Anda di halaman 1dari 8

FAHR’S DISEASE

Deri Rivano1, Farida2

1
Residen Bagian Neurologi FK UNSYIAH/RSUD dr. Zainal Abidin Banda Aceh

2
Staf Pengajar Bagian Neurologi FK UNSYIAH/RSUD dr. Zainal Abidin Banda
Aceh

ABSTRAK

Pendahuluan: Fahr's desease (FD) adalah gangguan neurologis degeneratif yang


langka yang ditandai dengan adanya deposit kalsium abnormal di area otak yang
mengontrol gerakan. Lokasi tersering kalsifikasi yaitu di ganglia basalis,
Thalamus, Hippocampus, kortek serebri, subkortek serebellar white matter dan
nukleus dentatus. Kondisi ini sering disebut sebagai kalsifikasi basal ganglia
idiopatik karena tidak ada penjelasan yang jelas penyebab kalsifikasi tersebut.
Patogenesis penyakit ini tidak diketahui. Menurut laporan beberapa literatur, FD
dapat diturunkan dalam keluarga.

Laporan Kasus Pertama: Laki-laki 51 tahun masuk ke IGD RSUD dr. Zainal
Abidin Banda aceh dengan keluhan kejang sejak 2 hari yang lalu.. Pasien
mengalami ganguan berjalan, tidak dapat mengontrol gerakan tangan dan kakinya,
dan perubahan perilaku dalam 5 tahun teakhir disertai penurunan penurunan daya
ingat. Pada pemeriksaan fisik neurologis dijumpai peningkatan tonus di keempat
ekstremitas terutama ekstremitas bawah. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan
CT Scan kepala, EEG, kadar calcium darah dan pemeriksaan darah lengkap untuk
mendukung diagnosis.

Laporan Kasus Kedua: Wanita 48 tahun datang dengan keluhan kejang sejak 2
hari yang lalu. Pasien mengeluh tremor dikedua tangan disertai dengan gangguan
koordinasi gerakan tangan dan kaki. Daya ingat menurun dalam 3 bulan terakhir.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala, EEG, kadar calcium
darah dan pemeriksaan darah lengkap untuk mendukung diagnosis.

Kesimpulan : Pada kedua pasien ini ditemukan kejang, gangguan koordinasi


gerak, perubahan perilaku dan penurunan daya ingat. Kemiripan gambaran
kalsifikasi sering menyebabkan kesalahan intepretasi pencitraan. Pada gambaran
CT Scan kedua pasien ini dijumpai gambaran lesi hiperdens kalsifikasi simetris
bilateral didaerah ganglia basalis, putamen, nucleus kaudatus, kapsula interna,
nucleus dentatus, thalamus, white matter korteks serebri dan cerebellum. Gejala
klinis, topis, evaluasi bentuk lesi dan pemeriksaan tambahan lebih lanjut sangat
berperan dalam penegakan diagnosis pasti guna pemilihan penanganan yang tepat.

Kata Kunci : Fahr’s disease, Kalsifikasi intracranial, kejang,

Pendahuluan

Fahr’s disease (FD) dijelaskan untuk pertama kalinya oleh Fahr pada tahun
1930. FD adalah penyakit degenaratif neurologi yang sangat jarang dijumpai yang
ditandai dengan adanya penumpukan kalsium pada area-area otak yang
mengontrol pergerakan. Termasuk ganglia basalis dan kortek serebri. 1-4. Sebagian
besar terjadi pada usia 40-60 tahun, jarang terjadi pada anak-anak. Patogenesis
belum diketahui, kemungkinan terjadi kerusakan sekunder pada Blood brain
barrier atau akibat dari penyakit gangguan metabolisme calcium phosphorus.1
Menurut beberapa literature, Fahr’s disease dapat diturunkan. Hubungan antara
fenotip abnormal dan gen abnormal masih belum jelas meskipun ada literature
sebelumnya yang mengatakan bahwa keterlibatan kromosom 14q rentan untuk
terjadinya Fahr’s disease.1-4

Laporan Kasus

Laporan Kasus Pertama, Laki-laki 51 tahun masuk ke IGD RSUD dr.


