Anda di halaman 1dari 25

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai


serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang
dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri,
fungus dan protozoa. Abses serebri pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia
juga belum banyak dilaporkan. Pada beberapa penderita dihubungkan dengan
kelainan jantung bawaan sianotik. Mikroorganisme tersebut mencapai susbstansia
otak melalui aliran darah, perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma
kepala dan kelainan kardiopulmoner. Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber
infeksinya. (1)
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi
oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering
pada pertemuan substansia alba dan grisea, sedangkan yang perkontinuitatum
biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses
otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada
penyakit jantung bawaan sianotik, adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan
darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia.
Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. (2)
Penanganan abses serebri yang tidak adekuat dapat menyebabkan luaran
yang buruk hingga kematian. Kematian akibat abses serebri pada anak dilaporkan
sebesar 10%. Beberapa kondisi yang merupakan faktor predisposisi terjadinya
abses serebri antara lain adalah adanya infeksi otogenik (34%), infeksi di area
kepala dan wajah (21,3%), kriptogenik (21,3%), penyakit jantung sianotik
(12,8%), septikemia (6,4%) dan infeksi paru (4,2%). (1)
Gejala klinis abses otak berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksia
dan malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologi fokal sesuai
lokasi abses. Walupun teknik neuroimaging telah berkembang dengan pesat, abses
otak sulit untuk didiagnosis, dan terkadang membutuhkan intervensi bedah.

1
2

Sumber utama sulit diketahui, apalagi mikroorganisme yang mungkin menjadi


etiologi abses. Terapi abses terdiri dari pemberian antibiotik dan pembedahan.
Tanpa pengobatan, prognosis abses dapat menjadi jelek. (3)

BAB II
3

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn A
Usia : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Aceh Besar
Suku : Aceh
Pekerjaan : Petani
No RM : 1-17-12-77
Tanggal Pemeriksaan : 13 Mei 2018

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Nyeri kepala hebat
Keluhan Tambahan:
Demam dan bicara tidak nyambung

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala hebat yang dirasakan sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien sudah sering mengeluhkan nyeri
kepala sejak 5 bulan yang lalu. Nyeri kepala dirasakan semakin lama semakin
memberat. Nyeri dirasakan terus-menerus, tidak berkurang dengan istirahat. Nyeri
kepala disertai dengan muntah tanpa ada rasa mual. Nyeri berkurang sebentar
dengan minum obat-obatan penghilang rasa sakit.
Pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 bulan yang lalu bersifat hilang
timbul, berkurang bila minum obat penurun panas. Demam tidak disertai kejang.
Pasien juga mengeluhkan sakit telinga kanan sejak 6 bulan yang lalu, keluar
cairan dari telinga kanan, warna kuning, berbau. Pasien sudah berobat dan kontrol
ke dokter THT
4

Pasien mulai biacara tidak nyambung (sesekali) sejak 1 minggu disertai


dengan kelemahan anggota gerak kiri sejak 1 minggu SMRS. Mulut merot tidak
ada. Bicara pelo tidak ada, kejang tidak ada, riwayat trauma kepala tidak ada,
batuk (-), mual muntah tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat hipertensi, stroke sebelumnya, diabetes mellitus, dan
penyakit jantung tidak ada. Riwayat demam hilang timbul.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus, dan stroke.

Riwayat Penggunaan Obat-obatan:


Obat penurun panas.

Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan Sosial:


Pasien seorang petani. Riwayat merokok ada, minum alkohol tidak
ada.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik pertama sekali di ruang IGD RSUDZA, didapatkan
pasien tampak sakit sedang dengan GCS E4M6V5. Tanda vital, tekanan darah
120/80 mmhg, frekuensi nadi 108 kali per menit isi cukup, reguler, frekuensi
nafas 20 kali per menit simetris, reguler dan suhu 38,6 oC. Nilai skor NRS 8. Nilai
karnofski skor nya 30.
Pada status generalis, didapatkan kepala normosepali, konjugtiva tidak
pucat dan sklera tidak ikterik. Visus okuli dextra dan sinistra 1/60. Pada leher,
tampak trakea di tengah, tidak dijumpai adanya pembesaran tiroid dan juga
pembesaran kelenjar getah bening, tekanan vena jugular dalam batas normal.
Dada tampak simetris saat statis dan dinamis, auskultasi paru vesikuler, tidak
terdapat ronkhi dan mengi. Bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak terdapat murmur
maupun gallop, batas tidak melebar. Abdomen simetris dan soepel, hepar dan lien
5

