Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MASALAH


SISTEM IMUN (DHF)

OLEH :
KELOMPOK 6
1. ERNI FORI
2. ANIS FITRIA
3. HUSNUL KHOTIMAH
4. CKRISTI
5.

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2019

1
KATA PENGHANTAR

Assamualaikum,Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, serat hidayah-Nya
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelessaikan tugas dengan baik, tepat waktunya
yang berjudul “DHF”. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata
kuliah KEPERAWATAN ANAK II, dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terimah kasih yang sebesar besarnya kepada:

1. Ibu Misroh Mulianingsih ,Ners.,M.Ph selaku dosen pengampuh mata


kuliah KEPERAWATAN ANAK II
2. Rekan rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, baik dari segi penulisan, bahasa ataupun penyusunannya. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun,khususnya dari dosen pengampuh mata kuliah KEPERAWATAN
ANAK II menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik
dimasa yang akan datang.

                                                                

          

Mataram, 15 Oktober 2019

Penyusun

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
iii
BAB I : PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang....................................................................................
4
B.  Rumusan Masalah.. ............................................................................
4
C. Tujuan Masalah...................................................................................
4
BAB II :TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Besar Penyakit
1. Definisi................................................................................................
5
2. Etiologi.................. .............................................................................
5
3. Anatomi ..............................................................................................
6
4. Fatofisiologi dan Woc  .......................................................................
6
5. Klasifikasi............................................................................................
9
6. Manifestasi Klinis................................................................................
10
7. Komplikasi ..........................................................................................
11

3
8. Pencegahan .........................................................................................
11
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan..................................................
12
1. Pengkajian ...........................................................................................
12
2. Analisa Data ........................................................................................
13
3. Diagnosa .............................................................................................
13
4. Intervensi ............................................................................................
14
5. Implementasi ......................................................................................
16
6. Evaluasi ..............................................................................................
16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan  ..........................................................................................
18
B. Saran  ................................. ....................................................................
18
DAFATAR PUSTAKA  

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

DHF (Dengue Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam sering


disebut sebagai demam berdarah.Menurut para ahli, demam berdarah dengue
disebut sebagai penyakit (terutama sering dijumpai pada anak) yang
disebabkan oleh virus Dengue dengan gejala utama demam,nyeri otot, dan
sendi diikuti dengan gejala pendarahan spontan seperti ; bintik merah pada
kulit,mimisan, bahkan pada keadaan yang parah disertai muntah atau BAB
berdarah.

5
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili
Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat
serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini
secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari
serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara
Tropis dan Subtropis.

Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang


berbeda. Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun
1968 di Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia.
Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan
genetik, tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap
daerah berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik, selain faktor
genetik dari hospesnya. Selain itu berdasarkan macam manifestasi klinik yang
timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional sudah berubah. Infeksi virus
Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara
tropis dan sub tropis.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Dapat menambah dan memperluas wawasan kita tentang kasus dan
asuhan keperawatan DHF
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang anatomi
fisiologi sistem imunologi dan hematologi
b. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang pengertian
DHF
c. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui asuhan keperawatan
teoritis pada kasus DHF

6
C. Manfaat Penulisan
Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan mahasiswa dan
membantu mahasiswa dalam memahami dan mengetahui materi tentang
penyakit DHF.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Imun


1. Sejarah Imunilogi
Edward Jenner (1796) à vaksinasi dengan nanah pok sapi. Diangkat
sebagai pendiri imunologi.
2. Pengertian Sistem Imun

7
Sistem Imun (bahasa Inggris: immune system) adalah sistem pertahanan
manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing
atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit.
Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh
dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel
yang teraberasi menjadi tumor. (Wikipedia.com)

Letak sistem imun

3. Fungsi dari Sistem Imun


a. Sumsum

Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk


dalam sumsum tulang. Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah
merah, sel darah putih (termasuk limfosit dan makrofag) dan platelet.
Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh juga terdapat di tempat lain.

b. Timus

Dalam kelenjar timus sel-sel limfoid mengalami proses


pematangan sebelum lepas ke dalam sirkulasi. Proses ini
memungkinkan sel T untuk mengembangkan atribut penting yang
dikenal sebagai toleransi diri.

