
2) Kandidiasis diterapi dengan krim atau supositoria antijamur.
3) Mitra seksual dari wanita dengan infeksi ragi vagina yang
kronik juga munkin perlu diterapi.
4) Infeksi dalam mungkin memerlukan terapi anti jamur spesifik.
(Corwin, 2008)
Terdapat banyak obat anti jamur topikal untuk pengobatan
infeksi dermatofit, antara lain mikonazol, sulkonazol, dan
terbinafin. Obat oral (bersifat sistemik) seperti griseofulvin,
terbinafin atau itrakonazol. Obat topikal tdak efektif pada tinea
kapitis.
Obat pilihan untuk infeksi kuku adalah terbinafin oral 250 mg
perhari selama 6 minggu untuk infeksi kuku jari tangan dan selama
3 bulan untuk infeksi kuku jari kaki. (Brown, 2005).
8. Konsep Dasar Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
Anamnesa:
1) Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin,
pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara langsung,
tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan
keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.

22
Keluhan UtamaNyeri pada kulit dan perubahan bentuk pada
kulit
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang
diderita, apakah ada keluhan yang paling dominan seperti
sering gatal/ menggaruk pada area mana, ada lesi pada kulit
penyebab terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan
apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya sampai
pasien bertemu perawat yang mengkaji.
3) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus,
atau bakteri
4) Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan
dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.

Pemeriksaan Fisik Integumen

1) Warna
Pemeriksaan fisik pada infeksi bakteri, ditemukan
karakteristik lesi adalah vesikel yang berkembang menjadi
sebuah bula kurang dari 1 cm pada kulit normal, dengan
sedikit atau tidak ada kemerahan disekitarnya. Awalnya
vesikel berisi cairan bening yang menjadi keruh.bula akan
pecah, pabila bula pecah akan meninggalkan jaringan parut di
pinggiran..
2) Kelembapan
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit
terhadap basah dan minyak. Kelembapan biasa dipengaruhi
oleh usia. Semakin tua usia seseorang, kelembapan akan
semakin menurun. Apabila ada infeksi bakteri, virus, dan

23
jamur maka kelembapan akan cenderung mengering atau basah
disekitar lesi.
3) Suhu
Suhu dikaji menggunakan dorsal tangan secara
keseluruhan. Dalam keadaan normal permukaan kulit akan
terasa hangat secara keseluruhan. Apabila ada infeksi biasanya
akan memyebabkan hipertermi.
4) Turgor
Turgor adalah elastisitas kulit. Pengkajian fisik bisa dilihat
dengan cara mencubit kulit, berapa lama kulit dan jaringan
dibawahnya kembali ke bentuk semula. Angka normal
turgor < 3 detik.
5) Texture
Texture bisa dilihat dengan menekankan ibu jari secara
lembut ke daerah kulit.Normal terasa halus, lembut dan
kenyal.Abnormal terasa bengkak atau atrofi.
6) Lesi
Lesi dilihat dimana lokasinya, distribusi, ukuran, warna,
adanya drainase.
7) Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebih pada
jaringan.Pemeriksaan pitting edema dilakukan pada tibia dan
kaki.Yang perlu dikaji dari edema adalah konsistensi,
temperature, bentuk, mobilisasi.
8) Odor
Odor atau bau ditemui apabila ada bakteri pada kulit, infeksi,
hygine tidak adekuat.
9) Kuku
Inpeksi : ketebalan, waran, bentuk, tekstur
Palpasi : CRT 3-5 detik.

Pemeriksaan Diagnostik

24
1) Biopsi Kulit
Mendapatkan jaringan untuk dilakukan pemeriksaan
mikroskopik dengan cara eksisi dengan scalpel atau alat
penusuk khusus (skin punch) dengan mengambil bagian tengah
jaringan.

Indikasi

Pada nodul yang asal nya tidak jelas untuk mencegah


malignitas. Dengan warna dan bentuk yang tidak lazim.
Pembentukan lepuh.

2) Patch Test
Digunakan untuk mengenali substansi yang menimbulkan
alergi pada pasien dibawah plester khusus ( exclusive putches ).
Indikasi
- Dermatitis, gejala kemerahan, tonjolan halus, gatal- gatal.
Reaksi + lemah.
- Blister yang halus, papula dan gatal -gatal yang hebat.
Reaksi + sedang.
- Blister/bullae, nyeri, ulserasi
Reaksi + kuat.
Penjelasan pada pasien sebelum dan sesudah pelaksanaan
patch test :
- Jangan menggunakan obat jenis kortison selam satu
minggu sebelum tgl pelaksanaan.
- Sample masing-masing bahan tes dalam jumlah yang
sedikit dibubuhkan pada plester berbentuk cakaram
kemudian ditempel pada punggung dengan jumlah ynag
bervariasi (20-30 buah).
- Pertahankan agar daerah punggung tetap kering pada saat
plester masih menempel.
- Prosedur dilaksanakan dalam waktu 30 menit.

25
- 2-3 hari setelah tes plester dilepas kemudian lokasi di
evaluasi.
Pengerokan Kulit Sampel kulit dikerok dari lokasi lesi,
jamur, yang dicurigai dengan menggunakan skatpel yang
sudah dibasahi dengan minyak sehingga jaringan yang dikerok
menempel pada mata pisau hasil kerokan dipindahkan ke slide
kaca ditutup dengan kaca objek dan diperiksa dengan
mikroskop. Pengambilan bahan dapat dengan kerokan biasa
atau dengan menggunakan cellotape yang ditempel pada lesi.
Setelah diambil, bahan diletakkan di atas gelas obyek lalu
diteteskan larutan KOH 20% atau campuran 9 bagian KOH
20% dengan 1 bagian tinta parker blueback superchrome X
akan lebih memperjelas pembacaan karena memberi tampilan
warna biru yang cerah pada elemen-elemen jamur. Hasil
positif apabila Hifa pendek, lurus, bengkok (seperti huruf i, v,
j) dan gerombolan spora budding yeast yang berbentuk bulat
mirip seperti sphagetti with meatballs. Hasil negative apabila
bila tidak ada lagi hifa, maka berarti bukan pitiriasis versikolor
walaupun ada spora.

3) Pemeriksaan Cahaya Wood ( Light Wood)


Menggunakan cahaya UV gelombang panjang yang
disebut black light yang akan menghasilakan cahaya berpedar
berwarna ungu gelap yang khas.cahaya akan terlihat jelas pada
ruangan yang gelap, digunakan untuk memebedakan lesi
epidermis dengan dermis dan hipopigmentasi dengan
hiperpigmentasi.

4) Apus Tzanck
Untuk memeriksa sel – sel kulit yang mengalami pelepuhan.
Indikasi
- Herpes zoster,varisella, herpes simplek dan semua bentuk
pemfigus.

26
- Secret dari lesi yang dicurigai dioleskan pada slide kaca
diwarnai dan periksa
5) Tzank smear
Tujuan: melihat multinucleated giant cell untuk virus dan
vesikobulosa
Cara pemeriksaan :
a) Bahan pemeriksaan diambil dari dasar vesikel dengan cara
dikerok
b) Oleskan pada kaca objek lalu fiksasi
c) Warnai dengan giemsa
d) Lihat dengan mikroskop
Hasil pemeriksaan : Herpes zostersel datia dengan inti
akantolisis. Vesikubulosasel Tzank
6) Pemeriksaan darah, menunjukkan peningkatan jumlah sel darah
putih, eosinofil dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit
(Tucker, 1998:633).
7) Pewarnaan gram dan kultur pus atau bahan yang diaspirasi
diperlukan, menunjukkan adanya organisme campuran
(Issebacher 1999:634).
8) Rontgen Sinus-sinus para nasal (selulitis perioribital).
9) Kultur virus dari apusan dasar vesikel, spesimen biopsi,
skraping kornea.
10) Histopatologis
Histopatologi lesi kulit varisela zoster sama sel epidermis (pada
lapisan germinal dan bagian dalam stratum spinosum)
menunjukkan ballooning degeneration dengan hilangnya
intercellular bridges (akantholisis) yang nantinya akan
dipisahkan oleh edema interselular.
11) Pemerikasaan antigen dan antibody

27
b. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi local sekunder
dari kerusakan saraf perifer kulit
2) Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan
struktur lapisan dermis
4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan lesi dan perubahan
struktur kulit
5) Risiko terhadap penularan infeksi berhubungan dengan
pemajanan penularan kontak (langsung, tidak langsung, kontak
dengan droplet)
6) Kebutuhan pemenuhan informasi berhubungan dengan tidak
adekuat sumber informasi, risiko penularan, ketidaktahuan
program perawatan dan pengobatan.
7) Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, kondisi
sakit, dan perubahan kesehatan.

c. Perencanaan

Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi local sekunder dari kerusakan saraf
perifer kulit

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang/jilamg atau teradaptasi

Kriteria evaluasi :

 Secara sbyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri 0-
1 (0-4) ngidenti.
 Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
 Pasien tidak gelisah
Intervensi Rasional

Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST Menjadi parameter dasar untuk mengetahui
sejauh mana intervensi yang diperlukan dan
sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi
manajemen nyeri keperwatan

28
Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan mengggunakan relaksasi
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan nonfarmakologi lainnya telah
dan non-invansif menunjukkan keefektifan dalam mengurangi
nyeri

Lakukan manajemen nyeri keperawatan 1. Posisi fisiologis akan meningkatkan

1. Atur posisi fisiologis asupan O2 kejaringan yang mengalami

2. Istirahatkan pasien iskemia

3. Manajemen lingkungan : 2. Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2


lingkungan tenang dan batasi jaringan perifer dan akan meningkatkan

pengunjung suplai darah pada jaringan yang

4. Ajarkan teknik relaksasi mengalami peradangan

pernapasan dalam 3. Lingkungan tenang akan menurunkan

5. Ajarkan teknik distraksi pada stimulus nyeri eksternal dan pembatasan

saat nyeri pengnjung akan membantu meningkatkan

6. Lakukan manajemen sentuhan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang


apabila banyak pengunjung yang berada
diruangan
4. Meningkatkan asupan O2 sehingga
menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
jaringan
5. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi
endorphin dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri sehingga
menurunkan persepsi nyeri
6. Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan liran
darah dan dengan otomatis membantu

29
suplai darah dan oksigen ke area nyeri dan
menurunkan sensasi nyeri
Tingkatkan pengetahuan tentang : Pengetahuan yang akan dirasakan membantu
sebab-sebab nyeri dan menghubungkan mengurangi nyerinya dan dapat membantu
berapa lama nyeri akan berlangsung mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
rencana terapeutik

Kolaborasi pemberian analgesic Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga


nyeri akan berkurang

Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.

Tujuan : dalam aktu 1 x 24 jam perawatan suhu tubuh menurun

Kriteria evaluasi : suhu tubuh normal 36-37 C

Intervensi Rasional

Monitor suhu tubuh pasien Peningkatan suhu tubuh yang berkelanjutan


pada pasien akan memberikan komplikasi
pada kondisi penyakit yang lebih parah
dimana efek dari peningkatan tingakat
metabolisme umum dan dehidrasi akibat
hipertermi.

Beri kompres dingin di kepala dan Memberikan respons dingin pada pusat
aksila pengatur panas dan pada pembuluh darah
besar

Pertahankan tirah baring total selama Mengurangi peningkatan proses metabolism


fase akut umum

Pertahankan asupan cairan minimal Selain sebagai pemenuhan hidrasi tubuh, juga
2.500 ml sehari akan meningkatkan pengeluaran panas tubuh
melalui system perkemihan, maka panas
tubuh juga dapat dikeluarkan melalui urine

Kolaborasi pemberian analgesic- Analgetik diperlukan untuk penurunan


antipiretik respons nyeri , antipiretik diperlukan untuk
menurunkan panas tubuh dan memberikan
perasaan yang nyaman pada pasien

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan struktur lapisan

30
dermis

Tujuan : Dalam 5 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimal

Kriteria Evaluasi :

a. Pertumbuhan jaringan meningkat


b. Keadaan luka membaik
c. Pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi
d. Luka menutup
Intervensi Rasional

Kaji kerusakan jaringan lunak yang Menjadi data dasar untuk memberikan
terjadi pada klien informasi intervensi perawatan luka, alat apa
yang akan digunakan dan jenis balutan apa
yang akan digunakan

Lakukan perawatan luka : a. Perawatan luka denganperawatan luka

a. Lakukan perawatan luka dengan dengan teknik steril dapa mengurangi

baik dan teknik steril kontaminasi kuman langsung ke area luka

b. Kaji keadaan luka dengan b. Manajemen membuka luka dengan

teknik membuka balutan dengan mengguyur larutan NaCl ke kasa dapat

mengurangi stimulus nyeri, bila mengurangi stimulus nyeri

melekat kuat kasa diguyur c. Teknik pembuangan jaringan dan kuman

dengan NaCl di area luka dan diharapkan keluar dari

c. Lakuakan pembilasan luka dari area luka

arah dalam keluar dengan cairan d. NaCl merupakan larutan fisiologis yang

NaCl lebih mudah diabsorpsi oleh jaringan

d. Tutup luka dengan kasa dibandingkan dengan larutan antiseptic,

antimikroba steril dan serta dicampur dengan antibiotic agar

dikompres dengan NaCl dapat mempercepat penyembuhan luka

e. Lakukan nekrotomi e. Jaringan nekrotik pada luka furunkel akan


memperlambat proses epitelisasi jaringan
luka sehingga memperlambat perbaikan
jaringan
Tingkatkan asupan nutrisi Diet TKTP diperlukan untuk meningkatakn

31
asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan

Evaluasi kerusakan jaringan dan Apabila masih belum mencapai dari criteria
perkembangan pertumbuhan jaringan evaluasi 5x24 jam, maka perlu dikaji ulang
faktor-faktor menghambat pertumbuhan luka

Gangguan gambaran citra diri berbuhbungan dengan perubahan struktur kulit

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam citra diri pasien meningkat

Kriteria evaluasi :

 Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang


situasi dan perubahan yang sedang terjadi
 Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
Intervensi Rasional

Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan bantuan individual dalam


dan hubungan dengan derajat menyusun rencana perawatan atau pemilihan
ketidakmampuan intervensi

Dukung perilaku atau usaha seperti Pasien dapat beradaptasi dengan perubahan
peningkatan minat atau partisipasi dan pengertian tentang peran individu dimasa
dalam aktivitas mendatang

Monitor gangguan tidur peningkatan Dapat mengindikasi terjadinya depresi yang


kondentrasi, letargi, dan withdrawl umumnya terjadi dimana keadaan ini
memerlukan intervensi dan evaluasi lebih
lanjut

Kolaborasi untuk oemberian regimen Multi Drug Therapi (MDT) diberikan selama
MDT 6-9 bulan dan diminum didepan petugas

Risiko terhadap penularan infeksi berhubungan dengan pemajanan penularan


kontak (langsung, tidak langsung, kontak dengan droplet)

Tujuan : Resiko penularan berkurang

Kriteria Evaluasi :

a. Mengungkapkan kebutuhan untuk diisolasi sampai tidak menularkan infeksi.


b. Menggambarkan cara penularan penyakit.
c. Memperagakan cuci tangan yang cermat selama perawatan di rumah sakit
Intervensi Rasional

32
Identifikasi penjamu yang rentan Mengetahui penjamu yang rentan diharapkan
berdasarkan pada fokus pengkajian dapat menhindari faktor-faktor resiko.
terhadap faktor-faktor risiko dan
riwayat pemajanan.

Identifikasi cara penularan berdasarkan Mengetahui cara penularan dapat mencegah


pada agen-agen penginfeksi. dan intervensi secara dini dan tepat
a. Melalui udara
b. Kontak
- Langsung
- Tidak langsung.
- Kontak dengan droplet.
c. Penularan melalui media makanan,
air, darah.
d. Penularan melalui ector (serangga,
hewan)
Amankan ruangan yang digunakan, Meminimalisir resiko infeksi yang ada
tergantung pada jenis infeksi dan diruangan tersebut
praktek ygiene dari orang yang
terinfeksi.

Ajarkan klien mengenai rantai infeksi Cuci seluruh tubuh sekali sehari dengan
dan tanggung jawab pasien baik di sabun antiseptik. Cuci tangan beberapa kali
rumah sakit maupun di rumah. sehari sebelum dan sesudah melakukan
kegiatan. Hindari berbagi handuk dengan
anggota keluarga lainnya. Ganti pakaian dan
pakaian dalam secara teratur

Kebutuhan pemenuhan informasi berhubungan dengan tidak adekuatnya sumber


informasi, ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan

Tujuan : Terpenuhnya pengetahuan pasien tentang kondisi penyakit

Kriteria Evaluasi :

a. Mengungkapkan pengertian tentang proses infeksi


b. Tindakan yang dibutuhkan dengan kemungkinan komplikasi
c. Mengenal perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya komplikasi
Intervensi Rasional

Beritahukan pasien terdekat mengenai Informasi dibutuhkan untuk meningkatkan


dosis, aturan dan efek pengobatan perawatan diri, untuk menambah kejelasan
efektivitas pengobatan, dan mencegah

33
komplikasi

Jadwalkan kontrol ulang Mengatur tindak lanjut kunjungan dalam


waktu 2 minggu untuk memeriksa respons
terhadap pengobatan

Anjurkan untuk tidak memencet bisul Apabila frunkel pecah, cairannya dapat
menyebar kuman ke sekitar kulit yang normal

Jelaskan cara perawatn kebersihan diri Menurunkan respons penularan infeksi.


Kebersihan pribadi yang baik, termasuk
mandi, mencuci tangan, serta menjaga kuku
pendek dan bersih dapat mengurangi risiko
folikulitis. Memakai pakaian longgar daripada
ketat membantu mengurangi gesekan pada
kulit terutama folikel rambut.

Anjurkan aktivitas dan kegiatan untuk Jika berlebihan berat badan, anjurkan untuk
meningkatkan imunitas mengurangi berat badan dan berolahraga
secara teratur. Anjurkan diet sehat seimbang
dengan daging, banyak buah, sayuran. Bila
mengalami kekurangan zat besi, anjurkan
untuk mengkonsumsi tablet zat besi agar
membantu peningkatan imunitas

Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, kondisi sakit, dan


perubahan kesehatan.

