Anda di halaman 1dari 78

MAKALAH KEPERAWATAN LUKA DASAR MANAJEMEN LUKA TRAUMA

“Vulnus Laceratum”

Dosen Pengampu : Supriadi,Ph.D

Nama Kelompok 9
Desi Ashari
Hafizah
Tartilisma Putri
Wiwin Tri Winarni
Astuti

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN


KALIMANTAN BARAT
2022

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrohim
Asslamu’ alaikum warahmatulaahi wabarakatuh

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ ala, karena
hanya dengan rahmat-Nyalah kami akhirnya bias menyelesaikan makalah
keperawatan luka dasar ini yang berjudul “Manajemen Luka Trauma ” ini dengan
baik tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terimakasih kepada dosen pembimbing Bapak
Supriad,Ph.,D yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang
bermanfaat dalam proses penyusunan makalah ini. Rasa terimakasih juga hendak
kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan kontribusinya
baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini bias selesai pada
waktu yang telah ditentukan.
Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang
penyusunan karya makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah
yang telah kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan.
Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi
tersusunnya makalah lain yang lebih baik lagi, kami berharap agar makalah ini bisa
memberikan banyak manfaat dan bisa menambah wawasan. Akhir kata, billahi fii
sabililhaq fastabiqul khairat.
Wassalamu’ alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................vi

DAFTAR TABEL...................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................1

B. Tujuan Umum.............................................................................4

C. Tujuan Khusus...........................................................................4

D. Manfaat penulisan......................................................................5

E. Sistematika penulisan...............................................................6

BAB II TINJAUAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN VULNUS LACERATUM METATARSAL

A. TINJAUAN TEORI.......................................................................8

1. Konsep Kegawatdaruratan Vulnus Laceratum.................8

1.1 Definisi.........................................................................8

1.2 Anatomi Fisiologi Kulit...............................................10

1.3 Etiologi..........................................................................12

1.4 Manifestasi Klinis.........................................................13

iii
1.5 Patofisiologi.................................................................14

1.6 Penatalaksanaan medik..............................................15

2. Konsep Asuhan Keperawatan............................................20

2.1 Pengkajian....................................................................20

2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Lazim Muncul............25

2.3 Perencanaan Keperawatan.........................................25

2.4 Implementasi Keperawatan........................................33

2.5 Evaluasi Keperawatan................................................36

B. TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian............................................................................37

a. Identitas Pasien.............................................................37

b. Keluhan Utama...............................................................37

c. Alasan Masuk.................................................................37

2. Pengkajian Primery Survey.................................................38

a. Airway.............................................................................38

b. Breathing........................................................................38

c. Circulation......................................................................39

d. Disability.........................................................................39

e. Exposure........................................................................40

3. Pengkajian Secondary Survey............................................40

a. Riwayat Kesehatan........................................................40

b. Riwayat dan Mekanisme Trauma.................................41

c. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital...................................42

iv
d. Hasil Laboratorium........................................................42

e. Hasil Pemeriksaan Diagnostik.....................................42

f. Pengobatan....................................................................42

4. Klasifikasi Data.....................................................................43

5. Analisa Data..........................................................................44

6. Diagnosa Keperawatan.......................................................45

7. Perencanaan Keperawatan.................................................46

8. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan.........................50

BAB III PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN

A. Pengkajian.....................................................................................57

B. Diagnosa keperawatan.................................................................62

C. Perencanaan keperawatan..........................................................63

D. Implementasi.................................................................................66

E. Evaluasi.........................................................................................69

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................71

B. Saran..............................................................................................72

Daftar Pustaka

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Instalasi gawatdarurat merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan

utama di rumah sakit. Ada beberapa hal yang membuat situasi di IGD

menjadi khas, diantaranya adalah pasien yang perlu penanganan cepat

walaupun riwayat kesehatannya belum jelas.Yang dimaksud dengan

Pelayanan Gawat Darurat (Emergency Care) adalah bagian dari pelayanan

yang di butuhkan oleh penderita dalam waktu segera (Imediately) untuk

menyelamatkan kehidupannya (life saving) (John, 2016). Fasilitas Pelayanan

Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk

menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,

kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat,

pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Permenkes RI No. 47 tahun 2018).

Vulnus laceratum atau luka robek adalah luka yang tidak beraturan atau

compang camping, biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka

ini juga disebabkan oleh trauma yang tidak tajam seperti tepi meja, terkena

bagian dari kendaraan bermotor dan sebagainya sehingga membuat bagian

tepinya tidak rata. (Randy Prayogi, 2019).

Salah satu penatalaksanaan vulnus laceratum yaitu penghentian

pendarahan, dimana pendarahan adalah suatu hal yang serius, jika

1
2

pendarahan tidak cepat dihentikan maka akan bisa menyebabkan terjadi nya

syok hipovolemik, untuk menghindari terjadinya kegawat daruratan itu maka

sangat dibutuhkan keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman perawat yang

ada bertugas di IGD. Pengetahuan didefenisikan sebagai segala sesuatu yang

diketahui, pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang akan

memungkinkan seseorang dapat memahami segala sesuatu yang dihadapi.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau dari orang lain

yang sampai kepada seseorang (Notoatmodjo, 2010).

Menurut WHO dalam jurnal Edukasi Berbasis Nutrisi dan budaya pada

penderita luka robek kronis (vulnus laceratum ) yang ditulis oleh Huda, N.,

Febriyanti, E., & de Laura, D. tahun 2018, angka kejadian vulnus laceratum

setiap tahun semakin meningkat, baik vulnus laceratum. Sebuah penelitian

terbaru di Amerika menunjukkan prevelensi pasien dengan vulnus laceratum

adalah 3.500 per 1000 populasi penduduk. Mayoritas vulnus laceratum pada

dunia adalah vulnus laceratum karena pembedahan/trauma (48.00%). Pada

tahun 2009, sebuah asosiasi luka di Amerika melakukan penelitian tentang

insiden luka di dunia berdasarkan etiologi penyakit, diperoleh data untuk luka

bedah ada 110.30 juta kasus, luka trauma 1.110 juta kasus, luka lecet ada

20.40 juta kasus, luka bakar 10 juta kasus. (Martono, Jurnal Terpadu Ilmu

Kesehatan, Jilid 1, 2012)


3

Penderita Vulnus Laceratum / luka robek menempati urutan ketiga jenis

cedera terbanyak di Indonesia sebanyak 23,2 % dan masuk diurutan kedua

terbanyak di Ruang Bedah RSD Mayjend. HM. Ryacudu yaitu sebesar

19,94% pada tahun 2016 lalu. Indonesia sendiri memiliki angka prevalensi

vulnus laceratum cukup tinggi, dari data Riskesdas tahun 2017 disebutkan

bahwa angka prevalensi cedera nasional adalah sebesar 8,2%. Angka ini

mengalami peningkatan sebesar 0,7% dibandingkan dengan 5 tahun

sebelumnya, pada tahun 2007 prevalensi cedera secara nasional adalah

sebesar 7,5%. Adapun kejadian cedera tersebut terbagi menjadi beberapa

kategori penyebab cedera. Prevalensi cedera berdasarkan kategori penyebab

nya adalah cedera akibat jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor

(40,6%), selanjutnya penyebab cedera karena terkena benda tajam/tumpul

(7,3%), transportasi darat lain (7,1%) dan kejatuhan (2,5%). Prevalensi cedera

secara nasional adalah 8,2 persen, prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi

Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Provinsi yang mempunyai

prevalensi cedera lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 15 provinsi,

proporsi cedera luka robek menduduki urutan ketiga jenis luka terbanyak di

Indonesia. Jenis luka ini tertinggi ditemukan di Papua sekitar 48,5 persen dan

terendah di DI. Yogyakarta (14,6%). Sedangkan proporsi cedera luka pada

provinsi Sumatera Selatan angka prevalensi pada kasus luka robek adalah

sebesar 18,7%.
4

Pada saat 3 hari praktik di ruang IGD Bedah RS-YW Ibnu Sina Kota

Makassar, terdapat 10 orang pasien yang mengalami vulnus laceratum, 5

orang pasien yang mengalami vulnus laceratum pada daerah metatarsal

dikarenakan kecelakaan saat berkendara, 3 orang mengalami vulnus

laceratum maxillofacial, 2 orang pasien mengalami kecelakaan vulnus

laceratum pada lengan.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik menulis Karya Ilmiah Akhir

(KIA) dengan judul “Manajemen Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan

Trauma Pada Ny. F Dengan Diagnosa Vulnus Laceratum Metatarsal Di

Ruang IGD Bedah RS-YW Ibnu Sina Kota Makassar”

B. Tujuan Umum

Memberikan gambaran manajemen asuhan keperawatan

kegawatdaruratan pada pasien vulnus laceratum metatarsal di ruang IGD

Bedah RS-YW Ibnu Sina Makassar.

C. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan gambaran pengkajian keperawatan kegawatdaruratan

primer dan sekunder kegawatdaruratan pada Ny. F dengan diagnosa

Vulnus Laceratum di ruang IGD Bedah RS-YW Ibnu Sina Makassar

Tahun 2021.
5

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini antara lain yaitu :

1. Bagi Instansi Pendidikan

Dari Hasil Penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas

pembelajaran dan mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan system

integument khususnya mengenai asuhan keperawatan kegawatdaruratan

pada pasien dengan Vulnus Laceratum metatarsal.

2. Rumah Sakit

Hasil penulisan ini dapat dijadikan bahan masukan dan informasi

mengenai penanganan kegawatdaruratan pasien vulnus laceratum

diruang IGD Bedah RS-YW Ibnu Sina Makassar. Hal

ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan

keperawatan yang diwujudkan dengan meningkatkan kepuasan pasien

terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.

3. Penulis

Dapat memperoleh pengetahuan, pengalaman dalam memberikan

asuhan keperawatan serta dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh

selama pendidikan.
BAB II

TINJAUAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN VULNUS LACERATUM METATARSAL

A. TINJAUAN TEORI

1. Konsep Kegawatdaruratan Vulnus Laceratum

1.1. Definisi

Metatarsal adalah lima tulang panjang yang terletak

dipunggung kaki. Lima bagian tulang itu saling berkaitan dalam

satu unit. Fungsinya untuk membagi beban pada tubuh dan

mengadaptasikan tubuh pada tanah yang tidak rata. Cedera atau

keretakan pada tulang ini bisa terjadi jika tulang tersebut

mengalami tabrakan, seperti misalnya sebuah kendaraan menabrak

kaki. Selain itu terkilir dan kelelahan pada kaki juga bisa menjadi

pencebab cedera tersebut dan mengakibatkan terjadinya vulnus

laceratum.

Vulnus Laceratum (luka robek) merupakan terjadinya

gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan

jaringan yang semula normal, luka robek terjadi akibat kekerasan

yang hebat sehingga memutuskan jaringan. Secara umum vulnus

laceratum dapat dibagi menjadi dua yaitu simple bila hanya

melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya. Trauma arteri umumnya

dapat disebabkan oleh trauma benda tajam (50%) misalnya

8
9

karena tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau

kecelakaan lalulintas (Robert, 2018).

Luka atau Vulnus merupakan keadaan struktur anatomi jaringan

tubuh yang terputus. Bentuk luka bermacam- macam, terdapat

bentuk sederhana seperti kerusakan pada epitel dan bentuk

kerusakan yang dalam seperti jaringan subkutis, lemak, dan otot

bahkan tulang beserta strukturnya yaitu tendon, syaraf, dan

pembuluh darah sebagai dari bentuk akibat trauma dan ruda paksa

(Novaprima, 2019).

Vulnus laceratum adalah luka terbuka yang terdiri dari akibat

kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit

atau otot (Mansjoer, 2017). Secara umum luka dapat dibagi

menjadi 2 yaitu :

1.1.1 Simple, bila hanya melibatkan kulit.

1.1.2 Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan

dibawahnya.

Vulnus Laceratum dibedakan berdasarkan beratnya yaitu :

1.1.1 Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa

menembus dinding.

1.1.2 Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri

juga terluka dan biasanya menimbulkan pendarahan yang

hebat.Derajat III adalah pembuluh darah putus total,

gambaran klinis menunjukkan


10

pendarahan yang tidak besar, arteri akan mengalami

vasokontriksi dan retaraksi sehingga masuk ke jaringan

karena elastisitasnya.

1.2. Anatomi Fisiologi

1.2.1 Kulit

Price 2011 menyatakan “Secara mikroskopis kulit

terdiri dari 3 lapisan epidermis, dermis, lemak subkutan.

Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan

benang pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur. Kulit

juga merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri

dan nikmat berkat jahitan ujung syaraf yang saling

bertautan”.

a. Epidermis bagian terluas kulit dibagi menjadi 2

bagian lapisan yaitu :

1) Lapisan tanduk (startum konsum) terdiri dari

lapisan sel-sel tidak berinti dan bertanduk.

2) Lapisan dalam (startum malfigi) merupakan asal

sel permukaan bertanduk setelah mengalami

proses di ferensiasi

b. Dermis

Dermis terletak di bawah epidermis dan terdiri

dari seabut-serabut kolagen elastin, dan retikulum

yang tertanam dalam substansi dasar.


11

Matrik kulit mengandung pembuluh pembuluh darah

dan syaraf yang menyokong nutrisi pada epidermis.

Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit.

Limfosit sel masuk dan leukosit yang melindungi

tubuh dari infeksi dan infeksi dan instansi benda-

benda asing. Serabut serabut kolagen, elastin khusus

menambahkan sel-sel basal epidermis pada dermis.

c. Lemak subkutan

Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan

merupakan lapisan kulit ketiga yang terletak di bawah

dermis. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit

isolasi untuk mempertahankan daya tarik seksual pada

kedua jenis kelamin”.

1.2.2 Jaringan Otot

Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan

khusus yaitu berkontraksi dengan sedemikian maka

pergerakan terlaksana. Otot terdiri dari serabut silindris

yang mempunyai sifat sama dengan sel dari jaringan

lain.semua sel diikat menjadi berkas-berkas serabut kecil

oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur kontaktil.


12

1.2.3 Jaringan Saraf

Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur :

a. Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.

b. Unsur putih serabut saraf.

c. Neuroclea, sejenis sel pendukung yang dijumpai hanya

dalam saraf dan yang menghimpun serta menopang sel

saraf dan serabut saraf. Setiap sel saraf dan prosesnya

disebut neuron. Sel saraf terdiri atas protoplasma yang

berbutir khusus dengan nekleus besar dan berdinding

sel lainnya berbagai juluran timbul (prosesus) timbul

dari sel saraf, juluran ini mengantarkan rangsangan

saraf kepada dan dari sel saraf.

1.3 Etiologi

Vulnus laceratum dapat disebabkan oleh beberapa hal

diantaranya :

a. Alat tumpul

b. Jatuh ke benda tajam dan keras.

c. Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.

d. Kecelakaan akibat kuku dan gigitan.

e. Bahan kimia terjadi akibat efek korosi dari asam kuat dan

basa kuat.
13

f. Trauma Fisika

1) Luka akibat suhu tinggi

Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat

exhaustion primer, heat exhaustion sekunder, heat stroke,

sun stroke dan heat cramps.

2) Luka akibat suhu rendah

Derajat luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin

diantaranya hyperemia, edema dan vesikel.

1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada penderita luka robek metatarsal

biasanya bersifat nyeri. Nyeri muncul disebabkan oleh rangasangan

mekanik luka yang menyebabkan tubuh menghasilkan mediator

kimia nyeri (Muhammad Zulkhairi, 2017).

Tanda-tanda umum adalah syok dan syndrome remuk (cris

syndrome), dan tanda-tanda local biasanya terjadi nyeri dan

pendarahan. Syok sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer

ditandai dengan tekanan darah menurun hingga tidak teraba,

keringat dingin dan lemah, kesadaran menurun hingga tidak sadar.

Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur misalnya

otot-otot pada daerah yang luka, sehingga hemoglobin turut

hancur dan menumpuk di ginjal yang


14

mengakibatkan kelainan yang disebut “Lower Nepron/neprosis,

tandanya urine berwarna merah, dysuria hingga anuria dan uereum

darahm meningkat.

Black & Hawks, 2014) menyatakan Manifestasi klinik vulnus

laceratum yaitu :

9.2.1 Luka tidak teratur

9.2.2 Jaringan rusak

9.2.3 Bengkak

9.2.4 Perdarahan

9.2.5 Tampak lecet atau memar disetiap luka

1.5 Patofisiologi

Vulnus laceratum metatarsal tarjadi akibat kekerasan benda

tumpul, goresan, jatuh dan kecelakan. Sehingga kontuinitas

jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma

akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Reaksi peradangan

akan terjadi apabila jaringan terputus. Dalam keadaan ini ada

peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya

cepat yang disebabakan oleh mikroorgnaisme yang biasanya

tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah

peristiwa yang di kordinasikan dengan baik yang dinamis dan

kontinyu yang menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan

harus hidup dan harus di


15

mikrosekualasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka

reaksi peradangan tidak di temukan di tengah jaringan yang

hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepi nya antara

jaringan mati dan hidup. Nyeri timbul karena kulit

mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan jaringan.

