Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

“KATARAK KONGENITAL”

Pembimbing :

dr. Moh. Samsudin, Sp.M

Disusun oleh :
Andre Halim 20190420050

Anggita Kusuma Maudi Siregar 20190420051

ILMU KESEHATAN MATA


RSAL Dr. RAMELAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul “Katarak Kongenital” telah diperiksa dan disetujui


sebagai salah satu tugas baca dalam rangka menyelesaikan studi
kepaniteraan Dokter Muda di Bagian Ilmu Kesehatan Mata di RSAL Dr.
Ramelan Surabaya.

Surabaya, 1 November 2019

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Moh. Samsudin, Sp.M

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya
sehingga referat Ilmu Kesehatan Mata yang berjudul “Katarak Kongenital”
dapat terselesaikan dengan baik. Adapun pembuatan referat ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu
Kesehatan Mata RSAL Dr. Ramelan Surabaya.

Dalam menyusun referat ini penyusun telah banyak mendapatkan


bantuan serta dukungan baik langsung maupun tidak langsung dari semua
pihak. Ucapan terima kasih kepada dr. Moh. Samsudin, Sp.M selaku
pembimbing dalam penyusunan referat ini serta kepada teman – teman
sejawat.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih belum


sempurna sehingga masih terdapat kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan referat ini. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan dalam penulisan berikutnya.

Demikian referat ini disusun dengan sebaik – baiknya. Semoga dapat


memberikan manfaat yang besar bagi pembaca pada umumnya dan
penyusun pada khususnya.

Surabaya, 1 November 2019

Penyusun

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... 2

KATA PENGANTAR ....................................................................................... 3

DAFTAR ISI .................................................................................................... 4

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 6

2.1 Definisi ............................................................................................... 6

2.2 Epidemiologi ...................................................................................... 6

2.3 Embriologi .......................................................................................... 6

2.4 Klasifikasi ........................................................................................... 7

2.5 Faktor Resiko..................................................................................... 8

2.6 Diagnosa Klinis .................................................................................. 8

2.7 Manajemen ........................................................................................ 9

2.7.1 ECCE dan ICCE ........................................................................ 10

2.7.2 Intra Ocular Lens (IOLs) ............................................................ 15

2.7.3 Lensa Kontak ............................................................................ 16

BAB 3 KESIMPULAN.................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 18

4
BAB 1
PENDAHULUAN

Mata manusia merupakan organ pengelihatan yang berperang penting


untuk mengetahui benda ataupun lingkungan di sekitar kita. Visualisasi dan
interpretasi warna, bentuk dan dimensi berbagai objek dapat mungkin
dilakukan oleh mata. Penyakit mata yang diturunkan terjadi pada 1/3 kasus
kelainan genetik (Khan et al., 2018).
Katarak kongenital merupakan tipe katarak yang terjadi pada stadium
awal kehidupan. Prevalensinya terjadi pada 1-6 kasus dari 10.000 kelahiran
yang hidup pada negara berkembang. Autosomal dominan, autosomal
resesif, dan tipe genetik x-link dari katarak kongenital, dapat berhubungan
dengan kelainan sistemik atau sindrom. Sekitar 50% kasus katarak
kongenital berhubungan dengan genetik, sedangkan kasus lain diakibatkan
oleh infeksi intrauterine, malnutrisi, dan penyakit metabolik. Penelitian
tentang hereditas mengetahui bahwa mutasi pada beberapa gen
berhubungan dengan katarak, yang mengandung sekitar setengah dari
genetik katarak. Katarak kongenital bisa terjadi baik unilateral ataupun
bilateral. Mutasi pada kristalin cukup untuk menyebabkan akumulasi protein
yang mengakibatkan terjadinya katarak kongenital (Khan et al., 2018).
Katarak kongenital dan penyakit dengan kelemahan visual lainnya
dapat merusak sistem perkembangan pengelihatan pada anak, secara
permanen juga berdampak pada pengelihatan pusat dan perifer. Karena itu,
diagnosis dini dan pembedahan, koreksi kelainan refraksi yang tepat,
amblioterapi, dan diikuti perkembangannya dalam jangka waktu yang lama
merupakan hal yang sangat penting. Pemulihan fungsi visual secara normal
setelah operasi katarak lebih mungkin terjadi dibandingkan dengan anak-
anak, karena pada anak-anak fungsi visualnya masih terus berkembang
(Kumar et al., 2018)

