Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Hemoroid merupakan salah satu penyakit yang paling sering dijumpai.

Sulit untuk memperoleh angka insidensi dari penyakit ini. Tapi pengalaman

klinik menyokong dugaan bahwa sangat banyak orang, baik laki-laki maupun

perempuan, yang menderita hemoroid. Bahkan yang lebih banyak lagi

menderita hemoroid dalam bentuk tanpa gejala atau keluhan. Dikatakan

bahwa baik pria maupun wanita mempunyai peluang yang sama untuk terkena

hemoroid. Semua orang di atas 30 tahun mempunyai kemungkinan 30 – 50 %

untuk mendapat varises ditungkai, pleksus hemoroidalis maupun di tempat-

tempat lain (Dudley).

Insidensi Hemoroid meningkat dengan bertambahnya usia. Mungkin

sekurang-kurangnya 50 % orang yang berusia lebih dari 50 tahun menderita

hemoroid dalam berbagai derajat. Namun demikian, tidak berarti penyakit ini

hanya diderita oleh orang tua saja. Hemoroid dapat mengenai segala usia,

bahkan kadang-kadang dapat dijumpai pada anak kecil. Walaupun hemoroid

tidak mengancam keselamatan jiwa tetapi dapat menyebabkan perasaan yang

tidak nyaman. Hanya apabila hemoroid ini menyebabkan keluhan atau

penyulit, maka diperlukan tindakan.


LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN:
Nama :Tn. H
No. MR : 21 33 78
Tanggal lahir : 10-10-1977/ 42 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk : 11 Mei 2019
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Bugis
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Keluar benjolan dari dalam anus
Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang ke UGD RS Batara Siang dengan keluhan keluar benjolan dari
dalam anus yang hanya dapat dimasukkan kembali dengan dorongan tangan
pasien. Pasien juga mengeluh ketika BAB terasa nyeri dan panas disekitar anus,
kadang keluar darah merah segar menetes di akhir BAB, dan tidak berlendir.
Keluhan ini dirasakan sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu.
Pasien merasakan adanya keluar benjolan dari dalam anus sekitar 1 tahun
tahun yang lalu. Mula – mula keluar benjolan kecil dan semakin lama semakin
bertambah besar dari dalam dubur dan masih bisa keluar masuk dengan
sendirinya. Sejak kurang lebih 2 bulan ini, setiap buang air besar disertai
dengan rasa nyeri dan darah segar menetes di akhir BAB, dan sejak sekitar 1
minggu yang lalu darah yang keluar semakin sering yang disertai dengan
keluarnya benjolan dari anusnya yang tidak dapat masuk dengan sendirinya.
Pasien belum pernah memeriksakan dirinya ke dokter. Pasien juga tidak
meminum obat apapun sebelumnya untuk mengatasi rasa nyeri akibat benjolan
yang keluar. Pasien seringkali dalam seminggu buang air besarnya tidak teratur
dan bila buang air besar harus berlama-lama jongkok di kakus dan harus
mengejan karena BAB nya keras. Pasien tidak mengeluh adanya perubahan
ukuran feses.
Pasien juga tidak mengeluh perutnya kembung atau mules, tidak merasa mual
atau muntah, tidak mengeluh nafsu makan turun, berat badan turun ataupun
badan terasa lemas. Pasien tidak begitu suka dengan sayuran dan tiap kali
makan jarang dengan sayur.

Riwayat penyakit dahulu :


- Hipertensi (-)
- Diabetes Melitus (-)
- PJK (-)

Riwayat pribadi :
- Riwayat merokok (+) sejak ± 20 tahun yang lalu
- Riwayat minum alkohol disangkal
- Riwayat konstipasi (+)
- Riwayat batuk lama (-)

Riwayat penyakit keluarga


- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)

