Anda di halaman 1dari 97

MODUL PENDIDIKAN

PROFESI DOKTER
ILMU KESEHATAN MATA

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2018
EDITOR

DR.Dr. Ramzi Amin, SpM(K)


Dr. Riani Erna, SpM

KONTRIBUTOR

Dr. Linda Trisna, SpM(K)


DR. Dr. Fidalia, SpM(K)
DR. Dr. Anang Tribowo, SpM(K)
Dr. Elza Iskandar, SpM(K)MARS
Dr. A.K. Ansyori, SpM(K)Mkes,MARS,Ph-d
Dr. Ibrahim, SpM(K)
Dr. Rusdianto, SpM(K)
Dr. Alie Sholahuddin, SpM(K)
Dr. Devi Azri Wahyuni, SpM (K)MARS
Dr. Ani, SpM(K)
DR.Dr. Ramzi Amin, SpM(K)
Dr. Riani Erna, SpM
Dr. Petty Purwanita,SpM
Dr. Prima Maya Sari,SpM

1
DAFTAR ISI

I. Pendahuluan ................................................................................................................ 3
II. Kompetensi ................................................................................................................. 5
III. Prasayat kepaniteraan ................................................................................................. 6
IV. Proses pembelajaran ................................................................................................... 7
V. Jadwal aktivitas pembelajaran .................................................................................... 12
VI. Topik bahasan ............................................................................................................. 14
VII. Nama-nama unit ......................................................................................................... 17
VIII. Nama-nama dosen ....................................................................................................... 17

Lampiran 1. Formulir evaluasi ................................................................................................. 18

Lampiran 2. Uraian pokok bahasan

Apparatus lakrimalis ........................................................................................................................ 24


Kehilangan penglihatan ................................................................................................................... 26
Penurunan penglihatan pada malam hari ....................................................................................... 32
Defek lapangan pandang ................................................................................................................. 35
Diplopia ............................................................................................................................................ 37
Ambliopia ........................................................................................................................................ 39
Papil edema .................................................................................................................................... 41
Neuropati optik .............................................................................................................................. 43
Kelainan pada kelopak mata .......................................................................................................... 46
Konjungtivitis .................................................................................................................................. 54
Pterigium ......................................................................................................................................... 59
Glaukoma ........................................................................................................................................ 60
Kelainan refraksi dan akomodasi .................................................................................................... 71
Kornea ............................................................................................................................................ 83
Corneal epithelial dystrophy .......................................................................................................... 91
Corneal stromal dystrophy ...................................................................................................... 93

2
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan
peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pengertian profesi
sendiri adalah suatu bidang pekerjaan yang menuntut keterampilan dan atau suatu keahlian, etika
dan sikap kerja tertentu yang dihasilkan dari suatu proses pendidikan.
Pendidikan kedokteran merupakan salah satu program pendidikan profesi yang bertujuan
untuk menghasilkan dokter yang mampu melaksanakan tugas profesinya dan senantiasa memiliki
keinginan untuk meningkatkan dan mengembangkan diri sesuai dengan tuntunan profesionalitas
seorang dokter. Melalui pendidikan kedokteran yang paripurna diharapkan dokter yang dihasilkan
memiliki sikap dan dapat mengembangkan kepribadian yang diperlukan untuk menjalankan
profesinya seperti integritas, rasa tangung jawab, dapat dipercaya sesuai dengan etika profesinya
yang universal. Guna mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
dan metode pembelajaran serta dinamika tuntutan pelayanan kesehatan masyarakat, maka
kurikulum ini juga bersifat dinamis, sehingga setiap penyelenggaraan program pendidikan profesi
harus memperoleh evaluasi dan masukan secara terus-menerus tentang keberhasilan dan kegagalan
dalam mencapai tujuan pendidikan profesi dokter.
Komponen lain yang sangat penting dari kurikulum ini adalah komponen normatif yaitu
pendekatan untuk mengembangkan akhlak, budi pekerti, kepribadian, etika dan sikap mahasiswa
didik. Komponen etika normatif ini menjadi dasar pengembangan komponen adaptif dan produktif
sehingga mampu melahirkan sikap sekaligus keterampilan professional dokter yang beretika.
Kurikulum pada tahap pendidikan ini menekankan aspek keterampilan klinik, etika, sikap
profesional (professional behaviour) dan evidence-based medicine untuk mencapai kompetensi yang
terintegrasi, dimana proses pendidikan dijalankan dengan menerapkan prinsip pendidikan klinik,
yaitu experiential, patient-based, preceptor-based, dan community- based. Pendekatan
mastery learning dikembangkan berdasarkan pada prinsip belajar orang dewasa yang belajar lebih
bersifat self-directed learning, partisipatif, relevan dan praktis. Aspek lain dari pendekatan ini adalah
meniru perilaku (behaviour modeling), berdasarkan kompetensi dan menggunakan teknik pelatihan
humanistik. Behaviour modeling merupakan gambaran yang sama dengan teori belajar sosial atau
yang terjadi di dalam masyarakat, dimana dalam kondisi yang ideal, seorang calon dokter akan
belajar lebih cepat dengan meniru apa yang diperbuat oleh orang lain dengan kata lain mencontoh
atau belajar melalui observasi.
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata termasuk Kepaniteraan Klinik yang merupakan Program
Profesi Dokter, kelanjutan Pendidikan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Unsri. Program ini
bertujuan mendidik Sarjana Kedokteran untuk menjadi dokter sesuai dengan kurikulum sehingga
memiliki cukup pengalaman dan ketrampilan klinik, mempunyai kemampuan memecahkan masalah
serta bersikap profesional di bidang Ilmu Kesehatan Mata.

3
1.2. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti serangkaian kegiatan selama menjalani rotasi di bagian Ilmu Kesehatan Mata
diharapkan mahasiswa terampil dalam:
1. Menganamnesis keluhan dan gejala yang ada dengan baik
2. Menerangkan patofisiologi pada penyakit yang didapatkan
3. Menginterpretasi dan menjelaskan gejala dan tanda penyakit yang ada
4. Melakukan pemeriksaan klinis dan oftalmologikus dengan terampil
5. Membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan tambahan.
6. Memutuskan dan mampu menangani problem itu berdasarkan kompetensinya.
7. Memiliki kepribadian dan akhlak yang baik dan santun terhadap sesama sejawat dan
pasien.

1.2.Tujuan Pembelajaran Khusus

Sesuai dengan masing-masing topik.

4
II. KOMPETENSI

2.1.Kompetensi Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata.

Setelah menjalani kepaniteraan, mahasiswa diharapkan :


1. Terampil melakukan pemeriksaan fisik diagnostik dasar mata, yaitu:
Pemeriksaan tajam penglihatan jauh dan dekat, pemeriksaan low vision acuity, gerakan
bola mata (versi dan duksi), keseimbangan otot bola mata (tes Hirschberg), tekanan
bola mata palpasi, pemeriksaan eksternal dengan binocular loupe dan lampu senter.

2. Terampil menggunakan alat diagnostik tertentu, yaitu:


Trial frame dan slit lens untuk koreksi kacamata, tonometer Schiotz, oftalmoskop direk
dan slit lamp.

3. Terampil melakukan pemeriksaan penunjang diagnostik tertentu, yaitu:


Tes pin hole, tes proyeksi cahaya, mengukur jarak pupil, tes tutup, tes tutup-buka, tes
fluoresen, tes sensibilitas kornea, tes warna Ishihara, tes konfrontasi.

4. Terampil mengambil anamnesis, melakukan pemeriksaan fisik dan menggunakan alat


diagnostik penunjang untuk menegakkan diagnosis, menentukan cara
penatalaksanaan dan menentukan prognosis dari penyakit mata tertentu, seperti:
Hordeolum, kalazion, kelainan refraksi, konjungtivitis akut, konjung vernalis,
konjungtivitis fliktenularis, konjungtivitis purulenta, abrasi kornea, korpus alienum
kornea, keratitis dendritika, keratitis pungtata superfisialis, keratitis numularis, ulkus
kornea, pterigium, pinguekula, episkeritis, skleritis, uveitis anterior, endoftalmitis,
panoftalmitis, katarak, glaukoma sudut tertutup akut.

5. Mengetahui persiapan pasien praoperasi dan perawatan pascaoperasi di ruangan.

6. Telah melihat sebagian besar tindakan operasi antara lain :


Ekstirpasi pterigium, ECCE + IOL, Fako + IOL, penjahitan kornea, penjahitan sklera,
trabekulektomi, enukleasi, eviserasi, eksenterasi, penjahitan palpebra, aspirasi hifema,
ablasio retina.

7. Telah melihat sebagian besar tindakan operasi kecil di ruang tindakan emergensi, yaitu :
Insisi hordeolum dan kalazion, mengambil benda asing di kornea, penjahitan palpebra,
pengangkatan jahitan kornea.

8. Terampil melakukan tindakan tertentu di ruang tindakan emergensi, sesuai kewenangan


dokter umum di bidang penyakit mata, yaitu :
Irigasi permukaan bola mata pada trauma kimia, mengambil benda asing di konjungtiva
bulbi dan konjungtiva tarsalis.

5
9. Dapat berpikir secara logis dan mempertahankan pendapatnya secara ilmiah di bidang
Ilmu Penyakit Mata.

6
III. PRASYARAT KEPANITERAAN

3.1.Prasyarat Mengikuti Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata

1. Kepaniteraan klinik berlangsung selama 5 pekan.


2. Mahasiswa di bagi tiap kelompok dengan jumlah maksimal 10 orang
3. Jam kerja
Hari Senin-Kamis : jam 07.00 – 14.00 WIB
Hari Jum’at : jam 07.00 – 12.00 WIB
Hari Sabtu : jam 07.00 – 14.00 WIB
4. Mahasiswa wajib melakukan absensi pada saat datang dan pulang. Apabila tidak melakukan
absensi maka mahasiswa dianggap tidak hadir.
5. Setiap ijin meninggalkan kepaniteraan harus sepengetahuan Koordinator Kepaniteraan.
Apabila mahasiswa tidak dapat masuk harus memberikan surat ijin tertulis atau
melampirkan surat sakit dari dokter, yang harus diterima oleh Koordinator Kepaniteraan
pada hari yang bersangkutan tidak hadir.
6. Apabila mahasiswa tidak hadir selama 3 hari, akan mengulang masa kepaniteraan dengan
alasan apapun.
7. Pelaksanaan kegiatan kepaniteraan di bimbing oleh satu orang konsulen pembimbing dan
dibantu oleh residen senior (pendamping) per kelompok.
8. Setiap kelompok (maksimal 10 orang) akan dibagi kedalam beberapa group dan akan
menjalankan rotasi seperti rotasi terlampir.
9. Semua kegiatan dibidang pendidikan, pelayanan, maupun evaluasi ditulis dalam daftar
kegiatan dan ditandatangani oleh dokter yang membimbing.
10. Aktivitas kegiatan meliputi bimbingan konsulen, short case, bed side teaching, prosedural
skill, phantom, telaah ilmiah dan long case.
11. Ujian kompetensi adalah ujian akhir dilakukan setelah dokter muda menjalani semua
aktivitas di atas. Ujian terdiri dari dua tipe yaitu ujian tulis kompetensi dan ujian langsung ke
pasien. Hasil ujian ini akan ditotalkan sebagai nilai akhir ujian.

7
IV. PROSES PEMBELAJARAN

4.1. Penjelasan Aktivitas Kegiatan

1. Bimbingan konsulen
Pembimbingan terhadap dokter muda untuk menyegarkan ilmu kesehatan mata yang telah
diajarkan di pre klinik oleh para konsulen. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-1
kepaniteraan pada hari selasa sampai dengan sabtu.

2. Bed side teaching;


Pembimbingan terhadap dokter muda langsung dengan pasien. Dokter muda diberikan
sebuah kasus pasien di bangsal dan mereka melakukan suatu prosedur pemeriksaan
terhadap pasien tersebut. Hasil pemeriksaan mereka tersebut didiskusikan. Aktivitas
kegiatan dapan dilakukan secara lengkap mulai dari anamnesis sampai penatalaksanaannya
atau juga dapat dilakukan hasil satu bagian prosedur pemeriksaan saja yang dianggap
penting oleh pembimbing. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-2 kepaniteraan pada hari
senin, selasa dan rabu.

3. Prosedural skill;
Pembimbingan terhadap dokter muda langsung dengan pasien. Dokter muda diberikan
sebuah kasus pasien di kamar tindakan dan kamar operasi. Mereka melakukan suatu
prosedur tindakan terhadap pasien tersebut. Hasil pemeriksaan mereka tersebut
didiskusikan. Aktivitas kegiatan dapan dilakukan secara lengkap mulai dari anamnesis sampai
penatalaksanaannya atau juga dapat dilakukan hasil satu bagian prosedur tindakan saja yang
dianggap penting oleh pembimbing. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-2 kepaniteraan
pada hari kamis, jumat dan sabtu.

4. Short case;
Pembimbingan terhadap dokter muda langsung dengan pasien. Dokter muda diberikan
sebuah kasus pasien di poliklinik dan mereka melakukan suatu prosedur pemeriksaan
terhadap pasien tersebut. Hasil pemeriksaan mereka tersebut didiskusikan. Aktivitas
kegiatan dapan dilakukan secara lengkap mulai dari anamnesis sampai penatalaksanaannya
atau juga dapat dilakukan hasil satu bagian prosedur pemeriksaan saja yang dianggap
penting oleh pembimbing. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-2 kepaniteraan pada hari
kamis, jumat dan sabtu.

5. Phantom;
Pembimbingan terhadap dokter muda tidak langsung dengan pasien. Dokter muda seolah-
olah diberikan sebuah kasus pasien dan mereka melakukan suatu prosedur pemeriksaan
terhadap pasien tersebut. Hasil pemeriksaan mereka tersebut didiskusikan. Aktivitas
kegiatan dapan dilakukan secara lengkap mulai dari anamnesis sampai penatalaksanaannya
atau juga dapat dilakukan hasil satu bagian prosedur pemeriksaan saja yang dianggap
penting oleh pembimbing. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-3 kepaniteraan pada hari
senin, selasa dan rabu.

8
6. Long case;
Pembimbingan terhadap dokter muda secara berkelompok untuk mengasah kemampuan
ilmiah terhadap suatu kasus sesuai dengan kompetensi dokter umum. Pembuatan suatu
kasus dilakukan dokter muda setelah diberi judul oleh pembimbing yang sesuai dengan
kompetensi. Dokter muda tersebut akan berdiskusi dan mempresentasikan laporan kasunya
dengan pembimbing dan hasil diskusi akan dinilai oleh pembimbing. Kegiatan ini dilakukan
pada minggu ke-3 kepaniteraan pada hari kamis, jumat dan sabtu.

7. Telaah ilmiah;
Pembimbingan terhadap dokter muda secara individu untuk mengasah kemampuan ilmiah
sesuai dengan kompetensi dokter umum. Pembuatan makalah ilmiah dilakukan dokter muda
setelah diberi judul oleh pembimbing yang sesuai dengan kompetensi. Dokter muda
tersebut akan berdiskusi dengan pembimbing dan hasil diskusi akan dinilai oleh
pembimbing. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-4 kepaniteraan pada hari senin sampai
dengan sabtu.

9
4.2. Formulir Kegiatan Kepaniteraan

4.2.1. Bimbingan Konsulen

Tanggal Hari Bahan Ajaran Nama Pembimbing


* Selasa Anatomi & Fisiologi Mata
Selasa Pembuatan Status Awal
Selasa Pemeriksan Segmen Anterior
Rabu Pemeriksaan Refraksi dan Low Vision
Rabu Pemeriksaan Pterigium, Hordeolum,
Kalazion, dan lain
Rabu Pemeriksaan Segmen Posterior
Kamis Pemeriksaan Glaukoma
Kamis Pemeriksaan Katarak
Jumat Strabismus dan Ambliopia
Jumat Ulkus Kornea & Penyakit Infeksi pada
Kornea
Sabtu Pemeriksaan & Penyakit Tumor
Sabtu Pemeriksaan Nervus Optikus
Sabtu Pemeriksaan dan Kelainan Penyakit
Retina
*minggu ke-1
**jadwal dosen pembimbing secara bergantian

4.2.2. Bed side teaching

No. Nama Hari/Tanggal Pembimbing


1 Senin* **
2 Selasa
3 Rabu
4 Senin
5 Selasa
6 Rabu
7 Senin
8 Selasa
9 Rabu
10 Senin
11 Selasa
Rabu
Ket:
*minggu ke-2
**jadwal dosen pembimbing secara bergantian

10
4.2.3. Short Case dan Prosedural skill

No. Nama Hari/Tanggal Pembimbing


1 Kamis* **
2 Jumat
3 Sabtu
4 Kamis
5 Jumat
6 Sabtu
7 Kamis
8 Jumat
9 Sabtu
10 Kamis
11 Jumat
Sabtu
Ket:
*minggu ke-2
**jadwal dosen pembimbing secara bergantian

4.2.4. Phantom

No. Nama Hari/Tanggal Pembimbing


1 Senin* **
2 Selasa
3 Rabu
4 Senin
5 Selasa
6 Rabu
7 Senin
8 Selasa
9 Rabu
10 Senin
11 Selasa
Rabu
Ket:
*minggu ke-3
** jadwal dosen pembimbing secara bergantian

11
4.2.5. Long Case

No. Nama Judul Pembimbing


1 Kamis* **
2 Jumat
3 Sabtu
4 Kamis*
5 Jumat
6 Sabtu
7 Kamis*
8 Jumat
9 Sabtu
10 Kamis*
11 Jumat
Sabtu
*minggu ke-3
** jadwal dosen pembimbing secara bergantian

4.2.6. Telaah Ilmiah

No. Nama Judul Pembimbing


1 Senin-sabtu* **
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
*minggu ke-4
** jadwal dosen pembimbing secara bergantian

12
V. JADWAL AKTIVITAS PEMBELAJARAN

5.1.Hari Senin Minggu I ( dijalankan secara berurutan )


(1) Mahasiswa membawa surat pengantar dari Bagian Akademik Fakultas Kedokteran Unsri dan
menyerahkannya kepada sekretariat bagian Mahasiswa dan menyerahkan data pribadi serta
kelengkapan administrasi lainnya.
(2) Mahasiswa melapor kepada koordinator P3D yang akan diberikan penjelasan mengenai P3D
di bagian mata secara umum. Koordinator P3D akan memberikan satu berkas Buku Panduan
Kegiatan yang akan digunakan selama kepaniteraan di bagian mata. Koordinator
Kepaniteraan juga akan memberi penjelasan mengenai tata tertib, pedoman kerja
kepaniteraan, sistem pendidikan, penilaian, dan keterangan lainnya.
(3) Mahasiswa melapor kepada Kepala Bagian Ilmu Penyakit Mata, yang akan memberi
penjelasan tentang falsafah dan etika kepaniteraan. Bila Kepala Bagian tidak ada di tempat,
langsung lanjutkan ke nomor 4 dst.
(4) Mahasiswa melapor kepada semua konsulen.
(5) Mahasiswa bertemu dengan dokter Pembimbing dan dokter Pendamping.
(6) Mahasiswa melakukan orientasi terhadap fasilitas di Bagian Mata.

5.2.Hari Selasa dan selanjutnya (sampai minggu III).


(1) Rotasi pertama dimulai pada hari Selasa. Mahasiswa mulai bertugas di ruangan,
poliklinik/emergensi atau kamar operasi/video session sesuai jadwal rotasi.
(2) Pengajaran yang terdiri dari:
a. Kuliah konsulen: pada minggu ke-1 mulai hari selasa sampai dengan sabtu
b. Bed side teaching (BST): pada minggu ke-2 mulai hari senin sampai dengan rabu
c. Short case dan prosedural skill: pada minggu ke-2 mulai hari kamis sampai dengan sabtu
d. Phantom: pada minggu ke-3 mulai hari senin samapi dengan rabu
e. Long case: pada minggu ke-3 mulai hari kamis sampai dengan sabtu
f. Telaah Ilmiah: pada minggu ke-4 mulai hari senin sampai dengan sabtu
akan dilakukan sesuai jadwal dengan masing-masing sesi dilakukan dengan di pandu oleh
pembimbing.
(3) Melakukan pemeriksaan mata dan pemeriksaan penunjang terhadap pasien-pasien rawat
baru.
(4) Berlatih menggunakan alat diagnostik yang ada di ruangan yaitu : trial lens dan trial frame,
tonometer Schiotz, slit lamp,oftalmoskop direk dan lain-lain.
(5) Mengetahui persiapan praoperasi pasien rawat.
(6) Mengetahui cara evaluasi pasien pascaoperasi di ruangan.
(7) Pedoman kegiatan di UGD:
a. Melakukan pemeriksaan dasar mata, pemeriksaan penunjang untuk membuat diagnosis
dan rencana penatalaksanaan kasus penyakit mata di poliklinik. Sepuluh diantaranya
dicatat di buku kegiatan.
b. Berlatih menggunakan alat diagnostik yang ada di poliklinik, yaitu : tonometer Schiotz,
slit lamp, oftalmoskop direk.
c. Melihat tindakan operasi kecil di emergensi
d. Melakukan tindakan operasi kecil di ruang tindakan emergensi, sebatas kewenangan
dokter umum.
e. Mengetahui indikasi rawat pasien-pasien penyakit mata.
(8) Pedoman kegiatan di poliklinik:

13
a. Melihat dan mempelajari kasus-kasus yang ada.
b. Mengetahui indikasi dan pengobatan kasus yang ditemui.
c. Mencatat kasus-kasus yang dianggap penting untuk didiskusikan Pembimbing dan
Pendamping.