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kekeruhan pada lensa yang terjadi pada anak-anak sejak stadium
awal kehidupan. Katarak kongenital mencakup semua kekeruhan lensa yang
berkembang dalam tahun pertama kelahiran. Istilah yang digunakan secara
bergantian karena beberapa dari kekeruhan ini tidak ditemukan saat lahir lalu
ditemukan di kemudian hari oleh ophthalmologists. (Kumar et al., 2018).

2.2 Epidemiologi
Prevalensi katarak kongenital yaitu 1 hingga 15 per 10.000 anak di
seluruh dunia. Jumlah anak buta akibat katarak kongenital secara global dan
dalam negara berkembang masing-masing adalah 200.000 dan 133.000.
Pemeriksaan red reflex saat lahir merupakan metode skrining yang mudah
untuk katarak kongenital. Menurut literatur, hasil visus terbaik mungkin dapat
dicapai ketika operasi dilakukan selama usia 6 minggu pertama pada kasus
unilateral dan dalam 5 hingga 8 minggu usia dalam kasus bilateral. Ambliopia
adalah penyebab utama gangguan penglihatan setelah operasi katarak.
Selain itu, strabismus menjadi penyebab no. 2 setelah katarak kongenital
yang menyebabkan hilangnya pengelihatan tercatat sekitar 13-86% (Kumar
et al., 2018).

2.3 Embriologi
Perkembangan lensa terjadi melalui beberapa proses. Embriologi dan
morfogenesis dari lensa mata pada binatang dan juga manusia digunakan
untuk mengetahui karakteristik fenotip mata yang bisa terjadi pada katarak
kongenital. Sutura lensa dibentuk pada bulan kedua pada ekstremitas
anterior. Serat lensa sekunder dipertahankan pada saat proses pembentukan
janin. Setelah lahir, serat lensa sekunder secara konstan akan memiliki
bentuk dan akan membentuk korteks lensa. Lensa yang matur yaitu lensa

6
yang avaskular, aneural, dan alimfatik. Lensa mengandung protein di
dalamnya yang disebut kristalin. Sekitar 90% protein yang ada pada lensa
bekerja sebagai kristalin, dimana bertanggung jawab pada sekitar 38%
massa lensa. Kuantitas yang banyak dari protein pada sel fiber meningkatkan
indeks refraksi, yang memberikan fenotipe yang konkrit pada lensa, disebut
sebagai transparansi. Pusat lensa seringkali dehidrasi dan terkompresi, oleh
karena itu, pusat lensa memiliki konsentrasi protein yang tinggi (Khan et al.,
2018).

2.4 Klasifikasi
Katarak bervariasi bentuknya dalam tingkat keparahan dari yang non-
progresif hingga yang tidak signifikan untuk menyebabkan gangguan
pengelihatan. Secara morfologis, katarak dapat diklasifikasikan menjadi
berbasis serat dan non-serat. Ini termasuk katarak anterior atau posterior,
lamellar (bulat, cangkang abu-abu yang mengelilingi nucleus yang jernih),
nuklear atau katarak sentral, sutural atau stellate, floriform (flower-shaped),
coralliform (coral-shaped), blue dot (katarak pungtata serulean), koronari
(supranuklear), subkapsular, putih total, disciform, oil-droplet, spear, dan
katarak membranous. Katarak lamellar adalah yang paling umum.
Pemeriksaan visual harus dilakukan, seperti pengukuran diameter kornea,

7
tekanan intraokular, refleks pupil, USG, dan oftalmoskopi harus dilakukan
(Kumar et al., 2018).