C. STATUS PRESENT
a. Keadaan Umum
Keadaan sakit : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Gizi : cukup
b. Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 0C
D. PEMERIKSAAN FISIS
a. Kepala
Ekspresi : biasa
Muka : simetris kiri= kanan
Deformitas : (-)
Rambut : hitam lurus,beruban
b. Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : (-)
Gerakan : kesegala arah
Kelopak mata : edema (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikteus (-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat isokor
c. Telinga
Pendengaran : dalam batas normal
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
d. Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
e. Mulut
Bibir : pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-), tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-)
Gigi geligi : dalam batas normal
Gusi : dalam batas normal
f. Leher
Kelenjar getah bening : tidak tampak pembesaran
Kelenjar gondok : tidak tampak pembesaran
g. Dada
Inspeksi :
Bentuk : normochest, simetris kiri= kanan
Sela iga : dalam batas normal
Penggunaan otot bantu napas : (-)
h. Paru
Palpasi :
Fremitus raba : kiri = kanan
Nyeri tekan : (-)
Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru hepar : dalam batas normal
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh (-/-), Wh(-/-)
i. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni reguler,
bunyi tambahan(-)
j. Perut
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : nyeri tekan (+) minimal pada regio
epigastrium, organomegali (-)
Perkusi : timpani
k. Ekstremitas

Edema : (-)
Peteki : (-)
l. Status Lokalis

Regio Anorectal

 Inspeksi : Tampak benjolan diameter ± 1,5 cm dan 0,5 cm, warna sesuai warna
kulit sekitar, hematom perianal (-), abses (-), darah (-).
 Palpasi : Konsistensi teraba kenyal pada arah jam 8 dan jam 9, batas tegas, nyeri
tekan (-), benjolan dapat dimasukkan dengan jari.
 Rectal Toucher : Tonus sphingter ani mencekik, mukosa rectum licin, terdapat
massa pada arah jam 8 dan jam 9, konsistensi kenyal, dengan diameter kurang
lebih 2 cm dan 1 cm, ada nyeri tekan dan pada handschoon didapatkan darah (+),
lendir (-), feses (+).

D. Hasil Laboratorium
1. 09 Januari 2018
Tes Hasil Satuan Nilai Normal

Darah Lengkap

Hemoglobin 14,1 g/dl 12 – 14

Hematokrit 43,5 % 40 – 54

Eritrosit 3,53 10^6/µl 4,5 - 5,5

MCV 69,7 µm^3 80 – 100

MCH 22,4 pg 26 – 34

Leukosit 5,71 10^3/µl 4,0 - 10,0

Trombosit 338 10^3/µl 150 – 400


Limfosit 40,6 % 25 – 50

Monosit 15 % 2 – 10

Enzim Hati
SGOT 26 U/L 5 - 38
SGPT 7 U/L 5 – 41

Fungsi Ginjal
UREA 21 mg/dL 15 – 40
CREATININE 1,3 mg/dL 0,5 – 1,2
GDS 137 mg/dL 70 -140
CT 7.00 Menit < 15 Menit
BT 2.15 Menit 1-7 menit

E. Pemeriksaan Penunjang
-

G. Diagnosis Kerja:
Hemoroid Interna grade III

G. Tatalaksana Awal
◦ Rencana Terapi
Hemoroidektomi
H. Follow Up
09 Januari 2018
Subjective Objective Assesment Planning
keluar benjolan dari T : 110/80 mmHg Hemoroid IVFD RL 28 tpm
N : 84x/menit ireguler Interna
dalam anus yang hanya Dulcolax suppositoria II
P : 20x/menit grade III
dapat dimasukkan S : 36,20C Fleet phospho-enema diminum
Status lokalis :
kembali dengan dorongan jam 8 malam
 Inspeksi : Tampak benjolan
tangan pasien. Nyeri Injeksi Cefoperazone 2 gr/ pre-
diameter ± 1,5 cm dan 0,5 cm,
ketika BAB (+), panas op/IV
warna sesuai warna kulit
disekitar anus (+), darah Lapor OK, rencana op 10-01-
sekitar, hematom perianal (-),
menetes di akhir BAB (+) 2018
abses (-), darah (-).
merah segar, lendir (-). Konsul anestesi
 Palpasi : Konsistensi teraba
Keluhan ini dirasakan
kenyal pada arah jam 8 dan
sejak kurang lebih 2 bulan
jam 9, batas tegas, nyeri tekan
yang lalu.
(-), benjolan dapat dimasukkan
dengan jari.
 Rectal Toucher : Tonus
sphingter ani mencekik,
mukosa rectum licin, terdapat
massa pada arah jam 8 dan jam
9, konsistensi kenyal, dengan
diameter kurang lebih 2 cm
dan 1 cm, ada nyeri tekan dan
pada handschoon didapatkan
darah (+), lendir (-), feses (+).