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam kecemasan pasien berkuran

Kriteria Evaluasi :

a. Pasien menyatakan kecemasan berkurang


b. Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks
Intervensi Rasional

Kaji tanda verbal dan non verbal Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan
kecemasan, damping pasien dan rasa agitasi, marah dan gelisah
lakukan tindakan bila menujukkan
perilaku merusak

Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,


menurunkan kerja sama, dan mungkin

34
memperlambat penyembuhan

Mulai melakukan tindakan untuk Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak


mengurangi kecemasan. Beri perlu
lingkungan yang tenang dan suasana
penuh istirahat

Tingkatkan control sensasi pasien Control sensasi pasien (dan dalam


menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
pasien, menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping (pertahanan
diri) yang psitif, membantu latihan relaksasi
dan teknik-teknik pengalihan, serta
memberikan respons balik yang positif

Orientasikan pasien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan kecemasan


rutin dan aktifitas yang diharapkan

Beri kesempatan kepada pasien untuk Dapat menghilangkan ketegangan


mengungkapkan ansietasnya kekhawatiran yang tidak diekspresikan

Berikan privasi untuk pasien dan orang Member waktu untuk mengekspresikan
terdekat perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku
adaptasi. Adanya keluarga dan teman yang
dipilih pasien melayani aktivitas dan
pengalihan (misalnya: mambaca) akan
menurunkan perasaan terisolasi

Kolaborasi : Meningkatkan relaksasi dan menurunkan


kecemasan
Berikan anticemas sesuai indikasi,
contohnya diazepam

D. Morbus Hansen
1. Pengertian
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman
kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan
jaringan tubuh lainnya. (Depkes RI, 1998)
Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi
mikobakterium leprae. (Mansjoer Arif, 2000)

35
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh
mycobacterium lepra yang interseluler obligat, yang pertama
menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa
mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang,
dan testis ( djuanda, 4.1997 )
Kusta adalah penykit menular pada umunya mempengaruhi ulit dan
saraf perifer, tetapi mempunyai cakupan maifestasi klinis yang luas (
COC, 2003)
Morbus Hansen (lepra atau morbus Hansen) adalah penyakit kronis
yang disebabkan oleh infeksi mycobacterium leprae (Kapita Selekta
Kedokteran UI, 2000)
Penyakit Morbus Hansen adalah penyakit menular yang menahun
dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang
menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya (Departeman
Kesehatan, Dit. Jen PPM & PL, 2002)
Klasifikasi
a. Tipe Tuberkuloid (TT)
Lesi ini mengenai baik kulit maupun syaraf, jumlah lesi bisa
satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plakat yang berbatas
jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang regresi atau
central healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang
meninggi, bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea
sirsinata. Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya
teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal. Tidak adanya kuman
merupakan tanda terdapatnya respon imun pejamu yang adekuat
terhadap kuman kusta.
b. Tipe Borderline Tuberkuloid (BT)
Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau
plakat yang sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat
satu atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi, kekeringan
kulit atau skuama tidak sejelas tipe TT. Adanya gangguan saraf

36
tidak seberat tipe TT dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya
ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.
c. Tipe Mid Borderline (BB)
Merupakan tipe yang paling tidak stabil, disebut juga sebagai
bentuk dismorfik dan jarang dijumpai. Lesi sangat bervariasi, dapat
berbentuk makula infiltratif, permukaan lesi dapat mengkilap dan
batas lesi kurang jelas. Ciri khasnya adalah lesi punched out, yaitu,
suatu lesi hipopigmentasi dengan bagian tengah oval dan berbatas
jelas.
d. Tipe Borderline Lepromatosus (BL)
Secara klasik lesi dimulai dengan makula, awalnya sedikit dan
dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Walaupun masih kecil,
papul dan nodul lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir
simetris dan beberapa nodul nampaknya melekuk pada bagian
tengah. Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan infiltrasi
di pinggir dan beberapa tampak seperti punched out. Tanda-tanda
kerusakan saraf lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe LL.
e. Tipe Lepromatous Leprosy
Jumlah lesi pada tipe ini sangat banyak, simetris, permukaan
halus, lebih eritematus, berkilap, berbatas tidak tegas, dan pada
stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis. Distribusi
lesi khas, yakni di daerah wajah, mengenai dahi, pelipis, dagu,
cuping telinga; sedangkan di badan mengenai bagian badan yang
dingin, seperti lengan, punggung tangan, dan ekstensor tungkai.
Pada stadium lanjut, tampak penebalan kulit yang progresif, cuping
telinga menebal, facies leonina, madarosis, iritis, keratitis,
deformitas pada hidung, pembesaran kelenjar limfe, dan orkitis
yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis.Kerusakan saraf yang
luas menyebabkan gejala stocking and glove anesthesia dan pada
stadium lanjut serabut-serabut saraf perifer mengalami degenerasi
hialin atau fibrosis yang menyebabkan anastesi dan pengecilan otot
tangan dan kaki.

37
2. Etiologi
Mikobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat
obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain
seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali
susunan saraf pusat. Masa membelah diri mikobakterium leprae 12-21
hari dan masa tunasnya antara 40 hari-40 tahun. Kuman kusta
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5
micro biasanya berkelompok dan ada yang disebar satu-satu, hidup
dalam sel dan BTA.
3. Patofisiologi
Mekanisme penularan penyakit Morbus Hansen diawali
dari kuman Mycobacterium Leprea. Kuman ini biasanya
berkelompok dan hidup dalam sel serta mempunyai sifat tahan asam
(BTA) . Kuman Morbus Hansen ini pertama kali menyerang saraf
tepi, yang selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran
nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan
testis kecuali susunan saraf pusat. Mekanisme penularan yang tepat
belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti
adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Terdapat bukti bahwa
tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. leprae menderita
kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut berperan.
Kerusakan saraf pada pasien Morbus Hansen diakibatkan M.Leprae
yang memiliki bagian G domain of extracellular matriks protein
laminin 2 yang akan berikatan dengan sel schwaan melalui reseptor
dystroglikan lalu akan mengaktifkan MHC (Major Histocompatibility
Complex) kelas II setelah itu mengaktifkan CD4+. CD4+ akan
mengaktifkan Th1 dan Th2 dimana Th1 dan Th2 akan mengaktifkan
makrofag. Makrofag gagal memakan M. Leprae akibat adanya fenolat
glikolipid I yang melindungi di dalam makrofag. Ketidakmampuan
makrofag akan merangsang makrofag bekerja terus-menerus untuk
menghasilkan sitokin dan GF(Growht Factor) yang lebih banyak lagi.
Sitokin dan GF tidak mengenal bagian self atau nonself sehingga akan

38
merusak saraf dan saraf yang rusak akan diganti dengan jaringan
fibrous sehingga terjadilah penebalan saraf tepi. Sel schwann
merupakan APC non professional. Akibatnya akan mengalami
gangguan fungsi saraf tepi seperti sensorik, motorik dan otonom.
Serangan terhadap fungsi sensorik akan menyebabkan terjadinya luka
pada tangan atau kaki, yang selanjutnya akan mati rasa (anestasi).
Kerusakan fungsi motorik akan mengakibatkan lemah atau lumpuhnya
otot kaki atau tangan, jari-jari tangan atau kaki menjadi bengkok.
Rusaknya fungsi otonom berakibat terjadinya gangguan pada kelenjar
keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit
menjadi kering, menebal, mengeras, dan pecah-pecah yang pada
akhirnya akan membuat si penderita cacat seumur hidup.
Kelainan juga terjadi pada kulit, dalam hal ini dapat berupa
hipopigmentasi (semacam panu) bercak-bercak merah, infiltrat
(penebalan kulit) dan nodul (benjolan). Infiltrasi granuloma ke dalam
adneksa kulit yang terdiri atas jaringan keringat, kelenjar palit, dan
folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia.
Penyakit ini dapat menimbulkan ginekomastia akibat gangguan
keseimbangan hormonal dan oleh karena infiltrasi granuloma pada
tubulus seminiferus testis. Penderita lepra lepromatosa dapat menjadi
impoten dan mandul, karena infeksi ini dapat menurunkan kadar
testosteron dan jumlah sperma yang dihasilkan oleh testis.
Pada kornea mata akan terjadi kelumpuhan pada otot
mata mengakibatkan kurang atau hilangnya reflek kedip, sehingga
mata akan mudah kemasukan kotoran dan benda-benda asing yang
dapat menimbulkan kebutaan. Kerusakan mata pada kusta dapat
primer dan sekunder. Primer mengakibatkan alopesia pada alis mata
dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder
disebabkan oleh rusaknya N.fasialis yang dapat membuat paralisis
N.orbitkularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan
lagoftalmus yang selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian –

39
bagian mata lainnya. Secara sendirian atau bersama – sama akan
menyebabkan kebutaan.
4. Manifestasi
Menurut WHO (1995), seseorang didiagnosis menderita penyakit
kusta apabila terdapat satu dari tanda kardinal berikut :
a. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Lesi kulit
dapat tunggal ataupun multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi
kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat
bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul atau nodul.
b. BTA Positif.
Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan
jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus
dicurigai dan periksa ulang setiap tiga bulan sampai ditegakan
diagnosis kusta atau penyakit lain.
Ada tiga tanda kardinal :
a. Lesi kulit yang anastesi
b. Penebalan saraf perifer
c. Ditemukan M. Leprae (bakteriologis positif)
5. Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta
baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis
sewaktu terjadi reaksi kusta
6. Pencegahan Kusta
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :
1) Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat
yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular
karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti
keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan
memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang
diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah

40
proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan
masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat
memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari
penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah
keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat (Depkes
RI, 2006)
2) Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer
penyakit kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994).
Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa
pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan
perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian
dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta
sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi
kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa
negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG
tersebut (Depkes RI, 2006).
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai
penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah
terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada
sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita
kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut
merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes
RI, 2006).
c. Pencegahan tertier
1) Pencegahan cacat kusta
Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta
pada penderita. Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI,
2006) :

41
Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini
penderita sebelum cacat, pengobatan secara teratur dan
penangan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi
saraf.
Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri
sendiri untuk mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau
kaki yang sudah mengalami gangguan fungsi saraf.
2) Rehabilitasi kusta
Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh
fungsi penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk
mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan
kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan
kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi adalah
penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga
memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam
masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih
baik (Depkes RI, 2006). Rehabilitasi terhadap penderita kusta
meliputi :
a) Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan
untuk mencegah terjadinya kontraktur.
b) Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami
kelumpuhan agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan.
c) Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.
d) Terapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila
gerakan normal terbatas pada tangan.
e) Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada
penderita cacat.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologis
Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut:
1) Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.

42
2) Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali
tidak ditemukan lesi ditempat lain.
3) Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan
bila perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.
4) Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan
mikobakterium leprae ialah:
f) Cuping telinga kiri atau kanan
g) Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain
5) Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:
a) Tidak menyenangkan pasien
b) Positif palsu karena ada mikobakterium lain
c) Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada selaput
lendir hidung apabila sedian apus kulit negatif.
d) Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir
hidung lebih dulu negatif dari pada sediaan kulit ditempat
lain.
6) Indikasi pengambilan sediaan apus kulit:
a) Semua orang yang dicurigai menderita kusta
b) Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai
pasienkusta
c) Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau
karenatersangka kuman resisten terhadap obat
d) Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali
7) Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan
asam, yaitu ziehl neelsen atau kinyoun gabett
8) Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode
yaitu cara zig zag, huruf z, dan setengah atau seperempat
lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah
bentuk utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granula
(granulates), globus dan clumps.
Indeks Bakteri (IB):

43
Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam
sediaan hapus. IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan
mengevaluasi hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala
logaritma RIDLEY sebagai berikut:

0 :bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang


1 :bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang
2 :bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang
3 :bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
4 :bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
5 :bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
6 :bila >1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

Indeks Morfologi (IM)


Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IM
digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil
pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.
E. Trauma (Luka Bakar)
1. Pengertian Luka Bakar (Combustio)
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan
energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan
oleh hantaran/radiasi elektromagnet (Brunner & Suddarth, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas,
kimia atau radio aktif (Wong, 2003).
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan
disebabkan banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik
seperti kabel listrik yang mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti
asam atau basa kuat (Triana, 2007).
Luasnya destruksi jarinang ditentukan dengan mempertimbangkan
intensitas sumber panas, durasi kontak atau pajanan, konduktifitas
jariangan yang terkena, dan kecepatan energi panas meresap kedalam
kulit. Pajanan singkat terhadap panas berintensitas tinggi akibat api

44
dapat mengakibatkan luka bakar yang sama dengan luka bakar akibat
pajanan lama terhadap panas berintensitas dalam air panas.( Wong,
2008)

Klasifikasi

a. Berdasarkan penyebabnya, klasifikasi luka bakar dibagi menjadi :


1) Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn)
Cedera luka bakar termal dibagi menjadi cedera panas kering
dan cedera lembab. Cedera panas kering disebabkan oleh api
terbuka. Cedera nyala api yang paling umum terjadi pada
kebakaran dan ledakan rumah. Cidera panas lembab atau
melepuh disebabkan oleh kontak dengan cairan atau uap panas.
Selain tumpahan cairan panas agen cedera lembab adalah uap
panas,
2) Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Cedera terjadi ketika bahan kimia langsung menyentuh
kulit dan memasuki jaringan epitel atau tertelan.Tingkat
keparahan cedera tergantung pada lamanya kontak, konsentrasi
bahan kimia, jumlah jaringan yang terpapar, dan aksi
alkali.Alkalis yang ditemukan dalam pembersih oven, pupuk,
pembersih saluran, perhatian dan industri berat pembersih
merusak jaringan dengan menyebabkan kulit dan proteinnya
mencair. Asam ditemukan pada pembersih dalam kamar mandi,
penghilang karat, bahan kimia untuk kolam yang lebih besar,
dan pembersih saluran industri merusak jaringan oleh sel-sel
pengikat dan protein kulit.
3) Luka bakar radiasi (Radiation Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan
penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi
untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran.Terbakar oleh

45
sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan
salah satu tipe luka bakar radiasi.
4) Luka bakar elektrik (Electrical Burn)
Cidera elektrik atau lisrik adalah luka bakar yang terjadi
ketika arus listrik masuk ke tubuh.Luka-luka ini disebut "grand
masquerader" dari luka bakar karena cedera permukaan
mungkin terlihat kecil tetapi cedera internal yang terkait bisa
sangat besar.Cedera jaringan akibat trauma listrik berasal dari
energi listrik yang dikonversi menjadi energi panas.

Luka bakar melukai lapisan kulit dan juga bisa melukai bagian
lain dari tubuh, seperti otot, pembuluh darah, saraf, paru-paru, dan
mata. Luka bakar didefinisikan dengan derajat pertama, kedua,
ketiga, atau keempat, tergantung pada berapa banyak lapisan kulit
dan jaringan yang terbakar. Semakin dalam luka bakar dan lebih
besar area yang terbakar, lebih serius luka bakar yang terjadi.

b. Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalamannya, yaitu :


1) Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis
dan biasanya sembuh dalam 3-6 hari, misalnya tersengat
matahari.Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa
nyeri atau hipersensitifitas setempat.
Luka bakar derajat pertama adalah luka bakar yang di
dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan
parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah

46
yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang
ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung
pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah
serta hiperemis.

2) Luka bakar derajat II


Kerusakan terjadi pada epidermis dan sebagian dermis,
berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh,
dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di
atas permukaan kulit normal, nyeri karena tepi saraf teriritasi.
Luka bakar derajat II terbagi menjadi dua:
a) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis,
apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea masih utuh.Luka sembuh dalam
waktu 10-21 hari.
b) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis.Apendises kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagian masih utuh.Penyembuhan terjadi lebih lama,
tergantung apendises kulit yang tersisa.Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari dua minggu.

c) Luka bakar derajat III


Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan
yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut,

47
kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada
pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering,
letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena
koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak
timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada
proses epitelisasi spontan.

c. Luas luka bakar


Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang
disebut Metode Rule of Nines untuk menentukan daerah
permukaan tubuh total (Body surface Area : BSA) untuk orang
dewasa adalah :
1) Kepala dan leher : 9%
2) Ekstremitas atas kanan : 9%
3) Ekstremitas atas kiri : 9%
4) Ekstremitas bawah kanan : 18%
5) Ekstremitas bawah kiri : 18%
6) Badan bagian depan : 18%
7) Badan bagian belakang : 18%
8) Genetalia :1%
Total : 100%
d. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
1) Luka bakar ringan/ minor

48
a) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
2) Luka bakar sedang (moderate burn)
a) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka
bakar derajat III kurang dari 10 %
b) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun
atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang
dari 10 %
c) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun
dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum.
3) Luka bakar berat (major burn)
a) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun
atau di atas usia 50 tahun
b) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan
pada butir pertama
c) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
e) Luka bakar listrik tegangan tinggi
f) Disertai trauma lainnya
g) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.

2. Etiologi
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik
secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air
panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu,
pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga
dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab
terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:

49
a. Paparan api
1) Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api
terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut.
Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai
tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar,
sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan
menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
2) Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area
tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah
luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau
peralatan masak.
b. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan
dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang
akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan
dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus
kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu
sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas
dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai
permukaan cairan.
c. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat
kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap
bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
d. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian
atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
e. Aliran listrik

50
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus
jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam.
Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian
dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
f. Zat kimia (asam atau basa)
g. Radiasi

3. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari
suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat
hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi
akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan
mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan.
Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami
kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama
dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka
bakar dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15
menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan
cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang
disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka
bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh
fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal
sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika
akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan
cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga
interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan
pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya
kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah
jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai

51
respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang
meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24
hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya
dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler,
syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke
dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena
edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas
distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada
saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5
liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar,
respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi
cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah
terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat
destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan
berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu
juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan
nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas
koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta
waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat,
konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah
sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel
darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas
dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai,
hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul
nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.