Sel-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga

menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekano sensitif

dan hernosensitif. Apabila nyeri diatas, hal ini dapat

mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeir yang berlanjut

istirahat atau tidur terganggu dan terjadi keterbatasan gerak,

(Potter &Perry 2010 dalam Prayogi, R., kk. 2019).

1.6 Penatalaksanaan

1.6.1 Penatalaksanaan Keperawatan

Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap

yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptic,

pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka.

a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan

fisik (lokasi dan eksplorasi).

b. Tindakan antiseptic, prinsipnya untuk mensucikan akan

kulit. Untuk melakukan


16

pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan

cairan atau larutan antispetik seperti :

1) Alcohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat

(efektif).

2) Halogen dan senyawanya

3) Yodium merupakan antiseptic yang sangat kuat,

berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2%

membunuh spora dalam 2-3 jam.

4) Povidin Yodium (betadine, septadine dan

isodine) merupakan kompleks yodium dengan

polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang,

mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil

karena tidak menguap.

5) Yodofom, sudah jarang digunakan.

Penggunaan biasanya untuk antiseptic borok.

6) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitine) merupakan

senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dang

fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air,

tidak merangsang kulit dan mukosa, dan baunya

tidak menusuk hidung.

7) Oksidansia
17

8) Kalium permanganate, bersifak bakterisiddan

fungsida agak lemah berdasarkan sifat oksidator.

9) Perhidol (Peroksida air, H2O2) berkhasiat untuk

mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan

membunuh kuman anaerob

10) Logam berat dan garamnya.

11) Merkuri klorida (sublimat), berhasiat menghambat

pertumbuhan bakteri dan jamur.

12) Merkurokrom (obat merah) dalam larutan 5- 10%.

Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat

keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya

kerak (Korts).

13) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah

(konsentrasi 3%).

14) Derivate fenol.

15) Tirnitfenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai

antiseptic wajah dan eksterna sebelum operasi dan

luka bakar.

16) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk

mencuci tangan.

17) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin

(rivanol), merupakan turunan aridin


18

dan berupa serbuk berwana kuning dam konsentrasi

0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptic borok

bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi

(Mansjoerm 2000:390).

Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang

perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan

teknik pencucian luka. Pengunaan cairan pencuci yang

tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan

sehingga memperlama waktu rawat dan biaya

perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka

harus cairan yang efektif dana man terhadap luka. Selain

larutan antiseptic yang telah dijelaskan diatas ada cairan

pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu

Normal Saline, normal saline atau disebut juga NaCl

0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat

fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap

liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g

dengan osmolaritas 308 mOsm/I setara dengan ion-ion

Na’ 154 mEq/I (InETNA, 2004 : 16 ; ISO

Indonesia,2000 : 18).

c. Penjahitan Luka
19

Luka bersih diyakini tidak mengalami infeksi serta

berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer,

sedangakn luka yang terkontaminasi berat dana tau tidak

berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam

atau pertertiam.

d. Penutupan Luka

Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang

baik pad luka sehingga proses oenyembuhan berlangsung

optimal. (Mansjoer, 2000 : 398 ; Walton, 1990 : 44).

1.6.2 Medis :
a. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi

serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer,

sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak

berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per

sekundam atau per tertiam.

b. Pemberian Antibiotik

Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan

antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka

perlu diberikan antibiotic


20

2. Konsep Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian Primer

Menurut Rudi Hamamo (2016) pengkajian Airway (A),

Breathing (B), circulation (C), disability (D), exposure (E)

pada pengkajian gawatdarurat adalah :

2.2.1 Airway (jalan napas).

Lihat (Look) adalah tanda-tanda obstruksi jalan napas.

Obstruksi jalan napas menyebabkan pergerakan dada dan

abdomen secara paradox (pernapasan see-saw) dan

penggunaan otot-otot pernapasan aksesoris. Sianosis

sentral merupakan tanda lanjut dari obstruksi jalan napas.

Biasanya pada pasien vulnus laceratum metatarsal

tidak terdapat sumbatan jalan napas, pasien sadar,

memegang leher, gelisah, sianosis, tampak tidak

ditemukan kesulitan bernafas, tidak terdengar bunyi nafas

sursling, snoring ataupun stridor.

2.2.2 Breathing

(Menurut Rani, 2013), pengkajian pada pernafasan

dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan

keadekuatan pernafasan pada pasien.


21

Dan pengkajian pada kegawatdaruratan vulnus

laceratum metatarsal, breathing look, listen dan feel

dilakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigen pasien.

Sesak nafas tidak terjadi pada pasien vulnus laceratum

metatarsal karena frekuensi napas pasien dalam rentang

normal, tidak ditemukan adanya suara napas tambahan,

dan adanya udara yang keluar dari jalan nafas.

2.2.3 Circulation

Lihat (look) warna tangan dan jari. Tanda-tanda

gangguan kardiovaskuler termasuk akral (perifer) yang

dingin dan pucat. Ukurlah waktu pengisian kapiler

(capilary refill time), CRT memanjang (> 2 detik) dapat

menunjukkan perfusi perifer yang buruk walaupun faktor-

faktor lainnya misalnya Nilai suhu tubuh pada ekstremitas

hangat atau dingin, suhu yang dingin menunjukkan perfusi

jaringan yang buruk.

Pada pengkajian kegawatdaruratan vulnus laceratum

metatarsal terdapat gangguan kardiovaskuler yaitu akral

dingin dan crt <2 detik, dan terjadi kekurangan volume

cairan, suhu 36,90c.


22

2.2.4 Disability

Penilaian disabilitas melibatkan evaluasi fungsi sistem

saraf pusat. Lakukan penilaian cepat pada tingkat

kesadaran pasien dengan menggunakan metode Alert,

Verbal, Pain, Unresponsive (AVPU) atau menggunakan

Glasgow Coma Scale (GCS). Berbagai penyebab

perubahan tingkat kesadaran meliputi hipoksia,

hiperkapnia, hipoperfusi cerebral, obat-obat analgetik,

sedative dan hipoglikemia.

Pengkajian pada pasien kegawatdaruratan vulnus

laceratum metatarsal terdapat GCS E4 M6 V5 dimana

tingkat kesadaran pada pasien vulnus laceratum metatarsal

yaitu composmentis.

2.2.5 Exposure

Secara khusus, pemeriksaan harus dipusatkan pada

bagian tubuh yang paling berkonstribusi pada status

penyakit pasien (Musliha, 2010), pada pengkajian pasien

kegawatdaruratan vulnus laceratum metatarsal masalah

yang terjadi pada exposure yaitu terdapat nyeri pada

daerah luka robek (control pada kasus vulnus laceratum,

dengan membuka pakaian pasien tetapi cegah hipotermi).


23

2.2 Pengkajian Sekunder

Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Anamnesis dapat menggunakan format SAMPLE (Sumptom, Alergi,

Medikasi, Post Ilness, Last meal dan Event / Enviroment) yang

berhubungan dengan kejadian. Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala

hingga kaki (Head to toe) dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan

diagnostic.

Pengkajian pada vulnus laceratum metatarsal sebenarnya hampir

sama dengan pengkajian pada penderita lainnya. Berikut pengkajian

keperawatan pada pasien vulnus laceratum (Muttaqin, 2016) :

2.2.1 Identitas

Nama, umur, suku/bangsa, agama, alamat,

pendidikan, pekerjaan.

2.2.2 Riwayat kesehatan sekarang

a. Sumber kecelakaan.

b. Sumber panas atau penyebab yang berbahaya.

c. Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol,

obat-obatan.

d. Keadaan fisik sekitar luka.


24

2.2.3 Riwayat kesehatan dahulu

Pasien memiliki penyakit keturunan atau tidak seperti

(DM, gagal jantung, sirosishepatis, gangguan pernafasan).

2.3 Pemeriksaan fisik

2.3.1 Aktivitas atau istirahat

Gejala : Merasa lemah.

Tanda : Penurnan kekuatan tahanan keterebatasan

rentang gerak, perubahan aktifitas.

2.3.2 Sirkulasi

Gejala : perubahan tekanan darah/normal

Tanda : perubahan frekuensi jantung takikardi atau

bradikardi.

2.3.3 Integritas ego

Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.

Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.

2.3.4 Eliminasi

Gejala : Konstipasi, retensi urin.

2.3.5 Neurosensory

Gejala : Vertigo, tiitus, baal pada ekstremitas,

kesemutan nyeri.
25

Tanda : Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan,

pusing, nyeri pada daerah cidera, kemerahan.

2.3.6 Nyeri/kenyamanan.

Gejala : nyeri pada daerah luka bila disentuh atau ditekan.

Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsangan

nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa tidur, kulit nyeri panas,

luka warna kemerahan, bau, dan edema.

2.4 Diagnosa Keperawatan Yang Lazim Muncul

2.4.1 Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan

cairan aktif.

