Anda di halaman 1dari 79

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2

Blok Neuropsikiatri

Oleh :
Kelompok 7
Andika Razannur H 1218011013 Seffia Riandini 1218011137
Andika Mahatidanar 1218011014 Sheba Denisica Nasution 1218011142
Andika Yusuf Ramadhan 1218011015 Silvi Qiroatul Aini 1218011143
Andini Winda Yati 1218011016 Siti Aminah Hasibuan 1218011147
Andrian Reza Saputra 1218011018 Putri Giani Purnamasari 1218011117
Sartika Safitri 1218011136 Yesti Mulia Eryani 1218011160
Fasilitator :
dr. Tri Umiana Sholehah, M. Kes.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
DAFTAR ISI

Halaman Judul.........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
Kata Pengantar.......................................................................................................iii
Skenario 1................................................................................................................1
Step 1 : Define Unfamiliar Terms............................................................................2
Step 2 : Formulating Problem.................................................................................3
Step 3: Brainstorming..............................................................................................4
Step 4: Analyzing the Answer...................................................................................8
Step 5: Learning Objective.....................................................................................32
Step 6: Self Study....................................................................................................33
Step 7: Sharing The Result.....................................................................................34
Daftar Pustaka.........................................................................................................iv

2
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr.wb

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang


Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga kami dapat menyusun laporan
diskusi tutorial ini.
Laporan ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas diskusi tutorial
blok Neuropsikiatri. Kepada para dosen yang teribat dala mata kuliah dalam blok
ini, kami mengucapkan terima kasih atas segala pengarahan yang telah diberikan
sehingga dapat menyusun laporan ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan ini, baik dari segi isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu,
kami mohon maaf atas segala kekurangan tersebut. Hal ini disebabkan karena
masih terbatasnya pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kami. Selain itu,
kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna kesempurnaan laporan
ini dan perbaikan bagi kita semua.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan
untuk kita semua.

Wassalammualaikum wr.wb.

Bandar Lampung, 8 Juni 2015

3
Penulis

4
SKENARIO

Skenario 2
Adikku Kejang

Adikku sudah dua hari menderita demam. Demamnya tinggi dan tidak turun-
turun. Ibukku sangat kebingungan dan berniat membawa adik ke puskesmas siang
nanti. Tetapi tiba-tiba adikku kejang2 tadi pagi sehingga ibuku langsung
membawanya ke rumah sakit. Sekarang adikku sedang dalam perawatan dokter.
Aku bertanya-tanya dalam hati apakah adikku menderita penyakit epilepsi.

1
Step 1

Define Unfamiliar Terms

1. Epilepsi : Suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan berulang sebagai


akibat adanya gangguan fungsi otak secara intermitten yang
disebabkan oleh lepasnya muatan litsrik abnormal dan berlebihan
di neuron-neuron secara proksimal didasari oleh berbagai faktor
etiologi

2
Step 2

Definisi Masalah

Setelah mempelajari skenario, peserta tutorial mendefinisikan masalah yang harus


dibahas adalah sebagai berikut:

1. Apa saja diagnosa dan diagnosis banding dari kasus diatas ?


2. Faktor resiko apa saja yang dapat mencetuskan gejala di skenario?
3. Bagaimana patofisiologi kejang pada skenario?
4. Perbedaan kejang dengan epilepsi ?
5. Bagaimana cara menegakkan diagnosa kasus ?
6. Bagaimana terapi kasus di skenario?
7. Penjelasan tentang epilepsi ?

3
Step 3
Brainstorming

1. Diagnosa dan diagnosa banding kasus


Kejang demam
Kejang disertai demam
Epilepsi
Infeksi sistem saraf pusat (meningitis dan ensefalitis)
Tumor otak

2. Faktor Resiko yang menyebabkan kejang :


Demam
Umur
Gen
Faktor prenatal
3. Patofisiologi kejang ?
Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-
K misal : hipoksemia , iskemia, hipoglikemia
Perubahan permeablitas sel syaraf misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesia
Perubahan relatif neurotransmitter yang bersifat eksitasi dibanding
neurotransmitter inhibisi

Kenaikan suhu tubuh tertentu perubahan keseimbangan membran


difusi ion K+ dan Na+ melalui membran sel neuron lepasnya
muatan listrik yang besar meluas ke seluruh sel atau membran sel
sekitarnya kejang

4. Perbedaan kejang dengan epilepsi ?


5. Bagaimana cara penegakkan diagnosa kasus ?
Anamnesa : keluhan utama, riwayat kejang sebelumnya, kondisi
medis yang berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala infeksi,
keluhan neurologi, nyeri/cedera akibat kejang , faktor resiko, usia,
gen
Pemeriksaan fisik: TTV, cari tanda-tanda patologi , bila ada
penurunan kesadaran pemeriksaan lanjutan

4
Pemeriksaan penunjang : untuk melihat faktor penyebab dan
komplikasi kejang pada anak (lab darah, urin,fungsi lumbal)

6. Terapi kasus di skenario ?


Penatalaksanaan saat kejang
Pemberian obat saat demam
Pemberian obat rumat
Edukasi
7. Epilepsi ?
Epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi
namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan yang berkala
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebiha

Klasifikasi ILAE 1981:


Berdasarkan etiologi :
a. Idiopatik
b. Kriptogenik
c. Simptomatik
Berdasarkan bentuk bangkitan :
Bangkitan parsial :
a. Bangkitan parsial sederhana
b. Bangkitan parsial kompleks
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum (sekunder)
Bangkitan umum
a. Absence/lena
b. Mioklonik
c. Bangkitan tonik klonik
d. Atonik/astatik
Bangkitan tidak terklasifikasi

Patofisiologi :
a. Akibat ketidak seimbang antara neurotransmitter inhibitory dan
eksitatory
b. Paroxymal depolarisasi shift
c. Letupan listrik yang abnormal

Penegakkan diagnosa :
a. Anamnesis : auto/alloanamnesis
Gejala sebelum, selama, dan pasca bangkitan
Penyakit lain yang mungkin diderita sekarang (penyakit
neurologi, riwayat penyakit psikiatrik, penyakit sistemik)

5
Jenis awitan, durasi, frekuensi bangkita, interval terpanjang
antar bangkitan
Riwayat terapi epilepsi sebelumnya
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat pada saat dikandungan
Riwayat bangkitan neonatal atau kejang demam
Riwayat trauma kepala dan infeksi SSP
b. Pemeriksaan fisik : pemeriksaan neurologi dan gangguan yang
berhubungan dengan epilepsi
c. Pemeriksaan penunjang : laboratorium (darah, gula darah, CSS) , EEG,
Radiologi

Tatalaksana :
Obat anti epilepsi
Indikasi :
a. Diagnosa epilepsi sudah ditegakkan , pastikan faktor pencetus
b. Minimal dua bangkitan dalam setahun
c. Pasien atau keluarga sudah tahu tujuan pengobatan
d. Pasien atau keluarga sudah tahu efek samping pengobatan
e. Diberikan bila bangkitan terjadi 2 kali atau lebih dengan selang
waktu lebih dari 24 jam

Awali dengan monoterapi , dosis rendah , naik bertahap sampai


dosis efektif yang dapat di toleransi (START LOW, GO SLOW)

6
STEP IV
Analisis Masalah

1. Diagnosa dan diagnosa banding ?

Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal > 38o C) akibat dari suatu proses ekstra kranial.
Kejang berhubungan dengan demam, tetapi tidak terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab lain.

Epidemiologi :
2-4% anak yang terkena umur 6 bulan-5 tahun
Kejang demam pada bayi yang kurang dari 1 bulan tidak termasuk
kejang demam
Bila anak kurang dari 6 bulan dan lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam kemungkinan infeksi sistem saraf pusat dan
epilepsi

Klasifikasi kejang demam terbagi menjadi 2, yaitu:


a. Kejang demam sederhana
Kejang generalisata
Durasi: < 15 menit

7
Kejang tidak disebabkan oleh adanya meningitis, encephalitis,
atau penyakit yang berhubungan dengan gangguan di otak
Kejang tidak berulang dalam 24 jam.
Berhenti sendiri

b. Kejang demam kompleks


Kejang fokal
Durasi: > 15 menit
Dapat terjadi kejang berulang dalam 24 jam.

2. Faktor resiko yang menyebabkan kejang


a. Demam
Demam apabila hasil pengukuran suhu tubuh mencapai diatas 37,8 0C
suhu aksila atau di atas 38,30C suhu rektal. Demam disebabkan oleh
infeksi virus merupakan yang paling banyak terjadi.

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai


berikut :
a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang
belum matang/immatur
b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang
menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel
c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunana asam
laktat dan CO2 akan merusak neruron
d. Demam meningkatkan cerebral blood flow (CBF) serta
meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga
menyebabkan gangguan pengaliran ion-ion keluar masuk sel.