52
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan
faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin
serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia.
Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk
mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan
pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya
menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.

53
Perubahan fisiologis pada luka bakar
Tingkatan Hipovolemik Tingkatan Diuretic
Perubahan ( s/d 48-72 jam pertama) (12 jam – 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran Vaskuler ke Hemokonsentrasi Interstitial ke Hemodilusi.
cairan insterstitial. oedem pada lokasi vaskuler.
ekstraseluler. luka bakar.

Fungsi renal. Aliran darah renal Oliguri. Peningkatan aliran Diuresis.


berkurang karena darah renal karena
desakan darah turun desakan darah
dan CO berkurang. meningkat.
Kadar Na+direabsorbsi oleh Defisit sodium. Kehilangan Defisit sodium.
sodium/natrium. ginjal, tapi kehilangan Na+melalui diuresis
Na+ melalui eksudat (normal kembali
dan tertahan dalam setelah 1 minggu).
cairan oedem.
Kadar K+ dilepas sebagai Hiperkalemia K+ bergerak kembali Hipokalemi.
potassium. akibat cidera jarinagn ke dalam sel,
sel-sel darah merah, K+ terbuang melalui
K+berkurang ekskresi diuresis (mulai 4-5
karena fungsi renal hari setelah luka
berkurang. bakar).
Kadar protein. Kehilangan protein ke Hipoproteinemia. Kehilangan protein Hipoproteinemia.
dalam jaringan akibat waktu berlangsung
kenaikan terus katabolisme.
permeabilitas.
Keseimbangan Katabolisme jaringan, Keseimbangan Katabolisme jaringan, Keseimbangan
nitrogen. kehilangan protein nitrogen negatif. kehilangan protein, nitrogen negatif.
dalam jaringan, lebih immobilitas.
banyak kehilangan
dari masukan.
Keseimbnagan Metabolisme anaerob Asidosis metabolik. Kehilangan sodium Asidosis metabolik.
asam basa. karena perfusi bicarbonas melalui
jarinagn berkurang diuresis,
peningkatan asam dari hipermetabolisme

2
produk akhir, fungsi disertai peningkatan
renal berkurang produk akhir
(menyebabkan retensi metabolisme.
produk akhir
tertahan), kehilangan
bikarbonas serum.
Respon stres. Terjadi karena trauma, Aliran darah renal Terjadi karena sifat Stres karena luka.
peningkatan produksi berkurang. cidera berlangsung
cortison. lama dan terancam
psikologi pribadi.
Eritrosit Terjadi karena panas, Luka bakar termal. Tidak terjadi pada Hemokonsentrasi.
pecah menjadi fragil. hari-hari pertama.
Lambung. Curling ulcer (ulkus Rangsangan central Akut dilatasi dan Peningkatan jumlah
pada gaster), di hipotalamus dan paralise usus. cortison.
perdarahan lambung, peingkatan jumlah
nyeri. cortison.
Jantung. MDF meningkat 2x Disfungsi jantung. Peningkatan zat MDF CO menurun.
lipat, merupakan (miokard depresant

3
glikoprotein yang factor) sampai 26 unit,
toxic yang dihasilkan bertanggung jawab
oleh kulit yang terhadap syok spetic.
terbakar.

4
4. Manifestasi
a. Selulitis luka bakar
Selulitis merupakan infeksi umum pada kulit dan jaringan lunak
di bawah kulit. Hal ini terjadi ketika bakteri menyerang kulit yang
rusak atau normal dan mulai menyebar di bawah kulit dan ke dalam
jaringan lunak yang menimbulkan peradangan. Biasanya
bermanifestasi dengan eritema progresif, pembengkakan, dan nyeri
pada kulit yang tidak terluka di sekitar luka. Selulitius ini terlihat
dalam beberapa hari pertama setelah luka bakar terjadi dan
biasanya disebabkan oleh S pyogenes. Infeksi dapat berkembang
dengan cepat, tetapi umumnya sensitif terhadap penisilin. Eksisi
terkait deep eschar dapat menjadi penting untuk keberhasilan
perawatan selulitis. Ketinggian untuk mengurangi edema adalah
tambahan penting.

b. Infeksi luka bakar invasive


Infeksi luka bakar invasif adalah perkembangbiakan bakteri
dengan cepat pada eschar bakar yang menyerang jaringan yang
hidup. Perubahan warna, drainase baru, dan, kadang-kadang, bau
busuk atau bau manis adalah temuan klinis. Pseudomonal dan
spesies gram negatif lainnya adalah penyebab umum. Infeksi ini
dapat mengancam jiwa dan biasanya membutuhkan pengobatan
kombinasi dengan pembedahan dan antibiotik.
5. Komplikasi
a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
b. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan
integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah
akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka
bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan
saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah
sehingga terjadi iskemia.
c. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi
dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-
tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan
nausea dapat mengakibatkan nause. Perdarahan lambung yang
terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi
asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces,
regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan
tanda-tanda ulkus curling.

2
e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang
adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah,
perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan
pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan
peningkatan frekuensi denyut nadi.
f. Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan
resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau
mioglobin terdektis dalam urine.
6. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan luka bakar adalah dengan menutup lesi
sesegera mungkin, pencegahan infeksi dan mengurangi rasa sakit.
Pencegahan trauma pada kulit yang vital dan elemen didalamnya dan
pembatasan pembentukan jaringan parut ( Kapita Selekta Kedokteran,
2002).
Pada saat kejadian, hal yang pertama harus dilakukan adalah
menjauhkan korban dari sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit
yang panas dengan air. Pada trauma dengan bahan kimia, siram kulit
dengan air yang mengalir. Proses koagulasi protein pada sel di
jaringan yang terpajan suhu yang tinggi berlangsung terus menerus
walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses
tersebut dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar
dan mempertahankan suhu dingin pada jam pertama setelah
kejadian. Oleh karena itu, merendam bagian yang terkena selama lima
belas menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan
untuk luka bakar >10%, karena akan terjadi hipotermia yang
menyebabkan cardiac arrest.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
a. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas (airway),
pernapasan (breathing) dan sirkulasi (circulation).
b. Periksa jalan napas.

3
c. Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan
pembersihan jalan napas (suction dan lain sebagainya), bila perlu
lakukan trakeostomi atau intubasi.
d. Berikan oksigen.
e. Pasang intravena line untuk resusitasi cairan, berikan cairan ringer
laktat untuk mengatasi syok.
f. Pasang kateter buli – buli untuk pemantau diuresis.
g. Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada
ileus paralitik.
h. Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous
pressure/CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar
ekstensif.
i. Periksa cedera seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan
adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan
demikian jumlah dan jenis cairan dapat yang diperlukan untuk
resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan lebih diindikasikan pada
luka bakar derajat 2 dan 3 dengan luas >25%, atau pasien tidak
dapat minum. Terapi cairan dapat dihentikan bila masukkan oral
dapat menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan
untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar,
yaitu :
1) Cara Evans.
Untuk menghitung jumlah cairan pada hari pertama hitunglah :
a) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)
b) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc larutan koloid (2)
c) 2000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1), (2) dan (3) diberikan dalam 8 jam
pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari
kedua diberikan cairan setengah dari hari pertama. Pada hari
ketiga berikan cairan setengah dari hari kedua. Sebagai
monitoring pemberian cairan lakukan penghitungan diuresis.
2) Cara Baxter.

4
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak
dipakai. Jumlah cairan hari pertama dihitung dengan rumus =
%luka bakar x BB (kg) x 4cc. Separuh dari jumlah cairan ini
diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam
selanjutnya. Hari pertama diberikan larutan ringer laktat karena
terjadi hipotermi. Untuk hari kedua di berikan setengah dari
jumlah hari pertama
Prinsip penatalaksanaan luka bakar adalah :
e) Langkah – langkah perawatan luka bakar Derajat I adalah
sebagai berikut :
(1) Memberikan salam kepada klien dengan nada lembut dan
senyum serta menanyakan luka bakar di bagian tubuh
sebelah mana.
(2) Menjelaskan tujuan perawatan luka bakar untuk
mencegah infeksi, mempercepat penyembuhan luka serta
mencegah kecacatan.
(3) Menanyakan kepada klien apakah ada yang belum di
mengerti mengenai perawatan luka bakar dan menanyakan
kesiapan klien untuk dilakukan tindakan luka bakar ,jika
klien siap maka dilanjutkan penandatanganan informed
consent.
(4) Mengatur posisi klien di bed tindakan supaya luka dapat
terlihat jelas dan mudah dilakukan perawatan luka oleh
pemeriksa, misalnya apabila luka ada di tubuh sebelah kiri
maka tubuh klien miring ke kanan dan begitu juga
sebaliknya dan posisi luka menghadap ke atas.
(5) Membuka peralatan medis dan meletakkan di samping kiri
klien.
(6) Bila luka bakar tertutup pakaian maka minta ijin untuk
membuka pakaian supaya luka terlihat jelas dan membuka
pakaian dengan hati-hati, bila sulit basahi dengan NaCl
0,9%.

5
(7) Membersihkan luka bakar dengan cara mengirigasi yaitu
dengan cara mengaliri bagian luka menggunakan NaCl
0,9% dengan meletakan bengkok di bawah luka terlebih
dahulu.
(8) Melakukan debridement bila terdapat jaringan nekrotik
dengan cara memotong bagian nekrotik dengan
mengangkat jaringan nekrotik menggunakan pinset
chirurgis dan digunting dengan gunting chirurgis mulai
dari bagian yang tipis menuju ke bagian tebal , dan bila
ada bula dipecah dengan cara ditusuk dengan jarum spuit
steril sejajar dengan permukaan kulit dibagian pinggir
bula kemudian dilakukan pemotongan kulit bula dimulai
dari pinggir dengan menggunakan gunting dan pinset
chirugis.
(9) Mengeringkan luka dengan cara mengambil kasa steril
dengan pinset anatomis lalu kasa steril ditekankan pelan-
pelan sehingga luka benar-benar dalam kondisi kering.
(10) Memberikan obat topical (silver sulfadiazin) sesuai luas
luka dengan menggunakan dua jari yang telah diolesi obat
tersebut.
(11) Menutup luka dengan kasa steril.
(12) Memasang plester dengan digunting sesuai ukuran dan
ditempelkan di atas kasa steril.
(13) Menjelaskan bahwa perawatan luka telah selesai.
(14) Membersihkan alat medis
(15) Membersihkan sampah medis
(16) Membersihkan ruangan.
f) Langkah – langkah perawatan luka bakar Derajat II – III
adalah memberikan tindakan resusitasi cairan :
(1) Pada orang dewasa, dengan luka bakar tingkat II-III 20 %
atau lebih sudah ada indikasi untuk pemberian infus

6
karena kemungkinan timbulnya syok. Sedangkan pada
orang tua dan anak-anak batasnya 15%.
(2) Formula yang dipakai untuk pemberian cairan adalah
formula menurut Baxter. Formula Baxter terhitung dari
saat kejadian (orang dewasa) :
(a). 8 jam pertama ½ (4cc x KgBB x % luas luka bakar)
Ringer Laktat.
(b). 16 jam berikutnya ½ (4cc x KgBB x % luas luka bakar)
Ringer Laktat ditambah 500-1000cc koloid.
Modifikasi Formula Baxter untuk anak-anak adalah:
(a). Replacement : 2cc/ KgBB/ % luas luka bakar
(b). Kebutuhan faali : Umur sampai 1 tahun 100cc/
KgBB
Umur 1-5 tahun 75cc/ KgBB
Umur 5-15 tahun 50cc/ Kg BB
Sesuai dengan anjuran Moncrief maka 17/20 bagian dari
total cairan diberikan dalam bentuk larutan Ringer Laktat dan
3/20 bagian diberikan dalam bentuk koloid. Ringer laktat dan
koloid diberikan bersama dalam botol yang sama. Dalam 8
jam pertama diberikan ½ jumlah total cairan dan dalam 16
jam berikutrnya diberikan ½ jumlah total cairan.
Bila luka bakar Derajat II dalam, III atau lebih dari 25 %
pasien dirujuk ke Rumah Sakit.
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka
bakar yaitu :
a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun
menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan
peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada
Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.

7
1) Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi.
2) GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau
peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) terlihat pada retensi
karbon monoksida.
3) Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada
awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat
terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila
mulai diuresis.
4) Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan
kelebihan cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga
ketidakadekuatan cairan.
5) Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
6) Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
7) Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein
pada edema cairan.
8) BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera
jaringan.
9) Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap
efek atau luasnya cedera.
b. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia
c. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan
luka bakar.(Moenadjat, 2003)

8
8. Konsep dasar asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Riwayat kesehatan
Kaji keluhan utama dan tanyakan penyebab luka bakar – kima,
termal atau listrik, waktu terjadinya luka bakar (penting untuk
kebutuhan resusitasi, cairan yang mana dihitung dari waktu
cedera luka bakar, bukan dari waktu tiba ke RS), tempat
terjadinya luka bakar (area terbuka atau tertutup) dan alergi.
2) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Kaji tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital.
b) Sistem integument
Kulit: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terjadi selama
3-5 hari sehubungan dengan proses trombus mikrovaskuler
pada beberapa luka. Area kulit yang tidak terbakar mungkin
lembab / dingin, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung, sehubungan dengan
kehilangan cairan.
Cedera api:
Terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan
pariase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar.
Bulu hidung gosong, mukosa hidung dan mulut kering,
merah, lepuh pada faring posterior, dan edema lingkar
mulut dan lingkar nasal.
Cedera kimia:
Tampak luka bervariasi sesuai dengan penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit
samak halus; lepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut
tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya,
secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut
sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik:

9
Cedera kutaneus eksternal diasanya lebih sedikit dari
dibawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat
meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar
dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup, dan
luka termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Kaji luka bakar akan keluasannya dengan menggunakan
grafik Lund dan Browder atau Rule of nine.
Kaji kedalaman luka, yang dapat:
(1) Ketebalan partial superfisial-melibatkan epidermis;
dikarakteristikan oleh nyeri tekan, sedikit bengkak, dan
eritema yang memucat dengan tekanan.
(2) Ketebalan partial-meliputi epidermis dan dermis;
dikarakteristikan oleh eritema, kering, atau luka lembab
nyeri, edema, dan pembentukan lepuh.
(3) Ketebalan penuh-meliputi semua lapisan kulit, sering
meluas sampai jaringan subkutan dan otot;
dikarakteristikan oleh luka kering, keras, tidak nyeri,
berkulit yang berwarna putih atau hitam.
3) Integritas ego
Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri
dan marah.
4) Aktivitas / istirahat
Keterbatasan rentan gerak pada area yang sakit, gangguan masa
otot dan perubahan tonus.
5) Sistem pernafasan
Kaji akn adanya serak, batuk mengi, partikel karbon dalam
sputum, ketidakmampuan dalam menelan sekresi oral dan
sianosis, indikasi cedera inhalasi.
Pembengkakan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar
lingkar dada. Jalan nafas atas straidor atau mengi (obstruksi
sehubungan dengan laringospasme, edema laringeal). Bunyi

10
nafas : gemerecik (edema paru), stridor (edema laringeal), sekret
jalan nafas (ronhi).
6) Sistem pencernaan
Penurunan bising usus atau tidak ada, khususnya pada luka
bakar dengan kutaneus lebih besar dari 20 % sebagai stres
penurunan motilitas / peristaltik gastrik. Kaji akan anorexia,
mual, dan muntah.
7) Sistem kardiovaskuler
Pada luka bakar lebih dari 20 % APTT, ditemukan hipotensi
(syok), penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang
cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi,
kulit putih dan dingin (syok listrik). Takikardi (syok, ansietas,
nyeri), disritmia (syok listrik).
8) Neurosensori
Aktivitas kejang (syok listrik), laserasi kornea, kerusakan
retinal, penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik). Ruptur
membran timpani (syok listrik), dan paralisis (cedera listrik pada
aliran syaraf).
9) Eliminasi
Haluan urin menurun / tidak ada selama fase darurat. Warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam. Diuresis (setelah
kebocoran kapiler dan mobilisasi cairn kedalam sirkulasi).
b. Diagnosa
Diagnosa yang didapatkan dalam konsep asuhan keperawatan
dengan luka bakar, antara lain :
1) Defisit nutrisi (D.0019)
Defisit nutrisi b.d peningkatan metabolisme d.d berat badan
menurun minimal 10% di bawah rentang ideal, membran
mukosa pucat, dan serum albumin menurun.
2) Nyeri akut (D.0077)

11
Nyeri akut b.d agen pencedera fisik: trauma luka bakar d.d
tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit, tidur.
3) Hipovolemia (D.0023)
Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif dan evaporasi d.d
frekuensi nadi meningkat, turgor kulit menurun, membran
mukosa kering, hematokrit meningkat, suhu tubuh
meningkat, berat badan menurun turun tiba-tiba, lemah, dan
merasa haus berlebih.
4) Gangguan citra tubuh (D.0083)
Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh:
luka bakar d.d fungsi/struktur tubuh berubah/hilang.
5) Gangguan integritas kulit (D.0129)
Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanis d.d kerusakan
jaringan kulit.
6) Resiko infeksi (D.0142)
Resiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer: kerusakan integritas kulit dan sekunder: penurunan
hemoglobin dan supresi respon inflamasi.
c. Perencanaan
1) Defisit nutrisi (D.0019)
Defisit nutrisi b.d peningkatan metabolisme d.d berat badan
menurun minimal 10% di bawah rentang ideal, membran
mukosa pucat, dan serum albumin menurun.
a) Tujuan: dalam waktu 3 x 24jam, kebutuhan nutrisi
terpenuhi
b) Kriteria hasil:
(1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan
tujuan
(2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
(3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
(4) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

12
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Identifikasi status nutrisi 1. Langkah awal untuk menentukan intervensi sesuai
kebutuhan pasien