2.4.2 Risiko syok

2.4.3 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

2.4.4 Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

2.4.5 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan

factor mekanis (robekan).

3. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuscular

4. Risiko infeksi.

2.5 Perencanaan Keperawatan


26

2.5.1 Diagnosa Keperawatan : Hypovolemia berhubungan

dengan kehilangan cairan aktif.

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x6 jam diharapkan status cairan membaik

dengan kriteria hasil :

a. Kekuatan nadi dari menurun menjadi

meningkat.

b. Perasaan lemah dari meningkat menjadi

menurun.

c. Frekuensi nadi dari memburuk menjadi

membaik.

d. Tekanan darah dari memburuk menjadi

membaik.

e. Membrane mukosa dari memburuk menjadi

membaik

Perencanaan Keperawatan : Manajemen

Hipovolemia Observasi

a. Monitor tanda dan gejala hypovolemia.

b. Monitor intake dan output cairan Terapeutik.

c. Hitung kebutuhan cairan.

d. Berikan asupan cairan oral.

Edukasi.

a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.


27

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian cairan IV.

b. Kolaborasi pemberian produk darah

2.5.2 Diagnosa Keperawatan : Risiko Syok

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x6 jam diharapkan tingkat syok meningkat

dengan kriteria hasil :

a. Akral dingin dari meningkat menjadi menurun.

b. Pucat dari meningkat menjadi menurun.

c. Tekanan darah dari memburuk menjadi

membaik.

d. Pengisian kapiler dari memburuk menjadi

membaik

Perencanaan Keperawatan : Pencegahan Syok

Observasi

a. Monitor status kardiopulmonal.

b. Monitor status oksigenasi Terapeutik.

c. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi

oksigen >94%.

d. Pasang jalur IV.

e. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi

Edukasi

a. Jelaskan penyebab/factor risiko syok.


28

b. Jelaskan tanda dan gejala awal syok.

c. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu

2.5.3 Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan

agen pencedera fisik.

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x6 jam diharapkan tingkat nyeri menurun

dengan kriteria hasil :

a. Keluhan nyeri dari meningkat menjadi menurun.

b. Meringis dari meningkat menjadi menurun.

c. Gelisah dari meningkat menjadi menurun.

d. Sikap prospektif dari meningkat menjadi

menurun

Perencanaan Keperawatan : Manajemen Nyeri

Observasi

a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frakuensi,

kualitas, intensitas nyeri.

b. Identifikasi skala nyeri.

c. Identifikasi respon nyeri non verbal.

d. Identifikasi factor yang memperberat dan

memperingan nyeri.

Terapeutik
29

a. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi nyeri.

b. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri.

c. Fasilitasi istirahat dan tidur.

Edukasi

a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

b. Jelaskan strategi meredakan nyeri.

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian analgesic

2.5.4 Diagnosa Keperawatan : Hipertermia berhubungan dengan

proses penyakit.

Tujuan dan Krieteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x6 jam diharapkan termoregulasi membaik

dengan kriteria hasil :

a. Pucat dari meningkat menjadi menurun.

b. Takikardi dari meningkat menjadi menurun.

c. Takipnea dari meningkat menjadi menurun.

d. Suhu tubuh dari memburuk menjadi membaik

Perencanaan Keperawatan : Manajemen

Hipertermia

Observasi

a. Monitor suhu tubuh.


30

Terapeutik

a. .Longgarkan atau lepaskan pakaian.

b. Berikan cairan oral.

c. Lakukan pendinginan eksternal.

Edukasi

a. Anjurkan tirah baring.

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolik

intravena

2.5.5 Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit

berhubungan dengan factor mekanis (robekan). Tujuan dan

Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

1x6 jam diharapkan integritas

kulit meningkat dengan kriteria hasil :

a. Kerusakan jaringan dari meningkat menjadi

menurun.

b. Kerusakan lapisan kulit dari meningkat menjadi

menurun.

c. Nyeri dari meningkat menjadi menurun

d. Perdarahan dari meningkat menjadi menurun.

e. Kemerahan dari meningkat menjadi menurun

Perencanaan Keperawatan : Perawatan Luka


31

Observasi

a. Monitor karakteristik luka.

b. Monitor tanda-tanda infeksi

Terapeutik

a. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan

b. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih

nontoksik, sesuai kebutuhan.

c. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi

2.5.6 Diagnosa Keperawatan Gangguan mobilitas fisik b/d

gangguan neuromuscular.

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x6 jam diharapkan mobilitas fisik meningkat

dengan kriteria hasil :

a. Pergerakan ekstremitas dari menurun menjadi

meningkat

b. Kekuatan otot dari menurun menjadi meningkat.

c. ROM dari menurun menjadi meningkat.

d. Gerakan tidak terkoordinasi dari meningkat

menjadi menurun.

e. Gerakan terbatas dari meningkat menjadi

menurun.

f. Kelemahan fisik dari meningkat menjadi menurun

Perencanaan Keperawatan : Dukungan Mobilisasi


32

Observasi :

a. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah

sebelum memulai mobilisasi.

b. Monitor kondisi umum selama melakukan

mobilisasi.

Terapeutik

a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu.

b. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam

meningkatkan pergerakan.

Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

b. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus

dilakukan

2.5.7 Diagnosa Keperawatan : Risiko Infeksi.

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x6 jam diharapkan tingkat infeksi menurun

dengan kriteria hasil :

a. Demam dari meningkat menjadi menurun.

b. Kemerahan dari meningkat menjadi menurun.

c. Nyeri dari meningkat menjadi menurun.

d. Bengkak dari meningkat menjadi menurun

Perencanaan Keperawatan : Pencegahan Infeksi

Observasi
33

a. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan

sistemik

Terapeutik

a. Berikan perawatan kulit pada edema.

b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak

dengan pasien dan lingkungan pasien.

c. Pertahankan Teknik aseptic pada pasien berisiko

tinggi

Edukasi

a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.

b. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan

cairan

2.6 Implementasi Keperawatan

2.6.1 Diagnosa Keperawatan : Hypovolemia

berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

Implementasi Keperawatan : Memonitor tanda dan

gejala hypovolemia, memonitor intake dan output

cairan, menghitung kebutuhan cairan, memberikan

asupan cairan oral 250 ml, menganjurkan

memperbanyak asupan cairan oral,

penatalaksanaan pemberian cairan RL 20 tpm,

2.6.2 Diagnosa Keperawatan : Risiko Syok


34

Implementasi Keperawatan : memonitor status

kardiopulmonal, memonitor status oksigenasi,

memberikan oksigen melalui nasal kanul 4 lpm,

memasang cairan infus NaCl 0,9% 20 tpm, melakukan

skintest, menjelaskan penyebab, factor risiko, tanda dan

gejala syok, menganjurkan banyak minum,

penatalaksanaan pemberian transfusi darah 2 bag.

2.6.3 Diagnosa Keperawatan : Nyeri Akut berhubungan

dengan agen pencedera fisik.

Implementasi Keperawatan : Mengidentifikasi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,

mengidentifikasi skala nyeri, mengidentifikasi respon

non verbal, mengidentifikasi factor memperberat dan

memperingan nyeri, mengajarkan Teknik relaksasi nafas

dalam, mengontrol lingkungan, memfasilitasi istirahat

dan tidur, menjelaskan penyebab, periode dan pemicu

nyeri, penatalaksanaan pemberian obat ketorolac 30 mg.

2.6.4 Diagnosa Keperawatan : Hipertermia berhubungan

dengan proses penyakit.


35

Implementasi : Memonitor suhu tubuh, melonggarkan

atau melepaskan pakaian, memberikan cairan oral,

melakukan pendinginan eksternal, menganjutkan tirah

baring, penatalaksanaan pemberian cairan Nacl 0,9% 20

tpm.

2.6.5 Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit b/d

factor mekanis (robekan)

Implementasi Keperawatan : Memonitor karakteristik

luka, memonitor tanda-tanda infeksi, membersihkan luka

dengan cairan NaCl 0,9%, memberikan salep sesuai luka,

memasang balutan, mempertahankan Teknik steril,

menjelaskan tanda dan gejala infeksi, penatalaksanaan

pemberian ceftriaxone 1 gr/IV, mengidentifikasi riwayat

alergi terhadap anastesi, mengidentifikasi adanya riwayat

keloid, mengidentifikasi jenis jarum yang sesuai,

mengidentifikasi metode jahitan yang sesuai, melakukan

hecting, menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan,

mengajarkan cara merawat jahitan.

2.6.6 Diagnosa Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik b/d

gangguan neuromuscular.
36

Implementasi Keperawatan : memonitor frekuensi

jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi,

memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi,

memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu,

melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam

meningkatka pergerakan, menjelaskan tujuan dan

prosedur mobilisasi, mengajarkan mobilisasi sederhana

yang harus dilakukan.