5.3.Materi bed side teaching, short case, procedural skill , phantom, long case dan telaah ilmiah

(1) Tumor kelompok mata dan Konjungtiva (jinak, ganas), pterigium, pinguekula
(2) Infeksi Palpebra (hordeolum, chalazion, dakriosistitis)
(3) Trauma Mata (ablasio, tidak tembus, tembus)
(4) Konjungtivitis (purulenta, non purulenta)
a. Definisi konjungtivitis
b. Etiologi konjungtivitis dan patofisiologinya
c. Perjalanan penyakit konjungtivitis
d. Diagnosa banding konjungtivitis
e. Komplikasi konjungtivitis
(5) Keratitis, ulkus kornea, endophthalmitis
(6) Strabismus, ambliopia, low vision
(7) Kelainan refraksi (miop, hipermetrop, presbiop)
a. Definisi visus dan kelainan refraksi
b. Pembagian kelainan refraksi
c. Pemeriksaan visus dasar
d. Koreksi kelainan refraksi
e. Resep kacamata
f. Overview Astigmat
(8) Katarak (KSM, KSI)
a. Definisi dan etiologi katarak
b. Patofisiologi katarak
c. Klasifikasi katarak
d. Pemeriksaan dan deteksi katarak dengan alat sederhana
e. Terapi katarak dan sistem rujukan
f. Komplikasi pasca operasi katarak
g. Penanganan komplikasi katarak dan sistem dan sistem rujukan.
(9) Glaukoma (primer, sekunder, kongenital)
(10) Retina (ablasio, retinopati diabetika, retinopati hipertensi)
(11) Skleritis, episleritis, uveitis
(12) Xerophthalmia

5.4.Buku Acuan

(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of


Ophthalmology. San Fransisco.
(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th Connecticut:
Prentice Hall int.
(3) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.
(4) Kansky. Ophthalmology.

14
VI. TOPIK BAHASAN

6.1.Daftar Topik Bahasan

No. Subdivisi Kompetensi


1 External Eye Disease Konjungtiva, foreing body
Konjungtiva, alergi
Konjungtiva, viral
Konjungtiva, bakteri
Subkonjungtiva bleeding
Blefaritis
Hordeolum
Kalazion
Skleritis, episkleritis
Erosi kornea
Corpus alienum kornea
Luka bakar
Keratitis
Keratokonjungtivitis sika
Edema kornea
Distropi kornea
Keratokonus
2 Uvea Endophthalmitis
Hypema
Hipopion
Iridocyclitis, iritis
3 Refraksi Hipermetropia
Myopia
Astigmatisme
Presbyopia
Anisometropia
4 Strabismus Amblyopia
Diplopia
Suppression
5 Neuroophthalmology Scotoma
Hemianopsia, bitemporal dan
homonymous
Loss of vision
Optic disc cupping
Papilloedema
Optic atrophy
Optic neuropathy
Optic neuritis
6 Vitreoretina Buta senja
Ablasio retina
Retina, oklusi atau perdarahan
Degenerasi macula
Retinopati diabetika
Retinopati hipertensi
7 Tumor Tumor iris

15
8 Rekonstruksi Pterigium
Eyelid laceration
Entropion
Trichiasis
Lagophtalmus
Epicanthus
Ptosis
Eyelid retraction
Xantelasma
Dacrioadenitis
Dacryocystitis
Dacryostenosis
Lacrimal duct, laceration
9 Glaukoma Simple glaucoma
Glaucoma akut
Glaucoma sekunder
10 Lensa Katarak
Afakia
Pseudofakia
Dislokasi lensa
11 Pediatrik ophthalmology Micropthalmus
Buphtalmus
Glaukoma kongenital

6.2.Daftar Keterampilan Prosedural

No. Subdivisi Kompetensi


1 External Eye Disease Inspeksi kelopak
Inspeksi bulu mata
Inspeksi konjungtiva
Inspeksi sclera
Inspeksi apparatus lakrimal
Palpasi nodul lymph
Inspeksi kornea
2 Uvea Inspeksi pupil
Inspeksi kamar okuli anterior
Inspeksi iris
3 Refraksi Penilaian visus
Penilaian refraksi objektif
Penilaian refraksi subjektif
Melihat pemeriksaan lensa kontak
4 Strabismus Posisi reflex kornea
Posisi cover test
Penilaian gerakan bolamata
Penilaian binokularitas
5 Neuroophthalmology Penilaian lapang pandang
Penilaian nervus optikus
6 Vitreoretina Amsler grid
Funduskopi
Penilaian pembuluh darah retina

16
Melihat pemeriksaan FFA
7 Tumor Pemeriksaan hertel
8 Rekonstruksi Pemeriksaan pengukuran airmata
9 Glaukoma Pemeriksaan tekanan bolamata dengan
schiotz
10 Lensa Inspeksi lensa
Pemeriksaan lampu celah
11 Pediatrik ophthalmology Pemeriksaan tekanan bolamata dengan
palpasi pada anak
Penilaian refraksi subjektif pada anak

6.3. Daftar Tindakan yang harus dikuasai

No. Keterampilan
1 Mampu melakukan penetesan obat tetes mata
2 Mampu melakukan pemberian salep mata
3 Mampu mengeluarkan korpus alienum pada konjungtiva
4 Mampu mengeluarkan korpus alienum pada kornea

17
VII. NAMA-NAMA UNIT

Bagian Ilmu Kesehatan Mata memiliki beberapa subdivisi yaitu:


1. Subdivisi EED
2. Subdivisi Uvea
3. Subdivisi Refraksi
4. Subdivisi Strabismus
5. Subdivisi Neuroophthalmology
6. Subdivisi Vitreoretina
7. Subdivisi Tumor
8. Subdivisi Rekonstruksi
9. Subdivisi Glaukoma
10. Subdivisi Lensa
11. Subdivisi Pediatrik Ophthalmology

Dari masing-masing subdivisi ini ada yang merupakan kompetensi untuk dokter muda yang
menjalani kepaniteraan klinik. Porsi kompetensi dari masing-masing subdivisi ini tidak sama besar
karena mengacu pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI).

VIII. NAMA-NAMA DOSEN

1. Dr. Linda Trisna, SpM(K) : subdivisi Strabismus


2. DR. Dr. Fidalia, SpM(K) : subdivisi Glaukoma
3. DR. Dr. Anang Tribowo, SpM(K) : subdivisi EED/Uvea
4. Dr. Elza Iskandar, SpM(K)MARS : subdivisi Rekonstruksi
5. Dr. A.K. Ansyori, SpM(K)Mkes,MARS,Ph-d : subdivisi Vitreoretina
6. Dr. Ibrahim, SpM(K) : subdivisi Tumor
7. Dr. Rusdianto, SpM(K) : subdivisi Pediatrik Oftalmologi
8. Dr. Alie Sholahuddin, SpM(K) : subdivisi Lensa
9. Dr. Devi Azri Wahyuni, SpM (K)MARS : subdivisi Neurooftalmologi
10. Dr. Ani, SpM(K) : subdivisi Refraksi
11. DR.Dr. Ramzi Amin, SpM(K) : subdivisi Vitreoretina
12. Dr. Riani Erna, SpM : subdivisi Rekonstruksi
13. Dr. Petty Purwanita,SpM : subdivisi EED/Uvea
14. Dr. Prima Maya Sari,SpM : subdivisi Glaukoma

18
LAMPIRAN 1:
FORMULIR BED SIDE TEACHING
PENYAJI : ____________________________________________________
PEMBIMBING : 1. __________________________________________________
2. __________________________________________________

PETUNJUK : Isi nilai di kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai
dengan pendapar sejawat.
SKALA NILAI : < 41 : sangat kurang
41- 55: kurang
56- 70: cukup
71- 85: baik
86 > : sangat baik
PROBLEM PASIEN/DIAGNOSIS : ________________________________________
Pasien : Umur :______ Jenis kelamin : ______ Baru :  Follow up : 
Tingkat kerumitan:  rendah  sedang  tinggi
Fokus :  anamnesis  pemeriksaan  diagnosis  terapi  konseling

NO KEGIATAN NILAI (1-100) KETERANGAN


1. Kemampuan wawancara medis
 Observasi
 Tidak diobservasi
2. Kemampuan pemeriksaan oftalmologis
 Observasi
 Tidak diobservasi
3. Kualitas humanistik/profesionalisme
 Observasi
 Tidak diobservasi
4. Keputusan klinis/diagnostik
 Observasi
 Tidak diobservasi
5. Kemampuan mengelola pasien
 Observasi
 Tidak diobservasi
6. Kemampuan konseling
 Observasi
 Tidak diobservasi
7. Kompetensi klinis keseluruhan
 Observasi
 Tidak diobservasi

KOMENTAR : ____________________________________________________
SARAN : ____________________________________________________

Palembang, 20
Tanda Tangan Penguji

( )

19
FORMULIR PROSEDURAL SKILL

JUDUL : ____________________________________________________
PENYAJI : ____________________________________________________
_______________________________________________________________________
PEMBIMBING : 1. __________________________________________________
2. __________________________________________________
3. __________________________________________________

PETUNJUK : Isi nilai di kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai
dengan pendapar sejawat.
SKALA NILAI : < 41 : sangat kurang
41- 55: kurang
56- 70: cukup
71- 85: baik
86 > : sangat baik

NO KEGIATAN NILAI (1-100) KETERANGAN


1. Menunjukkan pemahaman tentang indikasi,
anatomi yang relevan dengan teknik prosedur
2. Memperoleh informed consent
3. Menunjukkan persiapan sebelum tindakan
4. Teknik aseptik antiseptik
5. Menunjukkan kemampuan teknis
6. Manajemen post tindakan
7. Kemampuan keseluruhan dalam melakukan
prosedur
T O T A L N I L A I

KOMENTAR : ____________________________________________________

SARAN : ____________________________________________________

Palembang, 20
Tanda Tangan

( )

20
FORMULIR SHORT CASE
(MINI CLINICAL EVALUATION EXERCISE/MINI CEX)

PENYAJI : ____________________________________________________
PEMBIMBING : 1. __________________________________________________
2. __________________________________________________

PETUNJUK : Isi nilai di kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai
dengan pendapar sejawat.
SKALA NILAI : < 41 : sangat kurang
41- 55: kurang
56- 70: cukup
71- 85: baik
86 > : sangat baik

PROBLEM PASIEN/DIAGNOSIS : ________________________________________


Pasien : Umur :______ Jenis kelamin : ______ Baru :  Follow up : 
Tingkat kerumitan:  rendah  sedang  tinggi
Fokus :  anamnesis  pemeriksaan  diagnosis  terapi  konseling

NO KEGIATAN NILAI (1-100) KETERANGAN


1. Kemampuan wawancara medis
 Observasi
 Tidak diobservasi
2. Kemampuan pemeriksaan oftalmologis
 Observasi
 Tidak diobservasi
3. Kualitas humanistik/profesionalisme
 Observasi
 Tidak diobservasi
4. Keputusan klinis/diagnostik
 Observasi
 Tidak diobservasi
5. Kemampuan mengelola pasien
 Observasi
 Tidak diobservasi
6. Kemampuan konseling
 Observasi
 Tidak diobservasi
7. Kompetensi klinis keseluruhan
 Observasi
 Tidak diobservasi

KOMENTAR : ____________________________________________________
SARAN : ____________________________________________________

Palembang, 20
Tanda Tangan Penguji
( )

21
FORMULIR PHANTOM

JUDUL : _________________________________________ ___________


_______________________________________________________________________
PENYAJI : ____________________________________________________
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
PEMBIMBING : 1. __________________________________________________
2. __________________________________________________
3. __________________________________________________

PETUNJUK : Isi nilai di kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai
dengan pendapar sejawat. TIDAK semua kolom harus di isi.
SKALA NILAI : < 41 : sangat kurang
41- 55: kurang
56- 70: cukup
71- 85: baik
86 > : sangat baik baik

NO KEGIATAN NILAI (1-100) KETERANGAN


1. PENYAMPAIAN MATERI
1. Suara cukup jelas dan berirama
2. Kecepatan dan ketepatan sesuai
3. Gaya penyajian menyenangkan
4. Menerangkan inti masalah secara jelas
2. PENGUASAAN MATERI
1. Kemampuan identifikasi pasien
2. Kemampuan anamnesis pasien
3. Kemampuan pemeriksaan fisik pasien
4. Kemampuan pemeriksaan oftalmologis
5. Kemampuan penegakan diagnosis
6. Kemampuan diagnosis diferensial
7. Kemampuan pemeriksaan penunjang
8. Kemampuan penatalaksanaan
9. Kemampuan membuat prognosis
10. Mampu membuat suatu kesimpulan
T O T A L N I L A I

KOMENTAR : ______________________________________________________________
_____________________________________________________________________________________

SARAN : ______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Palembang, 20
Tanda Tangan Penguji

( )

22
FORMULIR LONG CASE
(PRESENTASI KASUS/CASE BASE DISCUSSION)

JUDUL : ____________________________________________________
PENYAJI : ____________________________________________________
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
PEMBIMBING : 1. __________________________________________________
2. __________________________________________________
3. __________________________________________________

PETUNJUK : Isi nilai di kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai
dengan pendapar sejawat.
SKALA NILAI : < 41 : sangat kurang
41- 55: kurang
56- 70: cukup
71- 85: baik
86 > : sangat baik

NO KEGIATAN NILAI (1-100) KETERANGAN


1. PERSIAPAN MAKALAH
1. Kejujuran
2. Kreatifitas
3. Ketekunan
4. Tanggung jawab
5. Kerjasama
2. PENYAJIAN MAKALAH
1. Suara cukup jelas dan berirama
2. Kecepatan dan ketepatan sesuai
3. Gaya penyajian menyenangkan
4. Menerangkan inti masalah secara jelas
5. Memperhatikan hadirin
3. PENGUASAAN MATERI
1. Ketepatan dalam menjawab pertanyaan
2. Objektif dalam menanggapi pertanyaan
T O T A L N I L A I (Dibagi 12)

KOMENTAR : ____________________________________________________
_______________________________________________________________________

SARAN : ____________________________________________________
_______________________________________________________________________

Palembang, 20
Tanda Tangan Penguji

( )

23
FORMULIR TELAAH ILMIAH

JUDUL : ____________________________________________________
PENYAJI : ____________________________________________________
PEMBIMBING : ____________________________________________________

PETUNJUK : Isi nilai di kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai
dengan pendapar sejawat. TIDAK semua kolom harus di isi.
SKALA NILAI : < 41 : sangat kurang
41- 55: kurang
56- 70: cukup
71- 85: baik
86 > : sangat baik

NO KEGIATAN NILAI (1-100) KETERANGAN


1. PERSIAPAN MAKALAH
1. Kejujuran
2. Kreatifitas
3. Ketekunan
4. Tanggung jawab
2. PENYAMPAIAN MAKALAH
1. Suara cukup jelas dan berirama
2. Kecepatan dan ketepatan sesuai
3. Gaya penyajian menyenangkan
4. Menerangkan inti masalah secara jelas
3. PENGUASAAN MATERI
1. Mampu menjelaskan latar belakang
Dan tujuan makalah ilmiah
2. Mampu menguasai anatomi di makalah Ilmiah
3. Mampu menguasai fisiologi di makalah Ilmiah
4. Mampu menguasai patofisiologi di makalah ilmiah
5. Mampu menjelaskan cara pemeriksaan
suatu kasus di makalah ilmiah
6. Mampu menguasai penegakkan diagnosis
diferensial di makalah ilmiah
7. Mampu menguasai penegakkan diagnosis
diferensial di makalah ilmiah
8. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang
9. Mampu menguasai penatalaksanaan di
makalah ilmiah
10. Mampu menguasai kapan harus di rujuk
11. Mampu menguasai prognosis di
makalah ilmiah
12. Mampu membuat suatu kesimpulan
dalam makalah ilmiah
T O T A L N I L A I

KOMENTAR : ______________________________________________________________
SARAN : ________________________________________________________

HASIL = NILAI UJIAN TULIS + NILAI UJIAN PASIEN =


2 Palembang, 20
Tanda Tangan Penguji
( )

24
LAMPIRAN 2: Urain Pokok Bahasan

APPARATUS LAKRIMALIS

Sistem lakrimalis yang mencakup strktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan drenase
air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk air
mata. Duktus nasolakrimalis merupakan unsur ekskresi sistem ini yang mencurahkan kedalam
hidung. Cairan mata disebarkan atas permukaan mata oleh kedipan mata.
Radang kelenjar akut lakrimal adalah keadaan langka yang paling sering terdapat pada anak-
anak sebagai komplikasi parotitis epidemika, campak, atau influenza dan pada orang dewasa
sehubungan dengan goonore. Dakriodenitis menahun mungkin merupakan akibat dari infiltrasi
limfositik jinak, limfoma leukimia, atau tuberkulosis. Keadaan ini sering bilateral sebagai manifestasi
sarkoidosis. Bila menyertai pembengkakan kelenjar parotis disebt sindrom Mikulicz. Nyeri hebat,
pembengkakan dan pelebaran pembuluh darah terjadi diaspe temporal palpebra superior sering
menampakkan kurva berbentuk S. Jika terdapat infeksi bakteri, berikan antibiotik sistemik, jarang
sampai diperlukan drenase ntuk infeksi secara bedah.
a. Dakrioadenitis
Peradangan kelenjar lakrimal atau dakrioadenitis merupakan penyakit yang jarang
ditemukan dan dapat dalam bentuk unilateral ataupun bilateral.
Dakrioadenitis dapat berjalan akut ataupun kronis. Infeksi akut dan kronis dapat terjadi
akibat infeksi :
- Virus : parotitis, herpes zoster, virus ECHO, dan virus sitomegali. Pada anak dapat terlihat
sebagai komplikasi infeksi air liur, campak, influenza.
- Bakteri : Staphylcoccus aureus, streptokok gonokok. Dakioadenitis dapat terjadi akibat
infeksi retrograd konjugtivitis. Trauma tembus dapat menimbulkan reaksi radang pada
kelenjar lakrimal ini.
- Jamur : histoplasmosis, aktinomises, blastomikosis, norkadiosis dan sporotrikosis.
- Sarkoid dan idiopati.
Dakrioadenitis menahun sekunder dapat terjadi akibat penyakit hodgkin, tuberkulosis,
mononukleosis infeksiosa, leukemia limfatik dan limfosarkoma.
Pasien dakrioadenitis akut umunya mengeluh sakit di daerah glandua lakrimalis yait
bagian temporal atas rongga orbita disertai dengan kelopak mata yang bengkak, konjungtiva
kemotik dengan belek. Pada infeksi akan terlihat bila mata bergerak akan memberikan sakit
dengan pembesaran kelenjar preaurikel.
Dakrioadenitis akut perlu dibedakan dengan selulitis orbita, dengan melakukan biopsi
kelenjar lakrimal. Bila kelopak mata dibalik tampak pembengkakan berwarna merah
dibawah kelopak mata atas temporal. Pada keadaan menahun terdapat gambaran yang
hampir sama dengan keadaan akut tetapi tidak disertai rasa nyeri. Apabila pembengkakan
cukup besar, bola mata terdorong ke bawah nasal tetapi jarang terjadi proptosis.Pengobatan
pada dakrioadenitis biasanya dimulai dengan kompres hangat, antibiotik sistemik dan bila
terlihat abses maka dilakukan insisi. Bila disebabkan oleh radang menahun maka diberikan
pengobatan yang sesuai.

25
Diagnosis banding akrioadenitis adalah kalazion, konjungtivitis adenovirus, selulitis
preseptal, selulitis orbita, dan keganasan kelenjar lakrimal. Penyulit dakrioadenitis akut
dapat meyebabkan fistula pada kelenjar lakrimal.