8
1) Getah bening

Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di


sepanjang perjalanan limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu
seperti leher, axillae, selangkangan dan para-aorta daerah.
Pengetahuan tentang situs kelenjar getah bening yang penting
dalam pemeriksaan fisik pasien.

2) Mukosa jaringan limfoid terkait (MALT)

Di samping jaringan limfoid berkonsentrasi dalam kelenjar getah


bening dan limpa, jaringan limfoid juga ditemukan di tempat lain,
terutama saluran pencernaan, saluran pernafasan dan saluran
urogenital.

c. Mekanisme Imun

Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme


pada organisme yang melindungi tubuh terhadap
pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta seltumor. Sistem ini mendeteksi berbagai
macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi
tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka
dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi
seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan
memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme-
organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh
sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme
imun lainnya yang berevolusi pada eukariota kuno dan tetap pada
keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga.

Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk


melindungi tubuh juga berkurang, membuat patogen, termasuk virus
yang menyebabkan penyakit. Penyakit defisiensi imun muncul ketika

9
sistem imun kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan munculnya
infeksi. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetik,
seperti severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh
farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom defisiensi imun
dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus HIV.
Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif
menyerang jaringan normal seperti jaringan tersebut merupakan benda
asing. Penyakit autoimun yang umum termasuk rheumatoid
arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus. Peran
penting imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian
dari penelitian.

d. Sel-sel Sistem Imun

Sel-sel dalam sistem imun :


a. Fagosit monokulear
Sistem fagosit monokulear terdiri atas monosit dalam sirkulasi
dan makrofag dalam jaringan.
1) Monosit
Selama hematopoiesis dalam sumsum tulang, sel progenitor
granulosit/monosit berdiferensiasi menjadi premonosit yang
meninggalkan sumsum tulang dan masuk kedalam sirkulasi untuk

10
selanjutnya berdiferensiasi menjadi monosit matang dan berperan
dalam berbagai fungsi. Monosit adalah fagosit yang didistribusikan
secara luas sekali di organ limfoid dan organ lainnya.
2) Makrofag
Monosit yang seterusnya hidup dalam jaringan sebagai
makrofag residen, berbentuk khusus yang tergantung dari
alat/jaringan yang ditempati, dan dinamakan sesuai dengan lokasi
jaringan sebagai berikut :
a) Usus : makrofag intestinal
b) Kulit : sel dendritik atau sel langerhans
c) Paru ; makrofag alveolar, sel langerhans
d) Jaringan ikat ; histiosit
e) Hati : sel kuppfer
f) Ginjal : sel mesangial
g) Otak : sel microglia
h) Tulang : osteoklas
Makrofag di aktifkan oleh berbagai rangsanggan, dapat
memakan, menangkap, mencerna anti gen eksogen, seluruh mikro
organisme, partikel tidak larut dan bahan endogen seperti sel
penjamu yang cedera atau mati.
Makrofag sel utama fagositosis. Terdiri dari 2 macam : makrofag
bebas dan makrofag fiksasi (tinggal di organ). Sel makrofag
sebagai sel APC (Antigen Presenting Cell) yang mempunyai
molekul MHC. MHC kelas I aken mengaktivasi sel Tc, Kelas II
mengaktivasi sel Th, MHC kelas III menstimulasi sistem
komplemen.
b. Fagosit polimorfonuklear

Fagosit polimorfonuclear atau polimorf atau granulosit


dibentuk dalam sumsum tulang dalam kecepatan 8 juta/menit dan
hidup selama 2-3 hari, sedang monosit/makrofag dapat hidup untuk
beberapa bulan sampai tahun. Granulosit merupakan sekitar 60-70%

11
dari seluruh jumlah sel darah putihnormal dan dapat keluar dari
pembuluh darah.

