PAPER
Disusun oleh :
Dika Asrika Asrul
120100257
Supervisor :
i
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “Teknik
Pemeriksaan Refraksi” tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj.
Aryani A. Amra M.Ked(Oph), Sp.M(K) selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Tujuan .......................................................................................... 2
1.3. Manfaat ........................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1 Anatomi Media Refraksi ............................................................. 3
2.2 Kelainan Refraksi........................................................................ 7
2.2.1. Miopia ............................................................................... 8
2.2.2. Hipermetropia ................................................................... 9
2.2.3. Astigmatisma .................................................................... 11
2.3 Epidemiologi Kelainan Refraksi .................................................. 11
2.4. Teknik Pemeriksaan Refraksi....................................................... 12
2.4.1. Teknik Pemeriksaan Refraksi Objektif ............................. 12
2.4.2. Teknik Pemeriksaan Refraksi Subjektif .......................... 20
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31
LAMPIRAN
iii
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
BAB 1
PENDAHULUAN
Kelainan refraksi adalah suatu keadaan dimana ketika cahaya masuk ke mata
yang sedang tidak melakukan akomodasi, bayangan tidak tepat fokus pada retina.
Keluhan visual dari kelainan refraksi adalah mata kabur.1 Hasil pembiasan sinar
pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, aqueous
humor, lensa, vitreous humor dan panjangnya bola mata. Pada orang normal,
susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di makula lutea.2
Mata yang normal disebut emetropia dan akan menempatkan bayangan benda
tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat
melihat jauh. Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan
refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi normal. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea atau perubahan panjang bola mata, maka sinar normal
tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia yang dapat berupa
miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.2
1
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan paper yang berjudul “Teknik Pemeriksaan Refraksi” ini
antara lain :
1.3. Manfaat
Hasil paper ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah wawasan, baik
bagi penulis maupun pembaca terkait dengan Teknik Pemeriksaan Refraksi, serta
dapat menjadi sumber referensi untuk makalah selanjutnya.
2
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Media refraksi terdiri atas kornea, aqueous humor, lensa, vitreous humor dan
panjangnya bola mata.2
a. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding
dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di
limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulkus skleralis.
Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm di pusatnya (terdapat
variasi menurut ras), diameter horizontalnya sekitar 11,5 mm dan
vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang berbatasan dengan lapisan
epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descemet,
dan lapisan endotel. Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel,
endotel hanya satu lapis. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih
aseluler, yang merupakan bagian stroma yang berubah. Stroma kornea
mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bagian ini tersusun dari
lamella fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 10-250 µm dan tinggi 1-2
μm yang mencakup hampir seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan
sejajar dengan permukaan kornea dan karena ukuran dan periodisitasnya
menjadi jernih secara optis. Membran Descemet, yang merupakan lamina
basalis endotel kornea, memiliki tampilan yang homogen, dengan
mikroskop cahaya tetapi tampak berlapis-lapis dengan mikroskop elektron
akibat perbedaan struktur antara bagian pra dan pascanasalnya. Sumber-
sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
aqueous humor, dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan
oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat
dari percabangan pertama dari nervus trigeminus.5
3
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
4
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
b. Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki bilik
mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata
depan, kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan.5
c. Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa
digantung di belakang iris oleh zonula yang menghubungkannya dengan
corpus ciliare. Di anterior lensa terdapat aqueous humor, di sebelah
posteriornya terdapat vitreous humor. Kapsul lensa adalah suatu membran
yang semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler)
yang akan memungkinkan air dan elektrolit masuk. Disebelah depan
terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel
terus diproduksi, sehingga lensa semakin lama menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamella kosentris yang
panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan
lamella ini ujung-ke-ujung berbentuk huruf Y bila dilihat dengan slitlamp.
Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-
5
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
6
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
d. Vitreous Humor
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreous humor
mengisi ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus.