Zainal Abidin Banda aceh dengan keluhan kejang sejak dua hari yang lalu. Kejang
seluruh tubuh, tonik klonik, frekuensi sekitar lima kali sehari dengan durasi
sekitar lima menit. Riwayat penurunan kesadaran tidak dialami. Pasien sudah
mengalami keluhan kejang seperti ini sejak lima belas tahun yang lalu. Pasien
mengalami gangguan berjalan, tidak dapat mengontrol gerakan tangan dan
kakinya, dan perubahan perilaku dalam lima tahun terakhir disertai penurunan
daya ingat. Tidak pernah dijumpai riwayat penyakit seperti ini dalam keluarga.
Pemeriksaan status umum dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik neurologis
dijumpai peningkatan tonus di keempat ekstremitas terutama ekstremitas bawah.
Reflek Babinski dijumpai bilateral. Fungsi sensorik dan nervus kranial dalam
batas normal, pemeriksaan fundus normal. Pada pemeriksaan CT Scan kepala non
kontras dijumpai lesi hiperdens berupa kalsifikasi simetris bilateral pada daerah
ganglia basalis, thalamus bilateral, nucleus caudatus, subkorteks white matter
serebri, peri ventrikel, hemisfer serebellum. Pada pemeriksaan kimia darah
dijumpai kadar serum calcium yang normal dan fungsi tiroid dalam batas normal.

Tidk dijumpai adanya penyakit metabolik lainnya pada pasien ini. Tanda-
tanda infeksi tidak dijumpai, demikian juga dengan riwayat trauma dan toksisitas.
Pasien kedua, Wanita 48 tahun datang dengan keluhan kejang sejak 2 hari
yang lalu. Kejang seluruh tubuh, tonik klonik, frekuensi tiga kali perhari dengan
durasi sekitar satu menit. Tidak dijumpai penurunan kesadaran. Pasien mengeluh
tremor dikedua tangan disertai dengan gangguan koordinasi gerakan tangan dan
kaki. Daya ingat menurun dalam 3 bulan terakhir. Pada pemeriksaan fisik umum
tidak dijumpai kelainan. Dari pemeriksaan status neurologis dijumpai reflek
fisiologis meningkat dan dijumpai reflek Babinski bilateral. Pemeriksaan
funduskopi dalam batas normal. Pada pemeriksaan CT Scan kepala non kontras
dijumpai lesi hiperdens berupa kalsifikasi simetris bilateral pada daerah ganglia
basalis, thalamus, sub kortek white matter serebri, hippocampus, nucleus
kaudatus, serebellum. Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai kadar serum
calcium yang normal dan fungsi tiroid dalam batas normal. Tidk dijumpai adanya
penyakit metabolik lainnya pada pasien ini. Tanda-tanda infeksi tidak dijumpai,
demikian juga dengan riwayat trauma dan toksisitas.
Diskusi

Fahr’s disease atau familial idiopathic basal ganglia calcification


mempunyai karakteristik kalsifikasi ganglia basalis yang simetris dan lokasi
tersering terjadinya kalsifikasi yaitu didaerah globus palidus. Meskipun area yang
lain seperti, putamen, nukleus caudatus, kapsula interna, nukleus dentatus,
thalamus, serebellum dan white matter serebri dapat dijumpai. Penumpukan
kalsium dijumpai pada daerah celah ekstrasellular dan ekstravaskular biasanya
disekitar pembuluh kapiler. Belum diketahui secara jelas apakah kalsifikasi pada
Fahr’s disease merupakan suatu metastase endapan calcium, kerusakan sekunder
Blood Brain Barrier, atau penyakit gangguan metabolisme calcium neuronal.
Evaluasi klinis lebih diarahkan kepada penyakit degenerative daripada penyakit
developmental. Gambaran klinis yang sering dijumpai berupa disartria, gejala
ekstrapiramidal, ataxia, perburukan status mental yang progresif, paralisis spastik
simetrical, athetosis, dan gangguan penglihatan akibat dari atrophi optic.
Diagnosis radiologi dapat menjadi poin awal untuk mengarahkan seorang klinisi
untuk menduga kemungkinan Fahr’s disease2,3.

Selain pemeriksaan haematologis dan biokimia rutin yang biasa, kalsium


serum, fosfor, magnesium , alkali phosphatase, kalsitonin dan hormone paratiroid
juga harus diukur. Cairan serebrospinal (CSF) harus diperiksa untuk
menyingkirkan bakteri, virus, dan parasit.4

CT scan otak juga adalah metode yang disukai untuk melokalisasi dan
menilai sejauh mana kalsifikasi serebral. Pemeriksaan CT scan merupakan metode
yang lebih baik untuk melokalkan dan menilai sejauh mana kalsifikasi serebral.
Daerah yang paling sering terkena adalah inti lenticular, terutama globus palidus,
sementara gyrus serebellar, batang otak, centrum semiovale, dan white matter sub
kortikal juga dapat terkena. Kalsifikasi pada putamen, thalami, nucleus caudatus
dan nucleus dentatus juga umum terjadi. Kadang-kadang endapan kalsium dimulai
atau didominasi didaerah luar ganglia basalis. Proses kalsifikasi tampaknya terjadi
secara bertahap dan progresif.3,4
Kalsifikasi simetrik bilateral merupakan gejalan khas pada FD, asimetris
atau unilateral kalsifikasi dapat menyingkirkan diagnosis FD. Deposit kalsium
yang simetris harus dievaluasi lebih dalam lagi untuk mengamati pola tertentu.
Pada awal terjadinya penyakit, dijumpai pola linear tipis berawan yang terletak
dibagian basal lesi ganglia basalis (pertama terjadi di globus palidus). Pola linear
tipis ini merupakan gambaran kalsifikasi disekitar dinding pembuluh kapiler dan
deposit kalsium di daerah yang berdekatan dengan kapiler. Peningkatan derajat
kalsifikasi disekitar kapiler dapat membentuk suatu gambaran “cloudy”. Dalam
tahap perkembangan penyakit, kalsifikasi semakin lama akan semakin membesar.4