ALOGARITMA

26
b. Dakriosisitis
Infeksi dari sakus lakrimalis adalah penyakit umum yang biasanya terdapat pada bayi
atau pasca-menapause. Paling sering unilateral dan selalu sekunder terhadap obstruksi
duktus nasolakrimalis. Pada banyak kasus dewasa, penyebab obstruksi itu tidak diketahui.
Dakriosisitis jarang terdapat pada golongan usia pertengahan kecuali sesudah trauma atau
disebabkan sebuah dakriolit. Penyembuhan spontan terjadi setelah dakrolit terlepas,
namun biasanya kambuh lagi.
Pada bayi, infeksi menahun menyertai obstruksi duktus nasolakrimalis, namun
dakrosisitis akut jarang terjadi. Dakrosisitis akut pada anak-anak seringkali adalah akibat
infeksi Haemophilus influenza. Harus segera diterapi secara agresif karena risiko timbulnya
selulitis orbital.
Dakrosisitis akut pada orang dewasa biasanya disebabkan Staphylococcus aureus
atau kadang-kadang Streptococcus β hemolyticus. Pada dakriosisitis menahun, organisme
dominan adalah Streptococcus pneumonia dan Candida albicans – infeksi campur tidak
dijumpai. Agen infeksi dapat ditemukan secara mikroskopik dengan memulas hapus
konjungtiva yang diambil setelah memeras sakrus lakrimalis.
Temukan klinik
Gejala utama dakrosisitis adalah berair mata dan belekan (bertahi mata). Pada bentuk akut,
didaerah saks lakrimalis terdapat gejala radang, didaerah sakus lakrimalis terdapat gejala
radang, sakit, bengkak, dan nyeri tekan. Materi purulen dapat diperas dari sakus. Pada yang
menahun, tanda satu-satunya adalah berair mata. Materi mukoid biasanya dapat diperas
dari sakus. Yang menarik adalah bahwa dakriosisitis jarang dipersulit oleh konjungtivitis,
walaupun sakus konjungtiva secara menetap bermandikan pus (nanah) yang keluar dari
punctum lacrimale. Kadang-kadang timbul ulkus kornea setelah trauma ringan pada kornea
pada dakriosisitis pneumonia.
Terapi
Dakrosisitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang memadai, dan
bentuk menahun sering dapat dipertahankan agar laten dengan tetesan antibiotika.
Meskipun behgitu, menghilangkn obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya
Pada orang dewasa adanya molekul adalah pertanda bahwa tempat obstruksi adalah di
duktus nasolakrimalis dan bahwa diindikasikan tindakan dakriosistorinostomi.
Pada dakriosistitis infantil, tempat stenosis biasanya pada valvula Hasner. Tiadanya
kanalisasi adalah kejadian umum (4-7% dari neonatus), namun biasanya duktus itu
membuka secara spontan daam bulan pertama. Sakus lakrimalis yan ditekan kuat-kuat dapt
robek membran sehingga terbuka. Jika stenosis menetap lebih dari 6 bulan atau jika timbul
dakriosisitis maka diindikasikan pelebaran dukts dengan probe. Satu kali tindakan efektif
pada 75%kasus. Sisanya hampir selalu dapat disembuhkan pada tindakan ulangan. Dengan
merusak konka inferior ke dalam, atau dengan bidai lakrimal silikon temporer. Tindakan
pelebaran jangan dilakukan bila ada infeksi akut.
Karena tindakan ini kurang berhasil untuk dewasa.

27
ALOGARITMA

Pasien dengan Dakriosisitis

Akut Kronis

Candida albicans
Haemophilus influenza Staphylococcus aureus
Streptococcus pneumonia
Streptococcus β hemolyticus

Bayi, anak-anak dewasa

berair mata dan belekan (bertahi mata) Kronis:

Akut : tanda satu-satunya adalah berair mata.


Materi mukoid biasanya dapat diperas
Didaerah saks lakrimalis terdapat gejala radang, dari sakus
didaerah sakus lakrimalis terdapat gejala radang,
sakit, bengkak, dan nyeri tekan. Materi purulen dapat
diperas dari sakus.

Penatalaksanaa : ANTIBIOTIKA

Dewasa  obstruksi  dakriosistonosmoni

Infantil  tempat stenosis pada vulva Hasner 


kanalisasi  menetap 6 bln dakriosisitis indikasi
pelebaran duktus probe  75% efektif lalu dibutuhkan
pengulangan.

28
KEHILANGAN PENGLIHATAN

Pengelihatan adalah indera yang paling berharga, sehingga kehilangan pengelihatan membutuhkan
perhatian yang serius. Tidak dapat diterapi dan bersifat permanen, itu adalah perubahan pada hidup
pasien yang signifikan, khususnya bila terjadi pada kedua mata.
A. Jika kehilangan pengelihatan secara tiba-tiba dan tanpa penyebab yang nyata (misalnya
trauma), adanya kehilangan pengelihatan yang tiba-tiba pada satu mata atau dua mata
dapat mengindikasikan oklusi a.retina pada kasus gawat darurat. Dokumentasi yang cepat
pada kondisi ini (pemeriksaan pengelihatan, pupil, dan retina) dilakukan dalam 2 jam setelah
gejala terjadi, dapat menghasilkan terapi dini yang sukses pada kegawatdaruratan, dimana
terapi tersebut terdiri dari massage okular, parasentesis kornea untuk menurunkan tekanan
okuler dan meningkatan perfusi, injeksi dengan pemberian vasodilator, dan breathing of CO2.
Setelah 90 menit, oklusi sentral dari a.retina menjadi lengkap, retina akan rusak secara
permanen dan tidak dapat disembuhkan.
B. Pendarahan vitreous non-traumatik biasanya disebabkan oleh perlepasan vitreous.
Pendarahan dapat murni berasal dari adhesi vitreous ke struktur vaskular di atas permukaan
retina, seperti pada pembuluh darah diskus atau neovaskularisasi dari berbagai penyebab
dan dari pembuluh darah retina ketika terjadi robekan retinaa. Pendarahan vitreous yang
kecil dapat dibersihkan dengan cepatdari aksis visual dengan gravitasi, jadi pasien tidak
berada dalam bahaya. Melakukan pemeriksaan retina yang teliti pada semua pasien yang
mengalami pendarahan vitreous pada berbagai jumlah dapat menyingkirkan robekan retina
dan dapat mengkonfirmasi perlepasan vitreous. Terapi gejala dari robekan retina yang
berbentuk tapal kuda adalah untuk mencegah perlepasan retina. Oklusi vena dapat
menyebabkan edema makula yang dapat sembuh dalam beberapa minggu datau bulan.
Oklusi sentral atau cabang dari aa.retina biasanya bersifat emboli dan dapat menghasilkan
gejala yang sementara ketika embolus pindah ke hilir atau bagian bawah. Terapi biasanya
diatur saat ini terjadi dengan cara membuat vasodilatasi yang tiba-tiba. Beberapa gangguan
makula menghasilkan gejala gangguan pengelihatan yang sementara. Central Serous
Choroidopathy hampir dapat sembuh sempurna dalam 6 minggu sampai 6 bulan. Beberapa
kondisi inflamasi seperti idiopathic stellate neuroretinopathy dan acute multifocal punctate
pigment epitheliopahty (AMPPE) sembuh dalam beberapa minggu seperti pendarahan
dibeberapa degenerasi makula (misalnya age-related atau angioid streaks). Ketika penyakit
ini jelas, penglihatan mungkin dapat sampai ke penyebab dasara yang persisten dan pada
akhirnya mengarah pada hilangnya pengelihatan yang permanen. Edema makula akibat solar

29
burn setelah melihat gerhana atau memandang matahari sering memberikan penyembuhan
yang mengejutkan. Kelaina yang parah khususnya kelaina sistemik, terutama kelaina yang
menyebabkan hipertensi (misalnya idiopatik, eklampsia, atau ketidakseimbangan metabolik
yang parah seperti gagal ginjal akut) mungkin dapat menyebabkan kehilangan pengelihatan
yang sementara sampai penyebab utama disembuhkan, biasanya akibat edema makula atau
perlengketan retina sekunder.
C. Trauma tumpul pada kepala jarang menyebabkan kehilangan pengelihatan dibandingkan
trauma langsung pada mata dan rongga mata, tetapi trauma tumpul pada kepala dapat
menyebabkan brain injury, khususnya pada korteks oksipital, dan saraf optik contrecoup dan
kerusakan retina. Jika diduga terjadi kontusio saraf optik, maka dipertimbangkan pemberian
steroid dosis tinggi secara sistemik. Trauma langsung dapat muncul dalam berbagai bentuk.
Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan pengelihatan melalui mekanisme dari
edema kelopak mata yang parah sampai avulsion saraf dan termasuk fraktur orbital,
pendarahan okuler, katarak, kerusakan retina. Pemeriksaan pupil untuk mendapatkan defek
pupil yang aferen (Marcus Gun) sangat menolong untuk menentukan kerusakan
pengelihatan pada jalur pengelihatan. Echography adalah cara yang mudah, murah, dan
non-invasif untuk menyingkirkan kondisi yang patologis. CT Scan dan MRI dapat membantu
khususnya dalam menentukan fraktur orbital dan saraf optik dan kerusakan otak. Pada
trauma langsung yang parah selalu diduga perforasi okuler. Hipotoni yang parah, kemosis,
dan kehilangan pengelihatan adalah dugaan utama. Echography khususnya A-scan yang
sudah distandarisasi dapat membantu pemeriksaan. Perforasi okuler biasanya sering
disebabkan oleh potongan baja, biasanya bersifat magnet, yang biasa masuk ke mata saat
pasien menggunakan palu pada objek metal. Karena baja sangat kecil dan tipis, baja
membuat perforasi dengan mudah melalui jalan masuk luka, sehingga membuat sulit
ditemukan. Riwayat trauma mata harus ditanya secara lengkap termasuk bagaimana cara
trauma mata itu terjadi. Membuat plain film dari rongga mata harus rutin dilakukan pada
dugaan trauma. Benda-benda berujung tajam (misalnya anak panah, pensil, jarum) yang
menyebabkan luka pada mata, walaupun nampaknya hanya menyebabkan perforasi pada
bagian anterior, tetapi sering meninggalkan perforasi ganda. Echography dapat membantu
menyingkirkan hal ini.
D. Setelah operasi, kehilangan pengelihatan dapat terjadi dari sebagian besar komplikasi nyata
pada okuler (misalnya hifema). Namun, setelah pembedahan okuler, pendarahan orbital,
kerusakan saraf optik, perforasi okuler, dan injeksi intravaskuler selama anatesi retrobulbar
harus dipikirkan.

30
E. Kehilangan pengelihatan mendadak menetap yang idiopatik, bersifat bilateral, sering
merupakan akibat dari penyakit non-okuler. Namun, beberapa pasien yang hilang
pengelihatan bilateral, awalnya terjadi unilateral, dan mata kedua menjadi buta karena
kelainan yang sama. Semua kasus kehilangan pengelihatan harus dianggap sebagai kasus
gawat darurat sampai pemeriksaan dilakukan. Kehilangan pengelihatan monokuler pada
pasien tua biasanya akibat artritis temporak (kranial). Peningkatan sedimentasi membantu
dugaan diagnosis, pada waktu tertentu steroid harus diberikan secepatnya untuk mencegah
keterlibatan mata lainnya. Biopsi a.temporalis dapat mengkonfirmasi diagnosis, dan hasil
akan abnormal pada beberapa hari setelah terapi steroid dimulai.
F. Kehilangan pengelihatan akibat racun dan mungkin dapat disebabkan oleh keracunan
alkohol metil kuinin. Akhir-akhir ini, alkohol metil kuinin digunakan sebagai obat-obatan
terlarang, sehingga sulit untuk mengumpulkan riwayat pasien mengenai ini kecuali sudah
disingkirkan secara spesifik.

Level Kompetensi
3 A : mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-Ray). Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan
kasus gawat darurat).

31
Pasien dengan kehilangan
pengelihatan
(A) Ketajaman pengelihatan
Riwayat temporal

sementara
menetap

Pemeriksaan retina
Riwayat tambahan
Pemeriksaan mata
normal (B) abnormal

Pertimbangkan : Pertimbangkan : (C) traumatik (D) setelah operasi (E) spontan


 Penyebab  Pendarahan vitreous
neurologis  Oklusi vaskularisasi
 Glaukoma akut retina
Pemeriksaan X- terapi Ditemukan Tidak
 Gangguan makula
Ray, CT, MRI abnormalitas ditemukan
 Kondisi sistemik
abnormalitas

terapi
terapi
Pertimbangkan :
 Keracunan
 Keganasan
 Histeria

32
PENURUNAN PENGELIHATAN PADA MALAM HARI

A. Riwayat pasien dengan masalah pengelihatan pada malam hari dikenal sulit dipercaya. Pada
kasus sensitivitas adapatasi gelap yang sangat rendah, penurunan pengelihatan pada malam
hari bukan merupakan keluhan pasien. Banyak keluhan dari masalah pengelihatan pada
malam hari berhubungan dengan sensitivitas dari cone yang lebih daripada rod karena
kemampuan iluminasi pada lingkungan yang kurang pencahayaan jarang ditemukan.
B. Adaptasi gelap diperiksa dengan adaptometer Goldmann-Weekers. Pupil berdilatasi dan
keseluhan lapangan bola mata beradaptasi selama 7 menit dengan perkiraan iluminasi 2000
lumen/m2 dari sebagian anterior yang digunakan sebagai lapangan adaptasi dan proyeksi
perimeter. Adaptasi cahaya ditidakaktifkan, dan pemeriksaan cahaya dilakukan pada area
pusat dengan sudut 15º dari titik fiksasi cahaya. Intensitas dari interval tersering menurun
dan meningkat dalam kumpulan nilai yang hanya dilihat untuk pasien. Tes warna cahaya
dapat digunakan untuk menentukan kontribusi relatif dari rod dan cone, dan posisi fiksasi
cahaya dapat bervariasi pada tes bagian lain dari lapangan pandang.
C. Elektroretinogram (ERG) adalah alat elektronik yang berespon terhadap hasil respon retina
dengan kilatan cahaya atau berbagai jenis stimulus yang dapat terlihat. Secara klinis ERG
dapat digunakan untuk menentukan perbandingan rod dan cone, perbandingan bagian luar
dan dalam retina, juga bagian lateral.
D. Lokalisasi area abnormal pada retina biasanya dapat dilihat dari pemeriksaan fundus seperti
pada lesi korioretina atau perubahan pigmen.
E. Abnormalitas korioretina digunakan untuk mengetahui kelainan yang luas. Hal ini penting
juga untuk menentukan perbedaan mengenai progresivitas dan keseimbangan alami dari
penyakit. Hal ini ditentukan dari riwayat penyakit, namun ERG dapat membantu
menentukan tipe dari diagnosis penyakit.
F. Penemuan fundus sangat penting dalam menentukan komponen fundus albipunctatus dan
penyakit Oguchi. Adaptasi baik dari cone dan rod mengalami keterlambatan pada fundus
albipunctatus dimana berhubungan dengan melambatnya gerakan fotopigmen dari cone dan
rod. Pada penyakit Ogutci hanya adaptasi dari rod yang terlambat. Terlambatnya waktu
adaptasi dari cone dan rod juga dapat ditemukan pada disfungsi pigmentasi epitel retina,
seperti fundus flavimaculatus dan dominant drusen. Beberapa penyakit hanya
mempengaruhi fungsi cone. Pada akromatopsia komplit atau monokromatisme rod terjadi
penurunan pengelihatan dan tida ada ERG dari cone atau cabang cone selama adaptasi
gelap, tetapi rod masih berfungsi normal.

33
G. Retinis pigmentosa (RP) dan degenerasi dari cone-rod adala 2 fotoreseptor distropi utama
yang bersifat progresif yang berhubungan dengan penurunan pengelihatan pada malam
hari. Perbedaan yang nyata dari kedua hal tersebut adalah elevasi dari rod dimana
degenerasi cone-rod <100-fold dan degenerasi dari rod-cone >100-fold. Selain degenerasi
cone-rod terjadi juga gangguan pengelihatan warna dan fotophobia adalah keluhan
utamanya. ERG dan adaptasi gelap dapat normal pada distropi total dimana dapat dideteksi
pada perubahan fundus, ketajaman pengelihatan, dan atau pengelihatan warna. Selain itu
ada juga bentuk herediter dari atropi koroid seperti koroideremia dan sklerosis koroid,
dimana menyebabkan sebuah distropi fotoreseptor sekunder dan berakhir pada penurunan
pengelihatan dimalam hari yang lebih dini. Avitaminosis bukan merupakan masalah
makanan pada negara berkembang, tetapi biasanya terjadi sindrom malabsopsi. Kondisi
yang diakibatkan oleh defisiensi zinc (seperti sirosis alkoholik, pankreatitis kronik)
berhubungan dengan masalah pengelihatan pada malam hari. Sebagai tambahan, beberapa
penyakit sistemik berhubungan dengan degenerasi retina yang berhubungan dengan
masalah pengelihatan pada malam hari adalah abnormalitas lemak (seperti sindrom Bassen-
Kornzweig atau abetalipoproteinemia) sebagai akibat dari rendah level vitamin A dan E
dalam plasma. Glaukoma dapat menyebabkan kehilangan sebagian kecil sensitivitas adaptasi
gelap, dimana jumlah rod lebih banyak daripada cone pada area luar pengelihatan.
Pemeriksaan fundus dan angiografi flouresens berguna untuk membedakan abnormalitas
retina.
H. Permasalahan sekunder termasuk silau dari media opasitis; miopia malam hari, dimana pada
keadaan gelap akomodasi titik tengah tidak sesuai: dan miosis karena usia dan obat-obatan.
Beberapa pasien menunjukkan penurunan sensitivitas yang berlebih-lebihan pada cabang
rod dari adaptasi gelap yag dideteksi dari sebuah stimulus kilatan merah. Pasien-pasien
dengan penyakit ini biasanya memiliki keluhan berupa masalah saat berkendaraan malam
hari.

Level Kompetensi
3 A : mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-Ray). Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan
kasus gawat darurat).

34
Pasien dengan kesulitan melihat pada malam hari

(A) riwayat

(B)Pemeriksaan adaptasi gelap

abnormal normal

(C)ERG ERG

normal abnormal abnormal normal

(D)pertimbangkan : (E)pertimbangkan : Pertimbangkan : (H)pertimbangkan :


defek jalur abnormalitas abnormalitas  masalah sekunder
pengelihatan atau korioretina retina tidak  interaksi rod-cone
abnormalitas retina generalisata sempurna yang abnormal
yang terlokalisasi

(F)menetap (G)progresif

Pertimbangkan : Pertimbangkan :
 Fundus  Retinis pigmentosa
albipunctatus  Degenerasi cone-
 Ogutchi’s disease rod
 Buta malam  Penyakit sistemik
esensial yang atau metabolik
menetap dan keracunan
 Akromatopsia

35
DEFEK LAPANGAN PANDANG

I. HEMIANOPSIA BITEMPORAL
Hemianopsia bitemporal adalah hilanganya setengah lapangan pandangan temporal kedua
mata yang merupakan tanda khusus kelainan kiasma optik, dapat juga akibat meningitis
basal, kelainan sfenoid, dan trauma kepala.
Level Kompetensi
3 A : mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-
Ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke
spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

II. HEMIANOPSIA HOMONYMOUS


Hemianopsia homonymous adalah hilangnya lapangan pandang pada sisi yang sama pada
kedua mata yang dapat terlihat pada lesi temporal
Level Kompetensi
3 A : mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-
Ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke
spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

III. SKOTOMA
Skotoma terbagi atas skotoma busur (arkuat) dan skotoma sentral. Skotoma busur (arkuat)
adalah skotoma yang dapat terlihat pada glaukoma, iskemia papil saraf optik, dan oklusi
arteri retina sentral. Skotoma sentral adalah skotoma yang terlihat pada retinis sentral.
Level Kompetensi
3 A : mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-
Ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke
spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

36
Pasien dengan defek lapangan pandang

Skotoma Skotoma Skotoma Skotoma Altitudinal hemianopsia


parasentral, cecocentral temporal pada area defect
sentral Bjerrum’s
Defek bundle Perluasan
makulopapilary desakan monocular binocular
Penyakit
koroid atau bintik buta
retina atau
incongruous congruous
lesi saraf
optik
Defek bundle serat saraf
Defek retina,
inferior Superior dan
oklusi cabang
inferior
a.retina superior
Scimitar-shaped Comma- Nasal Isolated altitudinal
atau inferior, Lesi
scotoma shaped step scotoma hemianopsia
perlepasan suprakiasmik
extention of
eksudat retina
blind spot
Bundle serat Lesi
nervus arkuata Bagian Bagian Optic disk,
dibawah
Bagian distal dari tengah dari a.siliari
kedua lobus
proksimal bundle bundle posterior,
oksipital
Bjerrum’s dari bundle serat saraf serat saraf oklusi,
atau di atas
scotoma serat saraf arkuata arkuata koloboma
fisura
arkuata
Nasal step yang kalkari
besar dengan
Seidel’s kerusakan
scotoma perifer temporal

monocular binocular

Defek bundle serat saraf arkuata

Defek heteronymous homonymous


quadrantanopic
superior
bitemporal binasal incongruous congruous

Junctional
scotoma Lesi Lesi Lesi Densest
kiasma kiasma jaras superiorly
optikum optikum optik (“pie in
(kompresi (kompresi the sky”)
sentral) kedua sisi)

Lesi lobus temporal

Densest lengkap Hanya Sparing


inferiorly lapangan temporal
sentral crescent

Ujung lobus
Lobus oksipital
parietal

Lobus
oksipital

37
DIPLOPIA

Diplopia atau penglihatan ganda adalah suatu gangguan penglihatan yang mana obyek terlihat dobel
atau ganda. Diplopia berasal dari bahasa Yunani, diplo = dobel atau ganda, opia = penglihatan.
Diplopia secara umum dibagi menjadi dua yaitu :

1. Diplopia binokular yaitu penglihatan ganda terjadi apabila si pasien melihat dengan kedua
mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Kondisi ini disebabkan antara lain oleh
gangguan pergerakan otot bola mata sehingga sudut kedua mata tidak sinkron (tahap awal
seseorang yang akan menjadi juling atau strabismus). Penyebab lainnya adalah kerusakan
saraf yang melayani otot otot bola mata. Kerusakan saraf ini disebabkan oleh stroke, cidera
kepala, tumor otak dan infeksi otak. Diplopia binokular juga bisa terjadi pada pasien
diabetes, miastenia gravis, penyakit graves, trauma atau cidera pada otot mata dan
kerusakan pada tulang penyangga bola mata.