Permukaan luar vitreous humor membran hialois-normalnya berkontak
dengan struktur-struktur berikut: kapsul lensa posterior, serat-serat zonula,
pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis vitreous humor
mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel
pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Di awal kehidupan,
vitreous humor melekat kuat pada kapsul lensa dan caput nervi optici, tetapi
segera berkurang dikemudian hari. Vitreous humor mengandung air sekitar
99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat,
yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreous humor
karena kemampuannya mengikat banyak air.5
Emetropia adalah keadaan refraktif di mana sinar cahaya paralel dari benda
jauh dibawa untuk fokus pada retina pada mata yang tidak berakomodasi. Titik jauh
mata emetropia tak terhingga. Ametropia mengacu pada tidak adanya emetropia
dan dapat diklasifikasikan dengan etiologi presumtif sebagai aksial atau refraktif.
Pada ametropia aksial, bola mata luar biasa panjang (miopia) atau pendek
(hipermetropia). Pada ametropia refraksi, panjang mata secara statistik normal,
namun kekuatan refraksi mata (kornea dan/atau lensa) tidak normal, berlebih
(miopia) atau kurang (hipermetropia).1
7
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Gambar 2.4. Gambaran cahaya paralel masuk melalui mata lalu jatuh tepat
di titik fokal pada emetropia (garis hitam). Pada hiperopia, titik fokal jatuh
dibelakang retina (garis hijau). Pada miopia, titik fokal jatuh didepan retina
(garis merah)
(Sumber: Lang GK. Optics and Refractive Errors In Opthalmology A Short
Textbook. 2000)
2.2.1. Miopia
Miopia terjadi bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan didepan
retina oleh mata yang tidak berakomodasi, mata tersebut mengalami miopia.1 Lensa
sferis konkaf (minus) biasanya digunakan untuk mengoreksi bayangan pada
miopia. Lensa ini memundurkan bayangan ke retina.2 Gejalanya berupa penglihatan
jauh yang tidak jelas. Pada anak-anak biasanya kesulitan dalam melihat papan tulis
8
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
dengan jelas. Dapat juga terlihat bintik hitam yang mengambang di depan mata,
ketidaknyamanan mata setelah melalukan pekerjaan yang melihat dekat, dan dapat
terlihat kilatan cahaya.8
2.2.2. Hipermetropia
9
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
di belakang makula lutea. Pada pasien dengan hipermetropia diberikan lensa sferis
positif terkuat yang memberikan penglihatan maksimal.2 Gejalanya terlihat khusus
di malam hari setelah bekerja dekat. Terdapat pandangan kabur, sakit kepala di
bagian frontal, rasa tegang pada mata, panas dan mata kering. Pada orang dewasa,
presbiopia dimulai pada usia yang lebih muda. 8
10
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
2.2.3. Astigmatisma
Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam
pada retina, akan tetapi pada 2 garis titik api yang tegak lurus yang terjadi akibat
kelainan kelengkungan permukaan kornea.1 Pada mata dengan astigmatisma
lengkungan jari-jari meridian yang tegak lurus padanya. Kelainan astigmatisma
dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali dikombinasi dengan lensa sferis.2
Gejalanya berupa ketajaman penglihatan yang sangat berkurang, terdapat tekanan
pada mata dan sakit kepala setelah bekerja dan tampak huruf-huruf pada buku
"berjalan bersama". 8
Gambar 2.7. Gambaran Iregularitas pada Media Refraksi (a) dan Koreksi
Astigmatisma dengan Kontak Lensa Rigid
(Sumber: Lang GK. Optics and Refractive Errors In Opthalmology A Short
Textbook. 2000)
11
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
dunia adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi, diikuti oleh katarak dan
glaukoma. Sebesar 18% tidak dapat ditentukan dan 1% adalah gangguan
penglihatan sejak masa kanak-kanak. Orang-orang yang berusia 50 tahun dan lebih
merupakan kelompok usia di mana gangguan penglihatan dan kebutaan banyak
terjadi.3
Prevalensi severe low vision penduduk umur 6 tahun ke atas secara nasional
sebesar 0,9 persen. Prevalensi severe low vision tertinggi terdapat di Lampung
(1,7%), diikuti Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat (masing-masing 1,6%).