Granulosit dibagi menurut pewarnaan histologik menjadi


neutrofil dan eosinofil.

1) Neutrofil
Merupakan sebagian besar dari leukosit dalam sirkulasi. Biasanya
hanya berada dalam sirkulasi kurang dari 7-10 jam sebelum
bermigrasi ke jaringan, dan hidup selama beberapa hari dalam
jaringan. Neutrofil mempunyai reseptor untuk IgGdan komplemen.
2) Eosinofil
Merupakan 2-5% dari sel darah putih orang sehat tannpa alergi.
Seperti neutrofil, eosinofil juga dapat berfungsi sebagai fagosit.
Eosinofil dapat pula di rangsang untuk degranulasi seperti halnya
dengan sel mast dan basofil serta melepas mediator. Eosinofil juga
berperan dalam imunitas parasit dan memiliki berbagai reseptor.
Fungsi utama eosinofil adalah melawan infeksi parasit dan dapat
juga memakan antigen antibody.
Sel lain :
a) Sel dendritik : menyajikan antigen yang terikat protein MHC
kelas II
b) Sel Langerhans : menyajikan antigen yang terikat protein MHC
kelas II
c. Mekanisme Kerja Sel Imun :

NK cell (Natural Killer Cell).Bekerja secara non-spesifik (tanpa


pengenaan lebih lanjut), tapi buka sel fagositik. Bekerja dengan cara
kontak langsung dengan sel terinfeksi. NK cell disebut sebagai “immune
surveylence” (seperti polisi dalam tubuh). Ketika NK cell menempel
pada sel terinfeksi, maka golgi dari NK cell akan mensekresi protein
killer (perforin). Perforin ini akan membentuk suatu ‘jembatan’ antara
NK cell dengan sel terinfeksi, melalui ‘jembatan’ ini terjadi pengeluaran
elektrolit berlebih dari sel terinfeksi yang menyebabkan litik osmotik.

12
Peristiwa penyerangan dengan ‘jembatan’ ini disebut membrane attack
complex.

Sel B.Secara umum berfungsi sebagai APC. Sel B akan


menerima antigen kemudian melalui MHC kelas II, antigen ini disajikan
ke permukaan sel untuk mengaktivasi sel T helper. Sel T helper akan
mensekresikan sitokin yang dapat menstimulasi sel B berproliferasi
menjadi sel memori, selain itu juga mengaktifkan sel B untuk menjadi
sel plasma penghasil antibody

Sel T. Setelah sel B berikatan dengan sel T helper, sel T helper


tidak bisa langsung teraktivasi tanpa adanya stimulasi dari Co-
stimulatory sitokin. Di antara yang termasuk sitokin adalah : IL
(Interleukin I,II,..dst); interferon α,β,γ; Tumor Necrosis Factor;
Prostaglandin, dll.

Non Specific Killer Cells. Yaitu : NK cell dan LAK cell; ADCC
(K) cell; Activated macrophage; Eosinophils (diaktivasi oleh IgE karena
IgE mentriger/memicu eosinofil untuk mengeliminasi cacing).

d. Respon Imun Humoral dan Seluler

Respons imun alamiah: respons imun alamiah tidak memiliki


spesifisitas dan memori sehingga pertahanan tidak meningkat dengan
adanya infeksi berulang. Respons ini diperankan oleh sel fagosit dan sel
NK dengan menggunakan faktor soluble yaitu lisosom, komplemen, acute
phase proteins (CRP), dan interferon. Mikroorganisme yang masuk dalam
tubuh akan melalui dua mekanisme pertahanan utama, yaitu efek destruksi
oleh enzim yang bersifat bakterisidal dan mekanisme fagositosis oleh sel-
sel fagosit (gambar 4). Sel fagosit akan mengenali berbagai
mikroorganisme. Mekanisme ini akan menimbulkan respons inflamasi
akibat migrasi sel-sel yang terlibat dalam respons imun serta
mengakibatkan vasodilatasi. 