2. Diplopia monokular yaitu diplopia yang hanya terjadi pada satu mata. Penglihatan ganda
muncul saat salah satu mata ditutup. Gangguan ini dapat terjadi pada pasien dengan
astigmatisme, gangguan lengkung kornea, pterigium, katarak, dislokasi lensa mata,
gangguan produksi air mata dan beberapa gangguan pada retina.

Karena bukan merupakan penyakit secara khusus atau dengan kata lain diplopia merupakan gejala
yang bisa terjadi pada beberapa penyakit yang saya sebutkan diatas maka pengobatan diplopia
tergantung dari penyakit dasar yang menyebabkan terjadinya diplopia.
Level Kompetensi
3 A : mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-Ray). Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan
kasus gawat darurat).

38
Pasien dengan pengelihatan ganda

Pengelihatan ganda muncul saat pasien melihat Pengelihatan ganda muncul saat salah satu
dengan kedua mata dan menghilang bila salah mata ditutup
satu mata ditutup

monokular
binokular

Penyakit Gangguan Kerusakan astigmatisme Gangguan pterigium katarak


sistemik pergerakan syaraf yang lengkung
otot bola melayani bola kornea
mata mata

diabetes
strabismus

stroke Cedera Tumor otak Infeksi otak


kepala

Terapi penyebab

39
AMBLYOPIA

Ambliopia adalah gangguan mata berupa penurunan tajam penglihatan akibat adanya
gangguan perkembangan penglihatan selama masa kanak-kanak. Keadaan ini juga dikenal dengan
istilah lazy eye atau “mata malas”. Bila salah satu mata memiliki tajam penglihatan yang baik
sedangkan mata yang lainnya tidak, maka mata dengan tajam penglihatan yang lebih buruk akan
mengalami ambliopia. Umumnya hanya satu mata yang mengalami ambliopia, namun tidak
menutup kemungkinan gangguan ini bisa terjadi pada dua mata sekaligus. Ambliopia sering
ditemukan dan dapat mengenai 2 hingga 3 orang dari 100 pasien. Masa terapi ambliopia yang paling
baik adalah selama masa bayi dan awal masa anak-anak. Ambliopia disebabkan oleh berbagai
macam kondisi yang mempengaruhi perkembangan penglihatan. Umumnya kondisi ini bersifat
diturunkan. Ada 3 penyebab utama ambliopia, yaitu:
 Strabismus (Juling)
Ambliopia umumnya muncul pada mata yang mengalami strabismus (juling). Mata juling
terjadi untuk menghindari penglihatan ganda (double) oleh anak tersebut. Anak juga
biasanya lebih senang memakai mata sebelahnya dengan tajam penglihatan yang lebih baik.
Mata yang juling adalah mata dengan tajam penglihatan yang lebih buruk.
 Kelainan refraksi yang tidak seimbang antar kedua mata
Kelainan tajam penglihatan bisa diatasi dengan kaca mata. Namun, ambliopia bisa muncul
bila salah satu mata tidak fokus oleh karena ukuran minus, plus, atau silinder yang lebih
besar bila dibandingkan dengan mata sebelahnya.

Ambliopia juga bisa muncul pada dua mata sekaligus bila tajam penglihatan pada kedua
mata sangat buruk. Keadaan ini muncul pada penderita minus, plus atau silinder tinggi.
 Kekeruhan pada jaringan mata yang normalnya jernih Katarak (kekeruhan pada lensa mata)
dapat menimbulkan ambliopia. Setiap kondisi yang mencegah masuknya bayangan objek ke
dalam mata bisa menyebabkan ambliopia. Keadaan ini adalah penyebab ambliopia yang
paling buruk.

Ambliopia dapat dideteksi dengan menemukan perbedaan tajam penglihatan antara kedua mata
atau ditemukan tajam penglihatan yang sangat buruk pada kedua mata. Karena memeriksa tajam
penglihatan pada anak-anak yang lebih kecil sangat sulit, dokter mata dapat menilai tajam
penglihatan anak-anak ini dengan melihat reaksi bayi mengikuti suatu benda. Pemeriksaan dilakukan
pada masing-masing mata yang ditutup secara bergantian (patch). Jika salah satu mata ambliopia

40
dan mata yang tajam baik ditutup, maka bayi akan memberikan reaksi berupa mengintip dari balik
patch, berusaha membuka patch, atau menangis. Tajam penglihatan yang lebih buruk pada salah
satu mata tidak selalu berarti anak menderita ambliopia. Seringkali, tajam penglihatan ini masih bisa
diatasi dengan memberikan kacamata pada anak tersebut.

Level Kompetensi
3 A : mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-Ray). Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan
kasus gawat darurat).

41
PAPIL EDEMA

Papil edema disebabkan oleh banyak proses. Pertanyaan yang paling penting adalah apakah
penglihatan dipengaruhi. Gangguan penglihatan mengindikasikan adanya edema yang terjadi tidak
pasif tetapi lebih signifikan proses aktif mempengaruhi saraf optik. Gejala kerusakan lapangan
pandang dapat lebih membantu untuk menentukan untuk menentukan suatu proses yang alamiah.
Pertimbangan diagnosis adalah sama untuk edema diskus unilateral dan bilateral dengan
kekosentral skotoma.
A. Pada pasien dengan edema diskus bilateral, pertama harus mempertimbangkan
adanya peningkatan tekanan intrakranial kecuali jika bagian lain dari pemeriksaan klinik
menggambarkan sebaliknya contohnya uveitis.
B. Optik neuropati terdiagnosis dengan adanya suatu kerusakan pupilary afferent,
penurunan visus warna dan kerusakan lapangan pandang neuropatik (altitudinal, arcuate,
kekosentral atau konsriktif). Kehilangan lapangan pandang yang non neuropatik tidak memiliki
gambaran seperti diatas ( contohnya macular).
C. Kebutaan bilateral akut dengan edema diskus mungkin terlihat pada pasien dengan
keracunan metanol. Optik neuritis bilateral biasa terjadi pada anak-anak dan jarang terjadi pada
orang tua. Unilateral, sentral skotoma akut dengan edema pada dewasa lebih mungkin disebabkan
oleh oklusi vena sentral, yang mana menunjukkan perdarahan retinal diffuse. Onset yang subakut
dalam hitungan hari mengindikasikan adanya optik neuritis. Singkirkan terlebih dahulu proses infeksi
kronik seperti lues, fungi, dan tuberkulosis; proses infiltrative seperti leukimia dan limfoma dan
proses inflamatory kronik seperti sarkoid dan penyakit kolagen vaskular sebelum membuat diagnosis
demielinisasi optik neuritis. Suatu onset subakut dalam hitungan minggu menunjukkan adanya
neuropaty optik kompresif. Jika neuropati adalah bilateral, pertimbangkan adanya glioma saraf optik
atau lapisan saraf meningioma; kompresif saraf optik unilateral dan edema diskus mungkin
disebabkan oleh hal tersebut atau lesi masa ekstrinsik, termasuk aneurisma.
D. Edema diskus dan suatu kerusakan lapangan pandang altitudinal adalah secara tinggi
merupakan sugestif iskemia dari diskus optikus pada situasi klinik yang sesuai. Banyak kasus
neuropati optik iskemia adalah idiopatik, tetapi temporal artritis atau arteritis giant sel dapat diobati
dan harus dikeluarkan. Bilateral, neuropati optik iskemik simultaneus adalah lebih sering disebabkan
oleh arteritis temporal.
E. Edema diskus monocular dengan penglihatan yang masih terpelihara dapat juga ditemukan
uveitis, sebagaimana pada kasus seldarah putih yang harus ada pada vitreus dan bilik mata depan.
Edema diskus dihubungkan dengan kongesti vena yang prominent dilengkapi dengan inflamasi vena
atau papiloplebitis pada pasien muda atau oklusi vena retinal sentral sebagian , kadang-kadang
disebut venous stasis retinopati pada pasien yang tua.
F. Unilateral edem diskus dari hipertensi intrakranial biasanya tidak umum tetapi biasanya
menjadi bilateral dalam waktu seminggu atau bulan. Gejala lain mungkin digunakan untuk
menentukan kebutuhan untuk kemajuan aditional studi.

42
Pasien dengan Papiledema

Bilateral
Unilateral

Gangguan visus Visus normal


Visus
Gangguan
normal
visus
Non neuropatik Optik Neuropaty edema diskus Perubahan
vaskular Tidak ada
optik yang
Gejala edema retina inflamasi
terisolasi
makula/ uveitis intraokuler
Papiledema Diabetik
Skotoma sentral Optik iskemik karena papilopati,
akut Neuropaty peningkatan diabetik Perubahan Diskus
Reaksi toksik akut Inflamasi tekanan retinopati, HTN vaskularisas anomaly
Optik neuritis Infeksius intrakranial retinopati i retina
Penekanan pada Penekanan pada
saraf optik saraf optik
Oklusivena sentral
retina
Sindrom iskemia
neuroimaging Papilitis benign
Papiledema awal
Normal Lesi kompresif Kompetensi
dokter umum (3A)
Pungsi lumbal
Non neuropatik Optik Neuropaty
Penigkatan TIK Normal TIK
Gejala patologi
makular
Anomali diskus
optikus
Konsentral Kerusakan lapagan
Disfungsi hormon
skotoma pandang altitudinal
paratiroid
Neuritis perioptik

Edema diskus Edema diskus


terisolated dengan :

Optik neuritis
Pendarahan retina
neuroimaging CRVO Gejala uveitis
neuroretinitis
Kompetensi
dokter umum
(3A)

43
NEUROPATI OPTIK

Neuropati optok terdiagnosis ketika gejala penurunan visus diikuti dengan dengan gangguan
warna, kerusakan pupil aferen, dan kerusakan lapangan pandang. Abnormalitas subjektif juga
termasuk penurunan saturasi warna dan kecerahan warna pada mata yang terlibat. Penampakan
diskus optik bervariasi tergantung proses durasi. Penyakit akut secara anterior memproduksi edema
diskus, tetapi penyakit akut dalam saraf optik retrobulbar tidak akan mengubah penampakan diskus
optikus. Penyakit saraf optik dari yang lebih kronik biasanya menyebabkan atropi, meskipun lesi
kompresif akan memproduksi edema diskus selama beberapa bulan sebelum terjadi perkembangan
atropi.

A. Melakukan tes lapangan pandang di kedua mata. Kerusakan yang menggambarkan


vertikal meridian mengindikasikan bahwa proses penyakit adalah intrakranial pada anterior kiasma
dan nerve optik jungsion. Karena banyak lesi kiasma disebabkan oleh lesi masa, perbedaan ini kritis
dalam membuat diagnosis kerja.
B. Profil temporal dari penurunan penglihatan adalah indikator paling dipercaya
sebagai penyebab dan memungkinkan pemeriksaan dan diagnostik terhadap banyak kemungkinan
diagnosis.
C. Atropi optik bilateral, kronik dan progresive biasanya disebabkan oleh atropi optik
heriditar, suatu nutrisional atau keadaan defisiensi atau faktor lingkungan atau obat-obatan.
Kerusakan lapangan pandang pada kondisi tersebut biasanya biasanya kekosentral. Untuk
memastikan bahwa tidak ada kemungkinan diatas maka membutuhkan pemeriksaan dari orang tua
dan saudara kandung dan juga untuk mengkonfirmasi data historis sweperti alkohol dan tembakau
dan kebiasaan diet. Jika kondisi tersebut tidak dapat terdiagnosis, pencitraan adalah penting untuk
menyingkirkan masa lesi yang secara simultan melibatkan dua saraf optik.
D. Pasien muda dengan kehilangan penglihatan akut atau subakut dan edema diskus lebih
sering memiliki proses inflamasi yang melibatkan diskus optikus. Neuritis optik idiopatik adalah lebih
sering terjadi, tetapi riwayat dan hasil laboratlorium sebaiknya digunakan untuk menyingkirkan
kondisi infllamasi dan infiltratif yang lebih spesifik dan lebih dapat diterapi.
E. Kepala saraf optik dapat mengalami pembengkakan dengan uveitis yang melibatkan globus
posterior atau dengan episkeliritis posterior. Kehilangan visus mungkin atau tidak mungkin muncul
ketika saraf edema dalam hubungannya dengan uveitis; pada saat muncul , kehilangan penglihatan
munhgkin disebabkan oleh inflamasi dari saraf atau dengan efek uveitis pada makula.

44
F. Kehilangan penglihatan dengan onset yanng tiba-tiba biasanya karena vaskular itu sendiri
dan pada orang tua mengindikasikan adanya oklusi vaskular retina atau jika terdapat edem diskus ,
neuropati optik iskemik. Kebanyakan neuropaty optik iskemik dihubungkan dengan arterosclerosis
dari arteriol kecil. , faktor mekanikal dihubungkan dengan ukuran diskus yang kecil atau kombinasi
dari itu semua. Meskipun begitu. Temporal arteritis juga menyebabkan neuropaty optik iskemik, dan
penanganan awal adalah penting untuk mencegah kehilangan visus lebih jauh. Gejala yang
menggambarkan adanya artritis adalah sakit kepala yang progresif atau nyeri kepala pada onset
awal, kejang otot pada dagu, demam pada malam hari atau demam berulang yang tidak diketahui
sebabnya dan rematik polimialgia. Pada umur lebih dari 70 tahun dan neuropati optik iskemik
bilateral simultaneus, terutama dengan kehilangan penglihatan, juga menandakan adanya temporal
arteritis. Hasil ESR biasanya meningkat. Diagnosis klinik yg kuat dengan peningkatan ESR secara
signifikan mungkin cukup untuk membuat diagnosis tanpa biopsi arteri temporal.
G. Neuropati optik akut dengan normal diskus optikus mengindikasikan abnormalitas dalam
saraf optik retrobulbar. Pertimbangan diagnosis sama dengan pasien dengan optik neuritis. Pituitary
apoplexy dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang akut secara bilateral dan biasanya
dihubungkan dengan pusing yang berat dan gangguan gerakan mata. Pada pasien yang lebih tua
dengan riwayat kanker dapat menderita meningeal carcinomatosis yang mana melibatkan saraf
optik bilateral dalam persentasi pasien yang besar.
H. Atropi optik yang progregsif pada satu mata memungkinkan untuk mengindikasikan lesi
kompresi, baik neoplastik ataupun aneurisma.

45
Pasien dengan neuropati optik

Bilateral unilateral

Lapangan pandang Kerusakan Kerusakan Kerusakan Lapangan pandang


temporal pada kiasma temporal pada
salah satu mata lainnya
Hanya kerusakan mata atau Tidak ada bukti
lapangan pandang CT/MRI
homonim kerusakan
neuropatik karakter kiasma
Edema pituitari
Menilai kecepatan Kranioparingioma Penurunan visus
dari penurunan visus Intrakranial meningioma yang progresif
Kiasma glioma
Metastases
Cupping Atropi optik atau
aneurisma
diskus tanpa edema diskus
pallor
Glaukoma Lesi kompresif
Kehilangan
visus akut CT/MRI

progresif Akut/subakut

Atropy dengan Cupping diskus Edema diskus Normal diskus


atau tanpa
cupping Retrobulbar
glaukoma Bukan uveitis Inflamasi Neuropati neuritis optik
Evaluasi intraokular optik iskemik
neurologis Evaluasi CT/MRI
neurologis Uveitis Evaluasi neurologis:
posterior, Arteritis temporal,
skleritis hipertensi, diabetes

Kompetensi
Vaskulitis dokter umum
Inflamasi
granulomatos :
Tuberkulosis,
sarcoidosis, sifilis,
Riwayat Riwayat fungi.
Riwayat makanan: Tidak ada riwayat
keluarga pekerjaan, Infiltrasi:
B12 toksik/metabolik
obat-obatan, Limfoma,leukimia
defisiensi/anemia atau neuropati
Optik atropi alkohol Amut meningitis
optik herediter
herediter
neuropati otik
Neuropati nutrisional CT/MRI
optik toksik
Kompetensi Meningioma Saraf bilateral
dokter umum Glioma saraf optik bilateral
Glioma kiasma
Meningioma planum sphenoidale
Lesi sinus spenoid

46
KELAINAN PADA KELOPAK MATA

Daftar penyakit Level kompetensi Daftar keterampilan

BLEPHARITIS 3A - Eyelids, inspection 4


- Eyelids, inspection by eversion
of the upper eyelid (untuk
menyingkirkan adanya
penyulit blepharitis seperti
kalazion, hordeolum) 4
- Eyelash, inspection 4
- Conjunctivae, inspection 4
- Cornea inspection 4
- Slit lamp examination 3

HORDEOLUM DAN KALAZION 3A - Eyelids, inspection 4


- Eyelids, inspection by the
eversion of the upper eyelid 4
- Conjunctivae, inspection 4

EYELID LACERATION 2 - Eyelids, inspection 4


- Conjunctivae, inspection 4
- Sclera inspection 4
- Corneal inspection 4
- Media of eye, by
transillumination 4
- Visus 4

ENTROPION 2 - Eyelids, inspection 4


- Eyelid, inspection of upper
eyelids by eversion 4
- Conjunctiva inspection 4

TRICHIASIS 2 - Eyelids, inspection 4


- Eyelid, inspection of upper

47
eyelids by eversion 4
- Slitlamp assesment 3

LAGOPHTHALMUS 2 - Eyelids, inspection 4


- Eyelid, inspection of upper
eyelids by eversion 4
- Cornea, determination of
sensation 3

48
BLEPHARITIS
Pasien dengan kelopak mata yang radang

A. riwayat

Pemeriksaan luar

Tidak terkait Plak skuamosa Telangiectasis Vesikel pada Maserasi, kantus Berwarna putih,
kelainan dan eritema dari kelopak kelopak lateralis basah, nodul yang
dermatologis pada alis, kulit mata, hidung, mata/ulserasi angular memiliki pusat
kepala, jenggot , pipi, dahi, dengan disribusi blepharitis pada kelopak
dan lipatan rhinophyma berciri khas mata, leher, tubuh
hidung

Pikirkan: Dermatitis rosacea Pikirkan:herpes Pikirkan: Molluscum


staphylococcal seboroik simpleks, contagiosum
blepharoconjun belpharoconjun moraxella
ctivitis ctivitis, herpes
Pikirkan:meibo zoster
mitis ophthalmicus
Pikirkan: blepharitis seboroik, mixed
staphylococcal/seborrheic
Pemeriksaan slit lamp
blepharoconjunctivitis, blepharitis
seboroik terkait meibomitis