2. Monitor berat badan 2. Memantau peningkatan dan penrunan status gizi

3. Mengetahui kadar nutrisi dalam terkait jumah


3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium hemoglobin yang berhubungan dengan proses
metabolisme tubuh

4. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi 4. Untuk menunjang bahan metabolisme yang
protein menstimulasi berat badan serta menunjang
perkembangan dan pertumbuhan tubuh, juga dapat
mempercepat proses penyembuhan luka

5. Mencegah terjadinya muntah pada pasien


5. Anjurkan posisi fowler, jika mampu

Kolaborasi 6. Mencegah terjadinya nyeri yang menghilangkan


6. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum nafsu makan, mual dan mulut terasa pahit akibat
makan, jika perlu produksi asam lambung berlebih

7. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dengan


menunjang bahan metabolisme yang menstimulasi
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk berat badan serta menunjang perkembangan dan
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien pertumbuhan tubuh, juga dapat mempercepat proses
yang dibutuhkan penyembuhan luka

2) Nyeri akut (D.0077)


Nyeri akut b.d agen pencedera fisik: trauma luka bakar d.d
tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur.
a) Tujuan: dalam waktu 3 x 24jam, pasien mampu
beradaptasi dengan nyeri.
b) Kriteria hasil:
(1) Skala nyeri 0
(2) Frekuensi nadi pasien normal (60-100x/menit)
(3) Pasien dapat melakukan teknik relaksasi secara
mandiri
(4) Pasien tampak tenang dapat beristirahat

13
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Sebagai data dasar untuk mengevaluasi kefektifan
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, skala tindakan mengurangi nyeri
nyeri

2. Identifikasi faktor pemberat dan peringan 2. Mencegah nyeri berulang dengan penyebab yang
nyeri sama dan mengetahui cara menghilangkan nyeri
secara mandiri

3. Monitor efek samping penggunaan 3. Mengetahui segera efek samping berlebih yang
analgesik dapat membahayakan pasien

4. Berikan teknik nonfarmakologis: teknik 4. Mengurangi ketegangan dan membuat perasaan


relaksasi napas panjang lebih nyaman

5. Jelaskan strategi meredakan nyeri 5. Melibatkan pasien agar merasa nyaman dan dapat
meredakan nyeri dengan mandiri

6. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 6. Memandirikan pasien dalam meredakan nyeri secara
mandiri
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai
indikasi 7. Untuk menangani nyeri yang dialami pasien secara
farmakologis

3) Hipovolemia (D.0023)
Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif dan evaporasi d.d
frekuensi nadi meningkat, turgor kulit menurun, membran
mukosa kering, hematokrit meningkat, suhu tubuh meningkat,
berat badan menurun turun tiba-tiba, lemah, dan merasa haus
berlebih.
a) Tujuan: dalam waktu 3 x 24jam, kebutuhan cairan
terpenuhi dan tidak terjadi syok selama perawatan.
b) Kriteria hasil:
(1) Tidak terdapat tanda dan gejala dehdrasi
(2) Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
(3) Frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu tubuh
dalam batas normal
(4) Turgor kulit elastis
(5) Membran mukosa lembab

14
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia 1. Kekurangan atau perpindahan cairan meningkatkan
a. Frekuensi nadi frekuensi nadi, turgor kulit, membran mukosa, kadar
b. Turgor kulit hematokrit, dan mengurangi volume cairan tubuh
c. Membran mukosa
d. Kadar hematokrit
e. Rasa haus

2. Monitor intake dan output cairan 2. Memberikan informasi tentang status cairan

3. Monitor status oksigenasi 3. Menilai keadekuatan oksigen

4. Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap 4. Luka terbuka dapat menimbulkan perdarahan yang
adanya DOTS: luka terbuka termasuk kehilangan cairan aktif

5. Data dasar untuk memenuhi kebutuhan cairan sesuai


5. Hitung kebutuhan cairan dengan berat badan

6. Mencegah terjadinya syok hipovolemik


6. Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%

7. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral 7. Memperbanyak asupah cairan oral cukup untuk
menambah volume cairan dan sesuaikan dengan
cairan infus untuk mencegah kelebihan cairan

Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian cairan koloid 8. Cairan koloid Digunakan untuk menjaga dan
meningkatkan tekanan osmosis plasma.

4) Gangguan citra tubuh (D.0083)


Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh:
luka bakar d.d fungsi/struktur tubuh berubah/hilang.
a) Tujuan : dalam waktu 1x24 jam masalah gangguan
citra tubuh teratasi
b) Kriteria Hasil :
(1) Body image positif
(2) Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
(3) Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi
tubuh
(4) Mempertahankan interaksi social

15
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Idetifikasi harapan citra tubuh berdasarkan 1. Sebagai langkah awal menentukan citra tubuh pasien
tahap perkembangan
2. Nilai-nilai berperan dalam pembentukan persepsi diri
2. Identifikasi nilai-nilai terkait citra tubuh tentang citra tubuh pasien
a. Budaya
b. Agama

3. Identifikasi perubahan citra tubuh yang 3. Mengetahui secara dini untuk mencegah terjadinya
mengakibatkan isolasi sosial isolasi sosial

4. Identifikasi kebutuhan dan keinginan 4. Untuk mendukung kekuatan pribadi pasien


terhadap dukungan sosial

5. Identifikasi metode penyelesaian masalah


5. Agar agar pasien mendapat koping yang adekuat
6. Monitor frekuensi kritik terhadap diri
sendiri 6. Untuk mengetahui seberapa besar klien mampu
menerima keadaan dirinya
7. Monitor apakah pasien melihat bagian
tubuh yang berubah 7. Agar pasien dapat menerima perubahan pada
tubuhnya Untuk meningkatkan percaya diri klien

8. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya 8. Meningkatkan percaya diri dan motivasi pada pasien

9. Diskusikan cara mengembangkan harapan 9. Meningkatkan rasa percaya diri tentang kemampuan
citra tubuh secara realistis pasien

10. Jelaskan pada keluarga tentang perawatan 10. Memberikan dukungan motivasi terhadap pasien
perubahan citra tubuh
11. Agar klien tahu seberapa kekuatan pribadinya
11. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri
terhadap citra tubuh 12. Mencegah harga diri rendah dan pasien dapat
melakukan aktivitas secara normal
12. Latih pengungkapan kemampuan diri
kepada orang lain maupun kelompok

5) Gangguan integritas kulit (D.0129)


Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanis d.d kerusakan
jaringan kulit.
a) Tujuan : dalam waktu 1x24 jam masalah gangguan
integritas kulit teratasi
b) Kriteria Hasil :
(1) Tidak terjadi cedera berulang
(2) Terjadi penyembuhan luka
(3) Tidak terdapat tanda dan gejala infeksi pada luka

16
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Identifikasi penyebab luka bakar 1. Membantu mengevaluasi tempat obstruksi

2. Identifikasi durasi terkena luka bakar dan 2. Nafas dalam dapat meningkatkan asupan O2
riwayat penanganan sebelumnnya sehingga

3. Monitor kondisi luka


a. Presentasi ukuran luka 3. Untuk mengetahui keadaan luka dan
b. Derajat luka perkembangannya
c. Perdarahan
d. Warna dasar luka
e. Eksudat
f. Kondisi tepi luka
g. Bau luka

4. Gunakan teknik aseptik selama merawat


luka 4. Mencegah terpapar oleh kuman atau bakteri yang
menyebabkan infeksi
5. Rendam dengan air steril jika balutan
lengket pada luka 5. Mencegah infeksi dan pasien merasa nyeri

6. Bersihkan luka menggunakan cairan steril:


NaCl 0.9% 6. Mencegah perkembangan bakteri dan
mempercepat kesembuhan luka
7. Lakukan teknik relaksasi untuk
mengurangi nyeri 7. Mengurangi ketegangan dan membuat perasaan
lebih nyaman
8. Gunakan modern dressing sesuai kodisi
luka 8. Mempercepat penyembuhan luka dengan metode
yang efektif
9. Berikan suplemen vitamin sesuai indikasi
9. Vitamin mampu merangsang pembentukan
kolagen yang dapat mempercepat penyembuhan
10. Jelaskan tanda gejala dan infeksi luka

10. Untuk mengetahui dan segera melaporkan adanya


11. Anjurkan mengonsumi makanan tinggi tanda dan gejala dari infeksi
kalori dan protein
11. Untuk menunjang bahan metabolisme yang
menstimulasi berat badan serta menunjang
perkembangan dan pertumbuhan tubuh, juga dapat
Kolaborasi mempercepat proses penyembuhan luka
12. Kolaborasi prosedur debridement, jika
perlu 12. Untuk melepaskan jaringan nekrotik,
meminimalkan koloni bakteri, dan sel-sel debris
lainnya

17
6) Resiko infeksi (D.0142)
Resiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
kerusakan integritas kulit dan sekunder: penurunan
hemoglobin dan supresi respon inflamasi.
a) Tujuan : dalam waktu 3x24 jam pasien terhindar dari
risiko infeksi
b) Kriteria Hasil :
(1) Tidak terdapat tanda dan gejala infeksi
(2) Mampu melakukan cuci tangan dengan baik dan
benar

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan 1. Mempermudah untuk penanganan jika infeksi terjadi
sistemik
2. Mencegah terjadinya penyebaran infeksi nosokomial
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
3. Mencegah terpapar oleh kuman atau bakteri yang
3. Pertahankan teknik aseptik menyebabkan infeksi

4. Untuk mengetahui dan segera melaporkan adanya


4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi tanda dan gejala dari infeksi

5. Melibatkan pasien dan keluarganya dalam


5. Ajarkan cara cuci tangan yang baik dan menerapkan prinsip higienis untuk mencegah infeksi
benar
6. Pemenuhan asupan nutrisi yang baik dapat membuat
antibodi yang baik dan dapat mencegah terjadinya
6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan infeksi
cairan

F. Carcinoma
1. Pengertian
Penyakit Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel-sel kanker
akan berkembang dengan cepat, tidak terkendali, dan akan terus
membelah diri, selanjutnya menyusup ke jaringan sekitarnya
(invasive) dan terus menyebar melalui jaringan ikat, darah, dan
menyerang organ-organ penting serta syaraf tulang belakang. Dalam
keadaan normal, sel hanya akan membelah diri jika ada penggantian

18
sel-sel yang telah mati dan rusak. Sebaliknya sel kanker akan
membelah terus meskipun tubuh tidak memerlukannya, sehingga akan
terjadi penumpukan sel baru yang disebut tumor ganas. Penumpukan
sel tersebut mendesak dan merusak jaringan normal, sehingga
mengganggu organ yang ditempatinya.
Kanker dapat terjadi diberbagai jaringan dalam berbagai organ
di setiap tubuh, mulai dari kaki sampai kepala. Bila kanker terjadi di
bagian permukaan tubuh, akan mudah diketahui dan diobati. Namun
bila terjadi didalam tubuh, kanker itu akan sulit diketahui dan kadang-
kadang tidak memiliki gejala. Kalaupun timbul gejala, biasanya sudah
stadium lanjut sehingga sulit diobati. Kanker merupakan suatu
penyakit yang disebabkan oleh terganggunya kontrol regulasi
pertumbuhan sel-sel normal. Kriteria sel kanker yang mencolok
dibandingkan dengan sel-sel normal normal dalam tubuh kita, antara
lain:

a. Sel kanker tidak mengenal kematian sel atau yang disebut dengan
apoptosis. Apoptosis sangat dibutuhkan untuk mengatur berapa
jumlah sel yang dibutuhkan dalam tubuh kita, yang semuanya
fungsional dan menempati tempat yang tepat dengan umur tertentu.
Bila telah melewati masa hidupnya, sel-sel normal (non kanker)
akan mati dengan sendirinya tanpa ada efek peradangan
(inflamasi). Sel kanker berbeda dengan karakteristik tersebut.
b. Sel kanker tidak mengenal komunikasi ekstra seluler atau asocial.
Komunikasi ekstra seluler diperlukan untuk menjalin koordinasi
antar sel sehingga mereka dapat saling menunjang fungsi masing-
masing. Dengan sifatnya yang asocial, sel kanker bertindak
semauanya sendiri tanpa peduli apa yang dibutuhkan oleh
lingkungannya.
c. Sel kanker mampu menyerang jaringan lain (invasif), merusak
jaringan tersebut dan tumbuh subur diatas jaringan lain.

19
d. Untuk mencukupi kebutuhan pangan dirinya sendiri, sel kanker
mampu membentuk pembuluh darah baru meski tentunya dapat
mengganggu kestabilan jaringan tempat ia tumbuh.
e. Sel kanker memiliki kemampuan dalam memperbanyak dirinya
sendiri (proliferasi)

Pengertian kanker kulit. Kanker kulit adalah penyakit dimana


kulit kehilangan kemampuannya untuk generasi dan tumbuh secara
normal. Sel-sel kulit yang sehat secara normal dapat membelah diri
secara teratur untuk menggantikan sel-sel kulit mati dan tumbuh
kembali. (Tiro, 2010)
Kanker kulit adalah jenis kanker yang terletak dipermukaan
kulit, sehngga mudah dikenali. Namun, karena gejala awal yang
timbul dirasakan tidak begitu mengganggu, sehingga penderita
terlambat melakukan pengobatan (Mangan, 2005)
Kanker kulit ialah suatu penyakit yang ditandai dengan
pertumbuhan sel-sel kulit yang tidak terkendali, dapat merusak
jaringan di sekitarnya dan mampu menyebar ke bagian tubuh yang
lain. Karena kulit terdiri atas beberapa jenis sel, maka kanker kulit
juga bermacam-macam sesuai dengan jenis sel yang terkena.
Macam- macam jenis kanker kulit. Tumor-tumor ganas kulit
yang paling sering ditemukan adalah :
a. Karsinoma Sel Basal (Basalioma)
Adalah tipe kanker kulit terbanyak yang bersifat lokal invasive,
jarang bermestastasis namun tetap memiliki peluang untuk menjadi
maligna karena dapat merupakan dan menghancurkan jaringan
sekitar. Karsinoma Sel Basal muncul akibat radiasi sinar
ultraviolet, biasanya di bagian wajah. Karsinoma Sel Basal jarang
menyebabkan kematian serta mudah diterapi dengan pembedahan
maupun radiasi.
b. Karsinoma Sel Skuamosa
Berasal dari sel skuamosa pada lapisan epidermis kulit.
Karsinoma Sel Skuamosa bermestastatis lebih sering dari

20
Karsinoma Sel Basal, namun angka metastasisnya tidak terlalu
tinggi kecuali pada telinga, bibir, dan pasien imunosupresi.
c. Melanoma Maligna
Adalah tumor yang berasal dari melanosit, merupakan salah satu
tumor yang paling ganas pada tubuh dengan resiko metastatis yang
tinggi. Melanoma Maligna dapat dibagi menjadi empat yaitu:
Superficial Spreading Melanoma (SSM), Nodular Melanoma
(NM), Lentigo Malignant Melanoma, dan Acral Lentiginious
Melanoma (ALM).
d. Karsinoma Planocellulare (Squamous-cell cancer)
Kanker ini mulai tumbuh dalam sel-sel skuamosa bagian
epidermis kulit. Kanker jenis ini tumbuh dan berkembang lebih
cepat disbanding dengan sel basal dan bermestase sekitar 2%. Akan
tetapi, karsinoma yang tumbuh pada bibir atau pada luka bakar atau
jaringan parut sinar X bermestatase sekitar 20% (Dale, 2000)

2. Etiologi
Penyebab pasti dari kanker kulit belum ditemukan secara pasti,
namun ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya
kanker kulit yaitu:
a. Paparan Sinar Ultraviolet
Penyebab yang paling sering adalah paparan sinar UV baik dari
matahari maupun dari sumber yang lain. Lama paparan, intensitas
sinar UV, serta ada tidaknya pelindung kulit baik dengan pakaian
atau krim anti matahari, semuanya berpengaruh terhadap terjadinya
kanker kulit.
b. Kulit Putih
Orang yang memiliki kulit putih lebih rentan terkena kanker
kulit daripada orang yang memiliki kulit lebih gelap. Hal ini
dikarenakan jumlah pigmen melanin pada orang kulit putih lebih
sedikit. Kadar melanin yang tinggi bisa melindungi kulit dari
paparan berbahaya sinar matahari, sehingga mengurangi resiko

21
terkena kanker kulit. Namun, orang-orang yang memiliki kulit
gelap juga bisa terkena kanker kulit meskipun jumlahnya
cenderung lebih kecil.
c. Paparan Karsinogen
Bahan kimia tertentu seperti arsenic, nikotin, tar, dan minyak
diyakini dapat meningkatkan resiko terkena kanker kulit. Namun,
dalam banyak kasus paparan dalam jangka panjanglah yang
biasanya menyebabkan kanker kulit. Gen pembawa kanker atau
tumor sudah dimiliki hampir seluruh orang sejak lahir. Namun
dengan ‘bantuan’ zat atau bahan karsinogen terjadi mutase sel dan
menimbulkan kanker atau tumor. Akhir-akhir ini, para peneliti di
University of Pittsburg Cancer Institute di Amerika telah
menemukan virus-virus yang dapat menyebabkan kanker kulit
diantaranya adalah human papilloma virus/HPV (Isselbacher,
2002)
d. Genetik/factor keturunan
Susunan genetic dalam keluarga bisa berpengaruh juga terhadap
munculnya kanker kulit. Jika ada salah satu anggota keluarga yang
terkena kanker kulit, maka risiko terkena kanker kulit pada anggota
keluarga yang lain juga akan meningkat.
3. Manifestasi
a. Benjolan kecil yang membesar, terdapat diwajah, berwarna pucat
seperti lilin, permukaannya mengkilap, tidak terasa sakit atau gatal,
dan yang semula kecil makin lama makin membesar. Apabila
diraba, benjolan terasa keras kenyal. Kadang – kadang benjolan
menjadi hitam atau kebiruan, bagian tengah mencekung dan
tertutup kerak atau keropeng yang mudah berdarah.
b. Benjolan yang permukaanya tidak rata dan mudah berdarah,
benjolan ini membasah dan tertutup keropeng, teraba keras kenyal,
dan mudah berdarah bila disentuh.
c. Tahi lalat yang berubah warna. Tahi lalat menjadi lebih hitam,
gatal, sekitarnya berwarna kemerahan dan mudah berdarah. Tahi

22
lalat ini bertambah besar dan kadang-kadang disekitarnya timbul
bitnik-bintik.
d. Koreng atau borok dan luka yang tidak mau sembuh.
Koreng dan luka yang sudah lama, tidak pernah sembuh walaupun
sudah diobati, koreng ini pinggirnya meninggi dan teraba keras
serta mudah berdarah, adanya koreng karena terjadi benturan,
bekas luka yang sudah lama atau terinfeksi.
e. Bercak kecoklatan pada orang tua
Bercak ini banyak ditemukan pada muka dan lengan, bercak ini
makin lama permukaanya makin kasar, bergerigi, tetapi tidak
rapuh, tidak gatal, dan tidak sakit.
f. Bercak hitam yang menebal pada telapak kaki dan tangan.
Bercak ini ditemukan pada kulit yang berwarna pucat seperti
ditelapak kaki dan telapak tangan. Bercak ini mula-mula dangkal,
berwarna hitam keabuan, batas kabur, tepi tidak terasa, tidak sakit
maupun gatal. Kemudian bercak cepat berubah menjadi lebih
hitam, menonjol diatas permukaan kulit dan tumbuh ke dalam kulit
serta mudah berdarah.
4. Patofisiologi
Fase transformasi sel normal menjadi sel kanker adalah sebagai
berikut:
b. Aktivasi. Beberapa bahan kimia dan/atau radiasi dapat memicu
perubahan sel. Dalam proses yang normal, tubuh seseorang dapat
menghilangkan zat-zat berbahaya, dalam beberapa kasus substansi
menetap dan menempel pada DNA dalam sel.
c. Inisiasi. DNA berubah atau bermutasi dalam sel yang disalin. Jika
itu terjadi dalam DNA tertentu, ini akan membuat sel lebih
sensitive terhadap zat berbahaya dan atau radiasi.
d. Promosi. Ketika sel menjadi sensitif promotor mendorong-dorong
sel membelah dengan cepat. Jika urutan normal dari DNA rusak,
gumpalan sel abnormal mengikat bersama untuk membentuk suatu
masa/ tumor.