tidak teraba, peristaltik usus dalam batas normal, nyeri tekan tidak ada, defans
muscular tidak ditemukan, balotemen (-). Pada punggung tidak dijumpai adanya
deformitas. Ekstremitas hangat , tidak dijumpai adanya sianosis, tidak dijumpai
edema pada kedua lengan dan tungkai.
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan GCS E4M6V5. Pupil bulat
isokor 3mm/3mm, dengan reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+)
menurun. Kaku kuduk (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-), brudzinski III (-),
pada pemeriksaan nervus cranial dijumpai adanya parese NVII dextra sentral.
Kekuatan motorik 5555/4444 di ekstremitas atas. Kekuatan otot motorik
5555/4444 di ekstremitas bawah. Reflek fisiologis dalam batas normal, reflek
patologis hofman trommer negatif, babinski group tidak dijumpai. Pada fungsi
otonom dijumpai inkontinensia uri.
Pada pemeriksaan keseimbangan terdapat ataksia (gait), test tunjuk jari (-),
tes tumit lutut terganggu, romberg test (+)
• Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tanda-tanda vital
o Nadi : 108 x/menit, regular, kuat, dan isi cukup.
o Pernapasan : 22 x/menit
o TD : 110/80 mmHg
o Suhu : 38,9 0C

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Kulit
Warna : Kuning langsat
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Oedema : tidak ada
Anemia : tidak ada

b. Kepala
6

Bentuk : Normocephali
Wajah : Simetris (-), edema (-) dan deformitas (-)
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), pupil bulat isokor
3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), dan reflex
cahaya tidak langsung (+/+),edema kelopak mata (-/-)
sekret (-/-), ptosis (-/-), lagoftalmus (-/-)
Telinga : serumen (-/-)
Hidung : sekret (-/-)
Mulut : bibir pucat tidak ada, sianosis tidak dijumpai, lidah tremor
dan hiperemis tidak dijumpai.
c. Leher
- Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
- Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
- Trakhea : Lurus, tidak ada deviasi
- JVP : TVJ (N) R-2 cm H2O.

d. Thoraks
Inspeksi
Statis : Simetris, bentuk normochest
Dinamis :Simetris, pernafasan thorakoabdominal, retraksi
suprasternal dan retraksi interkostal tidak dijumpai

e. Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada
Kanan Kiri
Palpasi Simetris, nyeri tekan Simetris, nyeri tekan
tidak ada tidak ada
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Ronki (-) wheezing (-) Ronki (-) wheezing (-)

f. Jantung
7

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavikula sinistra.
Perkusi : Atas : ICS II sinistra
Kiri : ICS V linea midklavikula sinistra.
Kanan : ICS IV di linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II normal, reguler, murmur tidak dijumpai

g. Abdomen
Inspeksi : Bentuk tampak simetris dan tidak tampak pembesaran,
keadaan di dinding perut: sikatrik, striae alba, kaput
medusa, pelebaran vena, kulit kuning, gerakan peristaltik
usus, dinding perut tegang, darm steifung, darm kontur,
dan pulsasi pada dinding perut tidak dijumpai.
Auskultasi : Peristaltik usus meningkat, bising pembuluh darah tidak
dijumpai
Palpasi : Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai. Simfisis
teraba keras dan tegang.
- Hepar : Tidak teraba
- Lien : Tidak teraba
- Ginjal : Ballotement tidak di jumpai
Perkusi : Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di
ICS VI, suara timpani di semua lapangan abdomen
h. Tulang Belakang : Simetris, nyeri tekan (-)
i. Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB tidak dijumpai
j. Ekstremitas : Hemiparese sinistra

Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Oedema Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Fraktur Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

2.4 Status Neurologis


8

A. G C S : E4M6V5
Pupil : Bulat isokor (3 mm/3 mm)
Reflek Cahaya Langsung : (+/+)
Reflek Cahaya Tidak Langsung : (+/+)
Tanda Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Laseque : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Kernig : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Babinski : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Brudzinski I : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Brudzinski II : Tidak dilakukan pemeriksaan
B. Nervus Craniales
Nervus III (otonom) :
Kanan Kiri
1. Ukuran pupil 3 mm 3 mm

2. Bentuk pupil bulat bulat


+ +
3. Refleks cahaya langsung
4. Refleks cahaya tidak langsung
+ +

- -
5. Nistagmus
- -
6. Strabismus
- -
7. Eksoftalmus
Nervus III, IV, VI (gerakan Kanan Kiri
okuler)
Pergerakan bola mata : + +
1. Lateral + +
2. Atas + +
3. Bawah + +
4. Medial + +
5. Diplopia
- -

Kelompok Motorik
9

Nervus V (fungsi motorik)


1. Membuka mulut Dalam batas normal
2. Menggigit dan mengunyah Dalam batas normal

Nervus VII (fungsi motorik) Kanan Kiri


1. Mengerutkan dahi Dalam batas normal Dalam batas
2. Menutup mata Dalam batas normal normal
3. Menggembungkan pipi Dalam batas normal Dalam batas
normal
Pasien kesulitan

4. Memperlihatkan gigi Dalam batas normal menggembungk


an pipi

5. Sudut bibir Dalam batas normal Pasien kesulitan


memperlihatkan
gigi
Sudut bibir
tertarik ke kanan
Nervus IX & X (fungsi motorik) Kanan Kiri
1. Bicara Dalam batas normal Dalam batas
2. Menelan Dalam batas normal normal
Dalam batas
normal
Nervus XI (fungsi motorik)
1. Mengangkat bahu Dalam batas normal Dalam batas
2. Memutar kepala Dalam batas normal normal
Dalam batas
normal
Nervus XII (fungsi motorik)
1. Artikulasi lingualis Bicara pelo (-)
2. Menjulurkan lidah Lidah deviasi (-)
Kelompok Sensoris
1. Nervus I (fungsi penciuman) Tidak dilakukan
2. Nervus V
(fungsi sensasi wajah) Dalam batas normal
3. Nervus VII Tidak dilakukan
10

(fungsi pengecapan)
4. Nervus VIII Tidak dilakukan
(fungsi pendengaran)

C. Anggota Gerak Atas


Motorik
1. Pergerakan : Gerakan tertinggal pada anggota gerak atas
sebelah kiri
2. Kekuatan : 5555/4444
3. Tonus : N/N
4. Trofi : N/N
Refleks
1. Biceps : (+/+) Kesan normal
2. Triceps : (+/+) Kesan normal
D. Anggota Gerak Bawah
Motorik
1. Pergerakan : Gerakan tertinggal pada anggota gerak
bawah sebelah kiri
2. Kekuatan : 5555/4444
3. Tonus : N/N
4. Trofi : N/N

Refleks
1. Patella : (+/+) kesan normal
2. Achilles : (+/+) kesan normal
3. Babinski : (-/-)
4. Chaddok : (-/-)
5. Gordon : (-/-)
6. Oppenheim : (-/-)

Klonus
1. Quadriceps femoris : (-/-)
11

2. Achilles : (-/-)

Sensibilitas
1. Rasa suhu : dalam batas normal
2. Rasa nyeri : dalam batas normal
3. Rasa raba : dalam batas normal

E. Gerakan Involunter
1. Tremor : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
2. Chorea : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
3. Atetosis : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
4. Myocloni : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
5. Spasme : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)

F. Fungsi Otonom
1. Miksi : dalam batas normal
2. defekasi : dalam batas normal

G. Koordinasi dan Keseimbangan

1. Cara berjalan : Sulit dinilai


2. Romberg test : Sulit dinilai
3. Tes Finger to finger : dalam batas normal
4. Tes finger to nose : dalam batas normal
5. Pronasi-supinasi : dalam batas normal