Provinsi dengan prevalensi severe low vision terendah adalah Daerah Istimewa
Yogyakarta (0,3%) diikuti oleh Papua Barat dan Papua (masing-masing 0,4%).3
Retinoskopi merupakan keahlian penting dan alat untuk dokter spesialis mata
dalam menentukan kelainan refraksi sferosilindris pada mata. Sebuah retinoskop
juga dapat membantu pemeriksa dalam mendeteksi abrasi retina, irregularitas, dan
opasitas, bahkan melalui pupil kecil. Retinoskopi berguna untuk pemeriksaan pada
bayi, anak dan dewasa yang tidak kooperatif.1
1. Retinoskopi
Retinoskopi disebut juga skiaskopi atau tes bayangan dimana
merupakan metode pemeriksaan objektif dalam menilai kelainan refraksi
12
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
13
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
14
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
2. Refraktometri
Refraktometri (optometri) adalah sebuah metode objektif untuk
menemukan kelainan refraksi dengan menggunakan alat yang disebut
refraktometer atau optometri. Refraktometer digunakan dalam penilaian
optalmoskopi indirek. Saat ini, autorefraktometer digunakan.
Autorefraktometer memberikan informasi yang cepat dalam menilai
kelainan refraksi pada pasien dengan sferis, silinder dengan axis dan jarak
interpupil. Metode ini merupakan alternatif yang baik bila dibandingkan
dengan retinoskopi. Alat ini juga berguna dalam skrining, program
penelitian dan studi epidemiologi.4,11
Pada pemeriksaan dengan autorefraktometer teknik refraksi
dilakukan secara cepat, sederhana dan tidak menyakitkan. Pasien duduk dan
menempatkan dagunya pada tempat yang tersedia di autorefraktometer.
Lalu, pada satu waktu satu mata diperiksa dengan mata fokus melihat
kedalam mesin dan terdapat gambar. Nantinya gambar tersebut akan
bergerak masuk dan keluar sehingga fokus akan diambil untuk pembacaan
kapan gambar tepat jatuh di retina.1
15
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
3. Keratometri
Keratometri adalah sebuah metode objektif dalam memperkirakan
astigmatisma kornea. Keratometri tidak terlalu berguna dalam pemeriksaan
refraksi rutin. Tetapi efektif dalam persepan kontak lensa dan menilai
kekuatan lensa intraokuler yang akan diimplantasikan. Keratometri
bergantung pada permukaan anterior kornea yaitu kaca konveks sehingga
ukuran gambar bergantung pada kelengkungan. 4
16
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
4. Biometri
Biometri adalah metode penerapan matematika untuk biologi. Istilah ini
awalnya digunakan oleh Whewell pada awalnya di tahun 1800-an untuk
menghitung harapan hidup. Kekuatan refraktif mata terutama bergantung pada
kornea, lensa, media okular, dan panjang aksial mata. Saat merencanakan
17
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Teknik pemeriksaan:
Pemeriksaan penyaringan digunakan untuk mendeteksi lesi.