2.6.7 Diagnosa Keperawatan : Risiko Infeksi Implementasi

Keperawatan : memonitor tanda dan gejala infeksi,

memberikan perawatan kulit pada edema, mencuci

tangan, mempertahankan Teknik aseptic,

menganjurkan meningkatkan asupan

cairan dan nutrisi.

2.7 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap kelima dari proses

keperawatan. Tahap ini sangat penting untuk menentukan adanya

perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien (Perry & Potter, 2013).

Hal yang perlu diingat bahwa evaluasi merupakan proses

kontinyu yang terjadi saat perawat melakukan kontak dengan

klien. Selama proses evaluasi perawat membuat keputusan-

keputusan klinis dan


37

secara terus-menerus mengarah kembali ke asuhan keperawatan.

Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien

menyelesaikan masalah kesehatan actual untuk mencegah

terjadinya masalah risikp, dan mempertahankan status kesehatan

sejahtera. Proses evaluasi menentukan keefektifan asuhan

keperawatan yang diberikan.

Perawat dapat menggunakan format evaluasi SOAP untuk

mengevaluasi hasil Perencanaan yang dilakukan. Poin S Merujuk

pada respon subjektif pasien setelah diberikan Perencanaan. Poin

O pada respon objektif yang dapat diukur pada pasien setelah

dilakukannya Perencanaan. Poin A adalah analisis perawat

terhadap Perencanaan yang dilakukan. Poin P adalah perencanaan

terkait tindakan selanjutnya sesuai analisis yang telah dilakukan

sebelumnya.

B. TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian

Ruangan : IGD Bedah RS-YW Ibnu Sina

Tanggal/jam : 16 Desember 2021/ 09.05 WITA

a. Identitas Pasien

No. Rekam Medik : 22-55-41

Nama Lengkap : Ny. Fitri


38

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir/Umur : 26 tahun

Alamat : Jl. Pampang

Diagnosa : Vulnus Laceratum

Tanggal masuk : 16 desember 2021

Tanggal pengkajian : 16 desember 2021

b. Keluhan Utama : Nyeri Akut

c. Alasan Masuk : Pasien masuk dengan keluhan luka robek dikaki

kanan dialami sejak kurang lebih 30 menit yang lalu akibat

kecelakaan ditabrak bentor pada saat berkendara menggunakan

motor dengan luas luka 6 cm x 0,5 cm x 0,5 cm, dengan skala nyeri

6, pasien tampak lemah, pasien tampak meringis, pasien tampak

gelisah, terdapat perdarahan pada luka yaitu sebanyak 200 cc,

riwayat pingsan mual muntah (-)

2. Pengkajian Primery Survey

a. Airway

1) Pengkajian jalan napas

 Bebas □ Paten

Trachea ditengah :  Ya □ Tidak

a) Resusitasi : Tidak dilakukan resusitasi

b) Re-evaluasi : Tidak dilakukan re-evaluasi

2) Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Keperawatan


39

b. Breathing

1) Fungsi Pernapasan

a) Dada simetris :  Ya □ Tidak

b) Sesak nafas : □ Ya  Tidak

c) Respirasi : 20 x/menit

d) Krepitasi : □ Ya  Tidak

e) Suara nafas : Teratur dan tidak terdapat suara

nafas tambahan seperti, ronchi, wheezing.

f) Saturasi Oksigen : 99%

g) Assessment : Vital Sign

h) Resusitasi : Tidak dilakukan resusitasi

i) Re-evaluasi : Tidak dilakukan re-evaluasi

2) Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

c. Circulation

1) Keadaan sirkulasi

a) Tekanan darah : 90/60 mmHg

b) Nadi : 110 x/menit

c) Suhu : 370c

d) Temperature Kulit : Dingin

e) Gambaran kulit : Pucat

f) Perdarahan :  Ya □ Tidak

Lokasi Perdarahan : Pada kaki

kanan
40

Jumlah Perdarahan : 200 cc

g) Pengisian Kapiler : >2 detik

2) Assessment : Tidak dilakukan assesment

3) Resusitasi : Tidak dilakukan resusitasi

4) Re-evaluasi : Tidak dilakukan re-evaluasi

5) Masalah Keperawatan : Hypovolemia

d. Disability

1) Penilaian fungsi neurologis

Kesadaran composmentis GCS 15 yaitu E4 M6 V5

2) Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

e. Exposure

1) Penilaian hipotermia/hipertemia

Tidak ada peningkatan dan penurunan suhu tubuh,

dengan suhu 370c.

2) Pengkajian nyeri

P : Pada saat pasien bergerak Q

: Teriris-iris

R : Kaki kanan

S : Skala 6 (NRS)

T : Hilang timbul, durasi 3-5 menit

3) Masalah Keperawatan : Nyeri Akut

Reaki pupil
41

Table 2.1
Reaksi Pupil
Kanan Ukuran Kiri Ukuran
(mm) (mm)
Cepat 2,5 mm 2,5 mm
Konstriksi - -
Lambat - -
Dilatasi - -
Tidak Beraksi - -
3. PENGKAJIAN SEKUNDER

a. Riwayat Kesehatan

S : Sign/symptomps (tanda dan gejala)

Pada saat pengkajian pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan

akibat luka robekan.

A : Allergies (Alergi)

Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi pada

makanan.

M : Medication (Pengobatan)

Tidak ada obat yang digunakan sebelumnya P :

Past medical history (riwayat penyakit).

Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan tidak ada

riwayat penyakit keluarga.

L : Last oral intake (makanan yang dikonsumsi terakhir, sebelum

sakit)
42

Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan makanan

yang dikonsumsi yang terakhir adalah nasi dan lauk.

E : Event prior to the illnesss or injury (kejadian sebelum

injuri/sakit)

Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan pada saat

pasien sedang berkendara motor hendak pulang kerumah dan

tiba-tiba sebuah bentor menabrak kaki pasien, terdapat luka

robekan.

b. Riwayat dan Mekanisme Trauma

O : Onset (seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi) Keluarga

pasien mengatakan setelah kejadian pasien

langsung dibawa ke rumah sakit terdekat.

P : Provokatif (penyebab)

Pada saat mengendara motor ketika mau pulang kerumah Q :

Quality (kualitas)

Nyeri dirasakan seperti teriris-iris R

: Radiation (paparan)

Nyeri dirasakan diarea ekstremitas bawah sebelah kanan.

S : Severity ( tingkat keparahan)

Skala 6

T : Timing (waktu) Pada

saat bergerak
43

c. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

1. Frekunsi Nadi : 110 x/menit

2. Frekuensi Napas : 20 x/menit

3. Tekanan darah : 90/60 mmHg

4. Suhu tubuh : 370c

e. Hasil Laboratorium

Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium

f. Hasil Pemeriksaan Diagnostik

Tidak dilakukan pemeriksaan diagnostik

g. Pengobatan

1. Hecting Luka sebanyak 23 jahitan dan perawatan luka

2. IVFD RL 20 tpm.

3. Injeksi ranitidine 1 Amp/IV

4. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV

5. Asam mafenamat 3x1

4. KLASIFIKASI DATA

Table 2.2
Klasifikasi Data
Data Subjektif Data Objektif
a. Pasien mengatakan pusing a. Pasien tampak pucat
b. Pasien mengatakan merasa b. Bibir pasien tampak kering
lemah. c. Pasien tampak meringis.
c. Pasien mengatakan haus d. Nadi teraba lemah
d. Pasien mengatakan e. Pasien tampak sesekali
mengalami luka robek pada memegangi area yang nyeri.
44

daerah kaki kanan. f. Pengkajian nyeri.


e. Pasien mengeluh nyeri pada kaki O : Nyeri dirasakan sejak
kanan akibat luka robekan. beberapa menit yang lalu setelah
ditabrak bentor.
P : Pada saat pasien sedang
mengendara motor hendak
pulang kerumah tiba-tiba sebuah
bentor menabrak kaki kanan
pasien
Q : Seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri dirasakan di area
ekstremitas bawa sebelah kanan.
S : Skala 6 (NRS).
T : Hilang timbul
g. Tanda-tanda vital :
TD : 90/60 mmHg P
: 20 x/menit
N : 110x/i
S : 370c
CRT >2 detik

5. ANALISA DATA

Table 2.3
Analisa Data
No Data Masalah Keperawatan
1. Factor Risiko :
a. Kehilangan cairan
secara aktif. Risiko Hypovolemia
b. Trauma/perdarahan.
45