13
Respons imun adaptif terjadi melalui identifikasi dan pengenalan
terhadap adanya stimulus, misalnya bakteri dan virus. Respons ini
memiliki tiga karakter utama, yaitu spesifik, memori, dan intensitas yang
bervariasi. Komponen respons imun spesifik terdiri dari respons imun
humoral dan respons imun seluler.

1) Respons Imun Humoral 

Respons imun humoral diawali dengan diferensiasi limfosit B


menjadi satu populasi (klon) sama yang memproduksi antibodi
spesifik dan limfosit B memori. Antibodi akan berikatan dengan
antigen untuk mengaktivasi komplemen yang mengakibatkan
hancurnya antigen tersebut. Tiga elemen penting dalam respons imun
humoral, yaitu: antibodi, reseptor sel T (T cell receptors), dan molekul
MHC (Major Histocompatibility Complex).7,19 Antibodi berfungsi
untuk pertahanan host karena menjadikan mikroorganisme infektif
sebagai target, merekrut mekanisme efektor host yang dapat merusak,
menetralkan toksin, dan menyingkirkan antigen asing dari sirkulasi.
TCR berinteraksi bukan dengan antigen secara keseluruhan, tetapi
dengan segmen pendek dari asam amino (antigen peptida). Fungsi
TCR adalah untuk mengikat dan mengenali kompleks antigen spesifik
dengan molekul MHC. MHC berfungsi untuk menentukan
kemampuan sistem imun seseorang dalam membedakan self dan
nonself, mengatur berbagai interaksi antara berbagai jenis sel yang
terlibat dalam respons imun, dan menentukan kemampuan individu
untuk bereaksi terhadap antigen spesifik dan kecenderungan untuk
menderita kelainan imunologik.

2) Respons Imun Seluler

Antibodi tidak dapat menjangkau mikroorganisme yang


berkembang biak intraseluler. Oleh karena itu, sistem imunitas tubuh
mengaktivasi limfosit T untuk menghancurkan mikroorganisme
tersebut. Setelah antigen eksogen diproses oleh APC, akan terbentuk

14
fragmen peptida yang kemudian dapat berinteraksi dengan TCR
bersamaan membentuk kompleks dengan MHC. Limfosit T
mengeluarkan subsetnya, yaitu Th (CD4), untuk mengenal antigen
bekerja sama dengan MHC kelas II. Antigen endogen dihasilkan oleh
tubuh inang. Sebagai contoh adalah protein yang disintesis virus dan
protein yang disintesis oleh sel kanker. Antigen endogen dirombak
menjadi fraksi peptida yang selanjutnya berikatan dengan MHC kelas I
pada retikulum endoplasma. Limfosit T mengeluarkan subsetnya, yaitu
Tc (CD8), untuk mengenali antigen endogen untuk berikatan dengan
MHC kelas I. Sel Th1. Pada dasarnya, respons imun alamiah dan
adaptif bekerja saling melengkapi. Sel-sel imun saling berinteraksi
dalam regulasi sistem imun.

B. Definisi DHF

Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh


nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan
ruam (Brooker, 2001). Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang
terutama pada anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis
demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam

15
(rash) dan limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada
pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia
ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).

C. Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus


dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe
virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Terdapat reaksi silang antara
serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti  Yellow fever, Japanese
encehplalitis dan West Nile virus.

D. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan. Terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom senjatan
dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
1. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag
hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE).
2. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imon seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu
TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10.

16
3. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsosinasi anti bodi. Dalam proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
4. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:
a) Supresi sumsum tulang, dan
b) Destruksi dan pemandekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada faseawal infeksi (<5 hari) menunjukkan
keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit.Koagulopati terjadi sebagai
interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel.
Terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III
dan IV.

E. Patofisiologi

Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes


aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks
virus-antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen .

Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan


infeksi pertama kali menyebabkandemam dengue. Reaksi tubuh merupakan
reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda
akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus
dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah
terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-
infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-
antibodi) yang tinggi.