Perubahan kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai


ambang kejang dan eksitabilitas normal karena kenaikan suhu tubuh
berpegaruh pada kanal ion dan metabolime seluler serta produksi ATP.
Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celsius akan meningkatkan
metabolisme karbohidrat 10-15% sehingga dengan adanya peningkatan
suhu akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukosa dan
oksigen. Pada demam tinggi akan dapat mengakibatkan hipoksi
jaringan termasuk jaringan otak. Pada keadaan metabolisme di siklus
krebs normal, satu molekul glukosa akan menghasilkan 38 ATP,
sedangkan pada keadaan hipoksi jaringan metabolisme berjalan

8
anaerob, satu molekul glukosa hanya menghasilkan 2 ATP. Sehingga
pada keadaan hipoksia akan kekurangan energi. Hal ini akan
mengganggu fungsi normal pompa Na+ dan akan reuptake asam
glutamat oleh sel glia. Kedua hal tersebut mengakibatkan masuknya
ion Na+ ke dalam sel meningkat dan timbunan asam glutamat
ekstrasel. Timbunan asam glutamat ekstrasel akan mengakibatkan
peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion Na+ sehingga
semain meningkatkan masuknya ion Na+ ke dalam sel dipermudah
dengan adanya demam. Sebab demam akan meningkatkan mobilitas
dan benturan ion terhadap membran sel. Perubahan konsentrasi ion
Na+ intrasel dan ekstrasel tersebut akan mengakibatkan perubahan
potensial membran sel neuron sehingga membran sel dalam keadaan
depolarisasi. Disamping itu demam dapat merusak neuron GABA-
ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu.

b. Faktor umur
Umumnya kejang demam terjadi umur 6 bulan -6 tahun.
Puncak tertinggi umur 17 23 bulan . 85% KD pertama terjadi
pada umur sampai umur 4 thn
Kejang demam sebelum 5-6 bulan kemungkinan infeksi SSP
Kejang demam menetap diatas umur 6 tahun, pertimbangkan
febrile seizure plus (FS+)
BIASANYA setelah 6 tahun, penderita tidak kejang lagi

c. Faktor resiko riwayat keluarga


Apabila salah satu dari orang tua pernah menderita kejang demam
mempunyai resiko untuk bangkitan kejang demam yaitu 20-22%.
Apabila kedua orang tua pernah menderita kejang demam resiko nya
meningkat menjadi 59-64%. Apabila kedua orangtua tidak mempunyai
riwayat pernah menderita maka resiko terjadi kejang demam hanya
9%. Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu yaitu 27%
dibanding 7%. Bila ada saudara kandung yang pernah menderita
resiko terkena kejang demam 2-3 kali lebih besar.
3. Patofisiologi kejang
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten
dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik,

9
dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron otak. Status epileptikus adalah kejang yang terjadi
lebih dari 30 menit atau kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai
pemulihan kesadaran.

Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik


yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan
merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan
listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh; 1] kemampuan membran
sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang
berlebihan; 2] berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama
amino butirat [GABA]; atau 3] meningkatnya eksitasi sinaptik oleh
transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang.
Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan
berlangsung terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak
sempurna

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak


diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glaukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peraataraan fungsi paru dan
diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal
membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+)
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel, maka terdapat perbedaan yang disebut potensial membrane
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada

10
permukaan sel. Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh
adanya :
a. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65%
dari seluruh tubu, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.

Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang
seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 38 0C
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung
singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit)
biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh

11
makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya


kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.

4. Kejang vs epilepsi
5. Cara penegakkan diagnosa kasus ?
Anamnesis
Keluhan

Keluhan utama adalah kejang. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan


penyakit sampai terjadinya kejang,kemudian mencari kemungkinan
adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. Umumnya kejang demam
pada anak dan berlangsung pada permulaan demam akut, berupa serangan
kejang klonik umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda
neurologi post iktal.

Penting untuk ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang


berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala infeksi, keluhan neurologis,
nyeri atau cedera akibat kejang.

Faktor risiko :
Demam
Demam yang berperan pada KD, akibat:
- Infeksi saluran pernafasan
- Infeksi saluran pencernaan
- Infeksi saluran air seni
- Roseola infantum
- Paska imunisasi

Derajat demam:

12
- 75% dari anak dengan demam 390C
- 25% dari anak dengan demam > 400C

Usia
- Umumnya terjadi pada usia 6 bulan 6 tahun
- Puncak tertinggi pada usia 17 23 bulan
- Kejang demam sebelum 5 6 bulan mungkin disebabkan
oleh infeksi SSP
- Kejang demam diatas umur 6 tahun, perlu dipertimbangkan
febrile seizure plus (FS+).

Gen
- Risiko meningkat 2 3x bila saudara kejang demam
- Risiko meningkat 5% bila orang tua menderita kejang
demam

Manifestasi klinis :
- Umumnya berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik
atau tonik bilateral
- Seringkali berhenti sendiri
- Setelah berhenti, anak tidak memberi reaksi sejenak
- Setelah beberapa detik/ meni anak terbangun dan sadar
kembali tanpa defisit neurologis
- Timbul bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang cepat
dan tinggi karena infeksi di luar SSP, misalnya tonsilitis, otitis
media akuta, bronkhitis, furunkulosis, dsb.
- Biasanya terjadi dalam 24 jam pertama saat demam
berlangsung
- Semua kejang demam bentuk tonik klonik
- Tidak ada mioklonik,spasme dan absence

Pemeriksaan fisik

13
Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-
tanda trauma akut kepala, dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat
toksik, infeksi, atau adanya kelainan neurologis fokal. Bila terjadi
penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari
faktor penyebab.

Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak,
diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain, yaitu:
- Laboratorium darah, seperti: kadar gula darah, elektrolit, dan
hitung jenis. Pemeriksaan ini dianjurkan pada pasien dengan
kejang pertama.
- Pemeriksaan urin direkomendasikan pada pasien yang tidak
memiliki kecurigaan fokus infeksi.
- Lumbal Pungsi untuk menegakan/menyingkirkan
kemungkinan meningitis (pada bayi manifestasi klinis tidak
jelas)
Dianjurkan pada :
Bayi < 12 bulan sangat dianjurkan
Bayi 12 18 bulan dianjurkan
Bayi > 18 bulan tidak rutin
Klinis yakin bukan meningitis Tidak perlu dilakukan
- Pemeriksaan EEG : Tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, ataumemperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam dan tidak direkomendasikan.
Abnormalitas EEG berhubungan dengan seringnya serangan
kejang

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

6. Tatalaksana kasus ?
a. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang
demam dan prognosisnya.
b. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejangnya adalah dengan:
a. Diazepam per rektal (0,5mg/kg) atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus
segera diberikan jika akses intravena tidak dapat dibangun dengan
mudah.

14
b. Buccal midazolam (0,5 mg/kg, dosis maksimal = 10 mg) lebih
efektif daripada diazepam per rektal untuk anak.
c. Lorazepam intravena, setara efektivitasnya dengan diazepam
intravena dengan efek samping yang lebih minimal (termasuk
depresi pernapasan) dalam pengobatan kejang tonik klonik akut.
Bila akses intravena tidak tersedia, midazolam adalah pengobatan
pilihan.

Penatalaksanaan Kejang demam :


a. Penatalaksanaan saat kejang
Diberikan segera pada saat kejang terjadi :
Diberi larutan diazepam per rectal. Diazepam rektal sangat
efektif dan dapat diberikan dirumah dengan dosis 0,3-0,5mg/kg
Untukmemudahkan:
5 mg untuk berat badan < 10 kg
10 mg untuk berat badan > 10 kg

Obat untuk mengatasi kejang :

Alur tatalaksana kejang demam :

15
Efek Samping Diazepam:
- 39% mengalami ataksia dan somnolen.
- 25-30% letargi and irritabel, and 5% gangguan bicara.

Efek samping phenobarbital


Fenobarbital sebanyak30-50%:
Iritabilitas
Over activities
Temer tantrum
Aggressiveness
Sleep
IQ points lowering 7 points

Efek samping valproate :


Hepatotoxicity
Diperkirakan mempengaruhi Reaksi terhadap testis
Valproate diperkirakan lebih baik dan lebih ditoleran dari
fenobarbital

b. Pemberian obat pada saat demam


Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan
Dosis Parasetamol yang digunakan adalah 10 15
mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5
kali.
Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari

Antikonvulsan
Diazepam PO 0.3 mg/kg setiap 8 jam

16
Diazepam rektal 0.5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38.5C
Dapat menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup
berat (25 39 %)
Menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 60% kasus

c. Pemberian obat rumat


Indikasi:
Kejang lama > 15 menit
Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresisTodd,
cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus
Kejang fokal

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:


Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam 4 kali per tahun

Konseling dan Edukasi


Konseling dan edukasi dilakukan untuk membantu pihak keluarga
mengatasi pengalaman menegangkan akibat kejang demam dengan
memberikan informasi mengenai:
- Prognosis dari kejang demam.
- Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau
kesulitan intelektual akibat kejang demam.
- Kejang demam kurang dari 30 menit tidak mengakibatkan
kerusakan otak.
- Risiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan.
- Rendahnya risiko terkena epilepsi dan kurangnya manfaat
menggunakan terapi obat antiepilepsi dalam mengubah risiko
itu.

7. Epilepsi
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan
epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi,

17
sedangkan yang dimaksud dengan bangkitan epilepsi adalah manifestasi
klinis yang disebabkan oleh aktivitas listrik otak yang abnormal dan
berlebihan dari sekelompok neuron.