23
e. Progresi. Sel-sel terus berkembang biak dan menyebar ke jaringan
terdekat. Jika mereka memasuki system getah bening, sel-sel
abnormal akan diangkut ke organ tubuh lain.
f. Pembalikan. Tujuan dari pembalikan adalah untuk mencegah
perkembangan kanker atau untuk memblokir salah satu dari
keempat tahap pertama.
5. Komplikasi
a. Selulitis adalah lesi kanker yang terkontaminasi bakteri, tanda-
tanda yang dapat dilihat pada kulit adalah tanda-tanda inflamasi
seperti rubor, kalor, dolor, dan functiolesa.
b. Abses pada kulit.
c. Penyebaran kanker ke organ lain terutama pada jenis Melanoma
Maligna yang merupakan tipe yang paling sering bermetastasis ke
organ lain dan dengan jarak yang jauh.
d. Peningkatan resiko infeksi diakibatkan oleh kurangnya higienitas
saat perawatan lesi maupun saat proses pembedahan.
e. Terjadi efek samping akibat radioterapi seperti kulit terbakar, susah
menelan, lemah, kerontokan rambut, nyeri kepala, mual muntah,
berat badan menurun, kemerahan pada kulit.
f. Terjadi efek samping akibat kemoterapi seperti anorexia, anemia
aplastik, trombositopeni, leukopeni, diare, rambut rontok, mual
muntah, mulut kering, dan rasa lelah.
6. Pemeriksaan penunjang
Penyakit kanker kulit berbeda dengan penyakit lain, penyakit
kanker kulit atau penyakit kulit dapat dilihat langsung dengan mata
pemeriksa. Metode pemeriksaanya dapat dilakukan dengan cara
melakukan anamnesis riwayat penyakit dan dengan cara melakukan
penyayatan mole yang kemudian diamati dibawah mikroskop atau
dapat juga dilakukan diagnosis dengan laser. Dapat menangkap
gambar tiga dimensi dari perubahan kimia dan struktur yang telah
berlangsung dibawah permukaan kulit manusia. Melihat kelainan kulit
yang menonjol pada ukurannya lebih besar dari 2,5 cm.

24
a. Pemeriksaan dermoskopi
Dermoskopi adalah suatu metode non invasif yang
memungkinkan dalam evaluasi warna dan struktur epidermis secara
mikro (histologis) yang tidak bisa dilihat dengan mata
telanjang. Evaluasi penyebaran warna dari lesi dan struktur
histologis dapat membedakan apakah lesi tersebut jinak atau ganas
terutama pada lesi kulit berpigmen. Hal yang diperhatikan
adalah ABCDE (asymmetry, irregular borders, multiple colors,
diameter > 6 mm, enlarging lesion), bila hal tersebut didapatkan
pada lesi yang diperiksa, kemungkinan lesi tersebut bersifat ganas
(karsinoma).
b. Pemeriksaan Biopsi
Tujuannya dari pemeriksaan Biopsi adalah memperoleh material
yang cukup untuk pemeriksaan histologis, untuk membantu
menetapkan diagnosis, serta staging tumor (menentukan
keganasan). Waktu pelaksanaan biopsy sangat penting sebab dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologis yang dipergunakan
pada staging. Apabila pemeriksaan CT-Scan dibuat setelah
dilakukan biopsy, maka akan Nampak perdarahan pada jaringan
lunak yang memberikan kesan gambaran suatu keganasan pada
jaringan lunak.
Dikenal dua metode pemeriksaan biopsy, yaitu:
1) Biopsy tertutup, dengan menggunakan FNAB (Fine Needle
Aspiration Biopsy) untuk melakukan sitodiagnosis. Merupakan
salah satu cara biopsy untuk melakukan diagnosis pada tumor.
Keuntungan dari FNAB adalah:
a) Tidak perlu perawatan
b) Risiko komplikasi kecil
c) Mencegah penyebaran tumor
d) Cepat mendapatkan hasil

25
2) Biopsy terbuka adalah metode biopsy melalui tindakan
operatif.
Keunggulannya yaitu dapat diambil jaringan yang lebih
besar untuk pemeriksaan histologik dan pemeriksaan
ultramikroskopik, mengurangi kesalahan pengambilan jaringan
dan mengurangi kecenderungan perbedaan diagnostik tumor
jinak dan tumor ganas seperti antara enkodroma dan
kondrosarkoma, osteoblastoma dan osteosarkoma. Biopsy
terbuka tidak boleh dilakukan bila dapat menimbulkan
kesulitan pada prosedur operasi berikutnya (Brunner &
Suddarth. 2006)
7. Penatalaksanaan
Terapi pada kanker kulit terdiri dari terapi pembedahan dan non
pembedahan.
a. Terapi pembedahan terdiri dari pembedahan dengan eksisi,
pembedahan dengan menggunakan Teknik Mohs Micrographic
Surgery (MMS), curretage and cautery, dan cryosurgery.
1) Pembedahan dengan eksisi
Pada teknik ini, tumor di eksisi beserta dengan jaringan
normal disekitarnya dengan batas yang telah ditentukan
sebelumnya untuk memastikan seluruh sel kanker sudah
terbuang.
2) Pembedahan dengan teknik Mohs Micrographic Surgery (MMS)
Mohs Micrographic Surgery (MMS) adalah sebuah teknik
pembedahan yang pertama kali dilakukan oleh Frederic Mohs di
tahun 1940. Pada teknik ini, tumor dieksisi beserta dengan
jaringan normal disekitarnya dengan batas yang telah ditentukan
sebelumnya. Indikasi penggunaan teknik Mohs Micrographic
Surgery (MMS) antara lain:
Lokasi tumor: terutama di bagian tengah wajah, sekitar mata,
hidung,dan telinga
Ukuran tumor: berapapun, tapi khususnya >2cm.

26
Subtipe histologi: morfoik, infiltratif, mikronodular, dan
subtipe basoskuamosa. Definisi batas tumor yang kurang baik
melalui klinis. Lesi yang berulang (rekuren). Ada keterlibatan
perivaskular dan perineural.
3) Curretage and cautery
Merupakan metode tradisional dalam terapi pembedahan
kanker kulit. Metode ini merupakan metode kedua terbanyak
yang dilakukan setelah metode eksisi. Curretage and cautery bila
dilakukan untuk terapi pada lesi yang terdapat di wajah akan
mengakibatkan angka rekurensi yang tinggi, sehingga
merupakan suatu kontraindikasi.
4) Cryosurgery
Cryosurgery menggunakan cairan nitrogen dalam temperatur-
50 hingga -60 º C untuk menghancurkan sel
kanker. Teknik double freeze direkomendasikan untuk lesi yang
terdapat di wajah. Fractional cryosurgery direkomendasikan
untuk lesi yang berukuran besar dan lokasinya
tersebar. Keberhasilan dari teknik ini tergantung dari seleksi
jaringan dan kemampuan operator.
5) Photodynamic therapy
Photodynamic therapy melibatkan penggunaan reaksi foto
kimia dimediasi melalui interaksi agen photo sensitizing,
cahaya, dan oksigen. Karena foto sensitizer diarahkan secara
langsung ditargetkan pada jaringan lesi, photodynamic therapy
dapat meminimalkan kerusakan pada struktur sehat berdekatan.
Metode ini efektif untuk lesi pada wajah dan kulit kepala yang
bersifat primer dan superfisial.
b. Radiasi
Radiasi menggunakan sinar x-ray dengan energi tinggi untuk
membunuh sel kanker. Dikatakan bahwa, radiasi bukanlah untuk
menyembuhkan kanker, melainkan sebagai terapi adjuvan setelah

27
pembedahan untuk mencegah rekurensi dari sel kanker atau
untuk mencegah metastasis.
c. Kemoterapi
Kemoterapi addalah metode dengan menggunakan obat-obatan
untuk membunuh sel kanker khusus pada tipe Melanoma Mlaigna.
Hal ini disebabkan karena sifat dari Melanoma Maligna yang
sering melakukan metastatis ke orang lain. Beberapa jenis obat
kemoterapi yang digunakan adalah Dacarbazine (DTIC), Cisplatin
yang dikombinasikan dengan Vinblastine, Temozolomide
(Temodar), dan paclitaxel.
d. Terapi biologis
Terapi biologis juga disebut bioterapi atau immunoterapi,
bekerja baik secara langsung ataupun tidak langsung melawan
kanker dengan mengubah cara-cara tubuh untuk bereaksi terhadap
kanker. Bentuk umum dari bioterapi dibawah penyelidikan untuk
melanoma meliputi vaksin, injeksi bskterium yang diketahui
sebagai BSG (basilus calmeete Guerin) dan enggunaan interperon,
interleunkin, dan antibiotic monoclonal.
Vaksinasi tersebut dibuat dari melanoma yang diradiasi dan di
nonaktifkan. Diharapkan vaksin-vaksin tersebut akan mensintesis
system imun untuk mengenal melanoma dan oleh karenanya akan
meningkatkan kemampuan system untuk menghancurkan
melanoma tersebut. Injeksi BSG mempengaruhi stimulasi non
spesifik dari system imun dan sedang dipelajari sebagai terapi
untuk asien-pasien fase awal. Diharapkan bahwa bahwa injeksi
BSG secara langsung kedalam metastase nodul-nodul subkutan
dapat menyebabkan regresi lesi.
8. Konsep dasar asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Identintas pasien.
a) Usia.

28
Lebih sering pada usia 15- 44 tahun, lebih meningkat pada
usia 20 tahun yang selalu terpapar sinar matahari.
b) Jenis kelamin.
Jenis kelamin pria dan wanita memiliki resiko yang sama
untuk terjadinya kanker kulit, semua tergantung pada aktifitas
( terpapar sinar UV) atau pekerjaan.
c) Pekerjaan.
Orang yang paling beresiko adalah orang yang berkulit
cerah, berambut merah yang nenek moyangnya berdarah
celtic atau orang dengan warna kulit merah muda atau cerah
di samping orang yang sudah lama terkena sinar matahari
tanpa terjadi perubahan warana kulit menjadi coklat
kekuningan.
Populasi lain yang beresiko adalah para pekerja di luar
rumah (seperti petani, pelaut dan pelayan) orang - orang yang
terpajan sinar matahari untuk suatu periode waktu, Para
pekerja yang mengalami kontak dengan zat-zat tertentu
(senyawa arsen, netra, batu bara, terserta, aspal dan
parafin) juga termasuk dalam kelompok yang beresiko.
2) Keluhan Utama.
Sesuai tanda dan gejala dan disertai nyeri.
3) Riwayat penyakit saat ini.
Adanya benjolan pada lokasi kanker (leher, wajah dan
exstremitas) perubahan tahi lalatyang semakin meluas dan
koreng yang tak sembuh- sembuh.
4) Riwayat penyakit dahulu.
Orang yang menderita sikatriks akibat luka bakar yang berat
dapat mengalami kanker kulit setelah 20 hingga 40 tahun
kemudian.Ulkus yang lama pada ekstrenitas bahwa juga dapat
menjadi lokasi asal kanker kulit.
5) Riwayat penyakit keluarga.

29
Ada tidaknya dari pihak keluarga yang mengalami hal yang
sama pada pasien.
b. Pemeriksaan fisik.
1) Tanda- tanda vital.
Tekanan darah, nadi, respirasi cenderung mengalami
penurunan karena proses metastasis kanker yang mempegaruhi
system tubuh dan pada suhu mengalami peningkatan karna
sebagai tanda inflamasi.
2) Pemeriksaan persistem (B1- B6)
a) B1 (pernapasan)
Kanker kulit pada stadium awal tidak mempegaruhi system
pernapasan, namun pada stadium 3 atau sudah metastasis di
paru - paru makan pernapasan akan mengalami gangguan
yang di tandai dengan sesak.
b) B2 ( cardiovaskuler)
Ada beberapa gangguan diantaranya ketika kanker
bermetatasis melalui pembuluh darah makan system kerja
jantung akan terganggu.
c) B3 ( persarapan)
Pusing, nyeri, atau derajat nyeri bervariasi misalnya: ketidak
nyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan
proses penyakit).
d) B4 (perkemihan)
Perubahan pada pola defekasi, misalnya: Perubahan eliminasi
urinarius, nyeri / rasa terbakar pada saat berkemih, hematuri,
sering berkemih.
e) B5 (pencernaan)
Tergantung pada proses metastasis kanker. Biasanya
ditemukan perdarahan pada feses.
f) B6 (muskulosletal)
Biasanya ditemukan pada kulit bagian ekstremitas, sehingga
rasa nyeri di ekstremitas ditemukan.

30
3) Pemeriksaan integument (pemeriksaan tambahan)
Pada integument pemeriksaan didapat sesuai tanda gejala kanker
kulit yang telah disebutkan.

c. Diangnosa keperawatan dan intervensi


1) Nyeri akut b.d kompresi/ destruksi jaringan saraf, obstruksi
jaringan saraf atau inflamasi serta efek samping berbagai agen
terapi saraf.Ancietas b.d prognosis penyakit
2) Ansietas b.d krisis situasi (kanker), ancaman kematian, pola
interaksi.
3) Gangguan harga diri b.d biofisik (kecacatan bedah, efek
kemoterapi, penurunan BB, impoten, nyeri tidak terkontrol,
kelelahan berlebihan atau sterilitas, psikososial (ancaman
kematian, perasaan kurang terkontrol, ragu tentang penerimaan,
takut atau kehilangan).
4) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d status hipermetabolik,
konsekuensi, kemoterapi, radiasi, pembedahan, distress
emosional, keletihan, atau control nyeri buruk.
5) Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d status
hipermetabolik, kerusakan masukan cairan, kehilangan cairan
berlebihan (luka, selang indwelling).
6) Resiko tinggi terjadi kerusakan intregitas kulit atau jaringan b.d
efek radiasi, kemoterapi, perubahan imunologis, perubahan
status nutrisi atau anemia.

31
N Diagnose Tujuan Kriteria Intervensi Rasional
o Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut Setelah 1. Pasien 1. Observasi 1. Informasi
berhubungan dilakukan mampu nyeri, memberikan
dengan perawatan menjelaska frekuensi, dasar untuk
kompresi/destr selama n durasi dan mengevaluasi
uksi jaringan 1x24 jam karakteristi intensitas kebutuhan
saraf, obstruksi nyeri k nyerinya (skala 1-10), atau
jaringan saraf pasien 2. Pasien serta tindakan keefektifan
atau inflamasi menurun menilai nyeri yang intervensi.
serta efek (dalam nyeri digunakan.
samping rentang menggunak 2. Ketidak
berbagai agen normal an skala 2. Evaluasi nyamanan
terapi saraf. skala nyeri
3. Pasien terapi tertentu, adalah umum
1-3) mengataka misal (misal nyeri
n perasaan pembedahan, insisi, kulit
nyaman radiasi, terbakar, nyeri
berkurangn kemoterapi, punggung
ya nyeri bioterapi. bawah, sakit
Ajarkan pada kepala).
klien/orang Terbantu pada
terdekat apa prosedur yang
yang digunakan.
diharapkan.
3. Meningkatka
1. Tingkatkan n relaksasi dan
kenyamanan membantu
dasar (misal memfokuskan
tehnik kembali
relaksasi, perhatian.
visualisasi,
bimbingan 4. Memungkink

32
imajinasi) dan an klien untuk
aktivitas berpartisipasi
hiburan (misal secara aktif
music, dan
televisi). meningkatkan
2. rasa control.
4. Dorong
penggunaan
keterampilan 3. Tujuannya
managemen adalah control
nyeri (misal nyeri
tehnik maksimum
relaksasi, dengan
visualisasi, pengaruh
bimbingan minimum pada
imajinasi). aktifitas
Tertawa, music kegiatan
dan sentuhan sehari-hari
terapeutik. (AKS).
4.
5. Evaluasi 6. Untuk
penghilang menurunkan
nyeri atau nyeri pasien
control.