17
F. WOC
Virus Dengue

Viremia

Hepatomegal Depresi sumsum tulang Permebilitas kapiler meningkat


Hiperthermi

Anoreksia Manipestasi perdaeahan Permebilitas kapiler meningkat


Muntah

Kehilangan

Perubahan

Nutrisi Hipovolemia
Resiko
Kurang pendarahan Efusi pleurAscites
Dari Resiko syok Hemokonentrasi
kebutuhan hipovolemia

Resti Kekurangan Syok Perubahan perfusi


Volume cairan
Jaringan parifer

Kematian

18
G. Manifestasi Klinik
1. Demam tinggi 5-7 hari.
2. Perdarahan, terutama perdarahan bawah kulit ; ptekie, ekhimosis,
hematoma
3. Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria.
4. Mual, muntah, tidak ada napsu makan, diare, konstipasi.
5. Nyeri otot, tulang dan sendi, abdomen dan ulu hati.
6. Sakit kepala.
7. Pembengkakan sekitar mata.
8. Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening.
Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary reffil time lebih dari dua detik, nadi cepat dan
lemah).

H. Klasifikasi
Klasifiksi DHF menurut WHO
1. Derajat I 
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan (uji
tourniquet positif).
2. Derajat II 
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.
3. Derajat III 
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi)
4. Derajat IV 
5. Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur
Pemeriksaan Diagnostik Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever
(DHF) Darah Lengkap = Hemokonsentrasi (Hemaokrit meningkat 20 %
atau lebih), Thrombocitopeni (angka thrombosit 100. 000/ mm3  atau
kurang) Serologi = Uji HI (hemaaglutinaion Inhibition Test) Rontgen
Thorax = Effusi Pleura

19
I. Epidemiologi

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus


Aedes (terutama A. aegepty dan A. albopictus).

Bebrapa faktor diketahui berkatian dengan peningkatan transmis virus


dengue yaitu : 1). Vektor : perkembang biakan vector, kebiasaan menggigit,
kepadatan vector di lingkungan, transportasi vector dari satu tempat ke tempat
lain; 2). Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). Lingkungan : curah
hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

J. Penatalaksaan Medis
1. DHF tanpa Renjatan
a. Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
b. Obat antipiretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
c. Jika kejang maka dapat diberi luminal ( anticonvulsan ) untuk anak <1
th dosis 50 mg IM dan untuk anak >1th 75 mg IM. Jika 15 menit kejang
belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3 mg / Kg BB anak <1 th
dan pada anak >1th diberikan 5 mg/ Kg BB.
d. Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
2. DHF dengan Renjatan
a. Pasang infus RL
b. Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20
– 30 ml/ kg BB )
c. Tranfusi jika Hb dan Ht turun

K. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
a. Trombosit menurun.
b. HB meningkat lebih 20 %.
c.   HT meningkat lebih 20 %

20
d.  Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3.
e. Protein darah rendah.
f. Ureum PH bisa meningkat
g. NA dan CL rendah.
2. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
a. Rontgen thorax : Efusi pleura.
b. Uji test tourniket (+)

L. Diagnosis

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14
hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri
tulang belakang dan perasaan lelah.

Demam Dengue (DD). Merupakan penyaki demam akut selama 2-7


hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

1. Nyeri kepala.
2. Nyeri retro-orbital.
3. Mialgia / artralgia.
4. Ruam kulit.
5. Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif
6. Leukopenia. Dan pemeriksaan serologi dengue positif.
Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan Kriteria WHO 1997
diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi :
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
c. Uji bendung positif
1) Petekie, ekimosis, atau purpura
2) Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdrahan gusi),
atau perdarahan dari tempat lain.
3) Hematemesis atau melana.
d. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000 ul)

21
e. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran
plasma) sebagai berikut :
1) Peningkatan hematokrit > 20%
2)  Penurunan hematokrit > 20%
f. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilaman terdapat
kesesuaian klinis dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya,
dan leptospirosis
Sindroma Syok Dengue (SSD). Seluruh criteria diatas untuk DBD
disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah,
tekanan darah turun (≤20 mmHg), hipotensi kulit dingin dan lembab serta
gelisah.

M. Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah
dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya
kasus DHF.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia
sembuh secara spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di
sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
a. Menggunakan insektisida. Yang lazim digunakan dalam program
pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk

22
membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh
jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan
pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah
dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana
tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm
atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
b. Tanpa insektisida Caranya adalah :
1) Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air
minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7–10
hari).
2) Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
3) Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan
benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

N. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1. Perdarahan luas.
2. Shock atau renjatan.
3. Effuse pleura
4. Penurunan kesadaran.

O. Pengkajian Teoritis
1. Aktivitas/istirahat
Gejala dan tanda : Malaise.
2. Sirkulasi
Gejala :Tekanan darah di bawah normal, denyut perifer melemah,
takikardi, susah teraba
Tanda : Kulit hangat, kering, pucat, kemerahan/ bintik merah, perdarahan
bawah kulit
3.  Eliminasi
Gejala dan Tanda : Diare atau konstipasi

23
4. Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah
Tanda : Penurunan berat badan, punurunan haluaran urine, oligouria,
anuria.
5.  Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pusing, pingsan
Tanda : Ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium.
6. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Gejala dan Tanda : Kejang abdominal, lokalisasi area sakit
7. Pernapasan
Gejala dan Tanda : Takipneu dengan penurunan kedalaman pernapasan,
suhu meningkat, menggigil

8. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala dan Tanda : Masalah kesehatan, penggunaan obat-obatan atau
tindakan

24
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DHF

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 thn), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk dating ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
3. Riwayat penyakit sekarng
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan
saat demam kesadaran komposmetis.Turunnya panas terjadi antara hari ke
3 dan hari ke 7 dan anak semangin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan
batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola
mata terasa pegal, serta adanya menipestasi pendarahan pada kulit, gusi
(grade III, IV), melena atau hematemesis.
4. Riwayat penyakit yang pernah di derita
Penyakit apa saja yang pernah di derita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
5. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
6. Riwayat gizi
Status gizi anak DHF berpariasi.Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor
predisposisinya.Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan
mual, muntah, dan tidak napsu makan.Apabila kondisi berlanjut dan tidak
di sertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.
7. Kondisi lingkungan

25
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih, seperti air yang genang atau gantungan baju di kamar.
8. Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan nafsu makan
berkurang dan menurun.
b. Eliminali alvi (buang air besar) : kadang-kadang anak yang mengalami
diare atau konstipasi. Sementara DHF pada gret IV sering terjadi
hematuria.
c. Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
d. Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutam untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk aedes aedyfty.
e. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan
9. Pemeriksan fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah
sebagai berikut:
a. Grade I : Kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, tanda-tanda
vital dan sendi lemah.
b. Grade II : Kesadaran composmetis keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan ptechiae, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur.
c. Grade III : Kesadaran apatis, samnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur serta tekanan darah menurun.
d. Grade IV : Kesadaran koma, TTV : Nadi tidak teraba, tekanan darah
tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstermitas dingin, berkeringat
dan kulit tampak biru.

26
10. Sistem integument
a. Adanya ptichiai pada kulit, turgor kulit, dan muncul keringat dingin,
dan lembab.
b. Kuku sianosis atau tidak
c. Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak merahang karena
demam atau flusi. Mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan
(epitaksi) pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa
mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara
tenggorokan mengalami hyperemia paring dan terjadi perdarahan
ditelinga (pada grade II,III,IV)
d. Dada : bentuk simetris kadang-kadang terasa sesak. Pada pototorak
terdapat cairan yang tertinbun pada paru sebelah kanan (epusipleura),
rales+, ronki+, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV
e. Abdomen mengalami nyeri tekan pembesaran hati (hepatomegalyk)
dan asites
f. ekstremitas: dingin besertai terjadinya nyeri otot sendi dan tulang.
11. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a. Hb dan pvc meningkat lebih dari 20%
b. Trombositopenia kurang dari 100.000 /ml
c. Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
d. Ig.D dengue +
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan hipopretemia,
hipokkrorenia, dan hiponatremia.
f. Ureum dan ph darah mungkin meningkat
g. Asidosis metabolic : pCO2,<35-40mmHg dan HCO3 rendah
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.