Lab :
HGB : 14,1 g/dl
PLT : 338 x 103/ul
WBC : 5,71 x 103/ul
HCT : 43,5
Kesan : dalam batas normal

10 Januari 2016
Subjective Objective Assesment Planning
Nyeri pada luka bekas operasi (+), pusing T : 130/90 Post Op IVFD RL 28 tpm
(+), mual (+), muntah (-), BAK per mmHg Hemoroid
kateter, BAB belum. Immobilisasi sampai
N : 88 x/menit interna grade III
reguler hari 0 besok pagi
P : 20 x/menit
Diet lunak
S : 36,30C
VAS : 4 Inj. Cefoperazone 1 gr/ 12
Urin ± 70 cc/
jam/ IV
jam
Status Lokalis Inj. Ketorolac 30 mg/8
regio anorectal :
Inspeksi : Ukuran jam/IV
luka ± 2-3 cm, Inj. Tramadol 100 mg/ 8
jahitan (+)
hiperemis (-), jam/drips
jaringan nekrotik
(-), granulasi (-), Inj. Ranitidin 50 mg/ 8
tepi luka kering, jam/IV
darah (-), pus (-)
Palpasi : nyeri
tekan (+), hangat
(-)

11 Januari 2016
Subjective Objective Assesment Planning
Nyeri pada luka bekas operasi (+), pusing T : 130/80 Post Op IVFD RL 28 tpm
(-), mual (-), muntah (-), BAK perkateter, mmHg Hemoroid
BAB belum. Mobilisasi duduk
N : 80 x/menit interna grade III
reguler hari I Diet lunak
P : 20 x/menit
Aff tampon
S : 36,60C
VAS : 5-6 Kompres dengan
Urin ± 90 cc/jam
prontosan
Status Lokalis
regio anorectal : Inj. Cefoperazone 1 gr/ 12
Inspeksi : Ukuran
luka ± 2-3 cm, jam/ IV
jahitan (+) Inj. Ketorolac 30 mg/8
hiperemis (-),
jaringan nekrotik jam/IV
(-), granulasi (-),
tepi luka kering, Inj. Tramadol 100 mg/ 8
darah (-), pus (-) jam/drips
Palpasi : nyeri
tekan (+), hangat Inj. Ranitidin 50 mg/ 8
(-)
jam/IV

12 Januari 2018
Subjective Objective Assesment Planning
Nyeri pada luka bekas operasi (+) T : 120/80 Post Op IVFD RL 28 tpm
berkurang, pusing (-), mual (-), muntah (- mmHg Hemoroid
), BAK lancar, BAB biasa. Mobilisasi jalan
N : 76 x/menit interna grade III
reguler hari II Diet lunak
P : 18 x/menit
Aff kateter
S : 36,40C
VAS : 3-4 Kompres luka post op
Status Lokalis
regio anorectal : dengan prontosan
Inspeksi : Ukuran Inj. Cefoperazone 1 gr/ 12
luka ± 2-3 cm,
jahitan (+) jam/ IV
hiperemis (-),
Inj. Ketorolac 30 mg/8
jaringan nekrotik
(-), granulasi (-), jam/IV
tepi luka kering,
darah (-), pus (-) Inj. Tramadol 100 mg/ 8
Palpasi : nyeri
tekan (+) jam/drips
berkurang, hangat Inj. Ranitidin 50 mg/ 8
(-)
jam/IV

13 Januari 2018
Subjective Objective Assesment Planning
Nyeri pada luka bekas operasi (+) T : 120/70 Post Op Aff IVFD
berkurang, pusing (-), mual (-), muntah (- mmHg Hemoroid
), BAK lancar, BAB biasa. Diet lunak
N : 80 x/menit interna grade III
reguler hari III Kompres luka post op
P : 18 x/menit
dengan prontosan sebelum
S : 36,60C
VAS : 2-3 pasien pulang
Status Lokalis
regio anorectal : Cefixime tab 200 mg 2x1
Inspeksi : Ukuran Asam Mefenamat tab 500
luka ± 2-3 cm,
jahitan (+) mg 3x1
hiperemis (-),
jaringan nekrotik
Ranitidin tab 150 mg 2x1
(-), granulasi (-), 30 menit sebelum makan
tepi luka kering,
darah (-), pus (-) Boleh pulang
Palpasi : nyeri
tekan (+)
berkurang, hangat
(-)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Hemoroid adalah pelebaran vena-vena di dalam pleksus hemoroidalis.

Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam, yaitu trombosis, ruptur, radang,

ulserasi, dan nekrosis (Manjoer).

Umumnya istilah hemoroid dianggap sinonim dari piles, dan istilah

tersebut dapat saling mengantikan. Namun secara etimologis kedua istilah

tersebut memiliki pengertian istilah yang sangat berbeda. Istilah hemoroid

berasal dari kata Yunani Haimorrhoides yang berarti perdarahan (haema =

darah, rhoos = aliran), sesuai dengan gejala yang paling menonjol pada

kebanyakan kasus. Tapi istilah ini tidak dapat secara tepat digunakan untuk

semua kasus, karena terdapat juga hemoroid yang tidak pernah memberikan

gejala perdarahan. Istilah piles berasal dari kata latin pile, yang berarti bola,

sesuai dengan kenyataan bahwa semua kasus hemoroid menimbulkan gejala

pembengkakan atau terdapatnya benjolan dalam berbagai ukuran, meskipun

kadang-kadang benjolan tersebut tidak tampak dari luar .


B. ANATOMI REKTUM dan ANUS.

Rektum bermula dari rectosigmoid junction yang biasanya terletak

setinggi vertebra sacral III. Dari tempat ini rectum terus kebawah, 4mengikuti

lengkung sacrokoksigeal, melewati pelvic-floor yang dibentuk oleh otot

levator ani, dan kemudian berlanjut sebagai canalis anal. Garis batas atau

pertemuan antara rectum dengan kanalis anal dinamakan linea dentata. Linea

dentata selain merupakan garis yang menunjukan akhir dari rectum, juga

merupakan suatu garis tempat terjadinya perubahan dari tipe sel yang melapisi

saluran pencernaan. Rectum di atas linea dentata dilapisi oleh membrana

mukosa sedangkan kanalis anal dilapisi oleh kulit yang mengalami modifikasi.

Rektum terdiri atas 4 lapisan: serosa (peritoneum), muskuler, submukosa, dan

mukosa. Penyangga yang penting dari rektum adalah mesosigmoid,

mesorectum, ligamentum laterale rectum, dan otot levator ani (Sobiston).

Anus adalah lubang yang merupakan lubang keluar dari kanalis anal.

Anus berbentuk oval dengan diameter panjangnya mengarah antero posterior

dan terletak pada garis tengah dari perineum, pada suatu tempat yang dinamai

anal triangle, yang terletak antara perineal body di depan dan os cocygeus di

belakang.

Vaskularisasi rectum dan kanalis anal sebagian besar diperoleh melalui

arteri hemoroidalis superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior


merupakan kelanjutan akhir arteri mesentrika inferior. Arteri hemoroidalis

media merupakan cabang ke anterior dari arteri hipogastrika. Arteri

hemoroidalis inferior dicabangkan oleh arteri pudenda interna yang

merupakan cabang dari arteri iliaca interna, ketika arteri tersebut melewati

bagian atas spina ischiadica.

Gambar 1: Aliran vena

Sedangkan vena-vena dari kanalis anal dan rectum mengikuti perjalanan yang

sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini berasal dari 2 pleksus yaitu

pleksus hemoroidalis superior (interna) yang terletak di submukosa di atas

anorectal junction, dan pleksus hemoroidalis inferior (eksterna) yang terletak

di bawah anorectal junction dan di luar lapisan otot. Persarafan rectum terdiri

atas sistim simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik berasal dari pleksus
mesenterikus inferior dan dari system parasacral yang terbentuk dari ganglion

simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat.Persarafan parasimpatik

(nervi erigentes) berasal dari saraf sacral kedua, ketiga, dan keempat.

C. FISIOLOGI REKTUM dan ANUS

Fungsi utama dari rektum dan kanalis anal ialah untuk mengeluarkan

massa feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan melakukan hal

tersebut dengan cara yang terkontrol. Rectum dan kanalis anal tidak begitu

berperan dalam proses pencernaan, selain hanya dapat menyerap sedikit

cairan. Selain itu, sel-sel Goblet mukosa mengeluarkan mucus yang berfungsi

sebagai pelicin keluarnya massa feses.