B. Staphylococcal C. Seborrheic blepharitis E. Primary meibomitis Pikirkan: phtirus


blepharoconjunctivitis pubis, veruccae
demodex, fungus
atopic, dermatitis
D. Mixed Kompres F.blepharitis Kompres hangat kontak
staphylococcal/seborrheic hangat 5-10 seboroik terkait 5-10 menit,
blepharoconjunctivitis menit diikuti meibomitis diikuti pemijatan
gosokan pada tarsus, kemudian
kelopak dengan Kompres hangar 5- penggosokan
sampo bayi 2- 10 menit, diikuti kelopak, lalu
G. Kompres hangat 5- pemijatan bacitracin atau
4x sehari, lalu
10 menit, diikuti tarsusuntuk eritromisin salep
di taper sampai
penggosokan kelopak mengeluarkan isi mata 2-4x sehari
mata dengan sampo setiap hari kelenjar meibom, lalu di kurangi
bayi atau diikuti pada pagi hari kemudian sampai hanya
pemberian baitracin penggosokan setiap pagi hari
atau eritromisin alep kelopak, diikuti
mata 2-4x sehari pemberian
sampai 2-8 minggu, bacitracin atau
lalu berikan eritromisin salep
steroid(dengan mata 2-4 lalu
tapering) jangka kurangi sampai
pendekj untuk kondisi hanya setiap pagi
terkait respon
hipersensitivitas Kasus refraksi
Gosok kulit kepala dengan
sampo berisi selenium 1-2x
Tetrasiklin, 250mg PO qid awalnya,
sekali/mgg, konsultasi
lalu taper selama 3-4 bln, atau
bagian kulit
doksisiklin, 100mg bid awalnya,
taper selama 3-4 bln, pasien dengan
rosacea mungkin membutuhkan 250
H.evaluasi semua kasus untuk kondisi terkait mg PO qd long term eritromisin
keratoconjunctivitis sicca dan obati sebagaimana mestinya
Singkirkan sebaceous gland carcinoma pada kasus asimetris, intraktabel

Peningkatan dan stabilisasi gejala dan tanda pasien Kompetensi 3A

49
HORDEOLUM DAN
KALAZION
Pasien dengan pembengkakan kelopak mata

inflamasi Tanpa inflamasi

A.Keterlibatan okuler Tidak ada keterlibatan okuler


Riwayat(anamne
sis)
Keterlibatan Tidak ada unilateral bilateral
orbita keterlibatan orbita

proptosis Pikirkan: Pikirkan:


lokal difus Penyakit
penyakit hordeolum, sistemik
konjungtiva, kalazion, infeksi
keratitis, skleritis lokal, tumor atau E.pikirkan: F. pikirkan: G. Pikirkan:
pseudotumor blefaritis, pseudotumo edema toksik
edema alergi r, (bakterial,para
neoplasma,
sitic,viral,seru
edema
alergi m sickness
B. tanda-tanda Tidak ada tanda- erysipelas)
infeksi tanda infeksi
Pikirkan: CT
scan

bakterial C.viral D.pikirkan: biopsi


usia, kecepatan
progresfitas
Monitor penyakit, lokasi
Tidak ada trauma kelopak Trauma atau
sebelumnya ataupun operasi
operasi
Infeksi bakteri
sekunder Pikirkan ct scan

unilateral bilateral

Gejala: hordeolum(internum maupun biopsi H.pikirkan:tum


eksternum): kelopak bengkak,sakit, or, lymphedema baru lama
mengganjal, merah, nyeri bila ditekan,
kalazion: benjolan pada kelopak,tidak
hiperemis, tidak ada nyeri tekan,
pseudoptosis. K.pikirkan:fr Pikirkan:lym
H.penyakit sistemik Tidak ada penyakit aktur phedema
Pada pemeriksaan fisik diperlukan atau pemaikaian obat sistemik atau
kemampuan eversi palpebra tengkorak
pemakaian obat

Kompres hangat 5-10 Pikirkan penyakit


menit, pemberian jantung,ginjal,endokri Pikirkan: blefarochalasis,
eritromisin salep mata 2-
n, kehamilan, dematochalasis dengan
4x sehari, atau ditambah
antibiotik sistemik: angioneurotiuc protrusi lemak orbita
eritromisisn 250 mg edema
POqid, dapat juga
diberikan tetrasiklin.
Pada nanah dari kantung
ananh yang tidak dapat Ct scan apabila
keluar dilakukan insisi, tanpa perbaikan
pada kalazion
ekskokleasi.
Kompetensi
3A

50
EYELID LACERATION

Adanya laserasi pada kelopak mata pasien

ABC apabila ada life threatening injury, perhatikan apakah ada ruptur bola mata atau
tidak, apabila tidak , eversikan kelopak, irigasi.

Pasien stabil: tanyakan riwayat trauma, bagaimana mekanisme trauma:

- Apabila kecelakaan terkait dengan kaca depan kendaraan, curigai korpus alienum dan
kehilangan jaringan
- Luka gigitan mengarahkan kepada kemungkinan infeksi
- Untuk luka penetrasi ke kelopak mata, curigai cedera bola mata

Inspeksi kelopak mata, inspeksi konjungtiva,sklera, kornea, cek visus bila pasien juga mengeluh kabur

Ct scan apabila curiga ada benda asaing masuk, perdarahan retrobulbar, ruptur bola mata, fraktur orbita

Awasi bila ada kemungkinan infeksi, beri antibiotik spektrum luas sistemik apabila operasi tertunda:,
lubrikasi kornea adekuat, bersihkan luka sebisanya , biarkan luka tetap lembab

Rujuk ke ahli mata

Anestesi yang adekuat, kemudian dilanjutkan dengan pembersihan dan dekontaminasi,


periksa ada atau tidaknya benda asing, debridement, apabila sampai terkena kantus
medial biasanya diperbaiki dengan bicanalicular stents atau canalicular repair, laserasi
ditutup dengan benang berukuran kecil (6-0 silk atau yg seukurannya)

Postoperative care : lubrikasi kornea adekuat,

elevasi kepala,

kompres dingin,

salep antibiotik( eritromisin) atau preparat antibiotik-steroid digunakan 3-4x sehari. Apabila ada infeksi,

Kompetensi 2

51
ENTROPION

Pasien dengan tepi kelopak terlipat ke arah dalam

Inflamasi kelopak atau ada edema Tidak ada inflamasi atau edema

A. Entropion spastik B. nilai dengan eversi kelopak

Atasi penyebab inflamasi


Mudah dieversi Sulit atau tidak bisa dieversi
(RUJUK KE SPESIALIS MATA)

Riwayat: trauma,
operasi, infeksi,
inflamasi atau gangguan
auto imun

c. involutional entropion

Evaluasi konjungtiva

KOMPETENSI 2, RUJUK KE SPESIALIS MATA


normal Perubahan
sikatrik

Nilai struktur kelopak


d. cicatricial entropion

Overriding preseptal Pengencangan kelemahan kelopak


orbicularis retraktor kelopak horizontal
bawah Rotasi marginal dengan atau
tanpa graft posterior lamellar

Refixate Imbrication of Horizontal lid


preseptal lower lid tightening
orbicularis retractors

52
TRICHIASIS

Gangguan arah bulu mata ke arah bola mata

Apakah pasien merupakan ras asia (epiblepharon: gangguan kongenital dimana [retarsal
orbicularis dan kulit menempati margin kelopak, sehingga bulu mata menjadi vertikal dan
sering menyentuh kornea, apakah passien pernah mengalami infeksi mata berat atau
pernah mengunjungi wilayag yang umum terdapat trachoma?, apakah pasien memiliki
riwayat herpes zoster ophthalmicus, apakah terdapat riwajat SJS atau luka bakar kimia
pada mata?, pakah ada riwayat trauma, operasi,alergi

Periksa kelopak atas dan bawah, untuk melihat arah bulu mata. Pemeriksaan
ini mungkin memerlukan slitlamp apabila bulu mata yang mengarah ke bola
mata fokal., lihat apakah ada simblepharon, involution entropion, trachoma

Penatalaksaanaan primer untuk trichiasis adalah operasi, namun secara


suportif dapat juga diberikan lubrukan seperti salep mata atau air mata buatan
untuk mengurangi iritasi dari sentuhan bulu mata, jika penyebanya adalah
pephigoid atau sjs, terapi harus diarahkan pada penyakit tsb,

Kompetensi dokter umum 2, rujuk ke ahli mata bila kausanya memang di


bidang mata

Terapi definitifnya adalah operasi yang dapat t dikategorikan:

1. Lash and follicle destruction


Biiasanya untuk trikchiasis segmental atau fokal

- Simple epitation
- Electrolysis of lashes
- Cryosurgery
- Radiofrequency ablation of lashes
2. Lash/follicle repositioning
Diarahkan ke penyebab anatomi dari masalah

-entropion: lower lid retractor reattachment

Posterior lamella scarring: graft, tarsoconjunctival advancement

53
LAGOPHTHALMOS

Pasien tidak dapat menutup matanya secara sempurna

Anamnesis: apakah ada riwayat trauma, operasi pada kepala, wajah, kelopak
mata, infeksi sebelumnya (terutama infeksi herpes zoster), penyakit tiroid,
obstructive sleep apnea, ektropion, apakah diikuti gejala seperti mulut mengot.
Pasien juga mengeluh peningkatan air mata, nyeri, terkadang sampai kabur
penglihatannya.

Pemeriksaan fisik: ukur jarak antara kelopak atas dan bawah(pasien diminta melihat kebawah
lalu disuruh menutup matanya pelan-pelan), periksa sensitivitas kornea dengan cara
menyentuhkan kapas mata ke kornea yang tidak dianestesi, untuk melihat refleks mengedip

Perawatan suportif: langsung dilakukan Kompetensi 2, setelah


diagnosis, rujuk ke dokter
:harian: air mata buatan tanpa pengawet (QID)
mata untuk
Malam: 0.5% atau 1% methylcellulose solution gtt lagophthalmusnya

ya Apakah ada ulkus? tidak

Antibiotik topikal (vancomycin dan tobramycin Bagaimana perkiraan perjalanan lagoftalmus?


atau fluoroquinolone 4th generation)

Pikirkan: Permanen (≥6 Temporer (≤ 6


minggu) minggu)
Tutup dengan lensa kontak

Lem cyanoacrylate apabila ada desmetokel Pikirkan Pilihan termasuk:


atau penipisan ekstrim tarsorrhaphy
Ditutup dengan perban
permanen
dan salep

Apakah kelopak atas atau bawah Penjahitan dingin


yang terlibat
Tarsorrhaphy temporer

atas bawah

Operasi kelopak dengan gold Lateral tarsal strip


weight
Lower lid spacing graft dengan palatum urum ataukartilago auricula
Perbaikan retraksi kelopak FTSG/flap
atas
Collagen/mocous membrane graft
54
KONJUNGTIVITIS
Merupakan suatu peradangan yang terjadi pada konjuntiva. Insidensi konjungtivitis di Indonesia
berkisar antara 2-75%. Data perkiraan jumlah penderita penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari
seluruh golongan umur penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain
menunjukkan bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%)
setelah kelainan refraksi (25,35%).
Gejala Konjungtivitis
1. Rasa adanya benda asing
Rasa ini disertai dengan rasa pedih dan panas karena pembengkakan dan hipertrofi papil. Jika rasa
sakitnya berat, maka harus dicurigai kemungkinan terjadinya kerusakan pada kornea.
2. Rasa sakit yang temporer
Informasi ini dapat membentu kita menegakkan diagnosis karena rasa sakit yang datang pada saat-
saat tertentu merupakan symptom bagi infeksi bakteri tertentu, misalnya;
- Sakitnya lebih parah saat bangun pagi dan berkurang siang hari, rasa sakitnya (tingkat
keparahan) meningkat setiap harinya, dapat menandakan infeksi stafilokokus.
- Sakit parah sepanjang hari, berkurang saat bangun tidur, menandakan keratokonjungtiva
sisca (mata kering).
3. Gatal
Biasanya menunjukkan adanya konjungtivitis alergi.
4. Fotofobia
Tanda Penting Konjungtivitis8
1. Hiperemi
Hiperemi pada konjungtivitis berasal dari rasa superficial, tanda ini merupakan tanda konjungtivitis
yang paling mancolok. Hiperemi yang tampak merah cerah biasanya menandakan konjungtivitis
bakterial sedangkan hiperemi yang tampak seperti kabut biasanya menandakan konjungtivitis
karena alergi. Kemerahan paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus disebabkan
dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior. Terdapat perbedaan antara injeksi konjungtiva
dan siliaris yaitu;
2. Lakrimasi
Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya sekresi airmata yang
abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sicca. 4
3. Eksudasi
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan amorf pada
konjungtivitis bakterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis alergika, yang biasanya

55
menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat bangun tidur pagi hari, dan jika
eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau klamidia. 4
4. Pseudoptosis
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus muller (M. Tarsalis
superior). Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat. Misalnya Trachoma dan
keratokonjungtivitis epidemika.4
5. Khemosis (Edema Konjungtiva)
Ini terjadi akibat terkumpulnya eksudat di jaringan yang longgar. Khemosis merupakan tanda yang
khas pada hay fever konjungtivitis, akut gonococcal atau meningococcal konjungtivitis, serta kerato
konjungtivitis.
6. Hipertrofi Papil
Hipetropi papil merupakan reaksi non spesifik, terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus atau
limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang membentuk substansi
papila sampai di membran basal epitel, pembuluh ini bercabang-cabang di atas papila mirip jeruji
payung.4
7. Pembentukan Folikel
Folikel adalah bangunan akibat hipertrofi lomfoid lokal di dalam lapisan adenoid konjungtiva dan
biasanya mengandung sentrum germinotivum. Kebanyakan terjadi pada viral conjungtivitis,
chlamidial conjungtivitis, serta toxic conjungtivitis karena topical medication. Pada pemeriksaan,
vasa fecil bisa terlihat membatasi foliker dan melingkarinya.
8. Pseudomembran dan Membran
Pseudomembran adalah koagulum yang melapisi permukaan epitel konjungtiva yang bila lepas,
epitelnya akan tetap utuh, sedangkan membran adalah koagulum yang meluas mengenai epitel
sehingga kalau dilepas akan berdarah.
9. Adenopati Preaurikuler
Beberapa jenis konjungtivitis akan disertai adenopoti preaurikular. Dengan demikian setiap ada
radang konjungtiva harus diperiksa adalah pembebasan dan rasa sakit tekan kelenjar limfe
preaurikuler.

Pemeriksaan yang dilakukan :


Pemeriksaan Visus (L4 dewasa dan L3 anak-anak) dengan hasil normal
Inspeksi (palpebra, konjungtiva termasuk forniks, dan sklera. L4)

56
Pasien dengan keluhan utama mata merah

Keluhan Tambahan : Keluhan Tambahan :


discharge Sekret serosa
mukopurulen yang Demam
banyak Sedikit gatal
Demam Mata lebih berair
Sedikit gatal Sensasi benda asing
Sensasi benda asing sering disertai penyakit ISPA
Fotobfobia

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik


Status generalis bisa Status generalis bisa dalam
dalam batas normal batas normal
Pemeriksaan visus Pemeriksaan visus bisa
bisa normal, TIO normal, TIO normal
normal Inspeksi : Mata berair,
Inspeksi : Sekret sekret serosa, injeksi
mukopurulen, injeksi konjungtiva
konjungtiva, edem adenopati preaurikuler
palpebra
Palpasi : adenopati
preaurikuler

Konjungtivitis viral

Konjungtivitis Bakterial Tidak ada obat


spesifik, namun
berikan obat yang
Antibiotik bisa mengurangi
Spectrum luas gejala.

57
Lanjutan Konjungtivtis bakteri

Responsif Tidak
Responsif

Pasien Pemeriksaan
Sembuh Penunjang :
Pewarnaan gram :
Neutrofil PMN
Kerokan Konjungtiva
Uji Sensitivitas
Antibiotik

Beri antibiotik yang


sesuai

Responsif Tidak
Responsif

Konjungtivitis
Kronis

Rujuk

58
Pasien dengan keluhan utama mata merah

Keluhan Tambahan : Keluhan Tambahan :


Sangat Gatal Sedikit gatal
Sensasi benda asing Mata lebih berair
Sensasi benda asing

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik


Status generalis bisa Status generalis bisa
dalam batas normal dalam batas normal
Pemeriksaan visus Pemeriksaan visus
bisa normal, TIO bisa normal, TIO
normal normal
Inspeksi :, injeksi Inspeksi : Mata berair,
konjungtiva, injeksi konjungtiva

Benda Asing di
Konjungtiva

Konjungtivitis Alergika

Anti Histamin

59
PTERIGIUM
 Pterygium merupakan suatu pertumbuhan jaringan konjungtiva yang bersifat degeneratif.
Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak mata bagian dalam ataupun luar konjungtiva
yang meluas sampai daerah kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di daerah sentral
atau kornea. Pterygium dapat mengenai kedua mata. Penyakit ini mudah meradang dan bila terjadi
iritasi maka bagian pterygium tersebut akan berwarna merah.
Keadaan ini diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan dan lingkungan
dengan angin banyak, karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada pada
di lingkungan berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan berpasir.
Pterygium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, merah,
dan mungkin menimbulkan astigmatisme yang akan memberikan gangguan tajam penglihatan.
Pengobatan tidak diperlukan karena sering bersifat rekuren/kambuh, terutama pada pasien yang
masih muda ( < 40 tahun ) tingkat kekambuhan dapat mencapai 50%. Bila pterygium meradang
dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Bila pterygium meluas sampai menutup
pupil maka harus dilakukan pembedahan dengan mengangkat jaringan pterygium tersebut beserta
sebagian kecil lapisan kornea bagian atas yang melewati daerah pelanggaran ini. Untuk mencegah
kekambuhan khususnya pada orang yang bekerja di luar, yang bersangkutan harus memakai kaca
mata pelindung.

60
GLAUKOMA

A. Definisi
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan
kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma adalah suatu bentuk kelainan mata yang ditandai dengan meningkatnya tekanan bila
mata, atrofi papil saraf optik dan menurunnya lapanganm pandang.
B. Faktor risiko
- Umur, Resiko akan meningkat pad umur 40 ahun keatas (1%) dan pada 65 tahun keatas 5 %
- Ras, risiko sangat tinggi pad ras Afrika
- Riwayat keluarga.
- Miopia. Penderita rabun jauh terutama dengan minus besar mempunyai kecenderungan
terjadinya Glaukoma kronik.
- Diabetes mellitus
C. Gejala Klinis
- Episodic eye pain
- Mata kemerahan
- Pandangan kabur
- Tampak bayangan halo saat melihat cahaya terang
- Sakit kepala

D. Klasifikasi Glaukoma
1. Glaukoma primer
– Glaukoma sudut terbuka/Primary Open Angel Glaukoma (POAG)/ glaukoma simpleks
– Glaukoma sudut sempit/Primary Narrow Angel Glaukoma (PNAG).
2. Glaukoma congenital

3. Glaukoma sekunder
– Akibat perubahan lensa (pada katarak/phacomorphic glaukoma)
– Kelainan uvea
– Trauma
– Bedah
– Penggunaan steroid

61
E. Penegakan Diagnosis
Diagnosis glaukoma membutuhkan identifikasi kerusakan saraf optik. Jika terdapat atropi
disc, cupping dan/atau serabut-serabut saraf sedang sampai berat, berhubungan dengan adanya
defek lapangan pandang, maka diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. Ketika gejala tidak terlalu
menonjol, diagnosis pasti dengan satu pemeriksaan sulit ditegakkan karena adanya gambaran
kerusakan saraf optik yang bervariasi dan tekanan intraokuler yang tinggi di populasi normal.
A. Selama anamnesis dan pemeriksaan oftalmoskopi, identifikasi faktor yang dedua jenis galukoma,
baik glaukoma sudut terbuka dapat meningkatkan risiko individu mengalami glaukoma dengan
kerusakan saraf optik. Riwayat keluarga dengan glaukoma sudut terbuka (POAG), terutama pada
keturunana pertama, berhubungan dengan peningkatan risiko berkembangnya penyakit.
Prevalensi kedua jenis glaukoma, bauk glaukoma sudut terbuka (POAG) maupun galukoma sudut
sempit (PNAG) sekitar empat kali lebih banyak pada ras Afrika dibandingkan Kaukasia. PNAG
lebih banyak terjadi pada ras Asia. Individu dengfan diabetes dan myopia berhubungan dengan
peningkatan risiko mengalami PNAG. Periksa sudut bilik mata untuk identifikasi adanya
peripheral anterior synechia (PAS).
B. Pengukuran TIO merupakan metode yang buruk untuk skrining glaukoma. Berdasarkan
pemeriksaan TIO saja, sekitar sepertiga individu dengan galukoma memiliki TIO yang normal, dan
kebanyakan pasien glaukoma secara bertahapa mengalami penurunan TIO. Selain itu pada
individu yang secara statistic memiliki TIO yang tinggi tidak menunjukkan danya gejala kerusakan
saraf optik. Karena adanya keragaman TIO pada individu di setiap waktu dan terdapat
perbedaan kerentanan terhadap tekanan intraoptikal yang dapat menimbulkan kerusakan saraf
optik dalam suatu populasi. Sehingga pemeriksaan oftalmoskopi yang lengkap dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis glaukoma. Meskipun glaukoma dapat terjadi pada berbagai level TIO,
namun TIO juga penting untuk menentukan subtype dan target awal dari terapi medis dan
pembedahan.
C. Ketika sudut bilik mata depan terbuka dan TIO normal, glaukoma dapat dipertimbangkan jika
ada gambaran kerusakan saraf optik. Glaukoma dengan penurunan serabut-serabut saraf
menyebabkan penipisan lapisan neuroretina dengan peningkatan ukurab cup dan disc. Karena
mata normal dengan sarf optik yang kecil mengarah pada rasio cup/disc yang lebih kecil juga,
pertimbangkan hubungan antara rasio cup disc dengan ukuran saraf optik. Untuk ukuran saraf
optik yang normal, rasio cup/disc sekitar 0,6, atau jika lebih besar dari itu dapat dipertimbangkan
kerusakan awal akibat glaukoma. Pada mata dengan disc yang kecil, mungkin ada glaukoma
dengan rasio cup/disc yang kecil. Pemeriksaan lapisan serabut saraf retina dapat menjadi klu
awal adanya kerusakan diskus optikus akibat glaukoma sebelum munculnya perubahan diskus

62
optikus dan lapangan pandang lebih lanjut. Meskipun kerusakan karena glaukoma bersifat difus,
sering terjadi kerusakan asimetris di kedua mata yang berhubungan dengan hemiretina atas dan
bawah di satu mata. Namun, identifikasi asimetrisitas saraf optik dan lapisan saraf vertical atau
kontralateral merupakan evaluasi yang penting pada individu yang diduga mangalami glaukoma .
D. Jika terjadi kerusakan saraf optik dan hilangnya lapangan pandang dengan TIO yang normal,
pertimbangkan adanya peningkatan TIO yang intermiten sebagai bagian dari evaluasi diagnostic
untuk low tension glaukoma. Hilangnya lapangan pandang yang tidak berhubungan dengan
kerusakan saraf optik dapat dipertimbangkan sebgai diagnosis alternatif.
E. Jika tidak ada abnormalitas saraf optik atau lapangan pandang , dibutuhkan evaluasi klinis
secara periodik dengan serial stereo disc photographs dan pemeriksaan lapangan pandang. Jika
ada bukti perubahan gambaran pada saraf optik, perkembangan defek lapangan pandang atau
peningkatan TIO maka dibutuhkan suatu tatalaksana.