Etiologi epilepsi:
Idiopatik: tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit
neurologis dan diperkirakan tidak mempunyai predisposisi genetik
dan umumnya berhubungan dengan usia.
Kriptogenik: dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk di sini syndrome west, syndrome Lennox-
Gastatut dan epilepsi mioklonik.
Simptomatik: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi
struktural pada otak, misalnya cedera kepala, infeksi SSP, kelainan
kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak,
toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif.
Klasifikasi Epilepsi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi :
Bangkitan parsial/fokal
a. Bangkitan parsial sederhana
- Dengan gejala motorik
- Dengan gejala somatosensorik
- Dengan gejala otonom
- Dengan gejala psikis
b. Bangkitan parsial kompleks
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

Bangkitan umum
a. Lena (absence)
- Tipikal lena
- Atipikal Lena
b. Mioklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-Klonik
f. Atonik/astatik

Bangkitan tak tergolongkan

Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi :


Fokal/partial (localized related)
a. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
- Epilepsi beningna dengan gelombang paku di daerah
sentro-temporal

18
- Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pasda
daerah oksipital
- Epilepsi primer saat membaca

b. Simptomatik
- Epilepsi parsial kontinu yang kronik progresif pada
anak-anak (kojenikows syndrome)
- Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu
rangsangan (kurang tidur, alcohol, obat-obatan,
hiperventilasi, repleks epilepsi, stimulasi fungsi kortikal
tinggi, membaca)
- Epilepsi lobus temporal
- Epilepsi lobus frontal
- Epilepsi lobus parietal
- Epilepsi lobus oksipital

c. Kriptogenik

Epilepsi umum
a. Idiopatik
- Kejang neonates familial benigna
- Kejang neonatus benigna
- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
- Epilepsi lena pada anak
- Epilepsi lena pada remaja
- Epilepsi mioklonik pada remaja
- Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat
terjaga
- Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah
satu diatas
- Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi
yang spesifik
b. Kriptogenik atau simptomatik
- Sindrom west (spasme infantile dan spasme salam)
- Sindrom lennox-gastaut
- Epilepsi mioklonik astatik
- Epilepsi mioklonik lena

c. Simptomatik
- Etiologi non spesifik
Ensefalopati miklonik dini
Ensefalopati pada infantile dini dengan burst
supresi

19
Epilepsi simptomatik umum lainnya yang tidak
termasuk di atas
- Sindrom spesifik
- Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain
Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
- Bangkitan umum dan fokal
Bangkitan neonatal
Epilepsi mioklonik berat pada bayi
Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama
tidur dalam
Epilepsi afasia yang di dapat
Epilepsi yang tidak termasuk dalam kalsifikasi
diatas
- Tanpa gambaran tegas local atau umum

Sindrom khusus
- Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
Kejang demam
Bangkitan kejang/status epileptikus yang hanya
sekali
Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian
metabolic akut atau toksis, alkohol, obat-obatan,
eklampsia, hiperglikemik non ketotik
Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik
(epilepsi reflektorik)

20
Patofisiologi
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih
dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam
eksitasiaferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler,
voltage-gated ion channel opening, dan menguatnya sinkronisasi
neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan
aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi
ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan
keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron.

Lima buah elemen fisiologi sel dari neuronneuron tertentu pada


korteks serebri penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap
adanya epilepsi:
Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi
tinggi dalam merespon depolarisasi diperpanjang akan
menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi Ca2+
secara perlahan.
Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory
connection), yang memungkinkan adanya umpan balik positif
yang membangkitkan dan menyebarkan aktivitas kejang.
Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum
terhadap sel-sel piramidal pada daerah tertentu di korteks,
termasuk pada hippocampus, yang bisa dikatakan sebagai
tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini
menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian
memicu aktifitas penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.
Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga
merekrut respon NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik
di korteks.
Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps
inhibitor rekuren dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa
aktivasi. Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok
kecil neuron abnormal mengalami depolarisasi yang

21
berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi
secara tepat dan berulang-ulang

Cetusan listrik abnormal ini kemudian membawa neuron-neuron yang


terkait di dalam proses. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak
apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul
secara bersama-sama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di
dalam otak

Penegakkan diagnosa
Hasil Anamnesis (Subjective)
Ada tiga langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu:
a. Langkah pertama: memastikan apakah kejadian yang bersifat
paroksismal merupakan bangkitan epilepsi. Pada sebagian besar
kasus, diagnosis epilepsi dapat ditegakkan berdasarkan informasi
yang diperoleh dari anamnesis baik auto maupun allo-anamnesis
dari orang tua maupun saksi mata yang lain.
Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan
Keadaan penyandang saat bangkitan: duduk/
berdiri/ bebaring/ tidur/ berkemih.
Gejala awitan (aura, gerakan/ sensasi awal/ speech
arrest).
Pola/bentuk yang tampak selama bangkitan:
gerakan tonik/klonik, vokalisasi, otomatisme,
inkontinensia, lidah tergigit, pucat berkeringat,
deviasi mata.
Keadaan setelah kejadian: bingung, terjaga, nyeri
kepala, tidur, gaduh gelisah, Todds paresis.
Faktor pencetus: alkohol, kurang tidur, hormonal.
Jumlah pola bangkitan satu atau lebih, atau terdapat
perubahan pola bangkitan.
Penyakit lain yang mungkin diderita sekarang maupun
riwayat penyakit neurologik dan riwayat penyakit
psikiatrik maupun penyakit sistemik yang mungkin
menjadi penyebab.

22
Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, interval
terpanjang antar bangkitan.
Riwayat terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap
terapi (dosis, kadar OAE, kombinasi terapi).
Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.
Riwayat keluarga dengan penyakit neurologik lain,
penyakit psikitrik atau sistemik.
Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran dan
perkembangan bayi/anak.
Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam.
Riwayat trauma kepala, infeksi SSP.

b. Langkah kedua: apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka


tentukan bangkitan tersebut bangkitan yang mana (klasifikasi
ILAE 1981).
c. Langkah ketiga: menentukan etiologi, sindrom epilepsi, atau
penyakit epilepsi apa yang diderita pasien dilakukan dengan
memperhatikan klasifikasi ILAE 1989. Langkah ini penting untuk
menentukan prognosis dan respon terhadap OAE (Obat Anti
Epilepsi).

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum pada dasarnya adalah mengamati adanya
tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi seperti
trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,
kecanduan alkohol atau obat terlarang, kelainan pada kulit, kanker,
defisit neurologik fokal.

Pemeriksaan neurologis
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologik sangat tergantung
dari interval antara dilakukannya pemeriksaan dengan bangkitan
terakhir.
Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan
maka akan tampak tanda pasca iktal terutama tanda fokal
seperti todds paresis (hemiparesis setelah kejang yang terjadi

23
sesaat), trans aphasic syndrome (afasia sesaat) yang tidak
jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi.
Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan terakhir
berlalu, sasaran utama adalah menentukan apakah ada tanda-
tanda disfungsi system saraf permanen (epilepsi simptomatik)
dan walaupun jarang apakah ada tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial.

Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan di layanan sekunder yaitu EEG, pemeriksaan
pencitraan otak, pemeriksaan laboratorium lengkap dan
pemeriksaan kadar OAE.

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan
neurologis.

Penatalaksanaan
Sebagai dokter pelayanan primer, bila pasien terdiagnosis sebagai
epilepsi, untuk penanganan awal pasien harus dirujuk ke dokter
spesialis saraf.
OAE diberikan bila:
a. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
b. Pastikan faktor pencetus dapat dihindari (alkohol, stress,
kurang tidur, dan lain-lain)
c. Terdapat minimum 2 bangkitan dalam setahun
d. Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima
penjelasan terhadap tujuan pengobatan
e. Penyandang dan/atau keluarganya telah diberitahu tentang
kemungkinan efek samping yang timbul dari OAE
Terapi dimulai dengan monoterapi menggunakan OAE pilihan
sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi:

24
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap
sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping. Kadar obat
dalam darah ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis
efektif. Bila diduga ada perubahan farmakokinetik OAE (kehamilan,
penyakit hati, penyakit ginjal, gangguan absorpsi OAE), diduga
penyandang epilepsi tidak patuh pada pengobatan. Setelah pengobatan
dosis regimen OAE, dilihat interaksi antar OAE atau obat lain.
Pemeriksaan interaksi obat ini dilakukan rutin setiap tahun pada
penggunaan phenitoin.

Bila pada penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat


mengontrol bangkitan, maka dapat dirujuk kembali untuk
mendapatkan penambahan OAE kedua. Bila OAE kedua telah
mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan
bertahap (tapering off) perlahan-lahan.

25
Penambahan OAE ketiga baru dilakukan di layanan sekunder
atau tersier setelah terbukti tidak dapat diatasi dengan
penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan
untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi
yaitu bila:
a. Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG.
b. Pada pemeriksaan CT-Scan atau MRI Otak dijumpai lesi
yang berkorelasi dengan bangkitan: meningioma,
neoplasma otak, AVM, abses otak, ensephalitis herpes.
c. Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang
mengarah pada adanya kerusakan otak.
d. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung
(bukan orang tua).
e. Riwayat bangkitan simptomatik.
f. Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko tinggi seperti
JME (Juvenile Myoclonic Epilepsi).
g. Riwayat trauma kepala disertai penurunan kesadaran,
stroke, infeksi SSP.
h. Bangkitan pertama berupa status epileptikus.

Efek samping perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan


interaksi farmakokinetik antar OAE.
Strategi untuk mencegah efek samping:
a. Mulai pengobatan dengan mempertimbangkan keuntungan dan
kerugian pemberian terapi
b. Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang
c. Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil
mengacu pada sindrom epilepsi dan karaktersitik penyandang
epilepsi
OAE dapat dihentikan pada keadaan:

26
a. Setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan.
b. Gambaran EEG normal.
c. Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari
dosis semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.
d. Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai
dari 1 OAE yang bukan utama.
e. Keputusan untuk menghentikan OAE dilakukan pada tingkat
pelayanan sekunder/tersier.

Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar


kemungkinannya pada keadaan sebagai berikut:
a. Semakin tua usia, kemungkinan kekambuhan semakin tinggi.
b. Epilepsi simptomatik.
c. Gambaran EEG abnormal.
d. Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan.
e. Penggunaan lebih dari satu OAE.
f. Mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi.
g. Mendapat terapi setelah 10 tahun.

27
STEP 5
Learning Objective

1. Jenis-jenis epilepsi
2. Farmakologi obat antiepilepsi
3. Meningitis dan ensefalitis
4. Tumor sistem saraf pusat

28
STEP 6
Belajar Mandiri
-

29
STEP 7
Sharing the result

1. Jenis-Jenis Epilepsi
Etiologi (Kustiowati dkk 2003, Sirven, Ozuna 2005)
1. Idiopatik epilepsi : biasanya berupa epilepsi dengan serangan kejang
umum, penyebabnya tidak diketahui. Pasien dengan idiopatik epilepsi
mempunyai inteligensi normal dan hasil pemeriksaan juga normal dan
umumnya predisposisi genetik.
2. Kriptogenik epilepsi : Dianggap simptomatik tapi penyebabnya belum
diketahui. Kebanyakan lokasi yang berhubungan dengan epilepsi tanpa
disertai lesi yang mendasari atau lesi di otak tidak diketahui. Termasuk
disini adalah sindroma West, Sindroma Lennox Gastaut dan epilepsi
mioklonik. Gambaran klinis berupa ensefalopati difus.
3. Simptomatik epilepsi : Pada simptomatik terdapat lesi struktural di otak
yang mendasari, contohnya oleh karena sekunder dari trauma kepala,
infeksi susunan saraf pusat, kelainan kongenital, proses desak ruang di
otak, gangguan pembuluh darah diotak, toksik (alkohol, obat), gangguan
metabolik dan kelainan neurodegeneratif.

Klasifikasi ILAE 1981


Untuk tipe serangan kejang/bangkitan epilepsi (Kustiowati dkk 2003, Sirven,
Ozuna 2005).
Serangan parsial
Serangan parsial sederhana (kesadaran baik).
- Motorik
- Sensorik

30
- Otonom
- Psikis
Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)
- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran.
- Gangguan kesadaran saat awal serangan.
Serangan umum sekunder
- Parsial sederhana menjadi tonik klonik.
- Parsial kompleks menjadi tonik klonik
- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik klonik.
Serangan umum.
- Absans (lena)
- Mioklonik
- Klonik
- Tonik
- Atonik.
Tak tergolongkan.

Klasifikasi ILAE 1989 untuk sindroma epilepsi (Kustiowati dkk 2003)

Berkaitan dengan letak fokus


Idiopatik (primer)
- Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal
(Rolandik benigna)
- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
- Primary reading epilepsy.
Simptomatik (sekunder)
- Lobus temporalis
- Lobus frontalis
- Lobus parietalis

31
- Lobus oksipitalis
- Kronik progesif parsialis kontinua
Kriptogenik

Umum
Idiopatik (primer)
- Kejang neonatus familial benigna
- Kejang neonatus benigna
- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
- Epilepsi absans pada anak
- Epilepsi absans pada remaja
- Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga.
- Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak.
Kriptogenik atau simptomatik.
- Sindroma West (Spasmus infantil dan hipsaritmia).
- Sindroma Lennox Gastaut.
- Epilepsi mioklonik astatik
- Epilepsi absans mioklonik
Simptomatik
- Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik neonatal
- Sindrom Ohtahara
- Etiologi / sindrom spesifik.
- Malformasi serebral.
- Gangguan Metabolisme.

Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum.
Serangan umum dan fokal
- Serangan neonatal
- Epilepsi mioklonik berat pada bayi
- Sindroma Taissinare
- Sindroma Landau Kleffner

32
Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
Epilepsi berkaitan dengan situasi
- Kejang demam
- Berkaitan dengan alkohol
- Berkaitan dengan obat-obatan
- Eklampsi.
- Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)

2. Farmakologi obat antiepilepsi

Obat Antiepilepsi terbagi dalam 8 golongan. Empat golongan antiepilepsi


mempunyairumus dengan inti berbentuk cincin yang mirip satu sama lain yaitu
golongan hidantoin,barbiturate, oksazolidindion dan suksinimid.Akhir-akhir ini
karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam pengobatan
epilepsy, karbamazepin untuk bangkitan parsial sederhana maupun
kompleks,sedangkan asam valproat terutama untuk bangkitan lena maupun
bangkitan kombinasi lena dengan bangkitan tonik-klonik.

1. Golongan Hidantoin
Dalam golongan hidantoin dikenal tiga senyawa antikonvulsi, fenitoin
(Difenilhidatoin),mefinitoin dan etotoin dengan fenotoin sebagai
prototipe.Fenitoin adalah obat utama untuk hampir semua jenis epilepsy, kecuali
bangkitan lena. Adanya gugus fenil atau aromatic lainnya pada atom C penting
untuk efek pengendalian bangkitan tonik-klonik, sedangkan gugus alkilbertalian
dengan efek sedasi, sifat yang terdapat pada mefenitoin dan barbiturat, tetapi tidak
padafenitoin. Adanya gugus metal pada atom N akan mengubah spectrum
aktivitas misalnyamefenitoin, dan hasil N dimetilisasi oleh enzim mikrosom hati
menghasilkan metabolit tidak aktif.

Farmakologi
Fenitoin berefek anntikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP.
Dosis toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigditas

33
deserebrasi.Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan
penjalaran rangsang dari fokus ke bagianlain otak. Efek stabilitasi
membran sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepi dan membran
sellainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi jantung.
Fenitoin mempengaruhiperpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal
ini khususnya dengan menggiatkan pompano + neuron.
Farmakokinetik
Absorbsi fenitoin yang diperlukan berlangsung lambat, 10% daridosis oral
diekskresikan melalui tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam
plasma dicapaidalam 3-12 jam. Bila dosis muatan (loading dose) perlu
diberikan, 600-800 mg, dalam dosis terbagi antara 8-12 jam, kadar efektif
plasma akan tercapai dalam 24 jam. Pemberian fenitoinmengendap di
tempat suntikan kira-kira 5 hari, dan absorbs berlangsung
lambat. \ Pengikatan fenitoin oleh protein, terutama oleh albumin plasma
kira-kira 90%. Pada orangsehat, termasuk wanita hamil dan wanita
pemakai obat kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira 10%, sedangkan pada
pasien dengan penyakit ginjal, penyakit hati atau penyakit hepatorenal
danneonatus fraksi bebas bebas rata-rata di atas 15%. Pada pasien epilepsi,
fraksi bebas berkisarantara 5,8%-12,6%. Fenitoin terikat kuat pada
jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebihlama tetapi mula kerja lebih
lambat dari fenobarbital.

Intoksikasi dan efek samping


Susunan saraf pusat
Efek samping fenitoin tersering ialah diplopia, ataksia, vertigo,
nistagmus, sukar berbicara (slurred speech) disertai gejala lain
,misalnya tremor, gugup, kantuk, rasa lelah, gangguan mental yang
sifatnya berat, ilusi, halusinasi sampai psikotik. Defisiensi folat
yang cukup lama merupakan factor yang turut berperan dalam
terjadinyagangguan mental.efek samping SSP lebih sering terjaadi
dengan dosis melebihi 0,5 g sehari.

34
Saluran cerna dan gusi
Nyeri ulu hati,anoreksia,mual dan muntah,terjadi karenafenitoin
bersifat alkali.Ploriferasi epitel dan jaringan ikat gusi dapat terjadi
pada penggunaan kronik ,dan menyebabkan hyperplasia pada 20%
pasien .

Kulit
Efek samping pada kulit terjadi pada 2-5% pasien ,lebih sering
pada anak dan remaja yaitu berup aruam morbiliform.beberapa
kasus diantaranya disertai hiperpireksia,eosinofilia,dan terjadi
ruam kulit sebaiknya pemberian obat dihentikan ,dan diteruskan
kembali dengan berhati-hati bila kelainan kulit telah hilang.Pada
wanita muda ,pengobatan fenitoin secara kronik menyebabkan
keratosis danhirsutisme,karena meningkatnya aktivitaas korteks
suprarenalis.

Lain-lain
Bila timbul gejala hepatotoksisitas berupa ikterus atau hepatitis,
anemia megaloblastik (antara lain akibat defisiensi folat) atau
kelainan darah jenis lain,pengobatan perlu dihentikan. Fenitoin
bersifat teratogenik.kemungkinan melahirkan bayi dengan cacat
kongnital meningkat menjadi 3 kali , bila ibunya mendapatkan
terapi fenitoin selama trimester pertama kehamilan .cacat
congenital yang menonjol ialah keiloskisis dan palatoskisis. Pada
kehamilan lanjut ,fenitoin menyebabkan abnormalitas tulang pada
neonatus . pengunaan fenitoin pada wanita hamil tetap diteruskan
berdasarkan pertimbangan bahwa bangkitan epilepsi sendiri dapat
menyebabkan cacatpada anak sedanfg tidak semua ibu yang
minum fenitoin mendapat anak cacat.