Pada hampir setiap waktu rektum tidak berisi feses. Hal ini sebagian

diakibatkan adanya otot sfincter yang tidak begitu kuat yang terdapat pada

rectosigmoid junction kira-kira 20 cm dari anus. Terdapatnya lekukan tajam

dari tempat ini juga memberi tambahan penghalang masuknya feses ke

rektum. Akan tetapi, bila suatu gerakan usus mendorong feses ke arah rektum,

secara normal hasrat untuk defekasi akan timbul, yang ditimbulkan oleh reflek

kontraksi dari rektum dan relaksasi dari otot sfincter. Feses tidak keluar secara

terus menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya kontraksi tonik

otot sfincter ani interna dan eksterna.


D. KLASIFIKASI

Hemoroid diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu: hemoroid interna

dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna terletak di sebelah atas linea

dentata, pada bagian yang dilapisi oleh epitel sel kolumner. Secara klinis

hemoroid interna dibagi atas 4 derajat:

1. Hemoroid interna derajat I. Ini merupakan hemoroid stadium awal.

Hemoroid hanya berupa benjolan kecil di dalam kanalis anal pada saat

vena-vena mengalami distensi ketika defekasi. Terdapat perdarahan

merah segar pada rectum pasca defekasi,tanpa disertai rasa nyeri dan

tidak terdapat prolapse. Pada pemeriksaan anoskopi terlihat permulaan

dari benjolan hemoroid yang menonjol ke dalam lumen

2. Hemoroid interna derajat II. Hemoroid berupa benjolan yang lebih

besar, yang tidak hanya menonjol ke dalam kanalis anal, tapi juga turun

kearah lubang anus. Benjolan ini muncul keluar ketika penderita

mengejan, tapi secara spontan masuk kembali kedalam kanalis anal bila

proses defekasi telah selesai. Terdapat perdarahan/tanpa perdarahan

sesudah defekasi. Terjadi prolaps hemoroid yang dapat masuk sendiri

(reposisi spontan)
Hemorrhoid Grade II

3. Hemoroid interna derajat III. Benjolan hemoroid tidak dapat masuk

kembali secara spontan. Benjolan baru masuk kembali setelah

dikembalikan dengan tangan ke dalam anus. Terdapat perdarahan/tanpa

perdarahan sesudah defekasi, terjadi prolaps hemoroid yang tidak

dapat masuk sendiri jadi harus didorong dengan jari (reposisi manual)

4. Hemoroid interna derajat IV. Hemoroid yang telah berlangsung sangat

lama dengan bagian yang tertutup kulit cukup luas, sehingga tidak

dapat dikembalikan dengan baik ke dalam kanalis anal. Terdapat

perdarahan sesudah defekasi, terjadi prolaps hemoroid yang tidak dapat

didorong masuk (meskipun sudah direposisi akan keluar lagi)


Hemorrhoid Grade IV

Tabel 1: Pembagian derajat hemoroid interna.

Derajat Berdarah Menonjol Reposisi

I + - -

II (+) + Spontan

III (+) + manual

tidak

IV (+) tetap dapat


Gambar 2: Hemoroid interna dan Hemoroid eksterna

Sedangkan hemoroid eksterna terletak di sebelah bawah linea dentata,

pada bagian yang dilapisi oleh kulit. Hemoroid eksterna diklasifikasikan

sebagai akut dan kronik.

1. Hemoroid eksterna akut. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat

kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma, walaupun

disebut sebagai hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering sangat

nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
2. Hemoroid eksterna kronik. Disebut juga skin tag itu berupa satu atau

lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit

pembuluh darah.

E . FAKTOR RESIKO

Faktor risiko hemoroid banyak sekali, sehingga sukar bagi kita untuk

menentukkan penyebab yang tepat bagi tiap kasus. Faktor risiko hemoroid

yaitu :

1.Keturunan : Dinding pembuluh darah yang lemah dan tipis

2. Anatomik : Vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus

hemoroidalis kurang mendapat sokongan otot dan vasa sekitarnya.

3. Pekerjaan : Orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus

mengangkat barang berat, mempunyai predisposisi untuk hemoroid.

4. Umur : Pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan

tubuh, juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis.

5. Endokrin : Misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas

dan anus (sekresi hormon relaksin).