63
Algoritma 1. Diagnosis Galukoma

Anamnesis : Pandangan kabur, episodic eye pain, mata


merah, melihat bayangan halo, sakit kepala

- Digital palpasi
Pemeriksaan oftalmologi:
- Tonometri Schiotz
Pemeriksaan
- Palpebra - Tonometri aplanasi
TIO
- Konjungtiva - Tonometri non-
- Kornea kontak
- BMD
- Iris Normal Tinggi
- Pupil
- Lensa
- Retina (oftalmoskopi)
Gonioskopi Lihat algoritma 2

Sudut terbuka Sudut tertutup

Pemeriksaan lapangan pandang Kelainan anatomi

Pemeriksaan funduskopi

Glaukoma dengan Normal


kerusakan saraf optik

Low tension glaukoma Observasi

Peningkatan tekanan intraokuler (TIO)

64
Peningkatan tekanan intraokuler (TIO) merupaka faktor risiko yang penting untuk berkembangnya
kerusakan saraf optik. Semua pasien dengan peningkatan TIO (TIO ≥ 22 mmHg, membutuhkan
evaluasi yang cermat untuk mengetahui penyebab peningkatan TIO dan adanya serta perkembangan
kerusakana saraf optik.
A. Langkah awal adalah menentukan mekanisme peningkatan TIO melalui anamnesis riwayat
penyakit dan pemeriksaan slit lamp. Pasien mungkin enggan untuk menceritakan mengenai
riwayat trauma atau inflamasi dengan pertanyaan yang spesifik. Pemeriksaan dengan slit lamp
penting untuk menentukan peningkatan TIO sekunder yang membutuhkan observasi cermat dari
dokter.
B. Glaukoma primer sudut terbuka (POAG) merupakan bentuk yang paling umu terjadi di Amerika
Serikat. Selain adanya sudut bilik mata depan yang terbuka pada gonioskopi, diagnosis POAG
membutuhkan eksklusi dari banyak penyebab yang mendasarinya. TIO yang asimetris di kedua
mata dapat mengarah pada bentuk glaukoma sekunder. Meskipun begitu, peningkatan TIO
unilateral juga dapat terjadi pada POAG. Sehingga evaluasi untuk glaukoma sudut terbuka tetap
sama pada individu yang memiliki TIO simetris di kedua mata.
C. Pada PNAG, sudut bilik mata depan yang sempit atau tertutup mungkin sulit untuk mendapatkan
gambaran perlengketan anterior perifer (PAS) sampai kompresi gonioskopi terjadi. Sebelum
diagnosis PNAG ditegakkan, berbagai penyebab sekunder peningkatan TIO juga harus
dipertimbangkan. Iridosiklitis dan glaukoma neovaskuler dapat menyebabkan glaukoma
sekunder sudut terbuka maupun sudut tertutup, tergantung apakah terdapat perkembangan
PAS. Asimetrisitas perbandingan dari kedua sudut bilik mata depan dapat mengarahkan pada
kondisi patologis dari segmen posterior seperti efusi koroid (akibat panretinal
photocoagulation) atau tumor.
D. Jika ada blok pupil pada sudut bilik mata depan yang sempit atu tertutup, diindikasikan untiuk
laser peripheral iridotomy. Prosedur ini dibutuhkan pada semua kasus PNAG. Gonioskopi ulang
setelah laser untuk konfirmasi bahwa sudut bilik mata depan terbuka dan dapat didiagnosis iris
syndrome. Laser iridotomy juga berguna ketika blok pupil menyebabkan peningkatan TIO,
seperti pada phacomorphic glaukoma atau ketika iridosiklitis menimbulkan pergeseran iris. Jika
terdapat blok pupil sekunder tatalaksana terutama untuk mengatasi faktor penyebab. Untuk
glaukoma phacomorfic, ekstraksi katarak dengan atau tanpa pembedahan filtrasi merupakan
terapi definitive. Pada glaukoma uveitis, tatalaksana untuk mengatasi proses inflamasi
merupakan hal yang penting.
E. Pemeriksaan lapangan pandang dan funduskopi dibutuhkan untuk menentukan apakah
peningkatan TIO telah menimbilakan kerusakan pada saraf optik. Pada kasus glaukoma primer

65
sudut tertutup pemeriksaan funduskopi dengan pelebaran pupil tidak boleh dilakukan sampai
dilakukan laser iridotomy untuk mencegah eksaserbasi akut peningkatan TIO.
F. Jika tidak ada bukti kerusakan saraf optik, menetukan level TIO dan adanya faktor risiko lebih
lanjut yang dapat menyebabkan kerusakan saraf optik merupakan hal penting dalam
tatalaksana. Karena risiko berkembangnya glaukoma meningkat dramatis jika TIO > 30 mmHg
maka terapi medis awal dibutuhkan untuk kasus ini. Terapi medis awal biasanya terdiri dari ß
bloker topical apapun penyebabnya. Jika TIO < 30 mmHg, observasi tanpa terapi medis,
terutama jika tidak ada faktor risko untuk berkembangnya glaukoma yang progresif. Faktor risiko
tersebut seperti riwayat keluarga (terutama jika ada yang mengalami kebutaan karena
glaukoma) dan kecurigaan adanya kerusakan saraf optik berdasarkan rasio cup/disc dan
asimetrisitas disc. Faktor sosial seperti kemungkinan hipertensi okuler yang tidak diobati dan
tindak lanjut yang memungkinkan harus dilakukan. Peningkatan TIO akibat pseudoexfoliation
atau disperse pigmen mungkin menyebabkan perubahan dramatis pada TIO dalam waktu
singkat.
G. Pasien dengan kerusakan saraf optik membutuhkan terapi medis untuk menurunkan TIO sampai
level yang aman yang tidak menimbulkan kerusakan lebih lanjut. Penurunan TIO yang signifikan
setelah laser iriotomy pada psien dengan PNAG terutama jika tidak ada pembentukan PAS yang
luas. Meskipun begitu kebanyakan pasien tetap membutuhkan terapi medis untuk mencapai
target TIO.
H. Jika target TIO tercapai, lapangan pandang dan saraf optik harus terus dimonitor untuk
mencegah kerusakan. Jika kerusakan progresif terjadi, dapat dipilih target TIO yang baru
sehingga dibutuhkan terapi tambahan. Terapi medis PNAG berbeda dengan terapi medis POAG
yang bertujuan meningkatkan aliran humor aquous (pilocarpin). Terapi ini tidak efektif jika
terdapat perluasan PAS. Pilihan untuk terapi medis PNAG dengan PAS yang meluas secara umum
yaitu untuk menurunkan produksi humor aquous termasuk ß bloker, α 2 agonis dan karbonik
anhidrase inhibitor.

66
Algoritma 2. Diagnosis dan Tatalaksana Glaukoma

↑ TIO

gonioskopi

Glaukoma Sudut terbuka Glaukoma sudut tertutup


(glaukoma simpleks)

Asimetris Simetris - Glaukoma sekunder sudut


tertutup
- Phacomorfic glaukoma
- Glaukoma - Iridosiklitis
sekunder sudut - Neurovaskuler glaukoma
terbuka - Tumor
- Trauma
- Penggunaan
steroid Laser iridotomi
- Iridosiklitis
- Phacolitic
glaukoma
- Dispersi pigmen

Pemeriksaan lapangan pandang (kampimetri, tes konfrontasi)

Pemeriksaan funduskopi

Tidak ada tanda-tanda kerusakan saraf Tanda-tanda kerusakan saraf

Observasi ulang TIO

TIO < 30 mmHg TIO >30 mmHg

Tanpa FR Ada FR Terapi medis*

Observasi Terapi medis* Target IOP (lihat algoritma 3)

Monitor : - TIO, lapangan pandang, saraf optik


Ket. * :

67
- Pilocarpin
- Carteolol
- Betaxolol
- Latanoprost
- Timolol
- Argon Laser Trabeculoplasty (ALT)
- Apraclonidine
- Dipiverine

Glaucoma primer sudut terbuka (glaucoma simpleks)


Setelah diagnosis POAG ditegakkan, terapi medis dapat diberikan untuk mencegah
kerusakan saraf optik yang progresif. Pengobatan dengan dosis rendah yang dapat menurunkan TIO
mencapai target dan mencegah kerusakana saraf optic dan lapisan serabut-serabut saraf lebih dipilih
karena dosis yang lebih rendah memiliki risiko efek samping yang minimal juga. Semua pengobatan
yang digunakan untuk glaucoma berpotensi menimbulkan bahaya, sehingga dokter yang mengobati
glaucoma harus memahami farmakologi dan efek samping obat yang diberikan.
Beberapa pilihan terapi penting karena efek terapi yang diberikan dapat berkurang seiring
berkurangnya efek obat atau memburuknya penyakit. Pengobatan lain atau kombinasi beberapa
obat berguna untuk beberapa pasien, namun terapi tetap harus memperhatikan kondisi pasien
secara individu.
A. Level TIO sebelum terapi dimulai harus diketahui untuk membantu menentukan target TIO yang
aman bagi pasien.
B. Pengumpulan data dari penelitian jangka panjang dan pengalaman klinis ahli oftalmologi
menyatakan penggunaan ß bloker topical sebagai terapi awal untuk POAG. Beberapa ß bloker
nonselektif terdapat di Amerika Serikat. Obat golongan ini dikontraindikasikan pada pasien
dengan AV blok derajat 1 dan ganggguan bronkospastik dan sebaiknya digunakan secara hati-
hati pada pasien dengan DM dan CHF. Karena aktivitas simpatomimetik intrinsik, carteolol jarang
menyebabkan bradikardia dan tidak terlalu mempengaruhi profil lipid dibandingkan golongan ß
bloker lainnya. Betaxolol, ß1 adrenergic antagonis selektif berhubungan dengan efek samping
pulmonal yang ringan daripada ß bloker non selektif tetapi sebaiknya tetap dihindari pada pasien
dengan gangguan bronkospastik.
Karena TIO yang selalu berfluktuasi, efisiensi pengobatan POAG dengan ß bloker atau obat lain
sulit ditentukan jika pengobatan dimulai bilateral. Pengobatan pada 1 mata saja saat permulaan
pengobatan dapat meningkatkan kemampuan klinisi untuk menentukan efisiensi pengobatan.

68
Pengobatan yang tidak efektif dapat dihentikan sehingga potensi efek samping dari pengobatan
yang sebenarnya tidak diperlukan dapat dihindari.
C. Kemajuan terbaru dalam pengobatan glaucoma mengarah pada sejumlah besar pilihan terapi
untuk pasien yang dikontraindikasikan untuk ß bloker atau pengobatan dengan ß bloker yang
tidak efektif.jika ß bloker efektif tetapi sulit untuk mencapai target TIO, kombinasi pengobatan
dapat digunakan.
Latanoprost merupakan analog prostaglandin F 2α yang telah menunjukkan keefktifan seperti
timolol dalam menurunkan TIO pada pasien denga POAG dan hipertensi okuler. Efektivitasnya
dalam menurunkan TIO pada individu dengan glaucoma bentuk lain masih belum dievaluasi.
Latanoprost menurunkan TIO dengan cara meningkatkan aliran uveoskleral, mekanisme yang
berbeda dengan obat glaucoma lainnya. iritasi konjungtiva dan peningkatan pigmentasi iris
mungkin terbatas pada beberapa pasien.
Meskipun karbonik anhidrase inhibitor (CAIs) oral efektif dalam menurunkan TIO, efek samping
sistemik jarang terjadi. Baru-baru ini, diperkenalkan CAI dorzolamide, yang efektif dengan
pemberian topical dan efek samping sistemik yang minimal sudah digantikan dengan pemberian
secara oral untuk pengobatan jangka panjang.
D. Argon Laser Trabeculoplasty (ALT) secara tradisional digunakan untuk mengatasi glaucoma
simpleks yang tidak terkontrol. Penelitian yang mengevaluasi ALT sebagai terapi alternatif dalam
terapi medis awal untuk pasien yang baru didiagnosis POAG menunjukkan efektivitas 50% dalam
mengontrol TIO tanpa obat lain selama 2 tahun. Meskipun kebanyakan klinisi melanjutkan
penggunaan obat-obatan sebagai terapi awal POAG, banyak juga yang memilih ALT lebih awal,
terutama bagi individu dengan efek samping pengobatan yang berat.
E. α2 agonis seperti apraclonidine paling sering digunakan sebagai profilaksis peningkatan TIO post
laser. Meskipun begitu, obat-obat ini juga menunjukkan efektivitas pada beberapa individu
dengan glaucoma yang tidak terkontrol dengan pengobatan lain. Namun dibatasi dalam
penggunaan jangka panjang karena menyebabkan alergi pada beberapa pasien.
Pilocarpin dan agen parasimpatomimetik lain menurunkan TIO dengan meningkatkan aliran
trabekular. Miosis, induksi akomodasi dan spasme siliaris menimbulkan efek samping yang jelas
pada beberapa individu. Pada pasien yang masih muda atau katarak sedang sulit mentoleransi
obat ini. Epinefrin kurang efektif pada beberapa pasien dan memiliki efek samping yang
signifikan, termasuk iritasi permukaan bola mata, blefarokonjungtivitis, dan cystoids macular
edema pada pasien aphakik dan pseudoaphakik. Dipiverine, prodrug yang diubah menjadi
epinefrin di mata, kurang menyebabkan iritsi tapi tetap memiliki efek samping yang sama
dengan epinefrin.

69
F. Jika glaucoma berkembang progresif meskipun pemberian obat sudah maksimal dan ALT,
diindikasikan untuk pembedahan invasive. Trabeculectomy secara tradisional ditunda karena
komplikasinya yang dapat menimbulkan kebutaan. Penelitian terbaru mengevaluasi risiko dan
manfaat potensial dari terapi bedah di awal pengobatan sebagai alternative untuk pengobatan
medis. Sampai risiko ini dipahami lebih lanjut, pembedahan masih menjadi terapi cadangan
setelah pengobatan medis yang lain.
G. Jika target TIO telah tercapai, pemeriksaan lapangan pandang dan saraf optic harus selalu
dimonitor untuk mencegah perburukan . jika kerusakan progresif terjadi, ditentukan target TIO
yang lebih rendah dan terapi tambahan lainnya.

Keterampilan klinis

- Inspeksi konjungtiva (4)


- Inspeksi pupil (4)
- Inspeksi kornea (4)
- Pemeriksaan funduskopi (3)
- Pemeriksaan TIO dengan palpasi (4)
- Pemeriksaan TIO dengan tonometer Schiotz (3)

70
Algoritma 3. Tatalaksana Galukoma

Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma simpleks)

Pemeriksaan saraf optik


Pemeriksaan lapangan pandang

TIO > TIO target

ß blocker atau Brimonidine

TIO > target

Latanoprost Dorzolamide Pertimbangkan ALT (Argon


laser Trabeculoplasty

TIO > Target

Apraclonidine Parasimpatomimetik Epinefrin/Dipiverine Oral CAI

TIO >Target

POAG yang tak terkontrol TIO ≤ target


dengan terapi medis
Monitor:

- TIO
Pembedahan - Lapangan pandang
- Saraf optik

F. Keterampilan klinis bagi dokter umum untuk kasus glaukoma


- Pemeriksaan visus (4)
- Pemeriksaan lapangan pandang dengan Donder confrontation test (3)

71
KELAINAN REFRAKSI DAN AKOMODASI

1. HYPEROPIA
Hyperopia merupakan suatu kondisi optikal dimana objek benda pada jarak tak terhingga
terfokus di belakang retina. Mata dengan hyperopia cenderung menjadi lebih kecil dan pendek.
Sebagai konsekuensi, sistem optikal harus lebih memusatkan sinar daripada mata dengan myopia
(lebih besar dan panjang) jika cahaya terfokus di depan retina. Dengan kata lain sistem optikal
pada mata hypermetropia tidak cukup kuat dan harus diberikan kekuatan (lensa +) untuk
memfokuskan objek. Karena mata mampu berakomodasi sampai dewasa, hyperopia dapat
menjadi lebih mudah terjadi selama beberapa tahun dan mungkin tidak terdiagnosis sampai usia
dewasa. Pada awal kehidupan, akomodasi tambahan yang didapatkan untuk membaca dan
latihan lain pada jarak dekat dapat menjadi lebih mudah ditunjukkan. Semakin tua pasien,
kemampuan akomodasi menurun. Mata dengan emetropik (tidak hanya hyperopik tetapi juga
myopik) biasanya kehilangan kemampuan akomodasi pada usia 40 tahun yang dengan akomodasi
3D untuk membaca tidak lebih mampu untuk berakomodasi sendiri. Laporan pasien yang
mengalami kesulitan melihat dengan jarak dekat, harus diresepkan kacamata baca. Pasien
dengan hyperopia, karena kebutuhan nya untuk berakomodasi terhadap hyperopia mereka
sebaik mungkin untuk jarak dekat, mungkin mengalami gejala presbiopia lebih awal.
A. Pada evaluasi hyperopia, cerita pasien harus menimbulkan apakah ini mempengaruhi
pengelihatan dekat atau jauh. Pada presbiopia, pengelihatan dekat dipengaruhi secara
selektif. Pemeriksaan untuk reaksi pupil normal penting untuk menegakkan gangguan
akomodasi yang disebabkan gejala hyperopia. Refraksi cycloplegik harus dilakukan untuk
menegakkan hyperopia laten.
B. Jika tidak ada trauma surgikal maupun non-surgikal dan setelah masalah akomodasi
disingkirkan, lakukan pemeriksaan okular,orbital dan sistemik untuk menyingkirkan
alasan okular sebagai penyebab hyperopia. selain itu choroidopathy serosa sentral,
retinal detachment sekunder, tumor intraokular dan inflamasi okular posterior serta
edema retina dapat dipikirkan menjadi penyebab terjadinya hyperopia. lesi orbital yang
menekan dinding okular posterior mungkin menyebabkan efek yang sama. Kondisi
sistremik juga dapat menyebabkan edema makular menyebabkan hyperopia dini,
walaupun di kemudian hari retina yang edema tersebut juga menyebabkan pengelihatan
kabur.