6. Berikan
analgesik
sesuai indikasi
dan advis
dokter.
2. Ansietas Setelah 1. Pasien 1. Tinjau ulang1. Membantu
berhubungan dilakukan melaporka pengalaman dalam

33
dengan krisis perawatan n perasaan klien sebelum mengidentifika
situasi selama ansietas menglami si rasa takut
(kanker), 3x24 jam dan factor kanker. dan kesalahan
ancaman kondisi penyebabn konsep
kematian, pola ancietas ya berdasarkan
interaksi. pasien 2. Pasien pada
menurun. mampu 2. Dorong klien pengalaman
mempertah untuk dengan
ankan pola mengungkapka kanker.
tidur dan n perasaannya.2. Memberikan
nutrisi kesempatan
yang untuk
normal. mengidentifika
3. Ancietas3. Pertahankan si rasa takut,
pasien kontak sering realisasi serta
menurun. dengan klien. kesalahan
Berikan konsep tentang
sentuhan jika diagnosis.
memungkinkan
3. Memberikan
. keyakinan
4. Berikan bahwa klien
informasi tidak sendiri
akurat, atau ditolak.
konsisten 4. Dapat
mengenai menurunkan
prognosis. ansietas dan
memungkinka
n klien
5. Tingkatkan membuat
rasa dan keputusan
lingkungan berdasarkan
tenang. realita.

34
5. Memudahka
n istirahat,
menghemat
energy, dan
meningkatkan
kemampuan
koping.
3. Gangguan Selama 1. Pasien 1. Diskusikan 1. Membantu
harga diri dilakukan mengungka dengan dalam
berhubungan perawatan pakan klien/orang memastikan
dengan kondisi bagaimana terdekat masalah untuk
biofisik pasien kondisi bagaimana memulai
(kecacatan membaik harga diagnosis dan proses
bedah, efek dirinya saat pengobatan pemecahan
kemoterapi, ini. yang masalah.
penurunan BB, 2. Pasien memengaruhi
impoten, nyeri terlihat kehidupan
tidak percaya pribadi klien 2. Bimbingan
terkontrol, dirinya dan aktivitas antipasti dapat
kelelahan meningkat kerja. membantu
berlebihan atau 2. Tinjauan klien atau
sterilitas, ulang efek orang terdekat
psikososial samping yang melalui proses
(ancaman diantisipasi adaptasi pada
kematian, berkenaan status baru dan
perasaan dengan menyiapkan
kurang pengobatan untuk
terkontrol, tertentu, beberapa efek
ragu tentang termasuk samping, misal
penerimaan, kemungkinan membeli wig
takut atau efek pada sebelum
kehilangan). aktivitas menjalin

35
seksual dan radioterapi,
rasa jadwal waktu
ketertarikan/ke libur kerja,
inginan, misal memberikan
alopesia, rujukan pada
kecacatan resiko
bedah. Beri perubahan
tahu klien seksual.
bahwa tidak 3. Dapat
semua efek membantu
samping menurunkan
terjadi. masalah yang
memengaruhi
penerimaan
3. Dorong klien pengobatan
untuk atau
mendiskusikan merangsang
tentang kemajuan
masalah efek penyakit.
kanker/pengob4. Memvalidasi
atan pada realita
peran sebagai perasaan dan
ibu rumah memberikan
tangga, orang izin untuk
tua dan melakukan
sabagainya. tindakan
4. Akui apapun perlu
kesulitan yang dalam
mungkin mengatasi apa
dialami klien. yang terjadi.
Berikan 5. Membantu
informasi merencanakan

36
bahwa peralatan saat
konseling di rumah sakit
sering perlu setelah pulang.
dan penting
dalam proses
adaptif.

5. Evaluasi
strutur
pendukung
yang ada dan
digunakan oleh
klien/orang
terdekat.
4. Nutrisi kurang Setelah 1. BB 1. Pantau intake
1. Mengidentifi
dari kebutuhan dilakukan pasien makanan setiap kasi
tubuh perawatan mengalami hari, biarkan kekuatan/defis
berhubungan selama peningkata klien iensi nutrisi.
dengan status 7x24 jam n menyimpan
hipermetabolik kondisi 2. Pasien buku harian
, konsekuensi, nutrisi mampu tentang 2. Membantu
kemoterapi, pasien mengkonsu makanan dalam
radiasi, meningkat msi sesuai indikasi. identifikasi
pembedahan, makanan 2. Ukur tinggi mal nutrisi
distress habis badan (TB), protein sampai
emosional, 3. Pasien berat baan kalori,
keletihan , atau mampu (BB), dan khususnya bila
control nyeri makan ketebalan BB dan
buruk. dengan lipatan kulit pengukuran
sendiri trisep atau antropometrik
tanpa dengan kurang dari

37
didorong antrokometrik normal.
lainnya. 3. Kebutuhan
Pastikan metabolic
jumplah jaringan
penurunan BB ditingkatkan,
saat ini. begitu juga
cairan untuk
3. Dorong klien menghilangka
untuk makan n produk sisa.
dengan diet Suplemen
tinggi kalori berguna untuk
kaya nutrient, mempertahank
dengan intake an, masukkan
cairan yang kalori dan
adekuat. protein.
Dorong 4. Aktifitas
penggunaan penilaian diet
supplement sangat
dan makan individual
sedikit terapi dalam
sering. mengurangi
mual paska
terapi. Klien
harus mencoba
4. Nilai diet untuk
sebelum dan menemukan
setelah solusi atau
pengobatan kombinasi
misal makanan terbaik.
cairan dingin, 5. Dapat
bubur kering, meningkatkan
roti krekes, respons

38
minuman mual/muntah.
berkarbonat.
Berikan cairan
1 jam sebelum
atau sesudah 6. Untuk
makan. meningkatkan
5. Kontrol nafsu makan,
factor mengurangi
lingkungan, mual, dsn
misal bau atau pemenuhan
tidak sedap nutrisi.
atau bising.
Hindari
makanan
terlalu manis,
berlemak atau
makan pedas.
6. Berikan obat
sesuai dengan
indikasi
5. Resiko tinggi Selama 1. Pasien 1. Pantau 1. Keseimbanga
kekurangan dilakukan mempertah masukan dan n cairan
volume cairan perawatan ankan keluaran, berat negative yang
berhubungan pasien kondisi jenis; terus menerus
dengan status tidak TTV dalam masukkan dapat
hipermetabolik menunjuk batas semua sumber menurunkan
, kerusakan kan normal keluaran, misal haluaran renal
masukan adanya 2. Pasien muntah, diare, dan
cairan, dehidrasi mampu luka basah. konsentrasi
kehilangan mempertah Hitung urine. Hal ini
cairan ankan BB keseimbangan menunjukkan
berlebihan sesuai cairan 24 jam. terjadinya

39
(luka, selang dengan TB dehidrasi dan
indwelling). dan usia. perlunya
3. Turgor peningkatan
kulit pasien penggantian
bagus 2. Timbang cairan.
4. Pasien berat badan 2. Pengukuran
mempertah sesuai indikasi. sensitive
ankan terhadap
kadar 3. Pantau tanda fluktruasi
elektrolit. vital, evaluasi, keseimbangan
nadi perifer cairan.
dan pengisian 3. Menunjukka
kapiler. n keadekuatan
4. Observasi volume
turgor kulit dan sirkulasi.
kelembapan 4. Indicator
membrane tidak langsung
mukosa. dari status
Perhatikan hidrasi atau
keluhan haus. derajat
5. Dorong kekurangan.
peningkatan, 5. Membantu
masukkan dalam
cairan sampai memelihara
3000 ml/hari kebutuhan
sesuai toleransi cairan dan
individu menurunkan
resiko efek
samping
membahayaka
n, sistitis
hemoragi pada

40
klien yang
mendapat
siklofosfamit.
6. Resiko tinggi Selama 1. Suhu 1. Tingkatan 1. Lindungi
terjadi infeksi dilakukan tubuh prosedur klien dari
berhubungan perawatan pasien mencuci sumber infeksi
dengan pasien dalam tangan yang seperti
pertahanan tidak batas baik dengan pengunjung
sekunder tidak menunjuk normal staf dan staf yang
adekuat, kan tanda2. pengunjung mengalami
malnutrisi, – tanda sebelum dan ISK.
proses terjadinya setelah 2. Mengurangi
penyakit infeksi bersentuhan resiko sumber
kronis atau dengan klien. infeksi dan
prosedur 2. Tekanan atau
invasive. hygiene pertumbuhan
personal. sekunder.
3. Peningkatan
suhu terjadi
3. Pantau suhu karena
tubuh pasien. berbagai
factor.
4. Pengenalan
4. Pantau dini dan
semua sistem, intervensi
misal kulit, segera dapat
pernafasan, mencegah
genitaurineira progresi pada
dari adanya situasi atau
gejala atau sepsis yang
tanda infeksi lebih serius.
secara 5. Menurunkan

41
continue. tekanan dan
iritasi pada
5. Ubah posisi jaringan dan
dengan sering, mencegah
pertahankan kerusakan
klinen kering kulit.
dan bebas
kerutan.
7. Resiko tinggi Selama 1. Pasien 1. Pantau kulit 1. Efek
terjadi dilakukan tidak dengan sering kemerahan
kerusakan perawatan mengalami terdapat efek dapat terjadi
intregitas kulit pasien kerusakan samping terapi pada area
atau jaringan tidak kulit kanker, radiasi.
berhubungan mengalam2. Pasien perhatikan Deskuamasi
dengan efek i mempertah kerusakan atau kering
radiasi, kerusakan anakan lembatnya (kekeringan
kemoterapi, integritas asupan dan penyembuhan pruritus).
perubahan kulit haluaran luka. Tekankan
imunologis, cairan pentingnya
perubahan secara melaporkan
status nutrisi adekuat area terbuka 2. Mempertahan
atau anemia. pada member kan tanpa
perawatan. komunitas
2. Mandikan kulit.
klien dengan 3. Membantu
air hangat dan friksi atau
sabun ringan. trauma kulit.
3. Dorong klien
untuk
menghindari 4. Meningkatka
menggaruk dan n sirkulasi dan
menepuk kulit mencegah

42
yang kering. makanan pada
4. Ubah posisi kulit atau
klien dengan jaringan yang
sering. tidak perlu.
5. Dapat
meningkatkan
iritasi reaksi
secara nyata.
5. Anjurkan
klien untuk
menghindari
krim kulit
apapun kecuali
atas izin
dokter.

G. Rabies
1. Pengertian
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada
susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan
melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing, dan
kera.
2. Etiologi
Adapun penyebab dari rabies adalah :
a. Virus rabies.
b. Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
c. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
3. Patofisiologi
Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan
ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atu manusia melalui
gigitan dan kadang melalui jilatan.Virus akan berpindah dari

43
tempatnya masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan
otak, dimana mereka berkembangbiak.
Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf menuju ke
kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.Banyak hewan yang bisa
menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi
sumber dari rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa
menjadi sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun,
sigung, rubah.Rabies pada anjing masih sering ditemukan di Amerika
Latin, Afrika dan Asia, karena tidak semua hewan peliharaan
mendapatkan vaksinasi untuk penyakit ini.Hewan yang terinfeksi bisa
mengalami rabies buas atau rabies jinak.
Pada rabies buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas,
kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal
telah terjadi kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total.Meskipun
sangat-sangat jarang, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara
yang tercemar. Telah dilaporkan 2 kasus yang terjadi pada penjelajah
yang menghirup udara di dalam goa dimana banyak terdapat
kelelawar.
4. Manifestasi
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah
terinfeksi, tetapi masa inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih
dari 1 tahun. Masa inkubasi biasanya paling pendek pada orang yang
digigit pada kepala, tempat yang tertutup celana pendek, atau bila
gigitan terdapat di banyak tempat.Pada 20% penderita, rabies dimulai
dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh
tubuh.
Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek
dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam.
Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali
dan penderita akan mengeluarkan air liur. Kejang otot tenggorokan
dan pita suara bisa menyebankan rasa sakit luar biasa. Kejang ini
terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses

44
menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk
minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu
penderita rabies tidak dapat minum. Karena hal inilah, maka penyakit
ini kadang-kadang juga disebut hidrofobia (takut air).
5. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan
biasanya komplikasi penyakit rabies timbul pada stadium koma.
Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra
kranial, kelainan pada hipotalamus dengan manifestasi berupa
diabetes insipidus, sindrom abnormalitas, hormon antidimetik.
Disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi,
hipertemia/hipotermia, aritmia dan henti jantung juga mungkin terjadi.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai untuk membantu
menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif
dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan
dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak
jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak
e. Uji laboratorium
1) Lumbal Pungsi : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) GDA
6) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N < 200 mq/dl)

45
7) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
8) Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl)
7. Penatalaksanaan
a. Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka
seseorang yang digigit hewan yang menderita rabies kemungkian
tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit kelinci dan hewan
pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan
lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies.
Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan
kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan
tersebut mungkin saja terinfeksi rabies.
b. Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka
gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan
sabun, tusukan yang dalam disemprot dengan air sabun. Jika luka
telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah
mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan
immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan
di tempat gigitan.
c. 3.Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin
rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3,
7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan
biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius,
kurang dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani
vaksinasi.
d. Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko
menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap
dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2).

46
e. Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi
dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena
sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan
total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat
dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka
dipindahkan ke ruang perawatan intensif untuk diawasi terhadap
gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan otak. Pemberian vaksin
maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat
penderita menunjukkan gejala-gejala rabies
8. Konsep dasar asuhan keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian mengenai:
1) Status Pernafasan
a) Peningkatan tingkat pernapasan
b) Takikardi
c) Suhu umumnya meningkat (37,9º C)
d) Menggigil
2) Status Nutrisi
a) Kesulitan dalam menelan makanan
b) Berapa berat badan pasien
c) Mual dan muntah
d) Porsi makanan dihabiskan
e) Status gizi
3) Status Neurosensori
Adanya tanda-tanda inflamasi
4) Keamanan
a) Kejang
b) Kelemahan
5) Integritas Ego
a) Klien merasa cemas
b) Klien kurang paham tentang penyakitnya

Pengkajian Fisik Neurologik :

47
1) Tanda – tanda vital
a) Suhu
b) Pernapasan
c) Denyut jantung
d) Tekanan darah
e) Tekanan nadi
2) Hasil pemeriksaan kepala
a) Fontanel : menonjol, rata, cekung
b) Bentuk Umum Kepala
3) Reaksi pupil
a) Ukuran
b) Reaksi terhadap cahaya
c) Kesamaan respon
4) Tingkat kesadaran
a) Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
b) Iritabilitas
Letargi dan rasa mengantuk
c) Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5) Afek
a) Alam perasaan
b) Labilitas
6) Aktivitas kejang
a) Jenis
b) Lamanya
7) Fungsi sensoris
a) Reaksi terhadap nyeri
b) Reaksi terhadap suhu
8) Refleks
a) Refleks tendo superfisial
b) Reflek patologi
b. Diagnosis
1) Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia

48
2) Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks
menelan
3) Demam berhubungan dengan viremia
4) Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi
5) Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
6) Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka
c. Perencanaan
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
Setelah diberikan a. Obsevasi tanda- a. Tanda vital
tindakan keperawatan, tanda vital pasien merupakan
diharapkan pasien terutama respirasi. acuan untuk
bernafas tanpa ada b. b.Beri pasien alat melihat kondisi
gangguan, dengan bantu pernafasan pasien.
kriteria hasil : seperti O2. b. O2 membantu
-pasien bernafas,tanpa c. Beri posisi yang pasien dalam
ada gangguan. nyaman. bernafas.
-pasien tidak c. posisi yang
menggunakan alat bantu nyaman akan
dalam bernafas membantu
-respirasi normal (16-20 pasien dalam
X/menit) bernafas.

Setelah dilakukan a. Kaji keluhan mual, a. Untuk


tindakan keperawatan sakit menelan, dan menetapkan cara
diharapkan kebutuhan muntah yang mengatasinya.
nutrisi pasien terpenuhi, dialami pasien. b. Cara
dengan kriteria hasil : b. Kaji cara / menghidangkan
-pasien mampu bagaimana makanan dapat
menghabiskan makanan makanan mempengaruhi
sesuai dengan porsi yang dihidangkan. nafsu makan

49
diberikan /dibutuhkan. c. Berikan makanan pasien.
yang mudah ditelan c. c.Membantu
seperti bubur. mengurangi
d. Berikan makanan kelelahan pasien
dalam porsi kecil dan
dan frekuensi meningkatkan
sering. asupan makanan
e. Catat jumlah / porsi d. Untuk
makanan yang menghindari
dihabiskan oleh mual
pasien setiap hari. e. Untuk
f. Berikan obat- mengetahui
obatan antiemetik pemenuhan
sesuai program kebutuhan
dokter. nutrisi.
g. Ukur berat badan f. Antiemetik
pasien setiap membantu
minggu. pasien
mengurangi rasa
mual dan
muntah dan
diharapkan
intake nutrisi
pasien
meningkat.
g. Untuk
mengetahui
status gizi
pasien

Setelah dilakukan a. Kaji saat timbulnya a. Untuk

50
tindakan keperawatan demam mengidentifikasi
diharapkan demam b. Observasi tanda pola demam
pasien teratasi, dengan vital (suhu, nadi, pasien.
kriteria hasil : tensi, pernafasan) b. Tanda vital
- Suhu tubuh normal (36 setiap 3 jam merupakan
– 37C). c. Berikan kompres acuan untuk
- Pasien bebas dari hangat mengetahui
demam. d. Berikan terapi keadaan umum
cairan intravena dan pasien.
obat-obatan sesuai c. dengan
program dokter. vasodilatasi
dapat
meningkatkan
penguapan dan
mempercepat
penurunan suhu
tubuh.
d. Pemberian
cairan sangat
penting bagi
pasien dengan
suhu tinggi.
Setelah diberikan a. Kaji tingkat a. Untuk
tindakan keperawatan kecemasan mengetahui
diharapkan tingkat keluarga. tingkat
kecemasan keluarga b. Jelaskan kepada cemas,dan
pasien keluarga tentang mengambil cara
menurun/hilang,dengan penyakit dan apa yang akan
kriteria hasil : kondisi pasien. digunakan
c. Berikan dukungan b. informasi yang
-Melaporkan cemas dan support kepada benar tentang
berkurang sampai hilang keluarga pasien. kondisi pasien

51
-Melaporkan akan
pengetahuan yang cukup mengurangi
terhadap penyakit pasien tingkat
-Keluarga menerima kecemasan
keadaan panyakit yang keluarga.
dialami pasien. c. Dengan
dukungan dan
support,akan
mengurangi rasa
cemas keluarga
pasien

Setelah diberikan a. Identifikasi dan a. Penemuan


tindakan keperawatan, hindari faktor faktor pencetus
diharapkan pasien tidak pencetus untuk
mengalami b. tempatkan klien memutuskan
cedera,dengan kriteria pada tempat tidur rantai
hasil : yang memakai penyebaran
a.Klien tidak ada cedera pengaman di ruang virus rabies.
akibat serangan kejang yang tenang dan b. Tempat yang
b.klien tidur dengan nyaman. nyaman dan
tempat tidur pengaman c. anjurkan klien tenang dapat
c.Tidak terjadi serangan istirahat mengurangi
kejang ulang. d. sediakan disamping stimuli atau
d.Suhu 36 – 37,5 º C , tempat tidur tongue rangsangan
Nadi 60-80x/menit, spatel dan gudel yang dapat
Respirasi 16-20 x/menit untuk mencegah menimbulkan
d.Kesadaran lidah jatuh ke kejang
composmentis belakng apabila c. efektivitas
klien kejang. energi yang
e. lindungi klien pada dibutuhkan
saat kejang dengan : untuk

52
- longgarakn metabolisme.
pakaian d. lidah jatung
- posisi miring ke dapat
satu sisi menimbulkan
- jauhkan klien obstruksi jalan
dari alat yang nafas.
dapat e. tindakan untuk
melukainya mengurangi
- kencangkan atau mencegah
pengaman terjadinya
tempat tidur cedera fisik.
- lakukan suction f. dokumentasi
bila banyak untuk pedoman
secret dalam
f. catat penyebab penaganan
mulainya kejang, berikutnya.
proses berapa lama, g. tanda-tanda
adanya sianosis dan vital indikator
inkontinesia, terhadap
deviasi dari mata perkembangan
dan gejala-hgejala penyakitnya
lainnya yang dan gambaran
timbul. status umum
g. sesudah kejang klien.
observasi TTV h. efek samping
setiap 15-30 menit dan efektifnya
dan obseervasi obat diperlukan
keadaan klien monitoring
sampai benar-benar untuk tindakan
pulih dari kejang. lanjut.
h. observasi efek i. komplikasi
samping dan kejang dapat

53
keefektifan obat. terjadi depresi
i. observasi adanya pernafasan dan
depresi pernafasan kelainan irama
dan gangguan irama jantung.
jantung. j. kompliksi
j. lakukan kejang dapat
pemeriksaan terjadi depresi
neurologis setelah pernafasan dan
kejang kelainan irama
k. kerja sama dengan jantung.
tim : k. untuk
- pemberian obat mengantisipasi
antikonvulsan kejang, kejang
dosis tinggi berulang
- pemeberian dengan
antikonvulsan menggunakan
(valium, dilantin, obat
phenobarbital) antikonvulsan
- pemberian baik berupa
oksigen bolus, syringe
tambahan pump.
- pemberian cairan
parenteral
- pembuatan CT
scan

Setelah diberikan a. Kaji tanda – tanda a. mengetahui


tindakan keperawatan infeksi apakah pasian
3X24 jam diharapkan b. Pantau TTV, mengalami
tidak terjadi tanda-tanda terutama suhu infeksi.
infeksi. tubuh. b. Perubahan suhu
Kriteria Hasil: c. Ajarkan teknik menjadi tinggi

54
-Tidak terdapat tanda aseptik pada pasien merupakan salah
tanda infeksi seperti: d. Cuci tangan satu tanda –
Kalor,dubor,tumor,dolor, sebelum memberi tanda infeksi.
dan fungsionalasia. asuhan keperawatan c. Meminimalisasi
-TTV dalam batas ke pasien. terjadinya
normal e. Lakukan perawatan infeksi
luka yang steril. d. Mencegah
terjadinya
infeksi
nosokomial.
e. Perawatan luka
yang steril
meminimalisasi
terjadinya
infeksi.

9. Konsep dasar asuhan keperawatan


a. Pengkajian
1) Biodata pasien
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang
diberikan, anak-anak dan dewasa pemberian dosis obatnya
berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi
dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya
bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan
ekonomi lemah.
2) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan
keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri
tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum
penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ
tubuh

55
3) Riwayat kesehatan masa lalu
Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika
dalam kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah
mendapat imunisasi.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun
yang disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae)
yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu
anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen
akan tertular.
5) Riwayat psikososial
Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena
sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit
ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup
diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa
pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi
yang diderita.
6) Pola aktivitas sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada
tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami
ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena
kondisinya yang tidak memungkinkan
7) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam
karena reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II
morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi
motorik.Sistem penglihatan. Adanya gangguan fungsi saraf
tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek kedip
berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan
saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan
lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus
hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada

56
organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis.
Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata
maka alis mata akan rontok.Sistem pernafasan. Klien
dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan
terdapat gangguan pada tenggorokan.
Sistem persarafan :
(1) Kerusakan fungsi sensorik, Kelainan fungsi sensorik ini
menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Alibat
kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat
terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan
kurang/ hilangnya reflek kedip.
(2) Kerusakan fungsi motorik Kekuatan otot tangan dan
kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama
ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan.
Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya
dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila
terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat
dirapatkan (lagophthalmos).
(3) Kerusakan fungsi otonom,Terjadi gangguan pada
kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan
sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal,
mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
Sistem muskuloskeletal :
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya
kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika
dibiarkan akan atropi.
Sistem integumen :
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti
panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat
(penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan
fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar
minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering,

57
tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati
kerontokan jika terdapat bercak.
b. Diagnosa keperawatan
1) Integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses
inflamasi.
2) Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses
inflamasi jaringan .
3) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik.
4) Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan
ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh.
c. Perencanaan
No. Dx Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil
1) Tujuan : setelah - Kaji/ catat warna - Memberikan inflamasi
dilakukan tindakan lesi,perhatikan jika dasar tentang terjadi
keperawatan ada jaringan nekrotik proses inflamasi dan atau
proses inflamasi dan kondisi sekitar mengenai sirkulasi
berhenti dan luka daerah yang terdapat lesi.
berangsur-angsur - Berikan perawatan - Menurunkan terjadinya
sembuh. khusus pada daerah penyebaran inflamasi
Kriteria hasil : yang terjadi inflamasi pada jaringan sekitar.
- Menunjukkan - Evaluasi warna lesi - Mengevaluasi
regenerasi jaringan dan jaringan yang perkembangan lesi dan
- Mencapai terjadi inflamasi inflamasi dan
penyembuhan tepat perhatikan adakah mengidentifikasi
waktu pada lesi penyebaran pada terjadinya komplikasi.
jaringan sekitar - Kulit yang terjadi lesi
- Bersihan lesi dengan perlu perawatan khusus
sabun pada waktu untuk mempertahankan
direndam kebersihan lesi
- Istirahatkan bagian - Tekanan pada lesi bisa
yang terdapat lesi dari maenghambat proses

58
tekanan penyembuhan
2) Tujuan: Setelah - Observasi lokasi, - Memberikan informasi
dilakukan tindakan intensitas dan untuk membantu dalam
keperawatan proses penjalaran nyeri memberikan intervensi.
inflamasi berhenti - Observasi tanda-tanda - Untuk mengetahui
dan berangsur- vital perkembangan atau
angsur hilang - Ajarkan dan anjurkan keadaan pasien
Kriteria hasil: melakukan tehnik - Dapat mengurangi rasa
Setelah dilakukan distraksi dan relaksasi nyeri
tindakan - Atur posisi senyaman - Posisi yang nyaman
keperawatan proses mungkin dapat menurunkan rasa
inflamasi dapat - Kolaborasi untuk nyeri
berkurang dan nyeri pemberian analgesik - Menghilangkan rasa
berkurang dan sesuai indikasi nyeri
beraangsur-angsur
hilang
3) Tujuan: Setelah - Pertahankan posisi - Meningkatkan posisi
dilakukan tindakan tubuh yang nyaman fungsional pada
keperawatan - Perhatikan sirkulasi, ekstremitas
kelemahan fisik gerakan, kepekaan - Oedema dapat
dapat teratasi dan pada kulit mempengaruhi sirkulasi
aktivitas dapat - Lakukan latihan pada ekstremitas
dilakukan rentang gerak secara - Mencegah secara
Kriteria hasil: konsisten, diawali progresif mengencangkan
- Pasien dapat dengan pasif jaringan, meningkatkan
melakukan kemudian aktif pemeliharaan fungsi otot/
aktivitas sehari- - Jadwalkan sendi
hari, pengobatan dan - Meningkatkan kekuatan
- Kekuatan otot aktifitas perawatan dan toleransi pasien
penuh untuk memberikan terhadap aktifitas
periode istirahat - Menampilkan keluarga /
- Dorong dukungan dan oarng terdekat untuk aktif

59
bantuan keluaraga/ dalam perawatan pasien
orang yang terdekat dan memberikan terapi
pada latihan lebih konstan

4) Tujuan:setelah - Kaji makna - Episode traumatik


dilakukan tindakan perubahan pada mengakibatkan
keperawatan tubuh pasien perubahan tiba-tiba. Ini
dapat berfungsi - Terima dan akui memerlukan dukungan
secara optimal dan ekspresi frustasi, dalam perbaikan optimal
konsep diri ketergantungan dan - Penerimaan perasaan
meningkat kemarahan. sebagai respon normal
Kriteria hasil: Perhatikan perilaku terhadap apa yang terjadi
- Pasien menarik diri. membantu perbaikan
menyatakan - Berikan harapan - Meningkatkan perilaku
penerimaan dalam parameter positif dan memberikan
situasi diri situasi individu, kesempatan untuk
- Memasukkan jangan memberikan menyusun tujuan dan
perubahan dalam kenyakinan yang rencana untuk masa
konsep diri tanpa salah depan berdasarkan
harga diri negatif - Berikan penguatan realitas
positif - Kata-kata penguatan
- Berikan kelompok dapat mendukung
pendukung untuk terjadinya perilaku
orang terdekat koping positif
- Meningkatkan ventilasi
perasaan dan
memungkinkan respon
yang lebih membantu
pasien

60
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Gambaran kasus
Seorang laki- laki Tn. Y berusia 49 tahun datang ke unit gawat darurat
RS diantar keluarganya dengan keluhan luka bakar terkena air panas 2 jam
yang lalu. Hasil pemeriksaan Tn.Y sadar dan masih berbicara dengan
jelas, mengatakan sakit pada daerah yang mengalami luka bakar, tampak
meringis kesakitan. Pemeriksaan luka bakar pada Tn.Y terdapat eritema
dan bula ( beberapa bula sudah pecah dan berair ) , luka bakar pada
seluruh tangan kanan, pada tangan kiri 4 kali luas telapak tangan, di dada
dan perut 10 kali luas telapak tangan, di kaki kiri 6 kali luas telapak
tangan, di kaki kanan 8 kali luas telapak tangan. Hasil pemeriksaan tanda –
tanda vital. Tekanan Darah 100/60 mmHg, Frekuensi Denyut Nadi 98
x/menit, Pernapasan 28 x/menit, suhu 37,5 0C

1. Identifikasi Masalah
a. Mengapa klien mengalami nyeri pada daerah luka bakar?
b. Mengapa pada daerah luka bakar Tn. Y terdapat eritema dan bula,
serta beberapa bula ada yang sudah pecah dan berair?
c. Mengapa tekanan darah Tn. Y 100/60 mmHg dan Nadi 98x/Menit?
d. Mengapa Pernapasan Tn. Y 28x/Menit
e. Mengapa klien setelah 2 jam terjadinya luka bakar klien masih
sadar dan masih berbicara dengan jelas?
2. Jawab
a. Klien mengalami nyeri pada daerah luka bakar karena kerusakan
kulit mencapai dermis sehingga serabut saraf mengalami kerusakan
dan ujung-ujung saraf terpajan udara ketika bula sudah
pecah sehingga Tn. Y merasakan nyeri.
b. Merupakan respon inflamasi yang ditimbulkan oleh/akibat dari
rusaknya lapisan kulit epidermis dan dermis serta integritas kapiler.
Karena kerusakan tersebut sehingga menimbulkan peningkatan

61
permeabilitas kapiler dan perpindahan cairan dari truang
intravascular keruang interstisial, namun perpindahan tersebut
hanya terbatas pada area yang terkena air panas.
c. Keadaan ini bisa terjadi karena respon nyeri atau Luka bakar
menyebabkan kerusakan integritas kapiler perifer sehingga system
saraf melepaskan katekolamin untuk meningkatkan denyut nadi
dan vasokontriksi, hal inilah yang menyebabkan penurunan curah
jantung.
d. Pada syok luka bakar, tubuh menjadi hipermetabolisme sehingga
konsumsi oksigen harus meningkat. Oleh sebab itu pernapasan
cepat dan tidak teratur untuk memperoleh oksigen yang lebih
banyak untuk kebutuhan tubuh.
e. Klien masih tersadar dan berbicara dengan jelas, karena luka bakar
hanya menimbulkan kerusakan pada lapisan kulit epidermis dan
dermis.

62
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas klien
Nama : Tn. Y
Umur : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Alamat : Kendari
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien masuk ke unit gawat darurat diantar keluarganya dengan
keluhan luka bakar akibat terkena air panas 2 jam sebelum masuk
Rumah Sakit. Pada saat pengkajian Klien mengatakan sakit pada
daerah yang mengalami luka bakar.

P : Klien mengtakan terkena air panas

Q : Seperti di iris-iris

R : Pada daerah yang terkena luka bakar ( pada tangan kanan,sebagian


tangan kiri, di dada dan perut, kaki kiri dan kaki kanan )

S : 8 ( nyeri berat ).

T : Klien merasakan nyeri terus – menerus

c. Riwayat penyakit yang lalu


Klien tidak pernah mengalami penyakit yang sama, tidak ada
riwayat penyakit hepatitis atau penyakit lainnya
d. Riwayat penyakit keluarga
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan.
e. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Lemah.

63
Kesadaran : Kompos mentis.
Tanda – tanda vital :
TD : 100/60 mmHg
N : 98 x/mnt
S : 37,5 0C
P : 28 x/mnt
2. Pengkajian primer ( ABCDE )
a. Airway
1) Klien tidak mengalami adanya sumbatan/obstruksi jalan napas.
2) Klien sadar dan masih berbicara dengan jelas.
3) Nampak pergerakan dada dan perut cepat
4) Tidak nampak kebiruan pada area perifer dan pada kuku
(sianosis)
5) Tidak ada bunyi suara napas tambahan
6) Tidak ada bunyi suara napas tambahan obstruksi parsial
7) Patensi hidung simetris kiri dan kanan dimana Aliran udara yang
keluar pada hidung sama
b. Breathing
1) Nampak klien bernapas dengan baik
2) Pengembangan dada tidak terlalu kuat dan sedikit cepat
3) Tidak ada vesikuler dan bunyi suara napas tambahan
4) Pengembangan dada simetris kiri dan kanan
c. Circulation
1) Tidak ada sianosis pada pada ekstremitas
2) Tidak nampak keringat dingin pada tubuh klien
3) Gerakan nadi pada saat pengkajian 98x/Menit
4) Bunyi aliran darah pada saat pengukuran tekanan darah normal
d. Disability
Nampak klien sadar baik dengan GCS 15
e. Exposure
f. Nampak terdapat eritama dan bula pada ( sebagian bula sudah
pecah dan berair) yang terdapat pada seluruh telapak tangan, pada

64
tangan kiri 4 kali luas telapak tangan, dada dan perut 10 kali
telapak tangan, dan pada kaki kiri 6 kali telapak tangan serta pada
kaki 8 kali telapak tangan
3. Pemeriksaan fisik/sekunder (head to too)
1) Kepala
Inspeksi : simetris, distribusi rambut merata, beruban
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.
2) Mata
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada gangguan
penglihatan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
3) Hidung
Inspeksi : simetris, tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan
cuping hidung.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.
4) Telinga
Inspeksi : simetris, tidak ada pengeluaran serumen ataupun
darah.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
5) Mulut
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, mukosa bibir pucat dan
kering.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
6) Leher
Inspeksi : simetris, tidak ada pembesaran vena jugularis dan
kelenjar tiroid.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada vena jugularis maupun
kelenjar tiroid.
7) Dada
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, ekspansi dada normal tapi
lemah, Nampak terdapat luka bakar dan terlihat eritema dan bula
pada sekitaran luka dan berair

65
Palpasi : ada nyeri tekan.
8) Abdomen
Inspeksi : simetris, nampak adanya luka bakar pada daerah
abdomen serta terdapat eritema dan bula sekitaran luka dan berair
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada daerah abdomen terutama pada
bagian yang mengalami luka bakar

Auskultasi : bunyi peristaltik usus menurun

9) Ekstremitas
Atas :
Inspeksi : Nampak luka bakar pada tangan kanan sebesar 9 %, pada
tangan kiri sebesar 4 %, dan Nampak klien susah untuk
menggerakkan tangannya
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada daerah yang mengalami luka
bakar

Bawah: :
Inspeksi : nampak terdapat luka bakar pada kaki kiri sebesar 6 %,
dan kaki kanan sebesar 8 %, Nampak klien susah untuk
menggerakkan kakinya
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada yang mengalami luka bakar