6. Mekanis : Semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan

yang meninggi dalam rongga perut, misalnya penderita hipertrofi prostat.

7. Fisiologis : Bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada

penderita dekompensasio kordis atau sirosis hepatis.


8. Radang : Adalah faktor penting, yang menyebabkan vitalitas jaringan

di daerah itu berkurang.

F. ETIOLOGI

Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis dibagi menjadi 2, yaitu:

Hemoroid akibat obstruksi organik pada aliran vena hemoroidalis superior.

Contohnya: sirosis hepatis, trombosis vena porta, tumor intra abdomen

(tumor ovarium, tumor rectum).

Hemoroid idiopatik tanpa obstruksi organik aliran vena. Faktor-

faktor yang mungkin berperan adalah keturunan/ herediter (dalam hal ini

yang menurun adalah kelemahan dinding pembuluh darah dan bukan

hemoroidnya), anatomi (vena di daerah mesenterium tidak mempunyai

katup sehingga darah mudah kembali, menyebabkan meningkatnya

tekanan di pleksus hemoroidalis), tekanan intra abdomen yang meningkat

secara kronis (misal: mengedan, batuk kronis).

Pada seorang wanita hamil terdapat 3 faktor yang mempengaruhi

timbulnya hemoroid, yaitu: adanya tumor intraabdomen, kelemahan

pembuluh darah sewaktu hamil akibat pengaruh perubahan hormonal,

mengedan waktu partus.


G. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari hemoroid dapat berupa:

1.Perdarahan pada waktu defekasi merupakan gejala utama. Ciri khas adanya

darah segar pada kertas toilet, feses, atau air dalam toilet. Darah dapat

menetes keluar dari anus beberapa saat sesudah defekasi.

2.Prolapsus suatu massa pada waktu defekasi merupakan gejala utama yamg

kedua. Massa ini mula-mula dapat kembali lagi secara spontan sesudah

defekasi, tetapi kemudian harus dimasukkan secara manual dan akhirnya tak

dapat dimasukkan lagi.

3.Pengeluaran lendir dialami oleh beberapa pasien yang menderita hemoroid

yang prolapsus.

4.Iritasi dari kulit perianal yang disebabkan lembab dan basahnya daerah itu

oleh discharge hampir selalu menyertai hemoroid derajat III yang besar.

5.Gejala-gejala anemi sekunder penting untuk diingat sebagai akibat dari

perdarahan hemoroid interna. Gejala-gejala itu dapat berupa sesak nafas bila

bekerja, pusing bila berdiri, lemah, pucat.


H. DIAGNOSIS

Diagnosis dari hemoroid dapat ditegakkan dari hasilpemeriksaan:

1.Inspeksi

Hemoroid derajat I biasanya tidak menyebabkan suatu kelainan di

regio anal yang dapat dideteksi dengan inspeksi saja. Pada hemoroid derajat II

tidak terdapat benjolan mukosa yang keluar melalui anus, akan tetapi bagian

hemoroid yang tertutup kulit dapat kelihatan sebagai pembengkakan yang

jelas di 3 posisi utama, terutama sekali pada posisi anterior kanan. Hemoroid

derajat III dan IV yang besar akan segera dapat dikenali dengan adanya massa

yang menonjol dari lobang anus yang bagian luarnya ditutupi kulit dan bagian

dalamnya oleh mukosa yang berwarna keunguan atau merah.

2.Palpasi

Hemoroid interna pada stadium-stadium awalnya merupakan

pelebaran vena yang lunak dan mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi

dengan palpasi. Hanya setelah hemoroid berlangsung beberapa lama dan telah

prolaps, sehingga jaringan ikat mukosa mengalami fibrosis, hemoroid dapat

diraba. Hemoroid interna tersebut dapat diraba sebagai lipatan longitudinal

yang lunak ketika jari tangan meraba sekitar rektum bagian bawah.

Sebenarnya ada tiga pokok keluarnya vena yang kemudian berkelok-

kelok dan seringkali semua tampak bersatu, sehingga ada istilah hemoroid
sirkuler. Ketiga tempat tersebut disebut “primary piles/ sites of Morgan” dan

berada pada jam 3, 7, dan 11.

3.Anoskopi

Diperlukan untuk menilai hemoroid interna yang tidak menonjol

keluar.