2.5 Pemeriksaan Penunjang


2.5.1 Laboratorium (10 Mei 2018)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan

Hemoglobin 12,1 g/dl

Hematokrit 38 %
12

Eritrosit 5,8 106/mm3

Trombosit 327 103/mm3

Leukosit 16,0 103/mm3

GDs 143 mg/dl

Ureum 15 mg/dl

Creatinin 0,53 mg/dl

Asam urat 6,0 mg/dl

Natrium 142 mmol/L

Kalium 4,1 mmol/L

Klorida 105 mmol/L

CEA 3,22 (0-5) ng/mL

PSA Total 0,51 (≤4) ng/mL

2.5.2 CT Scan Kepala Non Kontras (7 Mei 2018)


13

Kesimpulan: multiple lesi hypodens di lobe frontalis kanan kiri, centrus


semiovale kanan dan di pons dengan perifokal edema dd/ 1. Abses 2.
Metastase 3. Massa

2.5.3 CT Scan Kepala dengan Kontras


14

Kesimpulan: Abses serebri

2.5.4 Foto Thorak AP


15

Kesimpulan: Pneumonia

2.6 Diagnosis
Diagnosis Klinis : Severe headache, Hemiparesis dextra, paresis N
VII dextra Sentral
Diagnosis Topis : Hemisfer cerebri dextra sinistra regio frontalis
Diagnosis Etiologis : Infeksi
Diagnosis Patologis : Abses

2.7 Terapi
A. Medikamentosa
IV citicolin 500 mg/12 jam
IV dexametason 5 amp/24 jam
IV ceftriaxon 2 gr/12 jam
IV metronidazole 500 mg/8 jam
IV omeprazole 40 mg/24 jam
B. Non Medikamentosa
- Edukasi
16

2.8. Planning Pemeriksaan Penunjang


- Head CT-Scan
- Ro Thorax
- EKG
- Laboratorium darah

2.9 Prognosis
Qou ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam
17

Follow up
Hari Keluhan NRS Status Terapi
Vital sign neurologis

1 Nyeri kepala, 8 Pupil Bulat isokor  Diet MB


mata tidak dapat 6mm/6mm, RCL 1200kkal+55gr
melihat +/+ RTCL +/+ protein
TD:120/70 menurun, visus  IVFD NaCL
N:96 1/⁓ 0,9% 20
RR:20 Nn.Cranial parese gtt/mnit
T:36,5 N. II, III  IV
Motorik: deksametason
eks atas 5mg/8jam
:5555/5555  Drip
Ekt.bwh:5555/55 paracetamol
55 500mr/8 jam
R.fisiologis: Konsul bedah
+2/+2 saraf
R.patologis: -/- (Shunting
Sensoris : dbn emergency)
Otonom : dbn Konsul mata
(papil edema)
2 Nyeri kepala, 4 Pupil Bulat isokor  Diet MB
TD:120/70 6mm/6mm, RCL 1200kkal+30gr
N:76 +/+ RTCL +/+ protein
RR:20 menurun, visus  IVFD NaCL
T:36,5 1/⁓ 0,9% 20
Nn.Cranial parese gtt/mnit
N.II, III  IV ceftriaxone
Motorik: 1gr/12j
eks atas  IV
:5555/5555 deksametason
Ekt.bwh:5555/55 5mg
55  Drip
R.fisiologis: paracetamol
+2/+2 500mr/8 jam
R.patologis: -/-
Sensoris : dbn
Otonom : dbn
3 Nyeri kepala 3 Pupil Bulat isokor  Diet MB
berkurang 3mm/3mm, RCL 1750kkal+55gr
pandangan +/+ RTCL +/+ protein
ganda menurun, visus  IVFD NaCL
TD:110/80 1/⁓ 0,9% 20
N:78 Nn.Cranial parese gtt/mnit
RR:20 N. II, III  IV ceftriaxone
T:36,5 Motorik: 1gr/12j
18