Indikasi

35
Fenitoin di indikasikan terutama untuk bangkitan tonik-klonik dan
bangkitan persial atau fokal. Banyak ahli penyakit saraf di Indonesia lebih
menyukai penggunaan fenobarbital karena batas keamanan yang sempit,
efek samping dan efek toksik, sekalipun ringantetapi cukup mengganggu
terutama pada anak.Indikasi lain fenitoin ialah untuk neuralgia trigerminal
dan aritmia jantung. Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik
(ECT) untuk meringankan konvulsinya dan bermanfaat pula terhadap
kelainan ekstra piramidal iatrogenic.

Sediaan dan posologi


Fenitoin atau difenilhidantoin tersedia sebagai garam Nadalam bentuk
kapsul 100 mg dan tablet kunyah 30 mg untuk pemberian oral, sedangkan
sediaan suntik 100mg/2ml. Disamping itu juga tersedia bentuk sirup
dengan takaran 125mg/5ml.Harus diperhatikan agar kadar plasma optimal,
yaitu berkisar antara 10-20g/ml. kadardibawahnya kurang efektif untuk
pengendalian konvulsi, sedangkan jika kadar lebih tinggi akan bersifat
toksik. Dosis fenitoin selalu harus disesuaikan untuk masing-masing
individu, patokankadar terapi antara 10-20g/ml bukan merupakan angka
mutlak karena beberapa pasien menunjukan efektivitas fenitoin yang baik
pada kadar 8g/ml, sedangkan pada pasien lain,nistagmus sudah terjadi
pada kadar 15g/ml.Untuk pemberian oral, dosis awal untuk dewasa 300
mg, dilanjutkan dengan dosis penunjang antara 300-400mg, maksimum
600mg sehari. Anak diatas 6 tahun, dosis awal sama dengan dosis dewasa,
sedangkan untuk anak dibawah 6 tahun, dosis awal 1/3 dosis dewasa, dosis
penunjang ialah 4-8 mg/kgBB sehari, maksimum 300mg. Dosis awal
dibagi dalam 2-3 kali pemberian

2. Golongan Barbiturat
Disamping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturate efektif sebagai obat
antikonvulsidan yang biasa digunakan adalah barbiturate kerja lama (long acting
barbiturates). Disini dibicarakan efek antiepilepsi prototip barbiturate yaitu
fenobarbital dan pirimidon yang strukturkimia nya mirip dengan

36
barbiturate.Sebagai antiepilepsi fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsy.
Barbiturat menghambattahap akhir oksidasi mitokondria,sehingga mengurangi
pembentukan fosfat berenergi tinggi.Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis
neurotransmitor misalnya Ach, dan untuk repolarisasimembrane sel neuron
setelah depolarisasi.

Fenobarbital
Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate, merupakan senyawa organik pertama
yangdigunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran
aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Dosis efektifnya relatif
rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap sebagai efek samping, dapat diatasi
dengan pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi efek antikonvulsinya.Dosis
dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali 100mg sehari. Untuk mengendalikan
epilepsy disarankan kadar plasma optimal. Berkisar antara 10-40g/ml. Kadar
plasma diatas40g/ml sering disertai gejala toksik yang nyata. Penghentian
pemberian fenobarbital harussecara bertahap guna mencegah kemungkinan
meningkatnya frekuensi bangkitan kembali, ataumalahan bangkitan status
epileptikus.Interaksi fenobarbital dengan obat lain umumnya terjadi karena
frnobrbital meningkatkanaktivitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan asam
valproat akan menyebabkan kadarfenobarbital meningkat 40%.

3.Golongan Oksazolidindion
Trimetadion
Trimetadion ( 3,5,5 trimetiloksazolidin 2,4,dion), sekalipun telah terdesak oleh
suksinimid,merupakan prototip obat bangkitan lena. Trimetadion juga bersifat
analgetik dan hipnotik.

Farmakodinamik.
Pada SSP, trimetadion memperkuat depresi pascatransmisi,sehingga transmisi
impuls berurutan dihambat, transmisi impuls satu per satu tidak
terganggu.Trimetadion memulihkan EEG abnormal pada bagkitan lena.

37
Farmakokinetik.
Trimetadion per oral mudah di absorbsi dari saluran cerna dan didistribusi ke
berbagai cairan badan. Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati dengan
demetilasi yang menghasilkan didion (5,5, dimetiloksazolidin ,2,4, dion ).
Senyawa ini masihaktif masih aktif terhadap bangkitan lena, tetapi efek
antikonvulsi nya lebih lemah.
Intoksikasi & efek samping.
Intoksikasi dan efek samping trimetadion yangbersifat ringan berupa sedasi
hemeralopia, sedang yang bersifat lebih berat berupa gejala padakulit,darah,ginjal
dan hati. Gejala intoksikasi lebih sering ttimbul pada pengobatan kronik.Sedasi
berat dapat diatasi dengan amfetamin tanpa mengurangi efek antiepilepsinya,
bahkansesekali amfetamin dapat menekan bangkitan lena.Efek samping pada kulit
berupa rua morbiliform dan kelainan akneform, lebih berat lagiberupa dermatitis
eksfoliatif atau eritema multiformis. Kelainan darah berupa neutropenia
ringan,tetapi anemia aplastik dapat bersifat fatal. Gangguan fungsi ginjal dan
hati,berupa syndromenefrotik dan hepatitis, dapat menyebabkan kematian.

Indikasi
Indikasi utama trimetadion ialah bangkitan lena murni (tidak disertai
komponenbangkitan bentuk lain). Trimetadion dapat menormalkan gambaran
EEG dan meniadakankelainan EEG akibat hiperventilasi maksimal pada 70%
pasien. Bangkitan lena yang timbul padaanak umumnya sembuh menjelang
dewasa. Dalam kombinasi dengan trimetadion, efek sedasifenobarbital dan
primidon dapat memberat. Sebaiknya jangan dikombinasikan denganmefenitoin,
sebab gangguan pada darah dapat bertambah berat.Penghentian terapi trimetadion
harus secara bertahap karena bahaya eksaserbasi bangkitandalam bentuk
epileptikus, demikian pula obat lain yang terlebih dulu diberikan.

Kontraindikasi
Trimetadion di kontraindikasikan pada pasien anemia, leucopenia,penyakit hati,
ginjal dan kelainan n.opticus.

38
4. Golongan Suksinimid
Antiepilepsi golongan suksinimid yang digunakan di klinik adalah
etosuksimid,metsuksmid dan fensuksimid. Berdasarkan penelitian pada hewan,
terungkap bahwaspectrum antikonvulsi etosuksimid sama dengan trimetadion.
Sifat yang menonjol darietosuksimid dan trimetadion adalah mencegah bangkitan
konvulsi pentilentetrazol.Etosuksimid, dengan sifat antipentilentetrazol terkuat,
merupakan obat yang paling selektif terhadap bangkitan lena.

Etosuksimid
Etosuksimid di absorbs lengkap melalui saluran cerna. Setelah dosis tunggal
oral,diperlukan waktu antara 1-7 jam untuk mencapai kadar puncak dalam plasma.
Distribusimerata ke segala jaringan, dan kadar cairan serebrospina saa dengan
kadar plasma. Efek samping yang sering timbul ialah mual, sakit kepala, kantuk
dan ruam kulit. Gejala yanglebih berat berupa agranulositosis dan pansitopenia.
Dibandingkan dengan trimetadion.etosuksimid lebih jarang menimbulkan
diskrasia darah, dan nefrotoksisitas belum pernahdilaporkan, sehingga etosuksmid
umumnya lebih disukai dari pada Trimetadion.Etosuksimid merupakan obat
terpilih untuk bangkitan lena. Terhadap bangkitan lena padaanak, efektivitas
etosuksimid sama dengan trimetadion, 50-70 % pasien dapat
dikendalikanbagkitannya. Obat ini juga efektif pada bangkitan mioklonik dan
bangkitan akinetik.Etosuksimid tidak efektif untuk bangkitan parsial kompleks
dan bangkitan tonik-klonik umum atau pasien kejang dengan kerusakan organik
otak yang berat.

5. Karbamazepin
Karbamazepin pertama-tama digunakan untuk pengobatan trigeminal
neuralgia,kemudian ternyata bahwa obat ini efektif terhadap bangkitan tonik-
klonik. Saat ini,karbamazepin merupakan antiepilepsi utama di Amerika
Serikat.Karbamazepin memperlihatkan efek analgesic selektif, misalnya pada
tabes dorsalis danneuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa.
Atas perhitungan untung-rugikarbamazepin tidak dianjurkan untuk nyeri
ringan.Efek samping dari karbamazepin dalam pemberian obat jangka lama ialah

39
pusing,vertigo, ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi baangkitan
dapat meningkat akibat dosis berlebih. Karena potensinya untuk menimbulkan
efek samping sangat luas, makapada pengobatan dengan karbamazepin dianjurkan
pemeriksaan nilai basal dari darah danmelakukan pemeriksaan ulangan selama
pengobatan.Fenobarbital dan fenitoin dapat meningkatkan kadar karbamazepin,
dan biotransformasikarbamazepin dapat dihambat oleh eritromisin. Konversi
primidon menjadi fenobarbital ditingkatkan oleh karbamazepin,sedangkan
pemberian karbamazepin bersama asam valproatakan menurunkan kadar asam
valproat.

Posologi.
Dosis anak di bawah 6 tahun, 100mg sehari, 6-12 tahun, 2 kali 100mgsehari.
Dosis dewasa : dosis awal 2 kali 200 mg hari pertama selanjutnya dosis di
tingkatkan secara bertahap. Dosis penunjang berkisar antara 800-1200 mg sehari
untuk dewasa atau 20-30 mg/kgBB untuk anak. Dengan dosis ini umumnya
tercapai kadar terapi dalam serum 6-8g/ml.

6. Golongan Benzodiazepin
Diazepam
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3-
dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Merupakan senyawa Kristal
tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air. Secara umum ,
senyawa aktif benzodiazepine dibagikedalam empat kategori berdasarkan waktu
paruh eliminasinya, yaitu :

1.Benzodiazepin ultra short-acting


2.Benzodiazepin short-acting, dengan waktu paruh kurang dari 6 jam.
Termasuk didalamnya triazolam, zolpidem dan zopiclone.
3.Benzodiazepin intermediate-acting, dengan waktu paruh 6 hingga 24 jam.
Termasuk didalamnya estazolam dan temazepam.
4.Benzodiazepin long-acting, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam.
Termasuk didalamnya flurazepam, diazepam dan quazepam.

40
Mekanisme kerja
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron
GABA.Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan
kerapatan yang tinggiterutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di
hipokampus dan dalam otak kecil. Padareseptor ini, benzodiazepin akan bekerja
sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai
benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanyainteraksi
benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan
inikerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion
klorida akan terbukasehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk
ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel
bersangkutan dan sebagai akibatnya,kemampuan sel untuk dirangsang
berkurang. Akibatnya,

Profil Farmakokinetik
t : Diazepam 20-40 jam, DMDZ 40-100 jam. Tergantung pada variasi subyek.
tmeningkat pada mereka yang lanjut usia dan bayi neonatus serta penderita
gangguan liver. Perbedaan jenis kelamin juga harus dipertimbangkan.

Volume Distribusi : Diazepam dan DMDZ 0,3-0,5 mL/menit/Kg. Juga meningkat


padamereka yang lanjut usia. Waktu untuk mencapai plasma puncak : 0,5 2 jam.

Distribusi dalam Darah : Plasma (perbandingan dalam darah) Diazepam 1,8 dan
DMDZ 1,7.Ikatan Protein : Diazepam 98 99% dan DMDZ 97%. Didistribusi
secaraluas. Menembus sawar darah otak. Menembus plasenta dan memasuki ASI.

Jalur metabolisme : Oksidasi Dimetabolisme terutama oleh hati. Beberapa produk


metabolismenya bersifat aktif sebagai depresan SSP.

Indikasi

41
Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul seperti
gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk gemeteran,
kegilaan dan dapat menyerangsecara tiba-tiba. Halusinasi sebagai akibat
mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapatdigunakan untuk kejang otot, kejang
otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakansebagai obat penenang dan
dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.

Kontraindikasi
1. Hipersensitivitas
2. Sensitivitas silang dengan benzodiazepin lain
3. Pasien koma
4. Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya
5. Nyeri berat tak terkendali
6. Glaukoma sudut sempit
7. Kehamilan atau laktasi
8. Diketahui intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi)

F. Rute & dosis pemberian


- Antiansietas, Antikonvulsan.
1. PO (Dewasa) : 2-10 mg 2-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat
sekalisehari.
2.PO (anak-anak > 6 bulan) : 1-2,5 mg 3-4 kali sehari.
3.IM, IV (Dewasa) : 2-10 mg, dapat diulang dalam 3-4 jam bila perlu
.- Pra-kardioversi
1. IV (Dewasa) : 5-15 mg 5-10 menit prakardioversi.
- Pra-endoskopi
2. IV (Dewasa) : sampai 20 mg.
3. IM (Dewasa) : 5-10 mg 30 menit pra-endoskopi.
- Status Epileptikus
1.IV (Dewasa) : 5-10 mg, dapat diulang tiap 10-15 menit total 30 mg, program
pengobatan ini dapat diulang kembali dalam 2-4 jam (rute IM biasanya digunakan
bila rute IV tidak tersedia).

42
2. IM, IV (Anak-anak > 5 tahun) : 1 mg tiap 2-5 menit total 10 mg, diulang tiap 2-
4 jam.
3. IM, IV (Anak-anak 1 bulan 5 tahun) : 0,2-0,5 mg tiap 2-5 menit sampai
maksimum 5mg, dapat diulang tiap 2-4 jam.
4. Rektal (Dewasa) : 0,15-0,5 mg/kg (sampai 20 mg/dosis).
5. Rektal (Geriatrik) : 0,2-0,3 mg/kg.
6. Rektal (Anak-anak) : 0,2-0,5 mg/kg
- Relaksasi Otot Skelet
1. PO (Dewasa) : 2-10 mg 3-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat satu
kalisehari. 2-2,5 mg 1-2 kali sehari diawal pada lansia atau pasien yang sangat
lemah.
2. IM, IV (Dewasa) : 5-10 mg (2-5 mg pada pasien yang sangat lemah) dapat
diulangdalam 2-4 jam.
-Putus Alkohol
1. PO (Dewasa) : 10 mg 3-4 kali pada 24 jam pertama, diturunkan sampai 5 mg
3-4 kalisehari.
2. IM, IV (Dewasa) : 10 mg di awal, keudian 5-10 mg dalam 3-4 jam sesuai
keperluan

Toksisitas
Efek toksis dapat terjadi bila konsentrasi dalam darah lebih besar dari 1,5 mg/L;
kondisi fatal yang disebabkan oleh penggunaan tunggal diazepam jarang
ditemukan, tetapi dapat terjadibila konsentrasi dalam darah lebih besar dari 5
mg/L.LD5 oral dari diazepam adalah 720 mg/Kg pada mencit dan 1240 mg/Kg
pada tikus. Pemberian intraperitoneal pada dosis 400 mg/Kg menyebabkan
kematian pada hari keenamsetelah pemberian pada hewan coba, monyet.

7. Asam Valproat
Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang
absens,kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Asam valproat dapat
meningkatkan GABAdengan menghambat degradasi nya atau mengaktivasi
sintesis GABA. Asam valproat jugaberpotensi terhadap respon GABA post

43
sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal kalium.
Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari. Efek samping yang sering
terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual,muntah,anorexia dan
peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin ditimbulkan adalah
pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asamvalproat
mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Efek samping yang berat dari
penggunaan asam valproat adalah hepatotoksik.

Hyperammonemia
(gangguan metabolism yang ditandai dengan peningkatan kadar amonia dalam
darah) umumnya terjadi 50%, tetapitidak sampai menyebabkan kerusakan hati.
Interaksi valproat dengan obat antiepilepsi lain merupakan salah satu masalah
terkaitpenggunaannya pada pasien epilepsi. Penggunaan fenitoin dan valproat
secara bersamaan dapatmeningkatkan kadar fenobarbital dan dapat memperparah
efek sedasi yang dihasilkan. Valproat sendiri juga dapat menghambat metabolisme
lamotrigin, fenitoin, dan karbamazepin. Obat yang dapat menginduksi enzim
dapat meningkatkan metabolisme valproat. Hampir 1/3 pasien mengalami efek
samping obat walaupun hanya kurang dari 5% saja yang menghentikan
penggunaan obat terkait efek samping tersebut.

8. Antiepilepsi Lain
Fenasemid
Fenasemid suatu derivat asetilures,merupakan suatu analog dari 5 fenilhidantoin,
tetapi tidak berbentuk cincin, efeknya baik digunakan terhadap bangkitan tonik-
klonik.

Farmakodinamik.
Fenasemid memiliki antikonvulsi yang berspektrum luas, mekanismekerja
fenasemid ialah dengan peningkatan ambang rangsang fokus serebral,
sehinggahipereksitabilitas dan letupan abnormal neuron sebagai akibat rangsang
beruntun dapat ditekan.

44
Intoksikasi & efek samping.
Fenasemid merupakan obat toksik, Efek sampingtesering ialah psikosis. Efek
samping yang mungkin fatal ialah nekrosis hati, anemia aplastik,dan neutropenia.

Indikasi.
Fenasemid efektif terhadap bangkitan tonik-klonik, bangkitan lena dan bangkitan
parsial. Indikasi utama fenasemid ialah untuk terapi bangkitan parsial kompleks .

Dosis.
Untuk orang dewasa ialah 1,5-5,0 g sehari, sedangkan untuk anak yang berumur
antara 5-10 tahun hasilnya sudah memuaskan dengan dosis orang dewasa.
Fenasemid sampai saat inibelum di pasarkan di Indonesia.

3. Infeksi Sistem Saraf Pusat (Meningitis dan Ensefalitis)

Meningitis
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter
(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.

Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa
ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan
serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman
Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah
meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan
disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus
merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.

Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan
droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan
cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port dentree utama pada

45
penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui
pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk
secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan
memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput
otak dan otak.

Infectious Agent Meningitis


Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan
protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab
lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh
bakteri maupun produk bakteri lebih berat.

Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan


umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli,
S.beta hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun
(balita) disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus.
Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria
meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun)
disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan
Listeria.

Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman


Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai
prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab
meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan
Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster, dan enterovirus
jarang menjadi penyebab meningitis aseptik(viral).

Patofisiologi Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke

46
selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput
otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus
dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.
Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang
pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami


hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu
kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam
terdapat makrofag.

Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan
kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan
serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh
bakteri.

Gejala Klinis Meningitis


Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi,
muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.

Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta
rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,

47
kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke
susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai
dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan
disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,
leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku
leher, dan nyeri punggung.

Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan
gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan
gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan
berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella
yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab
Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh
Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa
biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga
bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot
dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium
prodromal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala
infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa
demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun,
mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,
nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah.

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan gejala


penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan
kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda

48
rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat
tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih
hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal
dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana
mestinya.

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal


1. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak
dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan
rotasi kepala.

2. Pemeriksaan Tanda Kernig


Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa
rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut
135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.

3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)


Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.

4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral


Tungkai)

49
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul
(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

Pemeriksaan Penunjang Meningitis

1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)
beberapa jenis bakteri.

2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping
itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada

Epidemilogi Meningitis
1. Distribusi Frekuensi Meningitis
a. Orang/ Manusia

50
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit
ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi
terlihat lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi
dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna. Puncak
insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di negara berkembang
adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi
pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin
untuk Haemophilus influenzae tipe b di Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus
meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun. usia < 5 tahun sebesar 40-
100 per 100.000. Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000. Insidens Rate pada
Setelah 10 tahun penggunaan vaksin, Di Uganda (2001-2002) Insidens Rate
meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per 100.000.

b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi
rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah
haji), dan penyakit ISPA. Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang
sedang berkembang dibandingkan pada negara maju.

Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the African Meningitis
belt, yang luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi
21 negara. Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadis dengan Insidens Rate 1-20
per 100.000 penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara periodik. Di daerah
Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkan oleh
Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.

c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus-kasus
infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara insidensi
infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi
sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering.

51
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi
selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen
pengantar virus. Di Amerika Serikat pada tahun 1981 Insidens Rate meningitis
virus sebesar 10,9 per 100.000 Penduduk dan sebagian besar kasus terjadi pada
musim panas.

2. Determinan Meningitis
a. Host/ Pejamu
Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering menyerang bayi di
bawah usia dua tahun. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri Pneumokokus 3,4
kali lebih besar pada anak kulit hitam dibandingkan yang berkulit putih.

Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap kelompok umur tetapi lebih
sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan jarang pada usia di
bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian Tuberkulosa paru sangat tinggi.
Diagnosa pada anak-anak ditandai dengan test Mantoux positif dan terjadinya
gejala meningitis setelah beberapa hari mendapat suntikan BCG.

Penelitian yang dilakukan oleh Nofareni(1997-2000) di RSUP H.Adam Malik


menemukan odds ratio anak yang sudah mendapat imunisasi BCG untuk
menderita meningitis Tuberculosis sebesar 0,2.

Penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rofiq (2000) di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) mengenai daya lindung vaksin TBC terhadap meningitis
Tuberculosis pada anak menunjukkan penurunan resiko terjadinya meningitis Tb
pada anak sebanyak 0,72 kali bila penderita diberi BCG dibanding dengan
penderita yang tidak pernah diberikan BCG.

Meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang anak-anak dan


dewasa muda (12-18 tahun). Meningitis virus dapat terjadi waktu orang menderita
campak, Gondongan (Mumps) atau penyakit infeksi virus lainnya. Meningitis
Mumpsvirus sering terjadi pada kelompok umur 5-15 tahun dan lebih banyak

52
menyerang laki-laki daripada perempuan. Penelitian yang dilakukan di Korea
(Lee,2005) , menunjukkan resiko laki-laki untuk menderita meningitis dua kali
lebih besar dibanding perempuan.
b. Agent
Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus. Meningitis purulenta
paling sering disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus dan Haemophilus
influenza sedangkan meningitis serosa disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosa dan virus.

Bakteri Pneumococcus adalah salah satu penyebab meningitis terparah. Sebanyak


20-30 % pasien meninggal akibat meningitis hanya dalam waktu 24 jam. Angka
kematian terbanyak pada bayi dan orang lanjut usia.

Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan jemaah haji dan


dapat menyebabkan karier disebabkan oleh Neisseria meningitidis serogrup
A,B,C,X,Y,Z dan W 135. Grup A,B dan C sebagai penyebab 90% dari penderita.
Di Eropa dan Amerika Latin, grup B dan C sebagai penyebab utama sedangkan di
Afrika dan Asia penyebabnya adalah grup A.

Wabah meningitis Meningococcus yang terjadi di Arab Saudi selama ibadah haji
tahun 2000 menunjukkan bahwa 64% merupakan serogroup W135 dan 36%
serogroup A. Hal ini merupakan wabah meningitis Meningococcus terbesar
pertama di dunia yang disebabkan oleh serogroup W135. Secara epidemiologi
serogrup A,B,dan C paling banyak menimbulkan penyakit.

Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan. Gejalanya mirip sakit flu
biasa dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri. Pada waktu terjadi KLB
Mumps, virus ini diketahui sebagai penyebab dari 25 % kasus meningitis aseptik
pada orang yang tidak diimunisasi. Virus Coxsackie grup B merupakan penyebab
dari 33 % kasus meningitis aseptik, Echovirus dan Enterovirus merupakan
penyebab dari 50 % kasus. Resiko untuk terkena aseptik meningitis pada laki-laki
2 kali lebih sering disbanding perempuan.

53
c. Lingkungan
Faktor Lingkungan (Environment) yang mempengaruhi terjadinya meningitis
bakteri yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b adalah lingkungan
dengan kebersihan yang buruk dan padat dimana terjadi kontak atau hidup
serumah dengan penderita infeksi saluran pernafasan. Risiko penularan meningitis
Meningococcus juga meningkat pada lingkungan yang padat seperti asrama,
kamp-kamp tentara dan jemaah haji.

Pada umumnya frekuensi Mycobacterium tuberculosa selalu sebanding dengan


frekuensi infeksi Tuberculosa paru. Jadi dipengaruhi keadaan sosial ekonomi dan
kesehatan masyarakat. Penyakit ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan
keadaan social ekonomi rendah, lingkungan kumuh dan padat, serta tidak
mendapat imunisasi.

Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi


selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen
pengantar virus. Lebih sering dijumpai pada anak-anak daripada orang dewasa.
Kebanyakan kasus dijumpai setelah infeksi saluran pernafasan bagian atas.

Prognosis Meningitis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang
menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis
dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-
anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat
menimbulkan cacat berat dan kematian.

Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis


purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle
(akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan
seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental,
dan 5 10% penderita mengalami kematian.

54
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya
tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC
dipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan.
Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.

Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki
prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2 minggu
dan dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.

Pencegahan Meningitis
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis
bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola
hidup sehat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi
meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat
diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate
vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal
conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).

Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2
bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT,
Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena
meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah
direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan
interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu
bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak
dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat
membentuk antibodi.

55
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis
(antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan
penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan
Y.

Meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh


dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian
sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai >
4,5 m ventilasi 10 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung
dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan
di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat
dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang
bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat
masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan
perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini
dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik
petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis.

Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik,


pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan
pemeriksaan X-ray (rontgen) paru . Selain itu juga dapat dilakukan surveilans
ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat
lainnya untuk menemukan penderita secara dini. Penderita juga diberikan
pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab
meningitis yaitu :

1. Meningitis Purulenta
a. Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson.

56
b. Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson.
c. Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.

2. Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)


Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang berat dapat
ditambahkan etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid berupa prednison
digunakan sebagai anti inflamasi yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan
mengobati edema otak.

c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut
atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan
ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan
membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang
tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak
neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar.
Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

Ensefalitis
Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme seperti bakteri,virus,parasit,fungus dan riketsia. Secara umum
gejala ensefalitis berupa demam,kejang dan kesadaran menurun.Penyakit ini dapat
dijumpai pada semua umur mulai dari anak-anak sampai orang dewasa.

Etiologi
Ensefalitis disebabkan oleh :
- Bakteri
- Virus
- Parasit
- Fungus
- Riketsia.

57
Klasifikasi
1. Ensefalitis Supurative
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,
streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.

Patogenesis
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis
media,mastoiditis,sinusitis,atau dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam
paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma
yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak
terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan
pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang
berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula
pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.

Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;
1.Demam
2.Kejang
3.Kesadaran menurun

Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum,
tanda tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik
dan progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada
pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.Tanda-tanda deficit neurologist
tergantung pada lokasi dan luas abses.

2. Ensefalitis Syphilis
Patogenesis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh
umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang

58
terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah
sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga
menginvasi susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan tersebar diseluruh
korteks serebri dan bagian bagian lain susunan saraf pusat.

Manifestasi klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian :
a. Gejala-gejala neurologist
Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia, apraksia,
hemianopsia, kesadaran mungkin menurun,sering dijumpai pupil Agryll
Robertson, nervus opticus dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir
timbul gangguanan-gangguan motoric yang progresif.
b. Gejala-gejala mental
Timbulnya proses dimensia yang progresif, intelgensia yang mundur
perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja, daya
konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian terganggu.

3. Ensefalitis Virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :

1. Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili
Rabdovirus : virus rabies
Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus
dengue)
Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria

2. Virus DNA
Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus, virus
Epstein-barr
Poxvirus : variola, vaksinia

59
Retrovirus : AIDS

Manifestasi klinis
Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea, kesadaran
menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk, hemiparesis dan paralysis
bulbaris.

4. Ensefalitis Karena Parasit

a. Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan
utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah
merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama
lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan penyumbatan. Hemorrhagic
petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada
selaput otak dan jaringan otak.

Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga


koma. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.

b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan
gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun.
Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista
terutama di otot dan jaringan otak.

c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika
berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan
meningoencefalitis akut.
Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku
kuduk dan kesadaran menurun.

60
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus
mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan.
Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam
ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam
meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan
membentuk kapsula disekitarnya. Gejaja-gejala neurologik yang timbul
tergantung pada lokasi kerusakan.

5. Ensefalitis Karena Fungus


Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans,
Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor
mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah
meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah
daya imunitas yang menurun.

6. Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang
terdiri atas sebukan sel sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh
darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi
trombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian
mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi
yang tersebar.

Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan cairan serobrospinal
- Pemeriksaan darah lengkap
- Pemeriksaan feses
- Pemeriksaan serologik darah (VDRL, TPHA)

61
- Pemeriksaan titer antibody
- EEG
- Foto thorax
- Foto roentgen kepala
- CT-Scan
- Arteriografi.

Diferensial Diagnosis
Pada kasus ensefalitis supurativa diagnosa bandingnya adalah :
- Neoplasma
- Hematoma subdural kronik
- Tuberkuloma
- Hematoma intraserebri.

Penatalaksanaan
1. Ensefalitis supurativa
- Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.
- Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.

2. Ensefalitis syphilis
- Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari
- Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x 500mg
oral selama 14 hari.

Bila alergi penicillin :


- Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
- Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
- Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu
- Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.

3. Ensefalitis virus
- Pengobatan simptomatis

62
Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg
Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.
- Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes
zoster-varicella.
Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg peroral
tiap 4 jam selama 10 hari.

4. Ensefalitis karena parasit


- Malaria serebral
Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak
perbaikan.
- Toxoplasmosis
Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
Spiramisin 3 x 500 mg/hari
- Amebiasis
Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.

5. Ensefalitis karena fungus


- Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu
- Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.

6. Riketsiosis serebri
- Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari
- Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.

Prognosis
Ensefalitis supurativa angka kematian dapat mencapai 50%.

4. Tumor Sistem Saraf Pusat

Definisi

63
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial)
atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak
dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel
tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila
berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru, payudara, prostate,
ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.

Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun
telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu
ditinjau, yaitu:

Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.
Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada
kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas
dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi
pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.

Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya
suatu radiasi.

64
Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.

Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini
telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone,
nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan

Klasifikasi

Berdasarkan gambaran histopatologi,klasifikasi tumor otak yang penting dari segi


klinis, dapat dilihat pada Tabel-1 (dikutip dari Black 199)

65

Gambaran klinis
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini, karena pada
awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan eragukan tapi
umumnya berjalan progresif.

Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:

Gejala serebral umum

Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat
dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil,
pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan

66
spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan
progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus

1. Nyeri Kepala
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal
tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus.
Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut,
umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta
pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri
kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak.

2. Muntah
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering
dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan
tak disertai dengan mual.

3. Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus,
dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab
bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang
adalah tumor otak bila:

Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun

Mengalami post iktal paralisis

Mengalami status epilepsi

Resisten terhadap obat-obat epilepsi

Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain

67
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen
dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.

4. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial


Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi
hari dan malam hari, muntah proyektil dan enurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat
dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat
teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK
tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma
dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.

-Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:

1. Lobus frontal

Menimbulkan gejala perubahan kepribadian

Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra


lateral, kejang fokal

Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia

Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster


kennedy

Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia

2. Lobus parietal

Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi


homonym

Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus
angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmanns

68
3. Lobus temporal

Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang


didahului dengan aura atau halusinasi

Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese

Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.

4. Lobus oksipital

Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan


penglihatan

Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang


menjadi hemianopsia, objeckagnosia

5. Tumor di ventrikel ke III

Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala


menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian
tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan
kabur, dan penurunan kesadaran

6. Tumor di cerebello pontin angie

Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma

Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa
gangguan fungsi pendengaran

Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah
pontin angel

7. Tumor Hipotalamus

69
Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe

Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan


perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan
cairan dan elektrolit, bangkitan

8. Tumor di cerebelum

Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi
disertai dengan papil udem

Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme
dari otot-otot servikal

9. Tumor fosa posterior

Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan


nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma

Diagnosis
Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak adalah
dengan mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya, batasnya,
hubungannya dengan system ventrikel, dan hubungannya dengan struktur vital
otak misalnya sirrkulus willisi dan hipotalamus. Selain itu juga diperlukan
periksaan radiologist canggih yang invasive maupun non invasive. Pemeriksaan
non invasive mencakup ct scan dan mri bila perlu diberikan kontras agar dapat
mengetahui batas-batas tumor.Pemeriksaan invasive seperti angiografi serebral
yang dapat memberikan gambaran system pendarahan tumor, dan hungannya
dengan system pembuluh darah sirkulus willisy selain itu dapat mengetahui
hubungan massa tumor dengan vena otak dan sinus duramatrisnya yang fital itu.

Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak
yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti, adapun
pemeriksaan penunjang yang dapat membantu yaitu CT-Scan dan MRI. () Dari
anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita yang

70
mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya ada
tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik
neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit
lapangan pandang.

Pemeriksaan penunjang

Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik


untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.

Elektroensefalografi (EEG)

Foto polos kepala

Arteriografi

Computerized Tomografi (CT Scan)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Gambaran CT Scan tumor otak

CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen yang
diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor yang
berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran CT
Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa
yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi
jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya
kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya
karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata
bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.

Penilaian CT Scan pada tumor otak:

Tanda proses desak ruang:

71
Pendorongan struktur garis tengah itak

Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel

Kelainan densitas pada lesi:

hipodens

hiperdens atau kombinasi kalsifikasi, perdarahan

Udem perifokal

Diagnosa banding
Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan
intrakranial, kejang dan tanda deficit neurologik fokal yang progresif. Setiap
proses desak ruang di otak dapat menimbulkan gejala di atas, sehingga agak sukar
membedakan tumor otak dengan beberapa hal berikut :

Abses intraserebral

Epidural hematom

Hipertensi intrakranial benigna

Meningitis kronik. -

Terapi

Pemilihan jenis terapi pada tumor otak tergantung pada beberapa faktor, antara
lain : kondisi umum penderita

tersedianya alat yang lengkap

pengertian penderita dan keluarganya

luasnya metastasis.

72
-Adapun terapi yang dilakukan, meliputi Terapi Steroid, pembedahan,
radioterapi dan kemoterapi.

Terapi Steroid

Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun


tidak berefek langsung terhadap tumor.

Pembedahan

Pembedahan dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis histologik dan untuk


mengurangi efek akibat massa tumor. Kecuali pada tipe-tipe tumor tertentu yang
tidak dapat direseksi.

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembedahan tumor otak


yakni: diagnosis yang tepat, rinci dan seksama, perencanaan dan persiapan pra
bedah yang lengkap, teknik neuroanastesi yang baik, kecermatan dan
keterampilan dalam pengangkatan tumor, serta perawatan pasca bedah yang baik,
Berbagai cara dan teknik operasi dengan menggunakan kemajuan teknologi
seperti mikroskop, sinar laser, ultrasound aspirator, bipolar coagulator, realtime
ultrasound yang membantu ahli bedah saraf mengeluarkan massa tumor otak
dengan aman.

Radioterapi

Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi total sebesar


5000-6000 cGy tiap fraksi dalam beberapa arah. Kegunaan dari radioterapi
hiperfraksi ini didasarkan pada alasan bahwa sel-sel normal lebih mampu
memperbaiki kerusakan subletal dibandingkan sel-sel tumor dengan dosis
tersebut. Radioterapi akan lebih efisien jika dikombinasikan dengan kemoterapi
intensif.

Kemoterapi

73
Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan, kemoterapi
tetap diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang beragam. Pada
tumor-tumor tertentu seperti meduloblastoma dan astrositoma stadium tinggi yang
meluas ke batang otak, terapi tambahan berupa kemoterapi dan regimen
radioterapi dapat membantu sebagai terapi paliatif.

Hormoterapy

Immunoterapy

Terapi rehabilitasi

Prognosis

Prognosisnya tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di Negara-negara


maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan
dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival)
berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahaun (10 years survival)
berkisar 30-40%. Terapi tumor otak di Indonesia secara umum prognosisnya
masih buruk, berdasarkan tindakan operatif yang dilakukan pada beberapa rumah
sakit di Jakarta

74
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. (2003). Diagnosis of Epilepsy. Epilepsia: 44 (Suppl.6): 23-24.


Chusid,J.G. Neuroanatomi Korelatif Dan Neurologi Fungsional.Gajah Mada
University Press.Bagian Dua. 1990. Hal. 579-583
Kustiowati E, Hartono B, Bintoro A, Agoes A (editors). (2003).
PedomanTatalaksanaEpilepsi, Kelompok Studi Epilepsi Perdossi.
Mardjono,Mahar dan Sidarta,Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. 2003.
Hal. 313-314, 421, 327-333.
Mardjono,Mahar. Sidarta ,Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Dian
Rakyat. 1999. Hal. 36-40
Markam,Soemarmo. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Madah University Press. Edisi
Ke Dua.2003. Hal.155-162
Mansjoer,Arif. Suprohaita. Wardhani,Wahyu Ika. Setiowulan,Wiwiek. Kapita Selekta
Kedokteran. Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jilid 2. Edisi Ketiga. 2000.
Sirven J.I, Ozuna J (2005) : Diagnosing epilepsy in older adults, Geriatricts, 60,10:
30-35.

75

Anda mungkin juga menyukai