2. DS :
a. Pasien mengatakan
mengalami luka robek
pada daerah kaki kanan.
b. Pasien mengeluh nyeri
pada kaki kanan akibat Nyeri Akut
luka robekan.
DO :
a. Pasien tampak meringis.
b. Pasien tampak sesekali
memegangi area yang
nyeri.
c. Pengkajian nyeri.
O : Nyeri dirasakan
sejak beberapa
menit yang lalu setelah
ditabrak bentor.
P : Pada saat pasien
sedang mengendara
motor hendak pulang
kerumah tiba-tiba
sebuah bentor
menabrak kaki kanan
pasien
Q : Seperti tertusuk-
tusuk
R : Nyeri dirasakan di
area ekstremitas
bawa sebelah
46

kanan.
S : Skala 6 (NRS).
T : Hilang timbul
d. Tanda-tanda vital :
TD : 90/60 mmHg P
: 20 x/menit
N : 110 x/menit
S : 370c
3. Factor Resiko : Resiko Perdarahan
Trauma

6. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

a. Diagnosa Primery Survey

1) Risiko Hypovolemia

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.

b. Diagnosa Secondary Survey

1) Resiko infeksi

7. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Table 2.4
Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1. Risiko Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
Hypovolemia/ tindakan keperawatan Observasi
selama 1 x 6 jam a. Periksa tanda dan gejala
diharapkan status cairan hypovolemia (mis,
membaik dengan frekuensi nadi
kriteria hasil : meningkat, nadi
47

a. Kekuatan nadi dari teraba lemah, tekanan


menurun menjadi darah menurun,
meningkat. tekanan nadi
b. Turgor kulit dari menyempit, turgor kulit
menurun menjadi menurun, membrane
meningkat. mukosa kering,
c. Tekanan darah dari volume urine
memburuk menjadi menurun, hematocrit
membaik meningkat, haus, lemah).
d. Membrane mukosa b. Monitor intake dan output
dari memburuk cairan
menjadi membaik. Terapeutik
a. Hitung kebutuhan cairan
b. Berikan asupan cairan
oral.
Edukasi
a. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral.
Kolaborasi
a. Kolabor asi pemberian
cairan IV isotonis (mis,
NaCl, R L).

2. Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


pencedera fisik. tindakan keperawatan Observasi
selama 1 x 6 jam a. Identifikasi lokasi,
diharapkan Tingkat Nyeri karakteristik, durasi,
menurun dengan frekuensi, kualitas,
kriteria hasil : intensitas nyeri.
48

e. Keluhan nyeri dari b. Identifikasi repsons non


meningkat menjadi verbal.
menurun. c. Identifikasi factor yang
f. Meringis dari memperberat dan
meningkat menjadi meringnankan nyeri.
menurun. Terapeutik
a. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis, TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
music, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres air
hangat/dingin, terapi
bermain.
Edukasi
a. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri.
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
c. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat.
d. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
49

analgetik, jika perlu.


3. Risiko Perdarahan Setelah dilakukan Perawatan Luka Tekan
tindakan keperawatan Observasi
selama 1x6 jam a. Monitor kondisi luka
diharapkan tingkat (meliputi ukuran luka,
infeksi menurun dengan derajat luka,
kriteria./ hasil : perdarahan, warna dasar
a. Nyeri dari luka, infeksi, esudat, bau
meningkat menjadi luka, kondisi tepi luka)
menurun. b. Monitor tanda dan gejala
b. Bengkak dari infeksi pada luka
meningkat menjadi Terapeutik
menurun. a. Bersihkan luka bagian
c. Kemerahan dari dalam dengan
meningkat menjadi menggunakan NaCl
menurun. 0,9%.
b. Lakukan pembalutan
luka, jika perlu.
c. Oleskan salep, jika perlu.
Edukasi
a. Ajarkan prosedur
perawatan luka.
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu.
50

8. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Table 2.5
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Jam Implementasi Evaluasi
Risiko Hipovolemia 09.10 1. Periksa tanda dan gejala Jam : 14.00
hypovolemia (mis, frekuensi S:
nadi meningkat, nadi teraba 1. Perdarahan pada luka robek
lemah, tekanan darah sudah tidak banyak
menurun, tekanan nadi O:
menyempit, turgor kulit 1. Terpasang Infus NaCl
menurun, membrane 20 tpm.
mukosa kering, volume 2. Tanda-tanda vital
urine menurun, hematocrit TD : 100/80 mmHg
meningkat, haus, lemah). Hasil P : 20 x/menit
: Nadi pasien teraba lemah, N : 110x/i
pasien merasa S : 360c
haus, pasien tampak lemah. CRT >2 detik
Tanda-tanda vital :
51

TD : 100/80 mmHg A : Masalah Hipovolemia


P : 20 x/menit sudah teratasi
N : 110 x/menit P : Pertahankan Perencanaan
S : 360c 1. Monitor cairan pasien.
09.25 2. Memonitor intake dan 2. Monitor ttv
output cairan
Hasil : perdarahan 200 cc
09.30 3. Menghitung kebutuhan
cairan
Hasil : Pasien diberikan cairan
infus sebanyak 20 tetes per
menit.
4. Menganjurkan memperbanyak
09.35 asupan cairan oral.
Hasil : Pasien minum Air putih
sebanyak 500 ml
09.40 5. Mengkolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis,
52

NaCl, RL).
09.45 Hasil : Pasien diberikan
cairan NacL 20 tpm.

Nyeri akut b/d agen 10.00 1. Mengkaji status nyeri yang Jam : 14.00
pencedera fisik dirasakan. S: pasien mengatakan luka robek
Hasil : pada area ekstremitas bawah
O : Nyeri dirasakan sejak sebelah kanan didapatkan
beberapa menit yang pada saat sedang mengendara
lalu terjadi setelah motor ketika mau pulang
ditabrak motor. kerumah.
P : Pada saat pasien sedang O :
mengendara motor 1. Pasien tampak meringis
hendak pulang kerumah 2. Pasien tampak sesekali
tiba-tiba memegangi area nyeri.
sebuah bentor 3. TTV :
menabrak kaki kanan TD : 90/60 mmHg
pasien.
53

Q : Seperti tertusuk-tusuk N : 110 x/menit


R : Nyeri dirasakan diarea P : 20 x/menit S
ekstremitas bawah : 36,90c
sebelah kanan. A : Masalah belum teratasi P
S : Skala 6 (NRS). : Lanjutkan Perencanaan
T : Terus menerus. 1. Kaji status nyeri.
10.15 2. Memberikan teknik non 2. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk farmakologis untk
mengurangi nyeri. meredakan nyeri.
Hasil : Pasien diajarkan 3. Edukasi nyeri yang
melakukan teknik relaksasi dirasakan.
nafas dalam setiap merasakan 4. Kolaborasi pemberian
nyeri. obat.
10.25 3. Menjelaskan penyebab, 5. Pantau TTV
periode dan pemicu nyeri Hasil
: Pasien dan keluarga sudah
diberikan edukasi
mengenai nyeri yang
dirasakan
54

10.40 4. Pemantauan TTV


Hasil :
TD : 90/60 mmHg
P : 20 x/menit
N : 110 x/menit
S : 36,90c
Risiko infeksi 10.50 Observasi Jam : 14.00
1. Memonitor kondisi luka S : Pasien mengatakan luka robek
(meliputi ukuran luka, derajat pada area ekstremitas
luka, perdarahan, warna dasar bawah
11.00 luka, infeksi, esudat, bau luka, sebelah kanan
kondisi tepi luka). didapatkan pada saat sedang
Hasil : ukuran luka 6 cm x mengendara motor ketika
0,5cm x 0,5 cm. terdapat mau pulang kerumah
11.30 perdarahan sebanyak 200 cc, O :
dan luka tampak kemerahan. 1. Luka robekan pada
2. Memonitor tanda dan gejala ekstremitas bawah sebelah
kanan sudah
55

infeksi pada luka dibalut.


Hasil : Luka tampak 2. Jahitan pada luka
kemerahan, pasien tampak sebanyak 23 hecting.
meringis. 3. TTV
Terapeutik TD : 110/110 mmHg
3. Membersihkan luka bagian S : 36,90c
dalam dengan P : 20 x/menit N
menggunakan NaCl 0,9%. : 110 x/menit
Hasil : Luka pasien A : Masalah teratasi
dibersihkan dengan P : Lanjutkan Perencanaan
menggunakan cairan NaCL 1. Monitor luka
0,9% 2. Monitor perdarahan
4. Melakukan pembalutan luka, 3. Monitor TTV
jika perlu.
Hasil : Luka pasien dihecting
sebanyak 23 jahitan, dengan
jahitan dalam yaitu
sebanyak 6
jahitan, jahitan luar
56

sebanyak 12 jahitan dan


dilakukan pembalutan luka
dengan kasa.
5. Mengoleskan salep, jika perlu.
Hasil : Luka pasien diberikan
Povidone Iodine
Edukasi
1. Mengajarkan prosedur
perawatan luka.
Hasil : pasien mengerti apa
yang telah diajarkan
Kolaborasi
1. Mengkolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu
Hasil : Pasien diberikan
obat asam mafenamat 3x1
BAB III

PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN

Dalam pelaksanaan praktek keperawatan kegawatdaruratan di RS-YW Ibnu Sina

Makassar diruang IGD Bedah pada Ny. F selama tiga hari dengan Vulnus

Laceratum Metatarsal dilakukan pengkajian asuhan keperawatan . Telah

diupayakan semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah keperawatan yang

dialami klien selama berada di ruang IGD Bedah dengan menggunakan proses

pendekatan keperawatan yang dilakukan secara komprehensif yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, Perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

Berikut ini akan membahas tentang perbedaan yang terjadi antara teori dan kasus

yang didapat dari asuhan pada pasien Ny. F.