10) Genetalia
Inspeksi : Tidak Ada Kelainan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
4. Klasifikasi Data
a. Data subyektif
Klien mengatakan nyeri pada daerah yang mengalami luka bakar
akibat terkena air panas
b. Data obyektif
1) Keadaan umum lemah
2) Klien Nampak meringis
3) Skala nyeri 8 ( berat )
4) Derajat luka bakar 37 %

66
5) Nampak terdapat eritema dan bula pada daerah yang mengalami
luka bakar yang sebagian sudah pecah dan berair
6) Nampak klien susah menggerakkan anggota geraknya terutama
pada daerah yang mengalami luka bakar.
7) Tanda – tanda vital
TD : 100/60 mmHg
N : 98 x/mnt
S : 37,5 C
P : 28 x/mnt
5. Analisa Data

Data Penyebab Masalah

Data subyektif : Faktor predisposisi Nyeri akut


-Klien mengatakan nyeri pada (luka bakar akibat air panas)
pada daerah yang menagalami
luka bakar
Terpapar pada bagian kulit

Data obyektif :
Merusak aliran pembuluh
- Ku. Lemah
darah pada area yang terpapar
- Klien Nampak meringis
- Derajat luka bakar 37 %
Kerusakan Ujung- ujung saraf
- Skala nyeri 8 ( nyeri berat )
pada kulit
- Tanda – tanda vital
TD : 100/60 mmHg
Terjadi proses peradangan
N : 98 x/mnt
pada kulit
S : 37,5 0C
P : 28 x/mnt
Meransang system saraf pusat

Neurotransmiter nyeri
Cortex cerebri

Penurunan ambang nyeri

67
Nyeri akut

Data subyektif : Luka bakar Kerusakan Integritas


Klien mengatakan sakit pada Kulit
daerah yang mengalami luka Terpapar pada kulit klien
bakar
Data obyektif :
- Ku. Lemah
- Nampak telihat eiritema dan
Perubahan temperature kulit
bula pada kulit yang
pada daerah yang terpapar
mengalami luka bakar dan
sebagian bula sudah picah dan
Laserasi pada kulit
berair
Peradangan pada kulit

Adanya perubahan bentuk pada


kulit yang terpapar ( eritema
dan bula )

Kerusakan jaringan kulit pada


daerah yang terkena luka bakar
Kerusakan Integritas Kulit

68
Data subyektif : Faktor predisposisi Intoleransi Aktivitas
Klien mengatakan sakit pada (luka bakar akibat air panas)
daerah yang mengalami luka
bakar

Data obyektif :
Terpapar pada bagian kulit
- Ku.lemah
- Nampak terlihat luka pada
Merusak aliran pembuluh
bakar pada ekstremitas klien
darah pada area yang terpapar
a. Ekstremitas atas
terdapat luka bakar pada
Kerusakan Ujung- ujung saraf
tangan kanan dan kiri dengan
pada kulit
derajat luka bakar sebesar 13 %
b. Ekstremitas bawah
Terjadi proses peradangan
terdapat luka bakar pada kaki
pada kulit
kanan dan kiri sebesar 14 %
- Luka bakar pada Dada dan
Meransang system saraf pusat
perut sebesar 10 kali telapak
tangan
Neurotransmiter nyeri
- Tanda – tanda vital
TD : 100/60 mmHg Cortex cerebri
N : 98 x/mnt
S : 37,5 0C Penurunan ambang nyeri
P : 28 x/mnt

Terbatasnya gerak akibat nyeri

69
Intoleransi Aktivitas

Data subyektif : Luka bakar Kekurangan Volume


Klien mengatakan sakit pada Cairan
daerah yang mengalami luka Jaringan kulit rusak (Epidermis
bakar dan Dermis)

Data obyektif : Kerusakan integritas kapiler


- Ku.lemah
- Nampak terlihat luka pada Meningkatnya permeabilitas
bakar pada ekstremitas klien kapiler
a. Ekstremitas atas
terdapat luka bakar pada Perpindahan cairan dari
tangan kanan dan kiri dengan intravascular ke intestisial
derajat luka bakar sebesar 13 %
b. Ekstremitas bawah Kehilangan cairan
terdapat luka bakar pada kaki Kekurangan Volume Cairan
kanan dan kiri sebesar 14 %
- Luka bakar pada Dada dan
perut sebesar 10 kali telapak
tangan
- Tanda – tanda vital
TD : 100/60 mmHg
N : 98 x/mnt

70
S : 37,5 0C
P : 28 x/mnt

Data subyektif : Resiko Infeksi


Luka bakar
Klien mengatakan sakit pada
daerah yang mengalami luka
Jaringan kulit mengalami
bakar
kerusakan

Data obyektif :
- Ku.lemah Invasi kuman peradangan pada

- Nampak terlihat luka pada kulit

bakar pada ekstremitas klien


a. Ekstremitas atas Resiko Infeksi

terdapat luka bakar pada


tangan kanan dan kiri dengan
derajat luka bakar sebesar 13 %
b. Ekstremitas bawah
terdapat luka bakar pada kaki
kanan dan kiri sebesar 14 %
- Luka bakar pada Dada dan
perut sebesar 10 kali telapak
tangan
- Tanda – tanda vital
TD : 100/60 mmHg
N : 98 x/mnt
S : 37,5 0C

71
P : 28 x/net

B. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut b.d. kerusakan jaringan kulit
2. Kerusakan intergritas kulit b.d. trauma, kerusakan permukaan kulit
3. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan kekuatan dan tahanan serta
kelemahan dan nyeri
4. Kekurangan volume cairan b.d Kehilangan cairfan melalui rute
abnormal.
5. Resiko Infeksi b.d Pertahanan primer tidak adekuat dan penekanan
respon inflamasi.
C. Perencanaan

No Diagnosa Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC


Keperawatan

1 Nyeri Akut Nyeri berkurang - Atur posisi tidur


berhubungan Kriteria Hasil : senyaman mungkin
dengan Kerusakan - Pasien dapat - Bantu Pasien untuk
Jaringan Kulit. memperlihatkan teknik berfokus pada aktivitas,
relaksasi secara individual bukan pada nyeri dan rasa
yang efektif untuk tidak nyaman dengan
mencapai kenyamanan. melakukan pengalihan
- Pasien tidak mengalami melalui televise, radio dan
gangguan dalam frekuensi interaksi dengan
pernapasan, frekuensi pengunjung.
jantung atau tekanan - Ajarkan Pasien tentang

72
darah. Relaksasi untuk
- Pasien tidak gelisah mengatasi nyeri.

2 Kerusakan Kriteria Hasil : - Anjurkan Pasien untuk


Integritas Kulit - Menunjukkan regenerasi memakai pakaian yang
berhubungan yang telah dicapai oleh sel longgar
dengan Trauma dan jaringan setelah - Hindari kerutan pada
dan kerusakan penutupan yang tempat tidur.
permukaan kulit. diharapkan. - Kumpulkan dan analisa
- Mencapai penyembuhan data pasien untuk
tepat waktu pada area luka mempertahankan
bakar. integritas kulit dan
membrane mukosa.
- Lakukan perawatan luka
atau perawatan kulit
secara rutin.
- Ubah dan atur posisi
pasien sesering mungkin.

3 Intoleransi Toleransi aktivitas - Bantu pasien untuk


aktivitas b/d Kriteria Hasil : mengidentifikasi pilihan
penurunan - Pasien dapat aktivitas.
kekuatan dan mengidentifikasi aktivitas - Fasilitasi latihan otot
tahanan serta atau situasi yang resistif secara rutin untuk
kelemahan dan menimbulkan nyeri yang untuk mempertahankan
nyeri dapat mengakibatkan atau meningkatkan
intoleransi aktivitas. kekuatan otot
- Pasien memperlihatkan - Bantu dan arahkan
aktivitas sehargi – hari pasien untuk mengenali
dengan beberapa bantuan. aktivitas kehidupan sehari

73
– hari yang dapat
dilakukan.

4 kekurangan Pemulihan cairan optimal - Beri banyak minum.


volume cairan b/d dan keseimbangan - Monitor haluaran urine.
Kehilangan cairfan elektrolit. - Mengumpulkan dan
melalui rute Kriteria Hasil : menganalisa data pasien
abnormal. - Pasien tidak untuk mengatur
memperlihatkan adanya keseimbangan cairan.
tanda – tanda dehidrasi. - Meningkatkan
- Haluaran urine dalam keseimbangan cairan dan
batas normal. pencegahan komplikasi
- Turgor Elastis akibat kadar cairan yang
- Akral Hangat abnormal atau diluar
- Tidak ada rasa haus harapan.

5 Resiko Infeksi b/d Infeksi tidak terjadi - Kaji tanda – tanda


Pertahanan primer Kriteria Hasil : infeksi
tidak adekuat dan - Jumlah Leukosit DBN - Meminimalkan
penekanan respon - Pasien terbebas dari penyebaran agens
inflamasi. tanda dan gejala infeksius.
infeksi.Pasien. - Pantau penampilan Luka
- Memperlihatkan hygiene bakar dan area luka bakar.
personal yang ade kuat - Bersihkan area luka
- Pembentukan jaringan bakar setiap hari dan
granulasi baik. lepaskan jaringan
nekrotik.

74
D. Implementasi dan Evaluasi

Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf


Tanggal Keperawatan
Nyeri Akut - Mengatur posisi S:
1 b.d Kerusakan tidur senyaman - Pasien mengatakan
Jaringan Kulit. mungkin nyeri berkurang.
- Membantu pasien O:
untuk berfokus pada - Pasien dapat
aktivitas, bukan memperlihatkan
pada nyeri dan rasa teknik relaksasi secara
tidak nyaman individual yang
dengan melakukan efektif untuk
pengalihan melalui mencapai
televise, radio dan kenyamanan.
interaksi dengan - Pasien tidak
pengunjung. mengalami gangguan
- mengajarkan dalam frekuensi
pasien tentang pernapasan, frekuensi
Relaksasi untuk jantung atau tekanan
mengatasi nyeri. darah.
- Pasien nampak tidak
gelisah
A: Masalah teratasi
P: Intervensi
dihentikan
Kerusakan - Menganjurkan S:
2 Integritas pasien untuk -Pasien mengatakan
Kulit b.d memakai pakaian sudah lebih nyaman
Trauma dan yang longgar O:
kerusakan - Menghindari - Pasien dapat
permukaan kerutan pada tempat mencapai
kulit. tidur. penyembuhan tepat
- Menganalisa data waktu pada area luka
pasien untuk bakar.
mempertahankan A: Masalah teratasi
integritas kulit dan P: Intervensi
membrane mukosa. dihentikan
- Melakukan
perawatan luka atau
perawatan kulit
secara rutin.
- Mengatur posisi
pasien sesering
mungkin.

Intoleransi - Membantu pasien S: -

75
3 aktivitas b.d untuk O:
penurunan mengidentifikasi - Pasien dapat
kekuatan dan pilihan aktivitas. memperlihatkan
tahanan serta - Memfasilitasi teknik relaksasi secara
kelemahan latihan otot resistif individual yang
dan nyeri secara rutin untuk efektif untuk
untuk mencapai
mempertahankan kenyamanan.
atau meningkatkan A: Masalah teratasi
kekuatan otot P: Intervensi
- Mengarahkan dihentikan
pasien untuk
mengenali aktivitas
kehidupan sehari –
hari yang dapat
dilakukan.

Kekurangan - Memberi banyak S: -


4 volume cairan minum. O:
b.d - Memonitor - Pasien tidak
Kehilangan haluaran urine. memperlihatkan
cairfan - Mengumpulkan adanya tanda – tanda
melalui rute dan menganalisa dehidrasi.
abnormal. data pasien untuk - Keluaran urine
mengatur dalam batas normal.
keseimbangan - Turgor Elastis
cairan. - Akral Hangat
- Meningkatkan - Tidak ada rasa haus
keseimbangan A: Masalah teratasi
cairan dan P: Intervensi
pencegahan dihentikan
komplikasi akibat
kadar cairan yang
abnormal atau diluar
harapan.

Resiko Infeksi - Mengkaji tanda – S: -


5 b.d Pertahanan tanda infeksi O:
primer tidak - Meminimalkan - Pasien terbebas dari
adekuat dan penyebaran agens tanda dan gejala
penekanan infeksius. infeksi.
respon - Memantau - Pasien dapat
inflamasi. penampilan Luka memperlihatkan
bakar dan area luka personal hygiene yang
bakar. ade kuat
- Membersihkan - Pembentukan
area luka bakar jaringan granulasi
setiap hari dan baik.

76
lepaskan jaringan - Masalah teratasi
nekrotik. - Intervensi
dihentikan

77
BAB V

TREND ISSUE KANKER KULIT (CARCINOMA)

Abstrak
Di Indonesia, kanker kulit menempati urutan ketiga setelah kanker leher rahim
dan kanker payudara. Faktor peningkatan radiasi sinar ultraviolet, faktor genetik,
pola hidup yang tidak sehat, dan infeksi human papillomavirus dapat menjadi
pencetus untuk timbulnya kanker kulit. Tujuan: Mengetahui profil kanker kulit di
Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS Dr. M. Djamil Padang dari
Januari 2015 – Desember 2017. Metode: Penelitian retrospektif dengan desain
deskriptif dari data rekam medis pasien baru. Hasil: Selama periode Januari 2015
– Desember 2017, terdapat 38 kasus kanker kulit dari 1.003 kunjungan ke Divisi
Tumor dan Bedah Kulit Poli IK. Kulit dan Kelamin RS Dr. M. Djamil Padang.
Penelitian ini menemukan kanker kulit pada laki-laki 20 kasus (53%) dan
perempuan 18 kasus (47%). Karsinoma sel basal 31 kasus (81%), karsinoma sel
skuamosa 6 kasus (16%), karsinoma sel basoskuamosa 1 kasus (3%) dan tidak
terdapat kasus melanoma maligna. Usia pasien kanker kulit terbanyak adalah usia
45-64 tahun (58%). Kesimpulan: Karsinoma non-melanoma merupakan kanker
kulit yang paling banyak ditemukan di dunia. Pada penelitian ini kanker kulit
yang paling banyak ditemukan adalah karsinoma sel basal dengan pasien laki-laki
lebih banyak daripada perempuan, dan kelompok usia terbanyak adalah 45-64
tahun.

Kesimpulan
Kanker kulit di Indonesia kurang mendapatkan perhatian karena jarang
menyebabkan kematian dan gangguan berarti, sehingga cenderung diabaikan.
Dengan peningkatan pajanan radiasi ultraviolet, insiden kanker kulit tampaknya
akan semakin meningkat. Risiko ini dapat dikurangi dengan penggunaan
pelinding sinar matahari misalnya tabir surya SPF > 33 dan pakaian yang
tepat.Pada penelitian ini, karsinoma sel basal merupakan kanker kulit terbanyak
ditemukan, sama hal nya dengan penelitian yang lain. Pasien laki-laki lebih
banyak dibandingkan pasien perempuan dan usia terbanyak adalah 45-64 tahun.

78
BAB VI

SIMPULAN SARAN

A. Simpulan
Sistem integumen terdiri dari organ terbesar dalam tubuh. Sistem integumen
merupakan sistem organ yang luar biasa melindungi struktur internal tubuh dari
kerusakan, mencegah dehidrasi, lemak toko dan menghasilkan vitamin dan
hormon. Sistem integumen terdiri dari beberapa komponen. Kulit merupakan
organ terbesar dalam tubuh yang terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis
dan subcutis. Masing-masing lapisan mempunyai fungsi sendiri-sendiri dalam
tubuh. Komponen lain sistem integumen adalah kuku, kelenjar-kelenjar pada
kulit, dan rambut. Pemeriksaan diagnostik gangguan sistem integumen yaitu
biopsi kulit, pengerokan kulit, apus tzanck, patch test, dan light wood.

B. Saran
Sistem integumen merupakan sistem yang sangat penting dalam tubuh. Dalam
sistem banyak dibahas mengenai kulit, kuku, rambut dan kelenjar-kelenjar pada
kulit. Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta informasi
mengenai sisitem integumen.

79
DAFTAR PUSTAKA

Adhi, N. Dkk. 1997. Kusta, Diagnosis dan Penatalaksanaan, FK UI, Jakarta.

David, S., & Schreiber. 2010. Hidup Bebas kanker. Bandung: Qanita.

Departemen Kesehatan RI Dirjen P2M dan PLP. 1996. Buku Pedoman


Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta.

Graber,Mark A. 1998. Buku Saku Kedokteran university of IOWA,EGC,Jakarta

Harahap, M. 1997. Diagnosis and Treatment of Skin Infection, Blackwell Science,


Australia

Juall, Lynda. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi


Keperawatan Edisi II, EGC. Jakarta,

Junah, J. 2016. Sistem Integumen. Retrieved March 5, 2019, from


http://www.academia.edu/17732788/KANKER_KULIT

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media
Aeuscualpius, Jakarta.

Made Putri Hendaria, A., & Maliawan, S. 2013. Jurnal kesehatan kanker kulit.

Muttaqin, A., & Sari, K. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Integumen. Jakarta: Salemba medika.

Kementerian Kesehatan Indonesia. 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi (10nd ed.). Jakarta:
EGC.

Nuraeni, F. 2016. Aplikasi Pakar Untuk Diagnosa Penyakit Kulit Menggunakan


Metode Forward Chaining Di Al Arif Skin Care Kabupaten Ciamis. Teknik
Informatika

Pardiansyah, R. 2015. Association Between Personal Protective Equipment With

80
the Irritant Contact Dermatitis in Scavengers. Faculty of Medicine, Lampung
University.

Putri, D. D., Furqon, M. T., & Perdana, R. S. 2018. Klasifikasi Penyakit Kulit
Pada Manusia Menggunakan Metode Binary Decision Tree Support Vector
Machine ( BDTSVM ) ( Studi Kasus : Puskesmas Dinoyo Kota Malang ).
Pengembangan Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer, 2(5), 1912–1920.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Rahayu. Wahyu. 2002. Mengenal Mencegah Dan Mengobati 35 Jenis Kanker.


Jogjakarta: Victoria inti Cipta.

81

Anda mungkin juga menyukai