2.5 Faktor Resiko


Pembentukan katarak kongenital belum dapat ditemukan secara pasti
penyebabnya. Beberapa gejala dan infeksi saat kelahiran dapat
menyebabkan malformasi pada mata dan membantu perkembangan katarak
kongenital. Banyak kasus katarak kongenital yang terjadi, yang paling sering
yaitu katarak herediter unilateral. Sebagai tambahan, mutasi yang berbeda
pada gen yang identik dapat menyebabkan terjadinya katarak yang mirip,
namun faktanya, mutasi yang sama pada gen mungkin dapat menjadi
petunjuk variasi morfologi katarak pada beberapa keluarga. Katarak
kongenital yang diisolasi seringkali autosomal dominan. Kunci dari protein
sitoplasmik pada lensa manusia ditulis dalam kode dengan mutasi pada
beberapa gen dan berhubungan dengan katarak yang berbagai morfologi,
mengandung gen kristalin (CRYA, CRYB, CRYG), koneksi lensa spesifik
(Cx43, Cx46, dan Cx50), protein intrinsik mayor (MIP) atau aquaporin, PITX3,
MAF, HSF4 (Khan et al., 2018).
Mutasi pada CRYAB dapat menyebabkan katarak minor disertai
miopati. Contoh lain yaitu gen ferritin yang menyebabkan peningkatan
hyperferritinemia-cataract syndrome. Katarak kongenital dengan gejala
tertentu bisa disebabkan oleh perubahan kode genetik seperti perubahan
pada kristalin (baik pada α dan β kristalin), connexion, Eph2 (Khan et al.,
2018).

2.6 Diagnosa Klinis


Katarak kongenital disebabkan oleh kegagalan visual, dimana dapat
mengganggu perkembangan mata seorang anak, sehingga diagnosa awal
dan penangangan sangat penting, yaitu dengan pemeriksaan red reflex pada
bayi baru lahir dan segera dibawa ke klinik mata apabila dicurigai terdapat
katarak kongenital. Operasi dapat dilakukan pada saat bayi berumur 6

8
minggu, kesehatan bayi sangat penting terutama pada katarak unilateral.
Pada katarak bilateral, operasi dilakukan sebelum timbul strabismus atau
nistagmus. Kasus katarak bilateral dapat dioperasi saat umur 10 minggu.
Operasi katarak bukan merupakan akhir dari penanganan namun merupakan
penanganan awal pada anak-anak. Semua bayi baru lahir harus diobservasi
dan lolos skrining mata, yaitu red reflex. Tes red reflex saat kelahiran
merupakan cara yang paling mudah untuk mendeteksi katarak kongenital.
Pemeriksaan red reflex memeriksa ukuran dan posisi dengan visual aksis.
Tes red reflex lebih efektif apabila dilakukan pada ruangan yang gelap dan
cahaya dari oftalmoskop diarahkan pada kedua mata pada saat yang sama
dari jarak 1-2 kaki (Khan et al., 2018).
2.7 Manajemen
Perawat, dokter anak, dokter mata, dan dokter keluarga dapat
melakukan tes secara rutin. Bagian yang paling penting sebelum operasi
adalah melengkapi pemeriksaan mata, termasuk pemeriksaan slit lamp pada
kedua mata, memeriksa tekanan intra okuler, dan USG pada mata bagian
posterior. Tidak semua katarak kongenital membutuhkan operasi. Bisa
dengan menggunakan obat-obatan untuk membuat pupil dilatasi, yaitu
phenylephrine atau tropicamide. Sedangkan atropin bisa dihindari, karena
bisa menyebabkan ambliopia. Pengukuran ini dapat ditunda sampai dimana
mata menjadi semakin kuat dan IOL dapat dipasang tanpa adanya
ketidakpastian kelainan refraksi. Katarak yang mengganggu pengelihatan
atau katarak pada satu mata, seharusnya membutuhkan pengukuran surgikal
seperti operasi katarak pada umumnya. Biasanya, anak-anak membutuhkan
operasi dini untuk menghilangkan katarak karena apabila tidak segera
ditangani, bisa menyebabkan ambliopia. Perkembangan mata secara ideal
pada anak-anak, katarak kongenital unilateral sebaiknya diidentifikasi dan
diobati lebih dulu dibandingkan dengan umur 6 minggu, sedangkan pada
katarak kongenital bilateral dapat dilakukan operasi sebelum umur 10
minggu. Biasanya, dokter mata memilih dilakukan operasi saat umur pasien