A. Pengkajian

1. Pengkajian Primer

Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian

dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma/insiden

yang mengancam kehidupan. Tujuan dari primery survey adalah

untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah

yang mengancam kehidupan. Pengkajian primer pada umumnya

menggunakan pendekatan ABCDE yang dapat digunakan ketika

menilai dan menangani semua pasien kritis (Harmamo, 2016).

57
58

a. Airway

Pada teori dapat dilihat tanda-tanda obstruksi jalan napas.

Obstruksi jalan napas menyebabkan pergerakan dada dan

abdomen secara paradox (pernapasan seesaw) dan penggunaan

otot-otot pernapasan aksesoris. Sianosis sentral merupakan tanda

lanjut dari obstruksi jalan napas.

Berdasarkan studi kasus pada Ny. F dilihat kepatenan jalan

napas tidak terganggu atau bebas ditandai dengan tidak

ditemukannya lendir.

Menurut Parsenohadi (2013), pernapasan seesaw (paradox)

terjadi karena sumbatan jalan napas total atau parsial, dimana

waktu inspirasi dinding dada bergerak turun tetapi dinding

abdomen bergerak naik. Pernapasan see-saw lebih banyak

terjadi pada kasus-kasus dengan trauma iga multiple yang

dimana nyeri timbul pada saat inspirasi dan pasien berusaha

untuk mengurangi rongga dada yang berakibat pada

hipoventilasi serta menyebabkan berkurangnya batuk dan napas

dalam yang berakibat pada retensi sputum, ateletaksis dan

penurunan kapasitas residu fungsional.

Berdasarkan teori dan kasus yang dianalisa bahwa tidak

terdapat kesenjangan antara teori dan kasus nyata atau kasus

yang penulis lakukan karena pada kasus tidak


59

terdapat obstruksi jalan napas dikarenakan pada kasus Ny. F

vulnus laceratum terdapat pada bagian metatarsal bukan di

bagian wajah.

b. Breathing

(Menurut Rani, 2013), pengkajian pada pernafasan

dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan

pernafasan pada pasien. Dan pengkajian pada kegawatdaruratan

vulnus laceratum metatarsal, breathing look, listen dan feel

dilakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigen pasien.

Berdasarkan kasus Ny. F dengan melakukan inspeksi tidak

tampak sesak napas dengan frekuensi pernapasan

20 kali/menit dan saturasi oksigen 99%. Irama pernapasan Ny.

F normal (eupnu), pergerakan dinding dada simetris kiri dan

kanan, serta Ny. F tidak menggunakan otot bantu napas.

Menurut teori Herman (2016) eupnea adalah pernapasan

normal dengan frekuensi 16-24 x/menit.

Berdasarkan teori dan kasus yang dianalisis bahwa tidak

terdapat kesenjangan anatara teori dan kasus nyata karena pada

kasus Ny. F terdapat vulnus laceratum pada bagian kaki bukan

pada bagian dada.


60

c. Circulation

Lihat (look) warna tangan dan jari. Tanda-tanda gangguan

kardiovaskuler termasuk akral (perifer) yang dingin dan pucat.

Ukurlah waktu pengisian kapiler (capilary refill time), CRT

memanjang (> 2 detik) dapat menunjukkan perfusi perifer yang

buruk walaupun faktor- faktor lainnya misalnya Nilai suhu

tubuh pada ekstremitas hangat atau dingin, suhu yang dingin

menunjukkan perfusi jaringan yang buruk. pada teori dilakukan

pengukuran tekanan darah sistolik yang rendah menunjukkan

syok. Namun demikian, bahkan keadaan syok, tekanan darah

tetap normal sebgai mekanisme kompensasi untuk

meningkatkan resistenai perifer sebagai respon terhadap

prnurunan curah jantung

Berdasarkan kasus Ny. F CRT yaitu >2 detik dan

didapatkan temperatur kulit hangat dan akral perifer dingin.

Sehingga penulis menyimpulkan tidak terdapat kesenjangan

antara teori dan kasus nyata dan dengan melakukan pengukuran

tekanan darah yaitu 90/60 mmHg. Hal ini sama dengan teori

yang menyatakan adanya tekanan sistolik rendah menunjukkan

risiko syok. Namun tekanan darah tetap normal sebagai

mekanisme
61

kompensasi untuk meningkatkan resistensi perifer sebagai

respon terhadap penurunan jantung.

d. Disability

Penilaian disabilitas melibatkan evaluasi fungsi sistem saraf

pusat. Lakukan penilaian cepat pada tingkat kesadaran pasien

dengan menggunakan metode Alert, Verbal, Pain, Unresponsive

(AVPU) atau menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).

Berbagai penyebab perubahan tingkat kesadaran meliputi

hipoksia, hiperkapnia, hipoperfusi cerebral, obat-obat analgetik,

sedative dan hipoglikemia.

Pada kasus Ny. F pengkajian disability menggunakan

penilaian skala GCS dan didapatkan tingkat kesadaran Ny. F

yaitu composmentis (sadar penuh) dengan hasil GCS 15 yaitu

respon membuka mata spontan 4, respon verbal 5, dan respon

motoric 6. Serta reflex pupil isokor dengan diameter 2,5 mm/2,5

mm. hal ini menunjukkan tidak ada kesenjangan antara teori dan

praktek.

e. Exposure

Secara khusus, pemeriksaan harus dipusatkan pada bagian

tubuh yang paling berkonstribusi pada status penyakit pasien

(Musliha, 2010), pada pengkajian pasien kegawatdaruratan

vulnus laceratum metatarsal masalah


62

yang terjadi pada exposure yaitu terdapat nyeri pada daerah luka

robek.

Berdasarkan kasus Ny. F pada saat pengkajian didapatkan

nyeri pada ekstremitas bawah sebelah kanan dengan skala nyeri

6 (1-10). Hal ini menunjukkan tidak ada kesenjangan antara

teori dengan praktek.

2. Pengkajian Sekunder

Pada teori Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format SAMPLE

(Sumptom, Alergi, Medikasi, Post Ilness, Last meal dan Event /

Enviroment) yang berhubungan dengan kejadian. Pemeriksaan fisik

dimulai dari kepala hingga kaki (Head to toe) dan dapat pula

ditambahkan pemeriksaan diagnostic.

Pada kasus Ny. F penulis melakukan pengkajian SAMPLE

dengan mewawancarai Ny. F dan tidak melukakukan pengkajian

fisik Sehingga penulis dapat menyimpulkan ada kesenjangan antara

teori dan kasus.

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang

pengalaman / respon individu, keluarga, kelompok atau komunitas

terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan aktual atau potensi atau

dasar pemilihan Perencanaan keperawatan untuk


63

mencapai hasil yang dapat dipertanggung jawabkan (Heather, 2014).

Pada teori diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada vulnus

laceratum menurut (Boedihartono, 1994) adalah :

1. Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

2. Risiko syok

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.

4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis

(robekan).

6. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuscular

7. Risiko infeksi.

Adapun diagnosa keperawatan yang ditemukan pada studi kasus nyata

pada pasien Ny. F ada tiga yaitu :

1. Risiko Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.

3. Risiko Infeksi

Berdasarakan kasus dengan teori terdapat Adanya kesenjangan yang

ditemukan antara teori dan kasus karena pada saat pengkajian tidak

ditemukan data-data yang menunjang untuk tegaknya Diagnosa tersebut.


64

C. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan yang direncanakan pada pasien dengan

vulnus laceratum menggunakan SLKI-SIKI dengan langkah pertama

menetapkan tujuan dan kriteria hasil menggunakan pedoman SLKI

(Persatuan Perawat Nasional Indonesia , 2018). Sedangkan dalam

merencanakan Perencanaan keperawatan digunakan SIKI (Persatuan

Perawat Nasional Indonesia, 2018).