4.Proktosigmoidoskopi

Diperlukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh

proses radang atau proses keganasan ditingkat tinggi.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi dari hemoroid yang paling sering adalah perdarahan,

trombosis, dan strangulasi. Hemoroid yang mengalami strangulasi adalah

hemoroid yang mengalami prolapsus dimana suplai darah dihalangi oleh

sfingter ani. Keadaan trombosis dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan

dapat menyebabkan nekrosis mukosa dan kulit yang menutupinya (Dardjat)

J.DIAGNOSIS BANDING

Perdarahan rektum yang merupakan manifestasi utama hemoroid

interna juga terjadi pada karsinoma kolorektum, penyakit divertikel, polip,

colitis ulserosa.
K.TERAPI

Pada dasarnya tujuan terapi hemoroid bukan untuk menghilangkan

pleksus hemoroidal tetapi untuk menghilangkan keluhan.

Pada prinsipnya terapi hemoroid terdiri atas 2 macam, yaitu:

1.Non Operatif

a. Diet tinggi serat untuk melancarkan buang air besar. Kebanyakan pasien

hemoroid derajat I dan II dapat ditolong dengan tindakan lokal yang

sederhana disertai nasehat tentang makanan. Makanan sebaiknya terdiri atas

makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar,

namun lunak, sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan

mengedan secara berlebihan. Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh

karena udem umumnya dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul

dengan istirahat baring dan kompres lokal untuk mengurangi pembengkakan.

Rendam duduk dengan cairan hangat dapat meringankan nyeri

b.Skleroterapi.

Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5%

fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa didalam

jaringan areolar yang longgar dibawah hemoroid interna dengan tujuan

menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan

meninggalkan parut. Terapi suntikan bahan sklerotik bersama dengan nasehat


tentang makanan merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna

derajat I dan II.

c.Ligasi dengan gelang karet

Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan

ligasi gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskopi, mukosa diatas

hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap kedalam tabung

ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara

rapat disekeliling mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Nekrosis karena

iskemia terjadi dalam beberapa hari. Mukosa bersama karet akan lepas sendiri.

Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkal hemoroid tersebut. Pada satu kali

terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya

dilakukan dalam jarak waktu dua sampai empat minggu.

Penyulit utama dari ligasi ini ialah timbulnya nyeri karena terkenanya garis

mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup

jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan oleh

infeksi. Perdarahan dapat terjadi pada waktu hemoroid mengalami nekrosis ,

biasanya setelah tujuh sampai sepuluh hari.

2.Operatif, yaitu hemoroidektomi.

Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan

pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan
pada penderita dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh

dengan cara terapi lainya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV

yang mengalami trombisis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan

hemoroidektomi.

Ada 2 prinsip dalam melakukan hemoroidektomi, yaitu:

1.Pengangkatan pleksus dan mukosa.

2.Pengangkatan pleksus tanpa mukosa.

Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 4 metode :

1. Metoda Langen-beck (eksisi + jahitan primer radier)

Semua sayatan di tempat keluar varises harus sejajar dengan sumbu

memanjang dari rektum. Keuntungannya berapa banyak varisespun dapat

diangkat. Bila, sayatan ini kemudian dijahit tidak menimbulkan stenosis.

Umumnya dengan metoda ini mukosa turut diangkat bersama varises.

Kelihatannya lebih kasar, tetapi penyembuhannya lebih baik. Waktu untuk

mengerjakan metoda ini kira-kira 15 menit.

2.Metoda White-head (eksisi + jahitan primer longitudinal). Sayatan

dilakukan sirkuler, sedikit jauh dari varises yang menonjol. Keuntungannya

setelah varises diangkat mukosa dikembalikan ke tempatnya sehingga hasil

operasi kelihatan rapi.Tetapi dengan metoda ini bahaya striktur lebih besar,

sehingga sebelum menjadi sempit sekali harus selalu dilakukan dilatasi

dengan “bougie”. Cara lain adalah hemoroid dilepaskan tetapi mukosa


tidak dibuang (eksisi dan ligasi). Dengan demikian bahaya striktur dapat

dihindari.

3. Metoda Morgan-Milligan.

Dengan metoda ini semua “primary piles” diangkat, sehingga tidak timbul

residif.