27
3. Resiko Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
4. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual
dan nafsu makan yang menurun
5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor faktor
pembekuan darah (trombositopeni)
6. Kecemasan orangtua berhubungan dengan kondisi anak.

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Hasil
Hipertermie Tujuan : 1. Kaji suhu tubuh pasien
berhubungan Suhu tubuh normal 2. Beri kompres air hangat
dengan proses Kriteria hasil : 3. Berikan/anjurkan pasien
infeksi virus dengue 1. Suhu tubuh antara untuk banyak minum 1500-
36 – 37, Nyeri 2000 cc/hari (sesuai
otot hilang toleransi)
4. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
tipis dan mudah menyerap
keringat
5. Observasi intake dan
output, tanda vital (suhu,
nadi, tekanan darah) tiap 3
jam sekali atau sesuai
indikasi.
6. Kolaborasi : pemberian
cairan intravena dan
pemberian obat sesuai
program.

28
Resiko defisit Tujuan : 1. Awasi vital sign tiap 3
volume cairan Tidak terjadi defisit jam/sesuai indikasi
berhubungan voume cairan 2. Observasi capillary Refill
dengan pindahnya Kriteria hasil : 3. Observasi intake dan
cairan intravaskuler 1. Input dan output output. Catat warna urine /
ke ekstravaskuler. seimbang konsentrasi, BJ
2. Vital sign dalam 4. Anjurkan untuk minum
batas normal 1500-2000 ml /hari ( sesuai
3. Tidak ada tanda toleransi )
presyok 5. Kolaborasi : Pemberian
4. Akral hangat cairan intravena
5. Capilarry refill
Resiko Syok Tujuan : 1. Monitor keadaan umum
hipovolemik Tidak terjadi syok pasien
berhubungan hipovolemik 2. Observasi vital sign setiap 3
dengan perdarahan Kriteria hasil : jam atau lebih
yang berlebihan, 1. Tanda Vital 3. Jelaskan pada pasien dan
pindahnya cairan dalam batas keluarga tanda perdarahan,
intravaskuler ke normal dan segera laporkan jika
ekstravaskuler. terjadi perdarahan
4. Kolaborasi : Pemberian
cairan intravena
5. Kolaborasi
Pemeriksaan : HB, PCV,
trombosit

Resiko gangguan Tujuan : 1. Kaji riwayat nutrisi,


pemenuhan Tidak terjadi termasuk makanan yang
kebutuhan nutrisi gangguan kebutuhan disukai
kurang dari nutrisi 2. Observasi dan catat
kebutuhan tubuh Kriteria hasil : masukan makanan pasien
berhubungan 1. Tidak ada 3. Timbang BB tiap hari (bila

29
dengan intake tanda-tanda memungkinkan)
nutrisi yang tidak malnutrisi, 4. Berikan makanan sedikit
adekuat akibat mual 2. Menunjukkan namun sering dan atau
dan nafsu makan berat badan makan diantara waktu
yang menurun yang seimbang. makan
5. Berikan dan Bantu oral
hygiene.
6. Hindari makanan yang
merangsang dan
mengandung gas.

Resiko terjadi Tujuan : 1. Monitor tanda-tanda


perdarahan Tidak terjadi penurunan trombosit yang
berhubungan perdarahan disertai tanda klinis.
dengan penurunan Kriteria hasil : 2. Anjurkan pasien untuk
factor faktor 1. TD 100/60 banyak istirahat ( bedrest )
pembekuan darah mmHg, N: 80- 3. Berikan penjelasan kepada
(trombositopeni) 100x/menit klien dan keluarga untuk

reguler melaporkan jika ada tanda


perdarahan seperti :
2. pulsasi kuat
 Hematemesis
3. Tidak ada tanda
 Melena
perdarahan lebih
 Epistaksis
lanjut, trombosit

meningkat. 4. Antisipasi adanya


perdarahan : gunakan sikat
gigi yang lunak, pelihara
kebersihan mulut, berikan
tekanan 5-10 menit setiap
selesai ambil darah.
5. Kolaborasi, monitor
trombosit setiap hari