Adapun Perencanaan yang diberikan pada Ny. F adalah :

1. Hypovolemia Manajemen

Hipovolemia Observasi

a. Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis, frekuensi

nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah

menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun,

membrane mukosa kering, volume urine menurun,

hematocrit meningkat, haus, lemah).

b. Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

a. Hitung kebutuhan cairan

b. Berikan asupan cairan oral.

Edukasi

a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.


65

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, RL).

2. Nyeri Akut

Manajemen Nyeri

Observasi

a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas nyeri.

b. Identifikasi repsons non verbal.

c. Identifikasi factor yang memperberat dan meringankan

nyeri.

Terapeutik

a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

nyeri (mis, TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,

biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi

terbimbing, kompres air hangat/dingin, terapi bermain.

Edukasi

a. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.

b. Jelaskan strategi meredakan nyeri.

c. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat.

d. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

nyeri.

Kolaborasi
66

a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.

3. Risiko Infeksi

Perawatan Luka Tekan


Observasi
a. Monitor kondisi luka (meliputi ukuran luka, derajat luka,
perdarahan, warna dasar luka, infeksi, esudat, bau luka,
kondisi tepi luka)
b. Monitor tanda dan gejala infeksi pada luka
Terapeutik
a. Bersihkan luka bagian dalam dengan menggunakan NaCl
0,9%.
b. Lakukan pembalutan luka, jika perlu.
c. Oleskan salep, jika perlu.
Edukasi
a. Ajarkan prosedur perawatan luka.
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu.

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang dilakukan pada pasien vulnus laceratum metatarsal

Perencanaan yang telah direncanakan menurut SIKI 2018, sehingga pada

kasus Ny. F penulis langsung memberikan implementasi berdasarkan

Perencanaan yang telah direncanakan.

Adapun implementasi yang didapatkan pada Ny. F adalah :

1. Risiko Hypovolemia

a. Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis, frekuensi nadi

meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,

tekanan nadi menyempit, turgor kulit


67

menurun, membrane mukosa kering, volume urine

menurun, hematocrit meningkat, haus, lemah).

Hasil : Nadi pasien teraba lemah, pasien merasa haus,

pasien tampak lemah. Tanda-tanda vital :

TD : 90/60 mmHg

P : 20 x/menit

N : 110 x/menit

S : 370c

b. Monitor intake dan output cairan

Hasil : perdarahan 200 cc

c. Hitung kebutuhan cairan

Hasil : Pasien diberikan cairan infus sebanyak 20 tetes per

menit.

d. Berikan asupan cairan

Hasil : Pasien diberikan air putih.

e. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.

Hasil : Pasien minum Air putih sebanyak 500 ml

f. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl,

RL).

Hasil : Pasien diberikan cairan NacL 20 tpm.

2. Nyeri akut

a. Kaji status nyeri yang dirasakan.

Hasil :
68

O : Nyeri dirasakan sejak beberapa menit yang lalu

terjadi setelah ditabrak motor.

P : Pada saat pasien sedang mengendara motor

hendak pulang kerumah tiba-tiba sebuah bentor

menabrak kaki kanan pasien.

Q : Seperti tertusuk-tusuk

R : Nyeri dirasakan diarea ekstremitas bawah sebelah

kanan.

S : Skala 6 (NRS).

T : Terus menerus.

b. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri.

Hasil : Pasien diajarkan melakukan teknik relaksasi nafas

dalam setiap merasakan nyeri.

c. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

Hasil : Pasien dan keluarga sudah diberikan edukasi mengenai

nyeri yang dirasakan

d. Pemantauan TTV

Hasil :

TD : 90/60 mmHg

P : 20 x/menit

N : 110 x/menit

S : 36,90c
69

3. Risiko infeksi

Observasi
a. Monitor kondisi luka (meliputi ukuran luka, derajat luka,
perdarahan, warna dasar luka, infeksi, esudat, bau luka,
kondisi tepi luka).
Hasil : ukuran luka 6 cm x 0,5cm x 0,5 cm. terdapat
perdarahan sebanyak 200 cc, dan luka tampak kemerahan.
b. Monitor tanda dan gejala infeksi pada luka
Hasil : Luka tampak kemerahan, pasien tampak meringis.
Terapeutik
a. Bersihkan luka bagian dalam dengan menggunakan NaCl
0,9%.
Hasil : Luka pasien dibersihkan dengan menggunakan
cairan NaCL 0,9%
b. Lakukan pembalutan luka, jika perlu.
Hasil : Luka pasien dihecting sebanyak 23 jahitan, dengan
jahitan dalam yaitu sebanyak 6 jahitan, jahitan luar
sebanyak 12 jahitan dan dilakukan pembalutan luka dengan
kasa.
c. Oleskan salep, jika perlu.
Hasil : Luka pasien diberikan Povidone Iodine
Edukasi
a. Ajarkan prosedur perawatan luka.
Hasil : pasien mengerti apa yang telah diajarkan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
Hasil : Pasien diberikan obat asam mafenamat 3x1
70

E. Evaluasi Keperawatan

Pada evaluasi di ruang IGD langsung di evaluasi segera karena pada

kasus-kasus kegawatdaruratan yang ada di IGD harus dilakukan

penanganan segera, cepat dan tepat. Evaluasi yang dilakukan pada Ny. F

didapatkan ada beberapa diagnosa yang belum teratasi tetapi pasien agak

stabil sehingga pasien akan dilakukan penatalaksanaan medis selanjutnya

(Non Bedah).

Adapun hasil evaluasi dari 3 diagnosa yang ditegakkan yaitu :

1. Risiko Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

sudah teratasi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik belum

teratasi karena pasien mengatakan masih nyeri pada area luka

robek.

3. Resiko infeksi teratasi karena perawat sudah melakukan

penghectingan dengan 23 jahitan, dan dilakukan pembalutan

dengan teknik steril.


BAB IV

PENUTUP

B. KESIMPULAN

1. Pengkajian

a. Pada pengkajian airway berdasarkan look, listen dan feel tidak

terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.

b. Pada pengkajian breathing berdasarkan look, listen tidak terdapat

kesenjangan antara teori dan kasus.

c. Pada pengkajian ciculation berdasarkan look, listen dan tidak

terdapat kesenjangan anatar teori dan kasus.

d. Pada pengkajian disability dengan skala GCS 15 sehingga tidak

terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.

e. Pengkajian expourse didapatkan nyeri pada luka robek, dan CRT

>2 detik sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan

kasus.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ditegakkan berdasarkan hasil

pengkajian ABCDE yaitu :

a. Risiko Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.

c. Risiko Infeksi

71
72

3. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan berdasarkan pada rencana tindakan yang

telah disusun berdasarkan SIKI.

4. Evaluasi

Semua masalah keperawatan belum teratasi setelah dilakukan

tindakan keperawatan, tetapi kondisi pasien agak stabil sehingga pasien

akan dilakukan penatalaksanaan medis selanjutnya.

C. SARAN

1. Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan diharapkan agar dapat memodifikasi

pengkajian gawatdarurat dengan system yang terbaru sehingga proses

keperawatan dari pengkajian hingga evaluasi dapat terarah.

2. Rumah sakit

Bagi pihak rumah sakit agar tetap mempertahankan asuhan

keperawatan gawatdarurat yang komperehnsif dan melibatkan berbagai

disiplin ilmi kesehatan, kolaborasi dengan disiplin ilmu kesehatan yang

lain, serta melibatkan keluarga dalam merawat pasien Vulnus

Laceratum Metatarsal.

3. Bagi perawat
73

Diharapkan bagi perawat untuk dapat meningkatkan keterampilan

dengan mengikuti pelatihan-pelatihan kegawatdaruratan vulnus

laceratum metararsal serta memberikan penyuluhan akan pentingnya

menjaga keselamatan diri agar terhindar dari penyakit.

4. Bagi Pasien dan keluarga

Diharapkan agar bisa berpastiasi dan bersungguh-sungguh dalam

merawat luka agar hasil yang didapatkan sesuai dengan apa yang

diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

(FLow, https://id.scribd.com/doc/316542431/Asuhan-Keperawatan-Vulnus-

Laceratum-KMB, 2016)

(Permenkes RI No. 47 tahun 2018).

Martono, Pengetahuan Kegawatdaruratan Trauma Dan Sikap Posdaya Dalam

Merencanakan Tindakan Trauma, 2012.

http://registrasi.rscahyakawaluyan.com/bankdata/pdf/392477298-Sak-Igd-

Revisi.pdf

Mansjoer, A. dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI

SDKI. (2016). Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : PPNI. SIKI.

(2018). Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: PPNI.

SLKI. (2018). Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: PPNI.

Panduan Penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners. 2019. Tim Penyusun :

STIKES Panakkukang Makassar

74
75

Anda mungkin juga menyukai