72
C. Penyebab umum lain nya yang menyebabkan akomodasi berkurang adalah kurang hati-
hatinya gesekan atropin-substansi yang masuk ke mata, yang sering terjadi di kalangan
medis. Antikolinergik agent yang digunakan pada penatalaksanaan gangguan
gastrointestinal, gangguan respirasi, penyakit Parkinson atau dismenore juga dapat
menyebabkan paresis akomodasi. Efek yang sama juga dapat ditimbulkan oleh
ergotamine (sering digunakan untuk mempercepat aborsi) dan penicillamine.
D. Sesekali obat-obatan dapat disingkirkan sebagai penyebab penurunan tenaga yang
dapat menyebabkan insufisiensi akomodasi dinamik dan biasanya terjadi pada orang
asthenikus, keracunan makanan khususnya botulism. Dan juga dapat disebabkan oleh
penyebab neurologik dari lesi nukeus parasimpatis di otak tengah yang diakibatkan oleh
enchepalitis atau tumor di corpus pineal.
E. Operasi pelepasan lensa juga dapat menyebabkan hyperopia dan kehilangan akomodasi
F. Cidera yang mengenai atau langsung merobek iris atau badan siliar mungkin
menyebabkan paresis akomodasi yang bisa menyebabkan hyperopia. edema retina atau
kompresi okular dari perdarahan retrobulbar/fraktur orbital juga sangat mempengaruhi
pendeknya jalur optikal yang dapat menyebabkan hyperopia.

Kompetensi Dokter Umum


3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan
(bukan kasus gawat darurat)

Keterampilan Klinis Yang Harus Dimiliki


Tingkat kemampuan 4 mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori,
prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan sebagainya). Selama pendidikan
pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini dan pernah menerapkan
keterampilan ini beberapa kali dibawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk
menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara
mandiri. Keterampilan klinis tingkat 4 yang harus dimiliki untuk kasus hyperopia antara lain :
 Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan
refraksi subjektif,

73
Algoritma diagnosis hyperopia

Anamnesis A Pasien dengan hyperopia


Pemeriksaan fisik:
Reaksi pupil
Refraksi cyclopegik

Hyperopia presbyopia Intervensi lain pembedahan trauma


terhadap
akomodasi
A
Pemeriksaan Mungkin: Mungkin:
Kacamata
mata baca  Aphakia E F
B
 Penebalan  Paralisis
Riwayat kornea badan
C
penggunaaan siliar
obat  Penebala
kongenital didapat n corneal
 Subluksa
si lensa
(p272)
 Edema
ocular orbital sistemik Berhubu spontan retina
ngan  Kompresi
dengan okular
Mungkin: Mungkin: Ocular obat Mungkin: D
 Penyebab
 Central  Tumor Mungkin:
neurologik
serous  Penyeba
 Diabetes  debilitasi
choroidop b lain
athy proptosis  Penyakit
 Choroidal ginjal
(p132)
hemangio  Lupus
ma (p 326)  Penyeba
 Scleritis b edema
(p348) retina
lain nya

74
2. MYOPIA
Ada empat faktor yang menentukan tingkatan refraksi okular : kekuatan optikal kornea,
kekuatan optikal lensa, jarak antara keduanya (contoh: kedalaman ruang depan), dan panjang
aksial. Akomodasi untuk pengelihatan dekat dan skleral resistance versus IOP berperan dalam
pembentukan myopia dan juga genetik dan diduga juga dipengaruhi oleh lingkungan.
Myopia merupakan anomali okular yang paling banyak ditemui di negara berkembang.
Kebanyakan berupa simple myopia. Di United States 15%-25%dari populasi mengalami jenis
myopia ini. Pada kebanyakan orang kelainan refraksi menimbulkan manifestasi antara usia 7
tahun dan 13 tahun, menjadi lebih stabil pada usia sekitar 17 tahun. Pada beberapa kelompok
kecil, hampir semua mahsiswa menjadi myopia pada usia dewasa muda.
Kedua, sebagian sindrom dan penyakit keturunan berhubungan degan myopia. Contoh
sindrom Marfan, Ehlers-Danlos, Sticker, Sindrom Down dan retinitis pigmentosa. Diagnosispasti
bukan tergantung dari ditemukan nya myopia.
Pada kelompok pasien myopia ketiga merupakan kelompok yang sebagian besar
menunjukkan gejala. Ini yang akan dibicarakan dalam bab ini. Hal ini penting untuk membagi
pasien berdasarkan usia dan beranggapan struktur anatomi berkembang menjadi faktor
penyebab terbentuknya myopia (contoh kornea, lensa, otot-otot badan siliar, dan ukuran vitreus
(panjang aksial).
A. Sampai usia 3 tahun kekuatan korneal dan kekuatan lensa masih dihubungkan dengan
perbedaan peningkatan panjang axial. Hasil nya >95% mata berakhir dengan refraksi
tertutup sampai emmetropia (antara +4D dan -4D dari kesalahan refraktif). Faktor-faktor
yang menyebabkan nya masih banyak belum dimengerti.
B. Megalocornea dihubungkan dengan myopia karena cornea lebih curam daripada
normal. Telah dilaporkan bahwa hal ini diturunkan dan ketiga pola keturunan dari
Mendelian terkena. Kondisi ini jarang terjadi tetapi dapat dihubungkan dengan
glaucoma juvenil atau ectopia lentis.
C. Ectopia lentis dapat menyebabkan myopia yang signifikan sebagai hasil dari kemiringan
lensa. Pada beberapa tipe (sindrom Marfan, autosomal-resesive ectopia lentis et
pupillae) panjang axial juga meningkat. Fluktuasi refraksi yang umum terjadi
dihubungkan dengan perpindahan posisi lensa dan pasien mungkin akan menjadi
myopia hingga hyperopia jika dislokasi lensa sempurna dan menhhilangkan axis visual.

75
D. Lentiglobus posterior merupakan deformasi axial dari aspek posterior lensa. Ini dapat
menyebabkan myopia melalui tengah lensa, walaupun perifernya bisa jadi emmetropik.
E. Pembesaran diameter corneal dan peningkatan panjang axial melebihi pertumbuhan
normal pada infant harus dicurigai kemungkinan adanya glaukoma kongenital. Gejala
lain biasanya menunjukkan adanya pembesaran cup optik dan edema corneal.
F. Pada retinopathy cicatrical sedang pada prematuritas, menunjukkan pigmentasi retina
dan tarikan pembuluh darah retina dan makula, hampir selalu dihubungkan dengan
myopia.
G. Penelitian pada hewan dan penemuan pada pasien dengan hemangioma, ptosis yang
parah, plexiform neurofibroma telah dilaporkan sebagai penyebab amblyopia yang
parah, penutupan kelopak mata yang lama mungkin menyebabkan myopia sebagai hasil
peningkatan panjang axis mata.
H. Gambar yang sangat kabur pada fovea selama infan tidak hanya menyebabkan
amblyopiogenic tetapi juga menyebabkan myopia. Penyebab spesifik lain nya diantara
nya kekeruhan corneal yang disebabkan oleh trauma saat lahir, katarak atau perdarahan
vitreus.
I. Congenital hereditary endothelial dystrophy (CHED) suatu penyakit autosomal-resesif
mengarah kepada kekeruhan korneal secara difus, yang selalu dihubungkan dengan
myopia. Hal ini berbeda dengan glaukoma kongenital karena IOP normal atau tertutup
hingga normal, korneamenebal dan diameter nya tidak membesar.
J. Perdarahan vitreous yang berhubungan dengan kelahiran dapat menyebabkan myopia
tinggi. Hal ini sering tidak diketahui karena pemeriksaan retina tidak dilakukan secara
rutin pada semua bayi lahir.karena struktur vitreus pada infant tebal, perdarahan
mengalir secara lambat dan pengaruh amblyopiogenic mungkin ada selama beberapa
bulan.
K. Suatu sindrom telah dilaporkan dimana adanya monocular yang myelinisasi serabut
saraf retina dikombinasikan dengan myopia tinggi, amblyoplia dan strabismus.
Patogenesis nya belum dapat dimenferti.
L. Ketidakmampuan untuk mencapai suatu titik yang jelas pada retinoscopy seharusnya
dilakukan pemeriksaan slit-lamp. Bagian tengah kornea yang tipis dan bentuk yang
kotor, iregular serta bulat terlihat dengan keratometry, keratoscopy, atau topographycal
corneal, memastikan adanya keratoconus yang biasanya muncul manifestasi pada saat
pubertas.

76
M. Fluktuasi jarak pengelihatan sering menunjukkan gejala pada diabetes yang tidak
terdiagnosis sebelumnya. Fluktuasi tersebut diduga disebabkan oleh hidrasi lensa, yang
berhubungan dengan berbagai efek osmotik pada glukosa darah. Tanyakan gejala lain
seperti penurunan berat badan, polidipsi dan poliuria. Test dipstik sederhana dapat
memastikan adanya glucosuria dan harus segera dirujuk ke bagian internis atau
endocrinologist.
N. Episode pengelihatan ganda dan kabur dihubungkan dengan sakit kepala atau sakit mata
yang mungkin disebabkan oleh spasme reflex dekat. Pemeriksaan harus
mengkonvergensikan mata dan miosis selama serangan. Masalah ini sering dijumpai
pada wanita remaja. Dan dapat sembuh sendiri.
O. Pilocarpin juga mengganggu jika terdapat pada pasien transient, myopia pada usia
muda. Miotics lain yang kadang-kadang digunakan pada penatalaksanaan esotropia
akomodative (echothiophate;isoflurophate), juga dapat menyebabkan myopia. Banyak
obat lain yang juga menyebabkan myopia. Hal ini diduga karena obat-obat tersebut
menyebabkan edema badan siliar.
P. Paada pasien yang sudah tua, secara bertahap peningkatan myopia hampir selalu terjadi
karena adany aperubahan lensa.

Kompetensi Dokter Umum


3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-
ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (bukan kasus gawat darurat)
Keterampilan Klinis Yang Harus Dimilki
Tingkat kemampuan 4 mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori,
prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan sebagainya). Selama pendidikan
pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini dan pernah menerapkan
keterampilan ini beberapa kali dibawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk
menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara mandiri.
Keterampilan klinis tingkat 4 yang harus dimiliki untuk kasus myopia antara lain :
 Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan refraksi
subjektif.
Catatan : Algritma diagnosis myopia terlampir.

77
3. ASTIGMATISMA
Mata astigmat atau mata silindris adalah suatu keadaan dimana  sinar yang masuk ke dalam mata
tidak terpusat pada satu titik saja tetapi sinar tersebut tersebar menjadi sebuah garis. Astigmatisma
merupakan kelainan pembiasan mata yang menyebabkan bayangan penglihatan pada satu bidang
fokus pada jarak yang berbeda dari bidang sudut. Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan
ke retina di  dua  garis titik api yang saling tegak lurus. Kelainan refraksi ini ditandai dengan anomali
kurvatura media refrakta, bisa diakibatkan ulkus kornea, jaringan parut pada kornea, kertoconus,
katarak, lenticonus
Diagnosa ditegakkan berdasarkan pada pemeriksaan refraksi dan gambaran klinis yang tipikal.
Penderita akan melihat benda tidak beraturan bentuknya atau berubah bentuk. Astigmat bisa
diperiksa dengan cara pengaburan (fogging technique of refraction) yang menggunakan kartu
snellen, bingkai percobaan, sebuah set lensa coba, dan kipas astigmat. Pemeriksaan juga bisa
menggunakan keratoskop placid, videokeratoskop, Helmholtz atau Javal ophthalmometer. Deteksi
dini dan koreksi yang segera sangat penting terutama pada penderita anak. Astigmatisma yang tidak
terkoreksi dapat mengakibatkan ambliopia karena bayangan yang tajam tidak terproyeksikan ke
retina. Koreksi untuk astigmatisma menggunakan lensa silinder.

Kompetensi Dokter Umum


3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-
ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (bukan kasus gawat darurat)

Keterampilan Klinis Yang Harus Dimilki


Tingkat kemampuan 4 mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori,
prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan sebagainya). Selama pendidikan
pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini dan pernah menerapkan
keterampilan ini beberapa kali dibawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk
menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara mandiri.
Keterampilan klinis tingkat 4 yang harus dimiliki untuk kasus astigmatism antara lain :
 Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan refraksi
subjektif.

78
Bagan algoritma pada mata astigmatisma

Anamnesis
Pasien dengan astigmatisma
Pemeriksaan refraksi:
 Pengaburan
 Keratoskop placid
 Videokeratoskop
 Helm Holtz atau Javal
ophthalmometer

kornea lensa

 Ulkus  Katarak
 Jaringan parut  lenticonus
 keratoconus

Catatan : tulisan yang ditebalkan menandakan batas


kompetensi 3A
4. PRESBIOPIA
Presbiopia merupakan bagian dari proses penuaan yang secara alamiah dialami oleh semua orang.
Penderita akan menemukan perubahan kemampuan penglihatan dekatnya pertamakali pada
pertengahan usia empat puluhan. Pada usia ini, keadaan lensa kristalin berada dalam kondisi dimana
elastisitasnya telah banyak berkurang sehingga menjadi lebih kaku dan menimbulkan hambatan
terhadap proses akomodasi, karena proses ini utamanya adalah dengan mengubah bentuk lensa
kristalin menjadi lebih cembung. Organ utama penggerak proses akomodasi adalah muskulus siliaris,
yaitu suatu jaringan otot yang tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan radial. Fungsi
serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang merupakan
kapsul di mana lensa kristalin barada di dalamnya. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa,
sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang
berjarak jauh dalam lapangan pandang. Jika elastisitas lensa kristalin berkurang dan menjadi kaku
(sclerosis), maka muskulus siliaris menjadi terhambat atau bahkan tertahan dalam mengubah
kecembungan lensa kristalin. Presbiopia dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata monofocal

79
maupun bifocal, fungsi kacamata monofocal hanya untuk kacamata baca, sedangkan kacamata
bifocal dapat untuk mengkoreksi saat proses akomodasi.
Kompetensi Dokter Umum
3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-
ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (bukan kasus gawat darurat)
Keterampilan Klinis Yang Harus Dimiliki

Tingkat kemampuan 4 mampu melakukan secara mandiri


Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori,
prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan sebagainya). Selama pendidikan
pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini dan pernah menerapkan
keterampilan ini beberapa kali dibawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk
menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara
mandiri. Keterampilan klinis tingkat 4 yang harus dimiliki untuk kasus presbyopia antara lain :
 Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan
refraksi subjektif,
Bagan algoritma pada penderita presbiopia

Pasien dengan presbiopia


Anamnesis:keluhan pada
pengelihatan dekat

Pemeriksaan refraksi:
 Subjektif
 objektif
Proses penuaan

Kekerasan lensa Pengurangan kontraksi otot siliar

Lensa sulit mengubah bentuk Pengendoran zonula zinii tidak


sempurna

Catatan :huruf yang bercetak tebal


merupakan kompetensi 3A

80
5. ANISOMETROPIA

Anisometropia merupakan keadaan dimana didapatkan perbedaan refraksi yang besar, pada
kedua mata.

(1) Amblyopia is defined as unilateral or bilateral decrease of visual acuity for which no organic cause
can be detected on physical examination of the eye and which in appropriate cases is reversible by
therapeutic measures.  This algorithm is based on the assumption that visual acuity has been found
to be decreased and cannot be improved by corrective lenses.

81
(2) A negative cover test result rules out a manifest heterotropia.  At this point in the examination,
the examiner must establish that there is no history of previous strabismus that may have improved
spontaneously  with glasses or after surgery.  If this history is positive, strabismic amblyopia must be
suspected

(3) A refraction establishes whether anisometropic amblyopia is present.  A fundus examination


rules out organic causes for the decrease in visual acuity.  A functional (i.e., reversible) amblyopia
may be superimposed on a lesion of the optic disc or the macula (relative amblyopia).  The fixation
behavior must be checked in all cases of suspected unilateral amblyopia.  This test is performed with
a modified ophthalmoscope that contains a fixation target that is projected on the fundus and is
seen by both examiner and the patient The 4 diopter base-out prism test is positive in anisometropic
amblyopia.

(4) The exact refractive difference between the eyes that causes amblyopia is unknown.  However,
most clinicians agree that a spherical equivalent of more than 1.5 diopters between the eyes may be
amblyopiogenic.

(5) In the absence of a positive cover test result, a history of strabismus or of anisometropia, the
examiner should question the patient or the parents carefully for a history of unilateral occlusion
during infancy and early childhood.  Causes for unilateral visual deprivation include a unilateral
ptosis, cataract, orbital cellulitis with swelling of the lids, and prolonged wearing of an occlusive
patch.

(6) In the absence of a positive cover test result, of anisometropia, a history of strabismus or of
visual deprivation, an idiopathic amblyopia (i.e., an amblyopia without known cause) may be
present.59 

(7) Anisometropia is fairly common in a strabismic population.  It is not always possible to ascertain
whether the amblyopia in such patients is caused by the strabismus, the anisometropia, or a
combination of both.  Strabismus may also occur as a result of decreased vision in one eye, for
instance, a macular retinoblastoma.  A careful examination of the fundus is therefore indicated in all
cases of amblyopia associated with strabismus.  The fixation behavior is recorded as foveolar,
parafoveolar, or peripheral.58, p.219

(8) Uncorrected high bilateral hypermetropia of an equal degree may cause bilateral visual
deprivation amblyopia.  The patient makes no effort to accommodate and grows up with chronically

82
blurred retinal images (bilateral visual deprivation).  A manifest congenital nystagmus may have a
similar effect on the development of normal visual acuity.

(9) When there is no detectable cause for bilaterally reduced visual acuity, special tests are indicated
to rule out rare diseases such as cone deficiency disorder. 

Kompetensi Dokter Umum


3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan
kasus gawat darurat

Keterampilan Klinis Yang Harus Dimilki


Tingkat kemampuan 4 mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori,
prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan sebagainya). Selama pendidikan
pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini dan pernah menerapkan
keterampilan ini beberapa kali dibawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk
menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara mandiri.
Keterampilan klinis tingkat 4 yang harus dimiliki untuk kasus anisometropia antara lain :
 Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan refraksi
subjektif.

83
KORNEA

KETERAMPILAN KLINIS
1. Inspeksi (Area Kompetensi 4)
2. Inspeksi dengan pemulasan flourescein (Area Kompetensi 4)
3. Membedakan sensation (Area Kompetensi 3)

1. EROSI KORNEA
Erosi kornea merupakan keadaan terlepasnya epitel kornea yang disebabkan trauma tumpul
ataupun tajam pada kornea

Anamnesis:

mata merah, nyeri, berair, fotophobia, pandangan kabur

riwayat trauma, riwayat pemakaian lensa kontak

Pemeriksaan Inspeksi : edema palpebra, blefarospasme (+), injeksi


perikornea (+)

Visus

Normal Turun

Pemulasan fluorescein: Defek epitel (+)

Erosi Kornea *

 Rawat jalan
 Amoxicillin 500 mg 3x1
 Asam mefenamat 500 mg 3x1
 Vitanorm (vit. A) 2x1
 Cendo Ulcori (Ciprofloxacin)
diteteskan pada mata yang sakit tiga
kali sehari.