eks atas  IV
:5555/5555 deksametason
Ekt.bwh:5555/55 5mg
55  Drip
R.fisiologis: paracetamol
+2/+2 1gr/8 jam
R.patologis: -/-
Sensoris : dbn
Otonom : dbn
4 Nyeri kepala 3 Pupil Bulat isokor  Diet MB
berkurang, 6mm/6mm, RCL 1200kkal+30gr
TD:120/80 +/+ RTCL +/+ protein
N:70 menurun visus  IVFD NaCL
RR:20 1/⁓ 0,9% 20
T:36,5 Nn.Cranial parese gtt/mnit
N. II, III  IV ceftriaxone
Motorik: 1gr/12j
eks atas  IV
:5555/5555 deksametason
Ekt.bwh:5555/55 5mg
55  Drip
R.fisiologis: paracetamol
+2/+2 1gr/8 jam
R.patologis: -/-
Sensoris : dbn
Otonom : dbn
10 Nyeri kepala (-) 3 Pupil Bulat isokor  Diet MB
pandangan 3mm/3mm, RCL 1200kkal+55gr
ganda (+), +/+ RTCL +/+ protein
ataksia (-) menurun visus  Cefixime
TD:120/80 1/⁓ 2 x100mg
N:72 Nn.Cranial parese  Citicolin
RR:20 N. II, III 2x500mg
T:36,6 Motorik:
eks atas
:5555/5555
Ekt.bwh:5555/55
55
R.fisiologis:
+2/+2
R.patologis: -/-
Sensoris : dbn
Otonom : dbn

Pasien PBJ
Edukasi kontrol poli bedah untuk penjadwalan operasi
craniotomy
19

BAB IV
PEMBAHASAN

Telah diperiksa seorang laki-laki, berusia 46 tahun datang ke RSUD Zainoel


Abidin dengan keluhan nyeri kepala bagian kanan memberat sejak 2 hari SMRS.
Riwayat nyeri kepala sebelumnya sudah sejak 7 bulan yang lalu, nyeri hilang
timbul dan hilang jika pasien minum obat. Nyeri kepala seperti ditekan benda
berat dan terus-menerus dirasakan. Dari keterangan diatas, dapat diketahui bahwa
telah terjadi peningaktan TIK pada pasien ini. Gejala peningkatan tekanan
intakranial diantaranya berupa nyeri kepala, mual dan muntah. Nyeri kepala yang
terjadi dikarenakan peregangan durameter akibat terjadinya penambahan massa di
dalam otak. Duramater merupakan salah satu organ yang peka nyeri di dalam
otak.
20

Penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada


perempuan dengan perbandingan 3:1. Umumnya mengenai usia yang masih
produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.
Bedasarkan keluhan pasien sesuai dengan teori yang telah dibahas
sebelumnya bahwa lokasi lesi di lobus frontalis memiliki tanda dan gejala, nyeri
kepala, hemiparesis kontralateral, dan demam tinggi.
Keluhan demam yang dirasakan pasien menandakan adanya infeksi. Pasien
terdapat penyakit telinga dan sering berobat ke THT Dari hasil laboratorium
didapatkan leukosit 16.000 menandakan adanya tanda-tanda infeksi. Dari hasil
foto thorak pasien keismpulan pneumonia. Infeksi yang terjadi berasal dari paru-
paru.
Infeksi adalah invasi dan multiplikasi kuman di dalam jaringan tubuh.
Kuman tersebut ialah bakteri, virus, protozoa dan lainnya. Invasi berarti
penembusan. Setelah kuman berhasil menembus tubuh maka dapat berkembang
biak. Aksi kuman dan reaksi tubuh menghasilkan runtuhan kuman dan unsur-
unsur tubuh yang merupakan racun (toksin) bagi tubuh, racun tersebut diserat oleh
aliran darah dan menimbulkan keadaan toksemia. Gejala dari toksemia adalah
demam, perasaan tidak enak badan, anoreksia, batuk dan sebaginya. Apabila
kuman mampu bertahan maka kuman berbiak lebih pesat dan berusaha masuk ke
aliran darah. Kuman disebar diseluruh tubuh, setibanya di organ ia menimbulkan
kerusakan radang sehingga timbul disfungsi yang bersangkutan. Radang di paru
menimbulkan pneumonia.
Setelah kuman berhasil menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia tiba
di susunan saraf pusat. Kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke otak
perkontinuitatum. Penyebaran hematogen tak langsung, yaitu arteri meningeal
yang terkena radang. Dari arteri tersebut kuman tiba di likuor dan invasi ke dalam
otak yang terjadi melalui penerobosan dari pia mater. Saraf tepi digunakan
sebagai jembatan bagi kuman tiba disusunan saraf pusat. Penjagaan otak terhadap
bahaya melaui lintasan hematogen, dijaga oleh sawar darah otak (blood brain
barrier), karena dirusak sehingga tidak bertindak sebagai sawar khusus. Jaringan
otak cukup resisten terhadap infeksi sehingga bila hanya disebabkan oleh bakteria
saja tidak menimbulkan abases serebral kecuali bila jumlah kumannya sangat
21