Pada pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop electron, endapan


mineral muncul sebagai bentuk Kristal yang dikelilingi oleh membrane basal.
Butiran kalsium terlihat di dalam sitoplasma sel neuronal dan glial. Kalsifikasi
yang terlihat dalam kondisi ini tidak dapat dibedakan dari yang sekunder akibat
hipoparatiroidism atau penyebab lainnya.5

Diagnosis FD harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Adanya kalsifikasi bilateral pada ganglia basalis


2. Adanya disfungsi neurologis yang progresif
3. Tidak adanya penyebab metabolic, infeksi, toksisitas atau trauma.
4. Riwayat keluarga2

Fahr’s disease perlu dibedakan dari Fahr’s sindrom dimana kalsifikasi pada
ganglia basalis merupakan sekunder dari penyakit lainnya, seperti
hypoparathyroidism. Kalsifikasi basal ganglia juga dapat ditemui pada kondisi-
kondisi seperti infeksi CMV, neurocysticercosis, toksoplasmosis,
neurobrucellosis, tuberculosis, infeksi HIV, astrositoma, infark kalsifikasi,
hipervitaminosis D, mitochondrial encephalopathies, leukodystrophic diseases1.

Saat ini tidak ada pengobatan khusus untuk FD. Tatalaksana terbatas
hanya untuk mengatasi gejala symptom. Dalam beberapa laporan menunjukkan
bahwa haloperidol dan lithium carbonate dapat membantu gejala psikotik. Satu
laporan kasus menggambarkan perbaikan dengan bifosfonat. Konseling genetic
bisa membantu.3
Prognosis bervariasi dan sulit untuk diprediksi. Tidak ada korelasi yang
jelas antara usia, tingkat endapan calcium di otak, dan deficit neurologis.
Gambaran kalsifikasi tergantung usia. CT scan bisa negatif pada usia lebih muda
dari 55 tahun. Deficit neorologis yang progresif umumnya dapat mengakibatkan
kecacatan dan kematian.1

Penyakit ini belum dapat disembuhkan namun strategi pengelolaan dan


pengobatan terbatas pada penanganan gejala dan penatalaksanaan factor
penyebab. Namun ada beberapa bukti menunjukkan bahwa diagnosis dan
pengobatan dini dapat membalikkan proses kalsifikasi yang menyebabkan
pemulihan status mental secara tuntas. Keluarga denagn riwayat FD harus
diberikan konseling sebelum konsepsi sehingga kelahiran bayi dengan FD dapat
dicegah.5

Kesimpulan

Pada kasus ini, pasien dengan kejang disertai dengan gejala ataxia, tremor
dan penurunan fungsi memori. Semua penyebab Fahr’s sindrom dieksklusikan
dan gambaran CT scan menunjukkan kalsifikasi ganglia basalis simetris bilateral,
khas untuk fahr’s desease. Pasien-pasien yang didiagnosis dengan idiopatik fahr’s
disease harus dimonitor, dan dilakukan pemeriksaan neuropsikiatri secara berkala.

Daftar Pustaka

1. Malik R, Panday VK, Naik D. Fahr’s disease. A rare neurodegenerative


disorder. Int J Radiol Image 2004; 14: 383-4.

2. Hasan A, Bajpai G, Varshney N. Fahr’s Disease: case report. J Ind Aca Clini
Med 2007; 8: 260-1.

3. Harrington MG, Macpherson P, McIntosh WB, et al. The significance of the


incidental finding of basal ganglia calcification on computed tomography. J
Neurol Neurosurg Psychiat 2011; 44: 1168-70.
4. Geschwind DH, Loginov M, Stern JM. Identification of a locus on chromosome
14q for idiopathic basal ganglia calcification (Fahr disease). Am J Hum Genet
2009; 65: 764-72.

5. Brodaty H, Mitchell P, Luscombe G, et al. Familial idiopathic basal ganglia


calcification (Fahr’s disease) without neurological, cognitive and psychiatric
symptoms. Am J Hum Genet 2012 ; 110: 8-14.

Anda mungkin juga menyukai