Pemeriksaan dilakukan dengan pasien berbaring atau duduk. Setelah
diberikan anastesi topikal yang diteteskan pada kedua mata dan penutup
mata tidak diperlukan. Pemeriksa duduk dengan peralatan pemeriksaan
yang disediakan di satu sisi dari pasien. Probe ultrasound pertama kali
digunakan pada jam 6 dari limbus melalui bagian tengah bola mata
bertujuan untuk memeriksa lapisan chorioretinal berlawanan pada
meridian jam 12. Pasien diinstruksikan untuk melihat jauh dari probe
terhadap meridian yang diperiksa untuk menghindari scan melalui
lensa. Probe digeser dari limbus ke fornix selalu mengarah ke tengah
bola mata, juga screening meridian utama dari kutub posterior ke ora
serata. Sorotan ultrasound selalu dijaga perpendicular ke retina yang
berlawanan. Prosedur yang sama diulangi di meridian jam 8, menggeser
probe secara sementara disekitar bola mata.16
18
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Scan-B
Scan-B (B untuk Brightness), tampilan scan-B pada struktur okular
tersebut tidak diperlihatkan sebagai defleksi-defleksi vertikal pada
layar tetapi lebih sebagai titik-titik cahaya. Semkain banyak suara yang
kembali dari struktur okular, maka semakin padatlah titik-titik cahaya.
Transduser USG untuk tampilan scan-B di scan pada mata, baik secara
manual maupun dengan dorongan mata. Scanning ini menghasilkan
suatu seri banyak titik-titik yang terangnya bervariasi dari struktur
okular maupun orbital dan secara esensial menggambarkan potongan
silang dua dimensi orbital dan bola mata.16
19
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Teknik pemeriksaan:
a. Mata diberikan anastesi topikal dan pasien ditempatkan pada posisi
duduk atau berbaring.
b. Pemeriksa sebaiknya duduk disamping kepala pasien dan melakukan
pemeriksaan dengan tangan.
c. Methylselulosa atau gel ophtalmic diletakkan pada ujung dari probe
yang berfugsi sebagai alat coupling
d. Scan vertikal dilakukan dengan penanda pada probe berorientasi
superior.
e. Scan horizontal dilakukan dengan penandaan titik mengarah ke hidung.
f. Kemudian mata diperiksa dengan posisi pasien melihat lurus ke depan,
ke atas, bawah, kiri dan kanan. Untuk setiap posisi scan vertikal dan
horizontal bisa dilakukan.
g. Kemudian pemeriksa memindahkan alat pemeriksaan pada arah
berlawanan dengan gerakan mata.16
20
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
21
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
22
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
23
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
24
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
25
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
b. Penemuan sferis
Koreksi sferis dilakukan untuk penyempurnaan setelah dilakukan
perbaikan kekuatan dan axis. Penyempurnaan sferis dilakukan
dengan:
i. Teknik fogging
Setelah kekuatan silinder dan axis diperbaiki dengan tes
kipas astigmatisma atau cross cylinder, tahap akhir dalam
mengoreksi monocular adalah penemuan sferis. Dengan
penambahan sferis plus terkuat atau sferis minus terlemah
yang menghasilkan ketajaman penglihatan terbaik. Ketika
teknik cross cylinder dipakai dalam mengkoreksi kekuatan
silinder dan axis, kelainan refraksi dianggap satu poin.
Tambahkan sferis positif 0,25 D sampai pasien melaporkan
penurunan penglihatan. Jika tidak ada penambahan sferis,
tambahkan sferis minus 0,25 D sampai pasien melaporkan
ketajaman visual maksimal. Dengan daya akomodasi, pasien
dapat mengkompensasi jenis minus. Hal penting bahwa
sferis minus penting dalam mendapatkan ketajaman
penglihatan. Semakin ditambahkannya minus, pasien
diminta untuk membaca huruf apakah semakin kecil dan
jauh. Pasien diminta untuk melaporkan huruf yang dilihatnya
apakah semakin tajam, terang, kecil atau gelap. Jika
dilakukan dengan metode kipas astigmatisma mata masih
berkabut, penambahan sferis plus hanya akan semakin
menambah kabur. Maka gunakan sferis minus untuk
mengurangi kekuatan sferis hingga ketajaman penglihatan
didapat.4
26
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
27
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
28
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
29
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
BAB 3
KESIMPULAN
30
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
DAFTAR PUSTAKA
31
PAPER NAMA : DIKA ASRIKA ASRUL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
32