9
kurang dari 2 bulan, sehingga dapat menghentikan ambliopia yang ireversibel
dan nistagmus sensoris pada katarak kongenital bilateral. Menunda operasi
bisa meningkatkan resiko terjadinya glaukoma, banyak dokter yang menunda
operasi dan berakibat terjadinya glaukoma. Hal ini terjadi dikarenakan
glaukoma terjadi pada 10% operasi katarak kongenital (Khan et al., 2018).
Teknik pemasangan lensa intraokular pada katarak seharusnya
dilakukan di tempat yang terpercaya. Jika dokter curiga terdapat katarak,
dokter bisa melakukan penanganan lebih lanjut. Abnormalitas seperti
hypoplasia okular dan efek samping seperti inflamasi dan glaukoma akan
mempengaruhi pengelihatan anak-anak yang melakukan operasi katarak
kongenital. Operasi yang terlambat/penundaan operasi merupakan salah
satu faktor yang menurunkan BCVA (Best-Corrected Visual Acuity), dan
hanya 53% kasus dengan riwayat katarak kongenital yang terlambat untuk
dioperasi bisa BCVA dari 0,60 Log MAR atau lebih baik (Khan et al., 2018).

Ada 2 tipe operasi yang bisa dilakukan untuk menangani katarak kongenital

- ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction)


- ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction)

2.7.1 ECCE dan ICCE


Pada teknik ini, lensa diambil, namun sebagian kapsulnya tidak
diambil, sebagai tempat IOL. Operasi ini dilakukan untuk menggantikan
prosedur operasi yang lama yang dikenal dengan ICCE, dimana lensa
diambil seluruhnya sehingga menyebabkan afakia. Pengelihatan pasien
dapat diperbaiki dengan menggunakan lensa kontak atau dengan
menggunakan kacamata yang tebal setelah operasi ICCE (Khan et al., 2018).
ECCE ada 2 tipe, yang pertama yaitu insisi manual yang dilakukan
pada sclera atau kornea, dan yang kedua yaitu fakoemulsifikasi, dimana
lensa dipecah menjadi beberapa segmen di dalam kapsul dengan
menggunakan gelombang ultrasonic dan kemudian akan diaspirasi. Oleh
karena itu, setelah lensa yang keruh diambil, akan dipasang IOL untuk

10
menggantikan lensa tersebut, sehingga pengelihatan pasien menjadi jernih
kembali. Kapsul anterior dari anak-anak harus lebih fleksibel daripada orang
dewasa. Hal itu akan membuat Continuous Curvilinear Capsulorhexis (CCC)
menjadi lebih kuat (Khan et al., 2018).
Ada banyak pilihan untuk membuka kaspul anterior pada katarak.
Prosedur kapsulektomi anterior paling baik apabila angka kejadian terjadinya
robekan radial hanya sedikit/kecil. Saat menemui kasus katarak yang tebal,
kasul anterior dapat diwarnai dengan menggunakan dye yang menjadikannya
lebih mudah dan lebih aman. Manual CCC, merupakan metode khusus pada
mata orang dewasa yang bisa dilakukan pada anak-anak dikarenakan
plastisitas dari kapsul pada mata anak-anak tersebut. Rhexis akan
dipertahankan kecil (4-5 mm) karena materi lensa dapat dengan mudah
diartikulasikan dengan kanula Simcoe. Sebuah kapsulotomi primer sudah
dilakukan oleh beberapa dokter pada akhir ECCE. Namun, perlu dievaluasi
kembali, khususnya pada anak-anak (Khan et al., 2018).

2.7.1.1 Waktu Yang Tepat Dilakukan Bedah


Pada katarak unilateral, studi observasional klinis telah
mengungkapkan bahwa operasi oleh enam sampai delapan minggu memiliki
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan intervensi yang terlambat. Hal ini
mungkin juga menjadi “masa kritis” untuk penyakit bilateral. Waktu optimal
untuk pembedahan sulit ditentukan karena adanya asosiasi glaukoma afakia
dengan operasi lebih awal. Beberapa orang berpendapat bahwa implantasi
IOL dini dapat melindungi pasien dari komplikasi. Operasi katarak sebelum 4
minggu juga tampaknya dapat meningkatkan risiko dari glaukoma sekunder,
sedangkan jika menunggu lebih dari 8 minggu dapat berakibat pada
pengelihatannya juga (Kumar et al., 2018).
Maka dari itu sangat perlu hati-hati dalam mempertimbangkan kapan
bedah harus dilakukan, selain itu seluruh keluarga juga harus diberi edukasi
sebaik mungkin untuk membantu keudahan pasien dalam terapi. Jika terjadi

