Anda di halaman 1dari 9

PREVALENSI PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG KELAINAN

REFRAKSI PADA ANAK DI SDIT AL – AKMAL KABUPATEN


TANGERANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Studi D III Refraksi Optisi

Disusun Oleh :
NASWA WILANTAMA
17503

PROGRAM STUDI DIPLOMA III REFRAKSI OPTISI


AKADEMI REFRAKSI OPTISI LEPRINDO
JAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Mata adalah organ yang mendeteksi cahaya dan mengirimkan sinyal di

sepanjang saraf optik ke otak. Pada manusia, mata adalah organ penting yang

memberikan kita kemampuan untuk melihat. Hal ini memungkinkan untuk

mempersepsikan cahaya dan penglihatan, termasuk kemampuan untuk

membedakan antara warna dan kedalaman (http://vision.about.com, 2014).

Penglihatan memegang peranan penting utama dalam hal rangsangan

sensoris dan sangat penting untuk perkembangan yang sempurna bagi anak-

anak dalam masa pertumbuhan. Gangguan penglihatan pada tahun-tahun

pertama kehidupan dapat menimbulkan dampak jangka panjang dari segi

psikososial, pendidikan dan ekonomi, bukan hanya pada anak yang

bersangkutan tetapi juga terhadap keluarga dan masyarakat (Melfiawati,

1998 : 1).

Pengurangan kesehatan mata menyebabkan gangguan penglihatan dan

seterusnya menyebabkan kebutaan. Kebutaan adalah ketidakmampuan untuk

melihat dalam jarak 3 meter atau kurang. Kebutaan bisa terjadi karena

berbagai alasan seperti cahaya tidak mencapai retina, cahaya tidak terfokus

sebagaimana mestinya pada retina, retina tidak dapat merasakan cahaya secara

normal, kelainan penghantaran gelombang saraf dari retina ke otak dan otak

tidak dapat menterjemahkan informasi yang dikirim oleh mata. Beberapa

penyakit yang bisa menyebabkan kebutaan adalah seperti katarak, kelainan

refraksi, ablasio retina, retinitis pigmentosa, diabetes, degenerasi makuler,


sklerosis multiple, tumor kelenjar hipofisa dan glaukoma

(http://respository.usu.ac.id, 2014).

Kelainan refraksi merupakan kelainan pada mata yang paling umum. Hal

ini terjadi apabila mata tidak mampu memfokuskan bayangan dengan jelas,

sehingga penglihatan menjadi kabur, dimana kadang-kadang keadaan ini

sangat berat sehingga menyebabkan kerusakan pada penglihatan (WHO,

2014).

Hasil survei Morbiditas Mata dan Kebutaan di Indonesia yang

dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan

Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia pada tahun 1982, menunjukkan

bahwa kelainan refraksi (astigmatisma salah satunya) menduduki urutan

paling atas dari 10 penyakit mata utama. (http://respository.usu.ac.id, 2014)

Berbagai macam kelainan refraksi, salah satu diantaranya adalah

astigmatisma (Ilyas, 2002). Astigmatisma merupakan kelainan refraksi yang

sering terjadi. Dari 5% pasien yang menggunakan kacamata mempunyai

kelainan astigmatisma. Sebanyak 3% dari polulasi mempunyai kelainan

astigmatisma yang melebihi 3.00 D. Di Indonesia, diperkirakan sebanyak 40

juta populasinya mempunyai kelainan astigmatisma. Tidak ada perbedaan

frekuensi terjadinya astigmatisma pada lelaki dan perempuan. Prevalensi

astigmatisma meningkat dengan usia (Ilyas, 2003).

Secara klinis astigmatisma refraktif ditemukan sebanyak 95% mata.