30
Kecemasan Tujuan : 1. Kaji dan dokumentasikan
orangtua Ansietas tingkat kecemasan pasien.
berhubungan berkurang/terkontrol. 2. Kaji mekanisme koping
dengan kondisi Kriteria hasil : yang digunakan pasien
anak. 1. Klien untuk mengatasi ansietas di
melaporkan tidak masa lalu.
ada manifestasi 3. Lakukan pendekatan dan
kecemasan berikan motivasi kepada
secara fisik pasien untuk
2. Tidak ada mengungkapkan pikiran dan
manifestasi perasaan.
perilaku akibat 4. Motivasi pasien untuk
kecemasan. memfokuskan diri pada
realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang
positif terhadap terapy yang
di jalani.
5. Berikan penguatan yang
positif untuk meneruskan
aktivitas sehari-hari
meskipun dalam keadaan
cemas.
6. Anjurkan pasien untuk
menggunakan teknik
relaksasi.
7. Sediakan informasi factual
(nyata dan benar) kepada
pasien dan keluarga
menyangkut diagnosis,
perawatan dan prognosis.
8. Kolaborasi pemberian obat
anti ansietas.

31
D. Implementasi Keperawatan

Menurut particia A. Potter (2005), implementasi merupakan


pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun/ditemukan,
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat
terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat
secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan anggota tim kesehatan
lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat memilih intervensi
keperawatan yang akan diberikan kepada pasien.
Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan
asuhan keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat :
1. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan
2. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
3. Menyiapkan lingkungan terapeutik
4. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
5. Memberikan asuhan keperawatn langsung
6. Mengkonsulkan dan member penyuluhan pada pasien dan keluarganya.

E. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapakan.
Adapun komponen-komponen

1. S (Subjektif)
Adalah keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
2. O (Objektif)
Adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau hasil observasi secara
langsung kepada pasien dan dirsakan pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan.

32
3. A (Analisis)
Interpretasi dari data subjek dan data objektif. Analisis merupakan
suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga
dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan
status kesehatan pasien yang telah teridentifikasi datanya dalam data
subjek dan objektif.
4. P (Planning)
Perencaraan keperawatan yang akan dilanjutkan atau dihentikan
atau dimodifikasi atau juga ada tambahan dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya, Tindakan yang telah
menunjukkan hasil yang memuaskan dan memerlukan tindakan ulang pada
umumnya dihentikan.
5. I (Implementasi)
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuatu
dengan instruksi yang telah teridentifikasi dalam kompenen Planning.
6. E (Evaluasi)
Adalah respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
7. R ( Reassesment)
Reassesment adalah pengkajian ulang yng dilakukan terhdap
perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan
perlu dilanjutkan, dimodifikasi,atau di hentikan?

33
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vektor
dari DHF adalah nyamuk Aedes a, maka ada beberapa hal yang sebaiknya
dilaksanakan untuk memutuskan rantai penyakit:
1. Tanpa insektisida:
a. Menguras bak mandi,tempayan,drum,dll minimal seminggu sekali.
b. Menutup penampungan air rapat- rapat.
c. Membersihkan pekarangan dari kaleng bekas,botol bekas yang
memungkinkan nyamuk bersarang.
2. Dengan insektisida:
a. Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan
fogging/pengasapan.
b.  abate untuk membunuh jentik nyamuk denan cara ditabur pada
bejana- bejana tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram
Abate SG 1% per 10 liter air.

B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah referensi materi
tentang DHF selama dalam proses perkuliahan.
2. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
memahami dan mengetahui materi tentang DHF dan asuhan
keperawatannya.

34
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (2011). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.


(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume


2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (2008). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media


Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

35

Anda mungkin juga menyukai