84
2. BENDA ASING (CORPUS ALIENUM) DI KORNEA

Anamnesis:

mata merah, nyeri, berair, fotophobia, pandangan kabur

riwayat trauma, riwayat pemakaian lensa kontak

Pemeriksaan

Visus Inspeksi :
palpebra edema, blefarospasme (+), injeksi
perikornea (+), benda asing (+)

Normal Turun

Benda Asing di Kornea* Benda Asing di Konjungtiva Benda Asing di intra okuler

Rujuk Spesialis Mata


Semua benda asing harus diambil, dengan
kapas basah atau jarum suntik 1 cc

85
3. KERATITIS

Anamnesis:
mata merah, nyeri, berair, fotophobia, pandangan kabur, riwayat trauma, riwayat
pemakaian lensa kontak,

PEMERIKSAAN

Sensibilitas kornea KERATITIS VIRAL KERATITIS FUNGAL


menurun, ulkus
dendritik
Tidak begitu Laboratorium
Pada daerah sakit, warna
dermatom Nervus infiltrat abu-abu
Laboratorium : Multi Oftalmikus (cabang Sering disertai
Candida Ampotericin
Nukleus Giant Cells hipopion
pertama
Serum anti HSV – 1, Lesi Satelit B 0.15 %
N.trigeminus) :
Khas : bercak di
Antigen Immuno-Fl lesi makulo Aspergillus
Enzym Immuno Assay endotel batas
papular tak tegas pada
dasar ulkus, Natamicin 5
Fusarium
%
Keratitis Herpes Herpes Zoster
Simpleks Oftalmikus
Oral: Flukonazole 200–400
mg/hari atau ketokonazole 200–
600 mg/hari.
Terapi : Terapi :
Acyclovir topikal dan - Aclycovir oral 5 x
oral 400 mg (10 hari).(3
hari sesudah ada
makulo papula )
- Steroid topikal
bila ada keratitis
KERATITIS BAKTERIAL
stromal / Uveitis

Pseudomonas Pneumokokus Gonokokus Streptokokus B


Aeruginosa haemolitikus
Inkubasi kurang dari 24 Inkubasi 24 – 48 Jam. Gambaran khas : Ulkus Gambaran tidak khas
jam (+ 6 – 8 jam ) Infiltrat warna abu-abu daerah jam 12, Biasanya daerah
Infiltrat warna kehijauan Ulkus berbatas tegas sentral sekitar ulkus
/ kuning, nyeri hebat cenderung meluas ke cepat perforasi
banyak infiltrat dan
Cepat meluas (oleh sentral dengan cepat. meskipun kecil.
edem
enzim proteolitik) (Ulkus
Kornea tampak “ luluh “ serpigenosa)Mudah
dan menonjol, terbentuk hipopion
Laboratorium: Laboratorium :
Hipopion(++) diplokokus gram ( - ) kuman kokus gram
Laboratorium : Kuman Intra Seluler ( + )berbentuk rantai.
Laboratorium : Kuman diplo kokus gram (+)
bentuk batang gram Terapi :
Terapi: Terapi :
negatif - Penicilin G
Penicilin G atau - Penicilin G - Vancomycin
Vankomisin topikal dan - Vankomycin
Terapi :
sistemik, pilihan kedua :
- Tobramisin
eritromisin
- Gentamisin
- Polimyxin B
Terapi terbaru :
Ciprofloxacin 86
4. LUKA BAKAR

Anamnesis:

Mata merah

Nyeri

Mata berair
Luka Bakar Fisik (thermal)  Antibiotik topikal
Fotophobia Pemeriksaan :  Pembalut steril

Pandangan kabur Inspeksi Luka Bakar Kimia

Riwayat trauma
Basa Asam

 Ukur pH
 Irigasi permukaan kornea dan forniks konjungtiva dengan air mengalir atau
normal salin diteteskan melalui selang intravena standar sampai mencapai
PH normal (7,3 -7,7)

Visus Pemulasan fluorescein: Defek epitel (+)

Normal Turun

Rujuk ke spesialis mata

87
Corneal Edema
Kornea memiliki tiga lapisan penting: epitel, stroma, dan endotelium. Kelebihan air dalam hasil epitel
atau stroma edema kornea. Kadar air kornea tergantung pada keseimbangan antara kekuatan
pendorong air ke kornea dan yang mendorong air keluar. Kekuatan pendorong air ke dalam kornea
termasuk tekanan pembengkakan stroma dan tekanan intraokular. Faktor-faktor yang menjaga
kornea dari pembengkakan adalah fungsi penghalang dan pompa metabolik endotelium. Faktor yang
kurang penting adalah penghalang epitel dan penguapan dari permukaan kornea. Jika faktor ini tidak
fungsional atau rusak, edema kornea dan ketebalan kornea meningkat dapat mengembangkan,
dengan keluhan penglihatan kabur yang paling parah di pagi hari dan membaik seiring berjalannya
hari. Sebagai memburuk edema, microcyst epitel dan bula dapat terbentuk, menyebabkan tajam,
menusuk nyeri, fotofobia, dan kemerahan. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan jaringan
parut membran Bowman dan stroma, serta vaskularisasi pannus dan stroma.

A. Peningkatan TIO tidak langsung merusak endotelium tetapi mengganggu keseimbangan kekuatan
transportasi di seluruh kornea. Glaukoma kongenital dapat hadir dan meningkatkan ketebalan
kornea, diameter kornea, dan menghasilkan air mata linier horizontal membran Descemet itu.

B. glaukoma akut dapat didiagnosis jika ada edema epitel, nyeri, sudut ruang tertutup, dan murid
middilated tetap. Biasanya tekanan adalah> 60mm Hg. Pasien melihat lingkaran cahaya di sekitar
objek terang. Begitu tekanan diobati, gejala umumnya jelas. Namun, tidak diobati, tekanan yang
meningkat menyebabkan kerusakan ireversibel endotel dan edema kronis.

C. Distrofi endotel adalah penyakit turun-temurun dari endotelium. Beberapa tampak pada saat
lahir, yang lainnya muncul kemudian dalam hidup. Anomali Petrus diakui oleh leukoma kornea
bilateral pusat, dengan edema di daerah yang terkena, yang disebabkan oleh cacat pada posterior
stroma, membran Descemet, dan endotelium. Endotel distrofi kongenital herediter (CHED) dapat
memiliki dua bentuk: dominan dan resesif. Resesif tersebut diakui pada saat lahir sebagai difus,
edema kornea bilateral simetris dan umumnya tidak maju. Bentuk dominan tidak terlihat pada saat
lahir. Edema berkembang pada tahun pertama dan dapat maju dalam hidup kemudian untuk edema
parah, keratopathy band, dan erosi epitel. Distrofi Fuch endotel yang terjadi di kemudian hari dan
dapat didiagnosis jika disertai edema kornea kornea guttae banyak dilihat posterior membran
Descemet itu. Guttae kornea yang fokal, deposito kolagen bias. Dalam distrofi polymorphous
posterior (PPD), lesi kecil yang dikelilingi oleh lingkaran cahaya beberapa samar atau kurang besar,
lesi blisterlike dengan lingkaran cahaya padat terlihat pada membran Descemet itu. Guttae kornea

88
yang tidak hadir. Sindrom endotel Iridocorneal (ICE) adalah spektrum gangguan utama proliferasi
endotel, termasuk iris nevus sistem Cogan-Reese, sindrom Chandler, dan atrofi iris esensial.
Gangguan ini ditandai dengan endotelium dilemahkan, lapisan kolagen yang luas posterior, dan
pengembangan membran basement ektopik atas iris. Meskipun penyakit penyakit bentuk spektrum,
mereka dapat dikenali secara individual. Dalam sindrom nevus iris, jaringan stroma iris herniates
melalui membran basement ektopik. Dalam sindrom Chandler lapisan kolagen posterior
berhubungan dengan edema kornea difus. Atrofi iris esensial ditandai oleh lapisan kolagen abu-abu
posterior, sinekia anterior perifer, murid terdistorsi, dan lubang di iris.
D. Endotelium mungkin rusak selama atau setelah operasi. Intraoperatif kerusakan mungkin
disebabkan oleh kontak dengan instrumen bedah kornea atau lensa intraokular atau efek toksik obat
intraokular, pengawet, atau solusi mengairi. Kerusakan pasca operasi dapat disebabkan oleh
perdarahan intraokuler, peningkatan TIO, dan kontak lensa-diinduksi hipoksia, serta melalui kontak
endotel kornea dengan vitreous, lensa intraokular, atau jahitan nya.
E. Perforasi kornea oleh benda asing dapat menyebabkan kerusakan endotel dan mengurangi jumlah
sel, menghasilkan edema kornea. Kontak kuat dari badan asing dengan kornea dapat menyebabkan
0,5-0,1 mm berbentuk cincin berdiameter opacity pada permukaan kornea posterior. Cincin ini
disebabkan oleh fibrin dan leukosit deposito dalam endotelium kornea dan menghilang dalam
beberapa hari.
F. Pada pasien dengan keratoconus maju, membran Descemet bisa istirahat terpusat. Aqueous
humor bisa masuk dan menyebabkan edema. Namun, sel-sel endotel tumbuh, dan luka segera
sembuh sehingga edema reda dalam beberapa bulan. Semua yang bertahan adalah bekas luka kecil.
G. Pemecahan pada membran Descemet bisa terjadi pada kelahiran dari cedera tang dan biasanya
muncul dalam orientasi vertikal atau miring. Tergantung pada luasnya cedera, edema kornea bisa
jelas dan berulang di kemudian hari.
H. Neuropati sensorimotor trigeminal, dari prosedur bedah, neoplasma, dan proses lainnya, dapat
mempengaruhi hidrasi kornea dan mengakibatkan edema kornea selama paparan suhu lingkungan
yang rendah.
I. Keratopathy Diebetic dapat terjadi setelah operasi stres yang tidak semestinya intraokular atau
fotokoagulasi. Endotelium kornea dari diabetes pameran kelainan pada morfologi sel, edema kornea
sehingga cenderung untuk bertahan setelah operasi.
J. Beberapa laporan telah menggambarkan kasus dekompensasi kornea setelah trauma kantong
udara. Mikroskop elektron scanning mengungkap wilayah lokal dari kerusakan endotel yang lengkap
terkait dengan bidang jumlah sel endotelium <1000 cells/mm 2. Beberapa edema kornea persisten
mungkin gagal untuk menyelesaikan, membutuhkan transplantasi kornea.

89
K. Uveitis adalah peradangan dari setiap bagian dari saluran uveal mata, termasuk iris, ciliary body,
dan koroid. Radang iris dan tubuh ciliary, juga disebut uveitis anterior, biasanya menyakitkan dan
dapat menyebabkan gangguan penglihatan, kadang-kadang kebutaan. Meskipun hubungan tidak
jelas, edema kornea sering menyertai uveitis. Uveitis dapat didiagnosis jika photomicroscopy
specular menunjukkan daerah gelap pada endothelium. Ini daerah gelap dapat disebabkan oleh
keratitic presipitat atau edema endotel lokal. Kerusakan ini disebabkan oleh mikroba menyerang dan
oleh sel dari sistem kekebalan tubuh. Edema kornea adalah sekunder untuk respon kekebalan.
Edema stroma dan biasanya adalah bermata. Organisme yang mampu menggalang respon ini
termasuk herpes simpleks dan virus herpes zoster, beberapa bakteri, dan beberapa jamur.
L. Setelah cangkok kornea, limfosit dapat bermigrasi pada endotel dan membentuk garis yang
bergerak menuju pusat, menghancurkan sel-sel endotel di jalan. Dengan sekitar 3 bulan setelah
korupsi, garis telah hilang dan kerusakan terlihat sebagai presipitat banyak keratic dan edema
korupsi seragam.
M. Edema kornea reversibel telah dikaitkan dengan keratitis selama pengobatan dengan levodopa.
Perfluorodecalin adalah cairan digunakan intraoperatively dalam operasi ablasi retina. Jumlah sisa
dapat disimpan dalam ruang anterior di kontak dengan endotelium, menyebabkan dekompensasi
kornea.

90
Pasien dengan Edema
Korneal

91
Pemeriksaan Slit-lamp

Peningkatan IOP Tanpa inflamasi Inflamasi

Kongenital Onset dewasa Tanpa trauma Trauma (K) Uveitis (L) Penolakkan
korneal graft

(A) Glukoma (C) Distrofi (M) Medication


(B) Glukoma
kongenital endotelial
ruang terbuka
Akut
Glukoma ruang
tertutup

Kongenital
Onset dewasa

Pertimbangan:
Pertimbangan:
CHED
Sindrom ICE
Peter’s anomaly Distrofi Fuchs’s
PPD
Trigeminal nerve (J) Kantong
palsy angin

(D) Mekanik (E) Benda (F) Ruptur (G) Cedera (H) Neuropati
farmako bedah asing Keratokonus forsep trigeminal
Descemet’s

(I) Diabetes

92
CORNEAL EPITHELIAL DYSTROPHY
Para distrofi epitel terdiri dari kelainan pada membran basal epitel dan, dalam beberapa kasus,
lapisan Bowman. Mereka mudah didiagnosis oleh sejarah dan menyeluruh celah-lampu
pemeriksaan. Sejarah keluarga dan celah-lampu pemeriksaan anggota keluarga membantu
menjelaskan pola genetik dan membantu dalam klasifikasi.

A. Microcysts intraepithelial dapat terjadi confluently atau terisolasi, baik secara sepihak atau
bilateral, tergantung pada penyebab yang terkait. Mereka dapat berhubungan dengan daerah lokal
penyembuhan erosi epitel atau berulang.Ruang kistik dapat terjadi pada epitel dengan atau tanpa
edema kornea. Biasanya, pewarnaan tidak terjadi dengan fluorescein. Microcysts adalah respon
nonspesifik epitel dan terjadi dengan memakai lensa kontak jangka panjang dan penggunaan
narkoba. Biasanya, tidak ada gejala terjadi kecuali ada erosi epitel aktual dari microcyst tersebut.
Pengobatan terdiri dari menyelesaikan kondisi yang terkait. Distrofi epitel Meesmann (juga disebut
distrofi Stocker-Holt) adalah dominan mewarisi kecerdasan penetrasi lengkap dan jelas dalam
beberapa bulan pertama kehidupan.Pasien tidak menunjukkan gejala, menunjukkan kista epitel
anterior, yang pada laminasi tersebut, muncul sebagai kecil, jelas abu-abu putih tanda baca
presipitat.Mereka tidak noda dengan fluorescein. Kista telah terbukti mengandung bahan selular
degerate, "aneh" substansi, yang PAS positif. Pengobatan tidak diperlukan kecuali iritasi atau
penurunan penglihatan terjadi.
B. Distrofi kornea pusaran mungkin gangguan degeneratif, di mana berpigmen ulir berbentuk garis
yang terlihat pada jaringan epitel dan subepitelial. Ini telah di penyakit Fabry, dalam keratopathy
beracun, dan pada pasien yang mengambil berbagai obat sistemik seperti klorokuin, amiodaron,
fenotiazin, atau indometasin. Striate melanokeratosis juga dapat meniru distrofi pusaran.Melanotik
sel tumbuh dari limbus, terutama di Afrika-Amerika, juga dapat menembus kornea sentral sebagai
respon terhadap berbagai rangsangan yang berbahaya. Pengobatan jarang diperlukan.
C. Epitel membran basement distrofi anterior juga disebut peta-dot-sidik jari distrofi, distrofi
basement membran anterior, dan distrofi microcystic Cogan itu.Ini adalah bilateral dan epitel dan
ditandai oleh berbagai pola dari titik-titik, garis, dan penyimpangan. Hal ini terjadi lebih umum pada
wanita setelah dekade keempat dan autosomal dominan dengan ekspresi tidak lengkap. Studi
patologis menunjukkan membran basement menebal memperluas ke dalam, sel-sel epitel epitel
abnormal dengan microcyst, dan bahan urat saraf antara membran basal dan lapisan Bowman.
Kebanyakan pasien asimtomatik. Ketika gejala yang hadir, mengaburkan visi dan sensasi benda asing
yang umum. Erosi rekuren dapat terjadi, biasanya di pagi hari, ketika pasien terbangun dan memiliki
rasa sakit menusuk tajam. Pengobatan diperlukan hanya ketika erosi berulang terjadi.

93
D. Erosi kornea berulang biasanya mengikuti trauma kornea yang melibatkan epitel dan distrofi
basement membran epitel. Hasil gangguan dari cacat dalam penyembuhan membran basement atau
gagal ed produksi rusak oleh membran basement.Gejala dapat terjadi hari sampai tahun setelah
cedera. Pengobatan ditujukan untuk mendorong re-epitelisasi dan mencegah kekambuhan dan.
Erosi akut diobati dengan antibiotik topikal, tetes cycloplegic, dan patch tekanan.Kadang-kadang,
natrium klorida 5% dapat membantu mendorong kepatuhan dari sel-sel epitel ke jaringan yang
mendasari untuk meminimalkan edema epitel. Salep pelumas tanpa presenvatives sangat
membantu, terutama pada pasien dengan lagophthalmos. Pengobatan harus terus meminimalkan
kekambuhan dan memungkinkan perbaikan membran basal normal.Jika kambuh bertahan, lensa
kontak dapat membantu. Tusukan stroma anterior juga telah direkomendasikan pada pasien yang
modus lain dari terapi yang gagal. Debridemen epitel yang abnormal kadang-kadang mungkin efektif
bila disertai dengan menggunakan bur berlian pada permukaan yang tidak teratur dari membran
basal anterior.
E. Distrofi Reis-Buckler adalah sebuah distrofi autosomal dominan yang mempengaruhi kornea
superfisial membran Bowman. Distrofi adalah bilateral simetris dan menjadi jelas dalam dekade
pertama atau kedua dari kehidupan, dengan erosi dan penurunan berulang visi.Para kekeruhan
cadang 2 mm perifer kornea. Celah-lampu pemeriksaan menunjukkan epitel tidak teratur dengan
jaringan fibrosa subepitelial di wilayah lapisan Bowman. Kekeruhan tampaknya retikular dalam
pola.Pengobatan serupa dengan erosi berulang. Prosedur bedah pilihan adalah diseksi berserat
subepitel dari kornea superfisial. Kadang-kadang, sebuah keratoplasty lamelar atau keratoplasty
menembus dapat dilakukan setelah pembedahan lapisan jaringan fibrosa subepitel jika visi tidak
memuaskan.Kekambuhan yang mungkin.

94
CORNEAL STROMAL DYSTROPHIES
Corneal stromal dytrophies generally involves a genetically transmitted metabolic defect, which
results in the deposition of an excessive amount of some metabolic product in the keratocytes. The
accumulation of these deposits causes signs and symptoms ranging from essentially asymptomatic
opacities to complete functional visual impairment. Accurately diagnosing a spesific dystrophy early
in its course better prepares both the physician and patient to manage the condition as it
progresses.
A. Present at birthday, congenital hereditary stromal dystrophy is an autosomal-dominant disorder
manifested by bilateral, symmetric, nonprogressive, cloudy opacification of the cornea. The flaky or
feathery opacities are more dense in the superficial central stroma, becoming progressively less
dense in the deep peripheral regions. The early visual impairment may result in nystagmus,
esotropia, and amblyopia. Very early penetrating keratoplasty should be considered.
B. In granular dystrophy, white breadcrumb-like opacities develop in the superficial central corneal
stroma during the first decade. The opacities enlarge, coalesce, increase in number, and extend into
the deeper stroma as the disease progresses through the fifth decade. At that time, a diffuse ground-
glass haze appears in the intervening stroma, resulting in the onset of visual impairment. A 2- to 3-
mm paralimbal zone remains clear, and epithelial erosions are rare. The opacities consist of a hyaline
substance and are bilateral and symmetric. Penetrating keratoplasty may be necessary late in the
disease, and opacities tend to recur in the donor graft.
C. In central crystalline dystrophy, minute polychromatic crystals, arranged in a discoid or ring
configuration, appear in the central superficial stroma during the first year of life. Patients (80%)
develop a limbal girdle and a dense corneal arcus by the fourth decade. Treatment is rarely indicated
because visual acuity is seldom severely impaired. The crystals consist largely of cholesterol, and the
disorder is often associated with hyperlipidemia and genu valgum. Therefore evaluate serum
cholesterol and triglyceride levels in these patients.
D. Patients with gelatinous droplike dystrophy complain of photophobia, lacrimation, foreign body
sensation, and impaired visual acuity in the first decade as result of protuberant, opaque,
subepithelial mounds that are located centrally and give the cornea a “mulberry-like,” irregular
surface. Amyloid deposits are present in the epithelial basal cells. Sporadic and autosomal-recessive
patterns have been observed. Total deep lamellar keratoplasty is the treatment of choice;
recurrences are common.
E. In lattice dystrophy a branched lattice network of refractile lines, white punctate opacities, and a
diffuse central superficial stromal haze appears during the first and second decades. Recurrent,
painful epithelial erosions also occur. Visual acuity deteriorates progressively through the fourth and

95
fifth decades as central subepithelial opacities develop. Penetrating keratplasty is often necessary,
and recurrences of the disease with donor grafts are common. The inheritance pattern is autosomal
dominant. The opacities contain amyloid deposits. The lattice lines fluoresce under cobalt blue (365
nm) ultraviolet light in advanced cases. Lattice dystrophy type 2 is associated with systemic
amyloidosis and a more favorable visual outcome. Type 3 and 3A have recently been described.
F. Progressive corneal dystrophy of Waardenburg, a variant of granular dystrophy, is characterized
by an earlier onset, a more rapid progression of opacification, more frequent epithelial erosions, and
a poorer visual prognosis.
G. In macular dystrophy, diffuse, central, superficial, stromal cloudiness develops during the first
decade. During the second decade, this diffuse ground-glass opacification extends to involve the
posterior and peripheral stroma as well. Focal, irregular, white opacities develop by the third
decade. Later in the disease, irregularities of Descemet’s membrane and painless epithelial erosions
are common. Visual acuity is often significantly impaired by the fourth decade. Penetrating
keratoplasty is often necessary by 30 years of age. Recurrences with donor grafts are less common
than in granular and lattice dystrophies. The inheritance pattern is autosomal recessive, and the
primary defect is accumulation of excess acid mucopolysaccharides in the keratocytes.
H. In central cloudy dystrophy, small, indistinct, ovoid opacities-most dense posteriorly and
restricted to the central third of the cornea- are the classic findings. Visual acuity is rarely impaired,
and the opacities are usually incidental findings.
I. Fleck dystrophy is a benign disorder in which discrete, flat, white, dandrufflike flecks are present
throughout all stromal layers, involving both central and peripheral regions. These opacities may be
congenital, and the inheritance pattern is autosomal dominant. This disorder has been associated
with cortical lens opacities in certain families. Visual acuity remains normal.
J. Polymorphic stromal dystrophy is probably a degenerative disorder featuring gray-white punctate
and filamentous opacities involving the entire cornea. Onset is after 50 years of age, and visual
acuity is spared.

96

Anda mungkin juga menyukai