11
katarak inkomplit saat lahir, harus segera ditindak lanjuti. Bukti terjadinya
juling atau nistagmus merupakan indikasi untuk intervensi segera. Jika anak
memilikinya katarak unilateral partial, terapi oklusi harus dipertimbangkan.
Perlunya tindak lanjut rutin, diperlukan pemakaian kacamata yang konstan,
atau lensa kontak meskipun sudah dilakukan implantasi IOL dan kebutuhan
terapi oklusi setelah operasi harus tetap dilakukan. Pemeriksaan pra operasi
di bawah anestesi dengan pupil yang melebar wajib dilakukan sebelum
operasi. Pemeriksaan di bawah mikroskop atau slit lamp biomikroskop
dilakukan untuk menilai jenis dan tingkat katarak. Pemeriksaan yang
dilakukan dengan anestesi meliputi (Kumar et al., 2018) :

1. Tonometri untuk menyingkirkan glaukoma terkait

2. Pengukuran diameter kornea

3. Evaluasi segmen posterior dengan oftalmoskop tidak langsung

4. Melakukan ultrasonografi

5. Keratometri dengan keratometer hand held

6. Pindai biometri untuk perhitungan IOL

2.7.1.2 Teknik Pembedahan


Meskipun ada peningkatan yang signifikan dalam teknik rehabilitasi
bedah, optik dan teknik rehabilitasi visual, sebuah pendekatan bedah yang
optimal belum ditemukan. Beberapa teknik tersedia seperti lensektomi,
vitrektomi anterior dan / atau dikombinasikan dengan kapsulotomi posterior
primer. Ada dua pendekatan utama untuk menghilangkan katarak pada
pediatri: pendekatan limbal dan pendekatan pars plana, yang terakhir
dianggap yang paling serbaguna. Anterior Chamber Maintainer (ACM)
dianggap penting untuk operasi katarak pediatri. Capsulorhexis anterior, baik
secara manual atau dengan probe vitrektomi, bersama dengan kapsulektomi
posterior elektif dan vitrektomi anterior dalam telah dipertimbangkan untuk

12
bayi di bawah usia 2 tahun dan di atas 2 tahun, ini dianggap opsional.
Pendekatan pars plana diindikasikan terutama untuk bayi kurang dari 2
tahun, terutama dengan katarak bilateral (Kumar et al., 2018).
Operasi simultan mengurangi resiko ambliopia relatif yang mungkin
terjadi. Implantasi IOL telah dianjurkan pada anak-anak dua tahun ke atas,
karena masalah yang timbul karena kekuatan IOL, ukuran, ketersediaan,
bahan, perubahan refraksi, dan keselamatan IOL jangka panjang. Namun
banyak dokter mata sekarang menanamkan IOL dalam kelompok usia yang
lebih muda seperti satu tahun dengan hasil yang sukses. Kekuatan IOL harus
dikoreksi 20% pada anak-anak kurang dari 2 tahun, dan pada anak-anak
antara 2 dan 8 tahun, dikoreksi sebesar 10%. Kesalahan refraksi residual
pasca operasi dikoreksi dengan kacamata. IOL pediatri harus berada dalam
kisaran idelanya 10,5-12 mm. IOL akrilik hidrofilik memiliki lebih sedikit
kemungkinan komplikasi pasca operasi dibandingkan dengan lensa PMMA
(Kumar et al., 2018).