besar. Kuman yang sering menyebabkan abses serebri yang menginfeksi paru-
paru adalah bakteri streptokokus dan pneumokokus.
Adanya kelemahan anggota gerak kiri. Kelemahan anggota gerak kiri atau
hemiplegia adanya kerusakan pada seluruh korteks piramidalis sesisi
menimbulkan kelumpuhan pada belahan tubuh sisi kontalateral. Lesi di frontalis
dextra dan sinistra berdasarkan teori adanya abses di lobus frontalis menimbulkan
gejala neurologi hemiparesis yang menunjukkan prognosis yang kurang baik
karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.
Dari hasil pemeriksaan CT Scan kepala dengan kontras didapatakan
gambaran multiple lesi hypodense di lobus frontalis kanan kiri dan central
semiovale kanan dengan perifokal edema pada pemberian kontras tampak ring
enhancement, tampak lesi hypodense di pons, tampak lesi hypodense di basal
ganglia kiri. Kesimpulan terdapat abses otak multipel pada pasien ini.
Pada gambaran CT Scan, tampak gambaran abses otak telah membentuk
cincin dan terlihat kapsul serta terjadi edema di luar dari kapsul tersebut.
Berdasarkan gambaran ini maka dapat dikatakan abses otak tersebut berada pada
fase “late capsule formation”. Late capsule formation dapat terbentuk pada hari
ke-14 atau lebih.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
dengan CT Scan yang merupakan golden standar, dapat disimpulkan bahwa
pasien menderita Abses Otak Multiple yang berada pada fase “late capsule
formation”.
Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga abses otak adalah
multipel. Pada tahap awal abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada
jaringan otak dengan infiltrasi lekosit diserai udem, perlunakan dan kongesti
jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik-bintik perdarahan. Setelah beberapa
hari sampai bebrapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi
sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag
mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi
lama-kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding
yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter. Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan
22

meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan


meningitis.
Terapi medikamentosa yang diberikan barupa kombinasi antara sefaloporin
generasi III yaitu ceftriakson dengan metronidazol yang merupakan pilihan
kombinasi alternatif pada penderita abses otak.
Diberikan citicolin 2x500 mg. Citicolin berperan sebagai neuroprotector.
Citicolin meningkatkan sintesis phosphatidylcholin sehingga terjadi perbaikan
membran sel saraf dan meningkatkan produksi asetilkolin sehingga terjadi
perbaikan neuron kolinergik yang rusak. Citicolin dapat meningkatkan fungsi
kognitif.
Diberikan kortikosteroid berupa deksametason yang berguna untuk
mengurangi edema serebri yang terjadi. Walaupun pemberian kortikosteroid
masih kontroversional. Dosisnya adalah 16 mg/hari pada orang dewasa. Pada
edema serebri karena abses otak deksametason dapat berikan 10 mg IV,
dilanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam. Kerugian dari pemberian kortikosteroid adalah
berkurangnya kemampuan penetrasi antibiotik, berkurangnya pembentukan
kapsul, dan meningkatkan nekrosis, penggunaan kortikosteroid sebaiknya
berdurasi singkat dan dosisnya perlu dikurangi secara bertahap.
Pada pasien ini, tidak terdapat indikasi untuk dilakukan pembedahan.
Indikasi untuk dilakukn pembedahan pada abses serebri adalah apabila ditemukan
abses dengan diameter > 2,5 cm, terdapat efek massa yang signifikan, lesi dekat
ventrikel, kondisi neurologik yang memburuk dan telah terbentuk kapsul definitif
yang tampak pada pencitraan. Pada pasien ini abses berdiameter < 2,5 cm
sehingga tidak dilakukan tindakan pembedahan.
Prognosis pada pasien kemungkinan baik. Karena dengan penatalaksanaan
yang baik, mayoritas pasien abses serebri dapat disembuhkan. Pada pasien ini
absesnya berdiameter <2,5 cm tidak membutuhkan operasi sehingga prognosis
lebih baik. Prognosis akan lebih baik lagi pada usia muda, pada kasus yang tidak
disertai defisit neurologis yang berat, tidak terjadi perburukan gejala pada awal
terapi, dan tidak ada faktor komorbid.
23

BAB V
PENUTUP

Tn. A, 46 tahun mengalami keluhan nyeri kepala bagian kanan memberat


sejak 2 hari SMRS. Riwayat nyeri kepala sebelumnya sudah sejak 3 bulan yang
lalu, nyeri hilang timbul. Dari hasil pemeriksaan CT Scan kepala didapatkan
gambaran abses yang multiple dan pasien ini didiagnosis dengan abses cerebri
multipel. Spasien mendapatkan terapi obat-obatan dari RSUDZA Banda Aceh.
Prognosis pada apsien ini kemungkinan baik. Karena dengan
penatalaksanaan yang baik, mayoritas pasien abses cerebri dapat disembuhkan.
Prognosis akan lebih baik lagi pada usia muda, pada kasus yang tidak disertai
defisit neurologis yang berat, tidak terjadi perburukan gejala pada awal terapi, dn
tidak ada faktor komorbid.
24

DAFTAR PUSTAKA

1. Dewantoro, G dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana


Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
2. Hakim, AR. 2005. Pengamatan Pengelolaan Abses Otak di RSUD dr.
Soetomo FK Universitas Airlangga Surabaya. Lab/UPF Ilmu Bedah FK
UNAIR/dr. Soetomo Surabaya.

3. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Buku Ajar Neurologi


Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press.)
4. Bernardini GL. Focal Infections. In: Rownland LP, editor. Merrit’s
Neurology. 10th edition. Philadelphia: Lippicott Williams & Wilkins; 2002.
P. 128-133.
25

5. Brook I. Brain Abcess. 2008. Available From:


http://www.emedicine.com/MED/topic.htm.
6. Adam RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology, 7th edition. New
York: McGraw-Hill; 2002
7. Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In:
Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central
Nervous System, 3th edition. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins:
2004. O. 479-501.

8. Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. 2th ed. New York: Thieme; 2004.
9. Gilroy J. Basic Neurology, 3th ed. New York: McGraw-Hill: 2000.
10. Nadalo LA. Brain Abcess. 2007. Available From:
http://www.emedicine.com/radio/topic.91.htm.
11. Sze G. Lee SH. Infectious Disesase. In: Lee SH, Rao KCVG, Zimmerman
RA, editors. Cranial MRI and CT. 4th ed. New York: McGraw-Hill; 2002. P.
453-516.
12. Lambardo MC. Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain pada Sistem
Saraf. Dalam: Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Edisi Keempat. Jakrta: EGC; 1995. Hal. 1006-1007
13. Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
14. Ingham HR, Selkom JB, Roxby CM. Bacteriological study of ontogenic
cerebral abscess: chemotherapeutic role of metronidazole. J Br Med J 1977;
2:991-3.

Anda mungkin juga menyukai