Insidensi astigmatisma yang signifikan secara klinis dilaporkan 7,5-75%,

bergantung pada specific study dan definisi derajat astigmatisma yang


signifikan secara klinis. Kira-kira 44% dari populasi umum memiliki

astigmatisma lebih dari 0.50 D, 10% lebih dari 1.00 D, dan 8% lebih dari 1.50

D. astigmatism ditemukan 22% pada Down Syndrome (Hardten, 2009).

Patofisiologi pada kelainan astigmatisma yaitu denganadanya kelainan

kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur atau mempunyai kornea

yang bulat atau spheris, adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan

pada lensa, intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty, trauma

pada kornea, dan tumor. Gejala klinis yang ditimbulkan dari kelainan

astigmatisma yaitu pengelihatan kabur atau terjadi distorsi, pengelihatan

mendua atau berbayang – bayang, nyeri kepala, nyeri pada mata (Yani, 2008).

Ada dua metode utama untuk menentukan komponen astigmatisma dalam

pemeriksaan refraksi. Metode yang lebih tua yaitu menggunakan grafik garis

radial kipas khusus ataufogging. Metode baru, menggunakan jackson cross

cylinder, sekarang digunakan lebih sering karena kelebihannya, tapi tidak

semua pasien meresponnya dengan memuaskan (Bennett, 1984).

Seorang praktisi optik harus cakap dalam melakukan metode-metode

tersebutuntuk mengukur jumlah astigmatisma pasien pada pemeriksaan

astigmatisma. Keutamaan penggunan metode jakson cross cylinder adalah

untuk menentukan axis koreksi silinder, menentukan jumlah astigmatisma,

menentukan addisi prebyopia, mengecek power silinder, dan mengecek axis

silinder koreksi.Penyebab yang mungkin terjadi akibat tidak terukurnya

jumlah astigmatisma dengan tepat akan menimbulkan gejala karena

ketidaktepatan penentuan axis dan power silinder pada kacamata karena


kesalahan praktisi optik. Pada kelainan astigmatisma tinggi, gejala yang

ditimbulkan lebih akibat dari ketidaktepatan axis dari pada jumlah koreksi

silinder yang tidak tepat (Sloane, 2001 : 86-87).

Secara umum, semakin tepat axis, semakin berkurang kekhawatiran pasien

dengan kacamatanya. Ini terutama bila jumlah astigmatnya terukur karena

metode-metode tersebut sangat bernilai tinggi jika akan menentukan axis dan

power silinder yang tepat (Sloane, 2001 : 87).

Optik Melawai adalah sebuah optik yang didirikan pada tahun 1981 di

Jalan Melawai No 191, Jakarta Selatan. Sebagaiperusahaan bisnis jasa,

pengembangan sumber daya manusia adalah fokus utama . Program pelatihan

yang ekstensif, seminar dan pelatihan tokodisediakan untuk menjaga

pengetahuan produk up to date dan memungkinkan staf untuk menawarkan

pelayanan yang berkualitas.(http://www.optikmelawai.com, 2014).Pelatihan

khusus yang dilakukan oleh Optik Melawaikepada praktisi optiknya yaitu

mulai dari pelayanan pemeriksaan refraksi(termasuk metode jackson cross

cylinder pada pemeriksaan astigmatisma, sedangkan untuk metode fogging

tidak diberikan pelatihan), pelayanan lensa kontak, teknik penyetelan bingkai

kacamata, dan pengenalan produk-produk terbaru. Hal ini dilakukan secara

berulang setiap tahunnya agar perusahaan bisa mengevaluasi dan

meningkatkan kinerja praktisi optik yang tujuan akhirnya bisa memberikan

pelayanan terbaik bagi para konsumen.

Praktisi optik yang ada di Optik Melawai merupakanpetugas optik yang

berlatar belakang pendidikan refraksionis optisi dan berlatar belakang


pendidikan umum (non refraksionis optisi), dimana dalam kebijakan

perusahaan kedua praktisi tersebut, memiliki tanggung jawab yang sama yaitu

melakukan pelayanan sebagai tenaga kesehatan di optik untuk memberikan

pelayanan vision care, salah satunya adalahpemeriksaan refraksi. Oleh karena

itu semua praktisi optik yang berlatar belakang pendidikan umum diberikan

pelatihan internal, yang kemudian dituntut untuk dapat melakukan pelayanan

di optik layaknya peran sebagai refraksionis optisi.

Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan penulis setelah

mewawancarai praktisi optik di salah satu cabang Optik Melawai, masih

terdapat praktisi optik yang melakukan pemeriksaan astigmatisma tanpa

menggunakan metode fogging maupun jackson cross cylinder dan hanya

menggunakan trial and errordengan alasan metode yang dilakukan lebih

praktis dan efisien dalam hal waktu pemeriksaan. Patut diduga hal tersebut

terjadi akibat dari ketidaktahuan praktisi optik karena kurangnya pengetahuan

tentang metode fogging dan jackson cross cylinder pada pemeriksaan

astigmatisma.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pentingnya peran

praktisi optik dalam melakukan pemeriksaan astigmatisma dengan benar agar

dapat menghasilkan ukuran kacamata yang tepat dan nyaman bagi setiap

pasien . Oleh karena itupenulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Tingkat Pengetahuan Praktisi Optik Tentang Metode Fogging dan Jackson

Cross Cylinder Pada Pemeriksaan Astigmatisma di Optik Melawai Se-Kota

Bandung Tahun 2014”.


B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis dapat merumuskan pertanyaan :

“Bagaimana tingkat pengetahuan praktisi optik tentang metode foggingdan

jackson cross cylinder pada pemeriksaan astigmatisma di Optik Melawai se-

Kota Bandung Tahun 2014?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum untuk mengetahui tingkat pengetahuan praktisi optik

tentang metode fogging dan jakson cross cylinder pada pemeriksaan

astigmatisma di Optik Melawai se-Kota Bandung Tahun 2014.

Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan praktisi optik tentang metode

fogging pada pemeriksaan astigmatisma di Optik Melawai se-Kota

Bandung Tahun 2014.


b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan praktisi optik tentang metode

jakson cross cylinderpada pemeriksaan astigmatisma di Optik Melawai se-

Kota Bandung Tahun 2014.


c. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan praktisi optik tentang metode

fogging dan jakson cross cylinder pada pemeriksaan astigmatisma di Optik

Melawai se-Kota Bandung Tahun 2014 berdasarkan pendidikan.


d. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan praktisi optik tentang metode

fogging dan jakson cross cylinder pada pemeriksaan astigmatisma di Optik

Melawai se-Kota Bandung Tahun 2014 berdasarkan masa kerja.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi dan pengetahuan

tentang tingkat pengetahuan praktisi optik tentang metode fogging dan

jackson cross cylinder pada pemeriksaan astigmatisma di Optik Melawai

se-Kota Bandung Tahun 2014.

2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi tambahan ilmu bagi

peneliti dan para pembaca mengenai metode fogging dan jackson cross

cylinder pada pemeriksaan astigmatisma.

b. Manfaat bagi Masyarakat

Dengan bertambahnya kualitas dan tingkat pengetahuan praktisi

optik mengenai metode fogging dan jackson cross cylinder pada

pemeriksaan astigmatisma, masyarakat akan mendapatkan maanfaat

secara tidak langsung yaitu dengan berkurangnya kekhawatiran

masyarakat akan kenyamanan kacamata yang mereka gunakan.

c. Manfaat bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi dunia

pendidikan. Dan menjadi salah satu referensi kepustakaan yang

berguna bagi mahasiswa.

d. Manfaat bagi Optik Melawai

Hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan praktisi optik tentang

metode fogging dan jackson cross cylinder pada pemeriksaan

astigmatisma di Optik Melawai se-Kota Bandung diharapkan dapat


menjadi acuan dan bahan evaluasi bagi managemen Optik Melawai

agar dapat meningkatkan sumber daya manusianya.

E. Ruang Lingkup Penelitian


1. Lingkup Masalah

Masalah yang diambil pada penelitian ini dibatasi mengenai

pengetahuan tentang metode fogging dan jackson cross cylinder pada

pemeriksaan astigmatisma.

2. Lingkup Metode

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan studi survei

dengan data primer yang dihasilkan dari hasil kuesioner.

3. Lingkup Keilmuan

Penelitian ini merupakan bidang ilmu Refraksi Optisi dan Refraksi

Klinik.

4. Lingkup Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Optik Melawai Se-Kota Bandung tahun

2014.

Anda mungkin juga menyukai