Preoperative congenital cataract Postoperative congenital cataract

Pada bayi dengan katarak bilateral sangat menguntungkan untuk


melakukan operasi di kedua mata pada saat yang sama, untuk mencegah
ambliopia di mata kedua. Meskipun insisi kornea temporal yang bisa
dilakukan pada orang dewasa, namun sulit dilakukan pada pasien anak-anak.
Sebagian pasien pediatri memiliki astigmatisme dan insisi temporal dapat
memperburuk astigmatisme. Oleh karena itu, insisi hencea superior limbal
dan scleral tunnel lebih sering digunakan. Bahan yang memiliki viskositas
tinggi harus digunakan untuk mengatasi tekanan vitreous dan mencegah

13
penyempitan bilik mata depan. Jika pupilnya kecil, retraktor iris yang fleksibel
dapat digunakan untuk memperbesar pupil. Pewarnaan kapsul anterior
dengan trypan blue membuat capsulorhexis anterior menjadi lebih mudah
(Kumar et al., 2018).
Jika IOL diimplantasikan, capsulorhexis anterior seharusnya bundar,
lebih kecil dari optik dan ditempatkan di tengah. Kapsul tersebut tebal dan
elastis pada anak-anak, yang membuatnya lebih sulit untuk dilakukan
capsulorhexis manual. Pembukaan capsulorhexis cenderung lebih besar dari
yang dimaksudkan. Capsulorhexis anterior dapat dibuat dengan
menggunakan jarum dan forsep atau juga dapat dibuat menggunakan
diathermy. Kapsulotomi otomatis oleh vitrektor lebih mudah dilakukan dan
merupakan pilihan ketiga untuk manajemen kapsul anterior. Vitrektor harus
ditempatkan dengan port pemotongnya di belakang saat berhubungan
dengan kapsul anterior. Pemotong harus dihidupkan dan alat penghisap
ditingkatkan. Tingkat pemotongan 150-300 potong per menit dan aspirasi
150-250 cc / menit harus digunakan untuk vitrectorhexis. Setelah rhexis,
sebagian besar ahli bedah melakukan suatu hidrodiseksio untuk memisahkan
kapsul lensa dari bahan kortikal dan untuk menjauhkan sel epitel dari kapsul
(Kumar et al., 2018)
Hidrodiseksio memilik efek menjauhkan sel epitel lensa dan
menghambat PCO. Untuk membuang bahan kortikal, fakoemulsifikasi,
vitrektomi ujung, atau perangkat aspirasi irigasi otomastis dapat digunakan.
Biasanya memungkinkan untuk melepaskan nukleus dan korteks dengan
irigasi dan aaspirasi dan heparin dapat digunakan dalam larutan irigasi untuk
meminimalkan peradangan setelah operasi. Phaco dan energi ultrasound
kadang dibutuhkan pada katarak yang tebal. Teknik pencairan aqualase
menggunakan aliran air hangat, mungkin akan membantu dalam
menghilangkan katarak padat ini. Sangat penting untuk menghilangkan
semua sel epitel lensa untuk mencegah PCO. Karena PCO melekat secara
cepat pada anak-anak dan pemeliharaan aksis visual yang jelas diperlukan

14
untuk mencegah ambliopia, capsulorhexis posterior lebih disukai oleh
sebagian besar ahli bedah. Terkadang rhexis tidak mungkin dilakukan dan
kapsulotomi posterior avertikal dengan jarum mayuffice. Jika bagian fibrotik
ditemukan di kapsul posterior, gunting bisa digunakan. Jika arteri hyaloid
yang persisten ditemukan melekat pada kapsul lensa posterior, maka harus
dipotong dengan gunting, dan kauterisasi jarang diindikasikan (Kumar et al.,
2018).
IOL harus ditempatkan di tempatnya daripada pada sulkus siliaris,
karena komplikasi seperti perlekatan pupil dan IOL desenterasi setelah
fiksasi sulkus. Ini masih diperdebatkan apakah vitrektomi anterior harus
dilakukan pada operasi primer. Reaksi peradangan di vitreous anterior parah
pada anak-anak dan dapat mengakibatkan pembentukan membran fibrosa.
Vitrektomi anterior diperlukan pada anak <2 tahun disertai dengan
capsulorhexis posterior. Hal itu tidak perlu dilakukan pada anak >2 tahun atau
ketika menanamkan IOL yang memiliki biokompatibilitas yang baik dengan
vitreous anterior. Itu bisa dilakukan melalui pars plana atau melalui insisi
limbal hingga kedalaman 2 mm. Teknik ini tampaknya merupakan cara yang
baik untuk mencegah pembentukan katarak. Teknik lain dengan melakukan
tangkapan optik, di mana IOL ditekan melalui capsulorhexis posterior
sementara haptik tetap di dalam kantong. Viskoelastik harus sepenuhnya
dihilangkan, dan tidak ada cairan vitreous di bilik mata depan. Sklera lunak
dan elastis pada anak-anak dan sulit untuk insisi yang dapat sembuh dengan
sendirinya dalam banyak kasus. Jadi sayatan harus ditutup dengan jahitan.
Endoftalmitis adalah komplikasi paling parah dan antibiotik profilaksis
merupakan indikasi dalam semua kasus (Kumar et al., 2018).

2.7.2 Intra Ocular Lens (IOLs)


Kerusakan yang paling umum terjadi terkait dengan implantasi IOL
pada anak-anak adalah kekeruhan sekunder dari aksis visual dikarenakan
reproliferasi korteks dan deviasi ireguler pada gangguan refraksi saat anak

15
menjadi dewasa. Pada anak yang baru lahir, ini penting untuk memperbaiki
afakia setelah operasi. Pilihan lainnya adalah memasang IOL setelah operasi
katarak. Lensa mata anak-anak lebih bulat dibangingkan dengan orang
dewasa. Lensa tersebut memiliki kekuatan 30D, pada anak-anak. Kekuatan
lensa ini akan berkurang menjadi sekitar 20-22D pada usia lima tahun. Ini
berarti, pemasangan IOL akan menyebabkan miopia untuk seorang anak di
usia yang lebih tua, karena seiring dengan pertumbuhan bola mata dan
pertambahan sumbu aksial. Perubahan ini akan jauh lebih cepat pada
beberapa tahun pertama kehidupan dan sulit untuk memperkirakan kekuatan
lensa yang tepat. Implantasi IOL mudah untuk anak-anak yang masih dalam
masa pertumbuhan, namun masih diperdebatkan apabila penggunaan IOL
pada nak-anak di bawah usia dua tahun. Implantasi IOL pada anak-anak
seharusnya tidak berbahaya dan dapat diterima pada usia satu tahun (Khan
et al., 2018).
Akhir-akhir ini, sebagian besar anak-anak diimplantasi dengan IOL
selama operasi dan kriteria implantasi IOL bergantung umur anak tersebut
dan apakah katarak tersbut unilateral atau bilateral. Hal itu sangat aman dan
dapat diterima untuk melakukan implantasi primer pada anak-anak lebih dari
satu tahun (Kumar et al., 2018).

2.7.3 Lensa Kontak


Jika tidak ada IOL yang diimplantasi, lensa kontak diberikan sebagai
penanganan awal untuk mencegah terjadinya ambliopia. Pada sebagian anak
dengan afakia bilateral, kacamata lebih mudah ditoleransi daripada lensa
kontak (Kumar et al., 2018).

16
BAB 3
KESIMPULAN

Katarak kongenital sangat bervariasi jenisnya berdasarkan morfologi


dengan tipe mayor seperti lamellar, putih total, pola kombinasi, dan blue dot.
Operasi lebih awal dengan rehabilitasi post-operasi yang agresif dan terapi
ambliopia sangat penting untuk memperbaiki visusnya. Visusnya semakin
membaik pada katarak partial dan katarak bilateral dibandingkan dengan
putih total atau katarak unilateral (Kumar et al., 2018).
Katarak yang diwariskan biasanya simetris pada suatu individu.
Berdasarkan studi dan penelitian yang berhubungan dengan fungsi gen
sangat penting pada keterlibatan katarakogenesis. Namun, penggunaan
beberapa agen seperti antioksidan, vitamin, karoten, nutrisi, dan terapi gen
akan mencegah kekeruhan lensa (Khan et al., 2018).

17
DAFTAR PUSTAKA

Khan, L. et al. (2018) ‘Egyptian Journal of Basic and Applied Sciences


Genetics of congenital cataract , its diagnosis and therapeutics’,
Egyptian Journal of Basic and Applied Sciences. Mansoura University,
5(4), pp. 252–257. doi: 10.1016/j.ejbas.2018.07.001.

Kumar, J. et al. (2018) ‘Congenital Cataract : Morphology And Management’,


17(3), pp. 12–17. doi: 10.9790/0853-1703061217.

18

Anda mungkin juga menyukai