4.Teknik Ferguson

Berkembang di Amerika Serikat oleh Dr. Ferguson pada tahun 1952. Ini

merupakan modifikasi dari tehnik Milligan-Morgan, dengan jalan insisi

tertutup total atau sebagian dengan jahitan running absorbable. Penarikan

kembali digunakan untuk membuka jaringan hemoroidal, yang mana lebih

dari menghilangkan dengan pembedahan. Jaringan yang tersisa adalah

jahitan atau efek koagulasi dari pembedahan. Caranya benjolan hemoroid

ditampakkan melalui anoskopi kemudian dilakukan eksisi dan ligasi pada

posisi anatomik hemoroid tersebut. Metode ini sering digunakan di Amerika

Serikat

5. Bedah beku

Hemoroid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu yang

rendah sekali. Bedah beku atau bedah krio ini tidak dipakai secara luas oleh

karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya.

Dalam melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam karena sfingter ani

harus benar-benar lumpuh. Pada orang-orang tua, penderita tuberculosis dan


penyakit saluran pernafasan lainnya, dapat dipakai anastesi lumbal, dimana

orangnya tetap sadar tetapi relaksasi sfingter baik.

Hemoroid derajat I dan II dapat diobati dengan terapi non-operatif,

tetapi bila sudah mencapai derajat III dan IV hemoroid tidak akan sembuh

dengan terapi non-operatif. Hal ini dikarenakan hemoroid yang telah mati

tetap bisa keluar akibat adanya terombus di situ. Akibatnya hemoroid tidak

mengalami perubahan apa-apa.

Bila seseorang datang dengan hemoroid derajat IV tidak boleh segera

dilakukan operasi. Harus diusahakan agar menjadi derajat III terlebih dahulu

dengan cara: Setiap 2 hari sekali penderita duduk berendam dalam larutan

PK 1/10.000 selama 15 menit. Kemudian dikompres dengan larutan garam

hipertonik sehingga edema akan hilang dan semua kotoran terserap keluar.

Biasanya setelah 2 minggu benjolan yang keluar itu mengeriput/kempes

hingga dapat dimasukkan/didorong kembali (ini derajat III). Bila telah berada

pada derajat III, baru dilakukan hemoroidektomi.

Perlu diperhatikan bahwa pada hemoroidektoni selalu terjadi infeksi

dan edema pada luka bekas sayatan, yang akhirnya menimbulkan fibrosis. Ini

terjadi karena dalam traktus gastro-intestinal banyak kumannya. Tidak

dibutuhkan imunisasi tetanus, karena meskipun banyak kuman, traksus gastro-

intestinal bukan port d’entre kuman tetanus.


DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. What Are Hemorrhoids.

http://www.hemorrhoid.net/hemorrhoids. php

2. Dardjat, M.N., Achijat, A.K., 1987, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah

Khusus, Aksara Medisina, Jakarta.

3. Dudley. H. A. F, 1992, Hamilton Bailey: Ilmu Bedah Gawat Daruarat,

Edisi XI, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

4. Glenn S. Parker, MD, FACS, FASCRS, Journal of family

practice supplement, A new treatment option for grades III and

IV hemorrhoids, October 2004

5. Gouda m. ellabban, World Journal of Colorectal Surgery,

Stapled Hemorrhoidectomy versus Traditional

Hemorrhoidectomy for the Treatment of Hemorrhoids, 2010

6. Manjoer Arief, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 2, Media

Aesculapius, Jakarta.

7. Sobiston, 1997, Atlas Bedah Umum, Binarupa Aksara, Jakarta.

8. Schrock, R, Theodore, M.D, 1993, Ilmu Bedah, Edisi VII, EGC,

Jakarta

9. Schwartz Seymour, I, M.D, 1989, Principles of Surgery, Fifth Edition,

Jilid II, Mc. Graw Hill International Book Company, Singapore.

10. Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC,

Jakarta.
11. Susan Galandiuk, MD, Louisville, KY, A Systematic Review of

Stapled Hemorrhoidectomy – Invited Critique, Jama and Archives, Vol.

137 No. 12, December, 2002,

http://archsurg.ama.org/egi/content/extract

12. Sylvia A. Price dan Lorraine M. Willson, 1995, Patofisiologi:

KonsepKlinis Proses-Proses Penyakit, Edisi IV, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai