Anda di halaman 1dari 30

SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2022


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KATARAK

Oleh:
Verentika Putri Tanof, S.Ked (2008020020)

Pembimbing:
dr. Eunike Cahyaningsih, Sp. M, MARS
dr. Ni Putu Mariati, Sp. M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK


SMF BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. YOHANNES
KUPANG
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Referat ini dengan judul: Katarak oleh dokter muda atas nama: Verentika Putri

Tanof, S.Ked NIM: 2008020020 pada Program Studi Profesi Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Nusa Cendana telah disajikan dalam kegiatan

kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. W. Z. Johannes

Kupang pada Maret 2022

Mengetahui Pembimbing:

1. dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M., MARS 1..................................

2. dr. Ni Putu Mariati, Sp.M 2..................................

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan

kasihNya sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan referat yang berjudul

“Katarak” ini. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan

klinik bagian Ilmu Penyakit Mata, Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas

Nusa Cendana di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Saya mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing di SMF Mata, dr. Eunike

Cahyaningsih Sp. M, MARS dan dr. Ni Putu Mariati, Sp.M atas bimbingan dan

arahannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian ilmu penyakit mata ini

sehingga saya dapat menyelesaikan referat ini dengan baik. Saya menyadari

bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saya mengharapkan

kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan. Demikian yang dapat saya

sampaikan, semoga referat ini dapat bermanfaat dan menjadi referensi ilmu

pengetahuan bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh

pendidikan kedokteran.

Kupang, Maret 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Cover ................................................................................................................................... i
Halaman Pengesahan Pembimbing ................................................................................. ii
Kata Pengantar ................................................................................................................ iii
Daftar Isi ........................................................................................................................... iv
BAB 1 Pendahuluan.......................................................................................................... 1
BAB 2 Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 3
2.1. Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata ..................................................................... 3
2.1.1 Anatomi Lensa...................................................................................................... 3
2.1.2 Fisiologi Lensa ...................................................................................................... 7
2.2. Definisi ................................................................................................................... 9
2.3. Epidemiologi .......................................................................................................... 9
2.4. Etiologi ................................................................................................................. 10
2.5. Patofisiologi ......................................................................................................... 11
2.6. Klasifikasi Katarak ............................................................................................. 13
2.7. Maturitas Katarak .............................................................................................. 15
2.8. Diagnosis .............................................................................................................. 17
2.8.1 Anamnesis ........................................................................................................... 17
2.8.2 Pemeriksaan Fisik .............................................................................................. 18
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................... 19
2.9. Tatalaksana ......................................................................................................... 19
2.9.1 Medikamentosa .................................................................................................. 19
2.9.2 Pembedahan ....................................................................................................... 19
2.10. Komplikasi ....................................................................................................... 22
2.11. Prognosis .......................................................................................................... 23
BAB 3 Kesimpulan......................................................................................................... 24
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 26

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan yang terjadi pada lensa yang

secara bertahap menyebabkan penurunan penglihatan sampai kebutaan.1,2

Biasanya katarak berjalan secara progresif dan dapat tidak mengalami perubahan

dalam waktu yang lama, namun seiring berjalannya waktu pada akhirnya lensa

yang menjadi keruh dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Sampai saat ini

katarak masih menjadi penyebab utama kebutaan.1,3

Lensa merupakan salah satu media refraksi sehingga pada saat terjadi

kekeruhan pada lensa maka menyebabkan cahaya yang masuk menjadi terhalang

sehingga terjadi penurunan penglihatan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,

seperti usia lanjut, kelainan kongenital, gangguan tumbuh kembang, komplikasi

penyakit mata menahun, trauma pada mata, penyakit metabolik, dan paparan

radiasi sinar ultraviolet.1,3

Menurut World Health Organization (WHO), katarak paling banyak

mengenai ras kulit putih sebesar 80% dibandingkan ras kulit hitam.4 Katarak juga

masih menjadi penyebab kebutaan utama di seluruh dunia. Di Indonesia, insiden

katarak pada semua kelompok umur mencapai 1,8%.5 Umumnya terjadi pada usia

lanjut sekitar 50-60 tahun tapi juga bisa terjadi pada anak-anak. Katarak lebih

sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.3

Berdasarkan usia, katarak diklasifikasikan menjadi tiga, yakni katarak

kongenital, katarak juvenil dan katarak sensil. Katarak kongenital merupakan

kejadian katarak pada bayi baru lahir sampai berusia kurang dari 1 tahun. Katarak

1
juvenil terjadi pada anak dan orang muda berusia lebih dari 1 tahun. Katarak senil

merupakan kejadian katarak pada usia lanjut diatas 50 tahun.1

Walaupun terjadi kekeruhan lensa pada penderita katarak yang

mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga terjadi penurunan tajam

penglihatan, koreksi dengan kacamata saja pada penderita katarak tidaklah efektif

dan hanya pada tahap awal saja. Pengobatan utama katarak adalah tindakan

pembedahan. Setelah pembedahan lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa

kontak atau lensa tanam intraokular.1

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata


2.1.1 Anatomi Lensa
Lensa terletak dibelakang bilik mata posterior, tepatnya dibelakang iris

yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram.1 Lensa mata

berbentuk bikonveks, avaskuler, transparan, dengan diameter sekitar 9 mm dan

tebal sekitar 5 mm. Permukaan anterior lensa berhubungan dengan humor aqueous

dan permukaan posteriornya berhubungan dengan korpus vitreus. Pada bagian

posterior iris, lensa digantung oleh zonula zinii (ligamentum suspensorium lentis)

ke badan siliaris, yang melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya

dengan korpus siliaris. Zonula zinii berasal dari lamina basal epitel tidak

berpigmen badan siliaris. Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung
1,6,7
dari pada permukaan anterior.

Gambar 2.1 Anatomi Mata

3
Pada saat lahir diameter ekuator kurang lebih 6,4 mm, tebal lensa

anteroposterior 3,5 mm dengan berat sekitar 90 mg. Lensa berkembang dengan

bertambahnya ukuran dan berat, diperkirakan ketebalan dari lensa meningkat kira-

kira 0,02 mm per tahunnya. Saat dewasa diameter ekuator bertambah menjadi 9

mm, tebal lensa anteroposterior 5 mm dengan berat sekitar 225 mg. Pada fetus,

bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya lebih padat

dan bagian posterior lebih konveks. Ketebalan korteks lensa meningkat dengan

bertambahnya usia, demikian halnya pada kurva lensa yang menyebabkan

kekuatan refraksi bertambah. Namun indeks refraksi lensa berkurang dengan

bertambahnya usia, kemungkinannya sebagai dampak dari meningkatnya partikel

proten insoluble.7

Gambar 2.2 Struktur Lensa7

Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan nukleus. Bagian luar

lensa dibungkus oleh kapsula lentis yang merupakan suatu membran yang

membungkus seluruh lensa bersifat transparan dan halus. Kapsul lensa sangat

elastik dan bersifat nonseluler. Kapsul ini yang berfungsi untuk mengubah ukuran

lensa pada fungsi akomodasi. Kapsula lentis juga bekerja sebagai membran

semipermeabel,yang dapat dilewati air dan elektrolit sebagai sumber nutrisi untuk

4
lensa. Lapisan berikutnya setelah kapsul, pada bagian anterior terdapat epitel

subkapsuler sampai ekuator. Epitel subkapsuler berperan dalam proses

metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel, termasuk biosintesa

dari DNA, RNA, protein dan lipid. Epitel lensa juga dapat menghasilkan ATP

untuk kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel subkapsular terus menerus mensekresi

bahan-bahan kapsular sepanjang hidup sehingga bentuk kapsul bagian anterior

lebih tebal dari posterior. Sedangkan pada polus posterior tidak terdapat epitel

sehingga serat-seratnya memiliki kemampuan terbatas untuk mensekresi bahan-

bahan kapsular. Oleh karena itu bagian anterior relatif lebih konstan.1,6,7

Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus dan korteks lensa

terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Masing-masing serat lamelar

mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop akan tampak jelas

di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan dengan epitel

subkapsuler. Serat- serat ini saling berhubungan di bagian anterior. Garis-garis

persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamelar ini ujung-ke-ujung

berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan

terbalik di posterior (huruf Y yang terbalik).6,7

Gambar 2.3 Sutura Y7

5
Serat lensa yang terbentuk paling awal dan terletak di sentral disebut

nukleus dan serat lensa yang terbentuk selanjutnya dan terletak dilapisan luar

dinamakan korteks. Di dalam lensa terdapat beberapa jenis nukleus yang

dibedakan berdasarkan usia dari seratserat lensa yang membentuknya. Nukleus

lensa terdiri dari nukleus embrional, fetal, infantil dan dewasa. Nukleus embrional

adalah massa serat lensa yang paling awal terbentuk dan terletak di sentral lensa

dan diikuti oleh nukleus fetal dengan bentuk Y sutura, kedua nukleus tersebut

sebagai hasil produksi terus menerus dari serat lensa yang terbentuk pada masa

embryogenesis.Serat yang terbentuk setelah lahir dan menyusun bagian awal dari

massa serat dikenal sebagai nukleus dewasa. Ukuran dari nukleus embrionik dan

fetal tetap konstan sementara ukuran dari nukleus dewasa selalu meningkat.

Daerah yang mengelilingi nukleus dewasa dan mengandung serat nukleus yang

baru terbentuk disebut korteks lensa.7

Gambar 2.4 Korteks dan Nukleus lensa7

Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 33-35% terdiri dari

protein dan sedikit sekali mineral yang biasanya ada di jaringan tubuh lainnya.

Protein lensa terbagi menjadi dua, yakni protein yang larut dala air dan tidak larut

dalam air. Protein larut air menempati 80% komposisi protein lensa mata yang

6
disebut crystallin. Crystallin merupakan protein intraseluler pada epitel dan sel

serat lensa yang terdiri atas tiga protein utama yaitu alfa (α), beta (β) dan gamma

(δ) kristalin, sedang protein yang tidak larut dalam air merupakan protein larut

urea dan tidak larut dalam urea. Protein larut urea membentuk struktur pada sel-

sel lensa, sementara protein yag tidak larut urea merupakan protein membran

plasma. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan

lain. Lensa bersifat avaskular, tidak terdapat serat nyeri dan saraf.6,7

2.1.2 Fisiologi Lensa

Secara fisiologik lensa memiliki sifat tertentu, yaitu:1

1) Kenyal atau lentur karena dapat memegang peranan terpenting dalam

akomodasi untuk menjadi cembung

2) Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,

3) Terletak di tempatnya

Keadaan patologik lensa dapat berupa:1

1) Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia,

2) Keruh atau apa yang disebut katarak,

3) Tidak berada di tempat atau subluksasi atau dislokasi

Lensa merupakan media refrakta, bersama dengan kornea membantu

membiaskan cahaya yang akan difokuskan ke retina. Dalam melakukan fungsi

ini,maka lensa harus transparan, mempunyai indeks refraktif yang lebih tinggi

dibandingkan dengan medium di sekitarnya dan mempunyai permukaan refraksi

dengan kurvatur yang tepat.7

7
Aspek yang terpenting dari fisiologi lensa adalah mekanisme yang

mengontrol keseimbangan air dan elektrolit yang akan memelihara transparansi

lensa. Transparansi lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan

makromolekul, oleh karena itu jika ada gangguan pada hidrasi sel maka dapat

mengakibatkan kekeruhan lensa. Lensa normal mengandung sekitar 66% air dan

33% protein, dan kadarnya sedikit berubah dengan pertambahan umur. Korteks

lensa lebih terhidrasi dibanding nukleus lensa. Konsentrasi sodium dalam lensa

dipertahankan sekitar 20 mM, dan konsentrasi potassium sekitar 120 mM. Kadar

sodium dan potassium yang terdapat di sekitar humor akuous dan 18 humor

vitreus sangat berbeda, dimana kadar sodium sekitar 150 mM dan kadar

potassium sekitar 5 mM.6.7

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk

memfokuskan cahaya yang datang dari jauh,otot-otot siliaris relaksasi,

menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa

sampai ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil

sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan

cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula

berkurang.Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih

sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus

siliaris,zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal

sebagai akomodasi.7,8

8
Gambar 2.5 Akomodasi Lensa7

Lensa dilengkapi dengan beberapa enzim pelindung dari radikal bebas dan

oksigen yang dapat merusak. Terdiri atas glutathione peroksidase, catalase dan

superoxide dismutase. Vitamin E dan asam ascorbat juga terdapat dalam lensa,

kedua vitamin ini berfungsi sebagai perusak radikal bebas dan oksidasi.7

2.2. Definisi

Katarak berasal dari Yunani “Katarrhakies”, Inggris “cataract” dan Latin

“cataracta” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai

penglihatan tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap

keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi atau penambahan

cairan pada lensa, denaturasi protein lensa ataupun terjadi akibat kedua hal

tersebut.1

2.3. Epidemiologi

Katarak masih menjadi penyebab kebutaan utama di seluruh dunia.

Menurut World Health Organization (WHO), katarak paling banyak mengenai ras

kulit putih sebesar 80% dibandingkan ras kulit hitam sebesar 13%.3,4 Umumnya

9
terjadi pada usia lanjut sekitar 50-60 tahun tapi juga bisa terjadi pada anak-anak.

Katarak lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan ratio

3:1.3,9

Berdasarkan RISKESDAS tahun 2013, insiden katarak di Indonesia terjadi

pada semua kelompok umur dan mencapai prevalensi 1,8% atau sekitar

18.499.734 penduduk. Prevalensi tertinggi berada di provinsi Sulawesi Utara

(3,7%) kasus, sementara di NTT sebanyak 2,3% kasus. Sebagian besar penduduk

Indonesia tidak mengetahui dirinya sedang menderita katarak dan tidak

mengetahui katarak penanganan katarak.5

2.4. Etiologi

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut akbiat proses

degeneratif, akan tetapi dapat juga terjadi akibat berbagai faktor sebagai berikut:1,3

- Kelainan kongenital, berkaitan dengan nutrisi ibu, infeksi rubella dan

kekurangan oksigenasi kepada plasenta.

- Gangguan tumbuh kembang,

- Penyakit metabolik seperti diabetes melitus

- Penyakit mata menahun, seperti miopia tinggi, glaukoma, ablasio retina, uveitis

kronik.

- Trauma pada mata, dapat disebabkan trauma tumpul, trauma kimia dan radiasi

UV.

- Riwayat keluarga dengan katarak

- Penggunaan obat-obatan, seperti kortikosteroid dan inhibitor antikolinesterase

secara rutin dapat menyebabkan kekeruhan pada subkapsular anterior dan

10
posterior lensa.

- Gaya hidup, seperti paparan sinar ultraviolet, merokok dan kurang nutrisi.

2.5. Patofisiologi

Lensa merupakan salah satu bagian dari mata yang berbentuk bikonvek

dan transparan yang berfungsi dalam refraksi dan memfokuskan cahaya yang

diterima mata ke retina. Lensa mengandung serat fiber yang ditutupi oleh kapsul

tipis dan dipertahankan oleh zonula. Serat lensa terbuat dari sel epitel lensa dan

bermigrasi dari tepi menuju pusat. Lensa terdiri dari dua bagian utama yaitu

korteks dan nukleus. Patofisiologi katarak utamanya adalah terjadi perubahan

pada kejernihan lensa (opasitas lensa) sehingga jumlah cahaya yang masuk

melalui media refraksi berkurang dan sulit difokuskan ke retina. Hal ini dapat

disebabkan oleh berbagai hal seperti proses degeneratif, trauma, ataupun kelainan

kongenital. 11,12

Patogenesis katarak berhubungan dengan usia merupakanmultifactorial

dan tidak seluruhnya dipahami. Peningkatan protein yang tidak larut air seiring

usia protein lensa yang sebelumnya larut air menjadi tidak larut air dan

beragregasi untuk membentuk partikel-partikel yang sangat besar yang dapat

memecahkan cahaya sehingga mengakibatkan kekeruhan lensa.11,12

Teori kebocoran pompa, lensa bersifat dehidrasi dan memiliki kadar ion

kalium (K+) dan asam amino yang lebih tinggi dari aqueous dan vitreus di

sekelilingnya. Sebaliknya, lensa mengandung kadar ion natrium (Na+), ion

klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari lingkungan sekitarnya. Keseimbangan

kation antara di dalam dan di luar lensa adalah hasil dari kemampuan

11
permeabilitas membran sel-sel lensa dan aktifitas dari pompa (Na+, K+, ATPase)

yang terdapat pada membran sel dari epitelium lensa dan setiap serat lensa. Fungsi

pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar dari dan

menarik ion kalium ke dalam lensa. Mekanisme ini tergantung dari pemecahan

ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+, ATPase. Keseimbangan ini mudah sekali

terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase. Inhibisi dari Na+, K+ , ATPase akan

menyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan meningkatnya kadar air dalam

lensa. Keseimbangan kalsium juga penting untuk lensa. Besarnya gradien

transmembran kalsium dipertahankan secara primer oleh pompa kalsium(Ca2+-

ATPase). Membran sel lensa juga secara relatif tidak permeable terhadap kalsium.

Hilangnya homeostasis kalsium akan sangat mengganggu metabolisme lensa.

Peningkatan kadar kalsium dapat berakibat pada beberapa perubahan meliputi

tertekannya metabolism glukosa, pembentukan agregat protein dengan berat

molekul tinggi dan aktivasi protease yang destruktif. 11,12

Transport membran dan permeabilitas juga penting untuk nutrisi lensa.

Transport aktif asam-asam amino terdapat di epitel lensa dengan mekanisme

tergantung pada gradien natrium yang dibawa oleh pompa natrium. Glukosa

memasuki lensa melalui sebuah proses difusi terfasilitasi yang tidak secara

langsung terhubung oleh sistem transport aktif. Hasil buangan metabolisme

meninggalkan lensa melalui difusi sederhana. Berbagai macam substansi seperti

asam askorbat, mioinositol dan kolin memiliki mekanisme transport yang khusus

pada lensa. Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan

penyerapan oksigen dan mula-mula terjadi peningkatan kandungan air.

12
Kandungan natrium dan kalsium meningkat; kandungan kalium, berkurang. Pada

lensa yang mengalami katarak juga tidak ditemukan glutation. 11,12

Seiring pertambahan usia lensa, berat dan ketebalannya bertambah

sementara kekuatan akomodasinya berkurang. Ditambah lagi, terdapat

pengurangan transport dari air, nutrisi dan antioksidan. Akibatnya kerusakan

oksidatif yang progresif pada lensa menyebabkan berkembangnya katarak.13

2.6. Klasifikasi Katarak

Klasifikasi katarak dapat dibagi berdasarkan usia, morfologi dan

maturitasnya. Berdasarkan usia katarak diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

1. Katarak kongenital, katarak yang terlihat sejak usia dibawah 1 tahun

Katarak kongenital merupakan katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera

setelah bayi lahir dan pada bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak

kongenital menjadi penyebab kebutaan pada bayi terutama bila penanganannya

kurang tepat. Untuk mengetahui penyebabnya, perlu dilakukan pemeriksaan

riwayat infeksi ibu (rubela) dan pemakaian obat-obatan selama kehamilan.

Kadang juga dialami pada ibu dengan riwayat kejang, tetanus. Katarak

kongenital juga sering ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem

saraf seperti retardasi mental.1

Katarak kongenital digolongkan menjadi 2, yaitu katarak kapsulolentikular

termasuk katarak kapsular dan katarak polaris dan katarak lentikular termasuk

dalam golongan yang mengenai korteks atau nukleus lensa.Kekeruhan lensa

berhubungan penyebabnya dengan penyakit ibu dan janin lokal atau umum.1,10

2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun

13
Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada usia muda, dimana

pembentukannya dimulai pada usia lebih dari 3 bulan dan kurang dari 9 tahun.

Katarak ini biasanya merupakan kelanjutan dari katarak kongenital atau akibat

penyulit sistemik, metabolik dan kondisi lainnya seperti katarak metabolik

(katarak diabetik, katarak hipokalsemik, katarak defisiensi gizi), kelainan otot

(distrofi miotonik), katarak traumatik, katarak toksik (kortikosteroid sistemik

atau topikal, antikolinesterase), katarak radiasi.1,2

3. Katarak senil, katarak pada usia lanjut diatas 50 tahun

Katarak senil merupakan semua kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut

diatas 50 tahun. Penyebabnya belum diketahui secara pasti tetapi diduga

diakibatkan karena lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta penurunan

daya akomodasi. Terdapat 3 jenis katarak senil berdasarkan lokasi

kekeruhannya yaitu katarak nuklearis, kortikal dan subkapsuler.1,9

a. Katarak Nuklearis

Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna

lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif yang dapat diamati

melalui slitlamp, dan diikuti penurunan tajam penglihatan.9

b. Katarak Kortikal

Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi pada

serta-serat lensa dan pada slitlamp akan tampak degenerasi epitel posterior

sehingga lensa mengalami elongasi ke anterior.9

c. Katarak Subkapsuler

Katarak subkapsuler merupakan katarak yang terjadi di subkapsular

14
anterior dan posterior yangmana pada slitlamp akan tampak seperti

gambaran plak.9

Gambar 2.6 Katarak nuklear, subkapsular dan kortikal

2.7. Maturitas Katarak

Maturitas katarak dibedakan atas 4 stadium maturitasnya, yaitu katarak

insipien, imatur, matur dan hipermatur.

Katarak insipien. Pada stadium ini terjadi kekeruhan mulai dari tepi

ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal).

Vakuola mulai terlihat didalam korteks. Lensa menjadi bengkak karena

kemasukan air, kekeruhan lensa masih ringan, dan visus biasanya 6/60. Pada

pemeriksaan ditemukan iris normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata

normal, serta shadow test negatif.1,9

Gambar 2.7 Katarak insipien

Katarak imatur. Pada stadium ini, sebagian lensa tampak keruh tapi

15
belum mengenai seluruh lapis lensa. Terjadi pertambahan volume lensa akibat

meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Opasitas lensa

bertambah dan visus mulai menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa

bertambah mengakibatkan iris terdorong dan bilik mata depan menjadi dangkal,

sudut bilik mata sempit dan sering terjadi glaukoma serta pada pemeriksaan

didapatkan shadow test positif.1,9

Gambar 2.8 Katarak imatur

Katarak matur. Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh

lapisan lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh.

Kekeruhan yang berlangsung lama akan menimbulkan kalsifikasi lensa. Bilik

mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, sehingga pada shadow

test didapatkan hasil negatif. Visus akan menurun drastis menjadi 1/300 atau

hanya dapat melihat lambaian tangan dalam jarak 1 meter.1,9

Gambar 2.9 Katarak matur

Katarak hipermatur. Pada katarak hipermatur terjadi proses degenerasi

lanjut, dapat menjadi lebih keras atau lembek dan mencair. Massa lensa yang

16
berdegenarasi keluar dari kapsul sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna

kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul

lensa. Bila proses katarak berjalan lebih lanjut dengan kapsul yang menebal, maka

korteks yang beregenerasi dan cair tidak dapat keluar sehingga memberikan

gambaran seperti kantong susu disertai nukleus yang terbenam di dalam korteks

lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut Katarak Morgagni. Pada tahap ini,

visus sudah sangat menurun hingga mencapai 0, pada pemeriksaan juga

ditemukan iris tremulans, bilik mata depan dalam, dan shadow tes positif palsu.1,9

Gambar 2.10 Katarak hipermatur

Tabel 2.1 Perbedaan stadium katarak senil1


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air
masuk) dan massa lensa
keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test Negatif Positif Negatif Positif palsu
Penyulit - Glaukoma - Uveitis, glaukoma
Sumber : Ilmu Penyakit Mata FKUI, 2018

2.8. Diagnosis

2.8.1 Anamnesis

Pada pasien katarak, umumnya datang dengan keluhan adanya penurunan

tajam penglihatan. Hal ini disebabkan karena kekeruhan lensa yang

17
mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil akan berwarna putih atau

abu-abu. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada lokalisasi di lensa seperti

kortek dan nukleus.1

Selain penurunan tajam penglihatan, pasien katarak juga akan mengeluh

gangguan silau (glare). Walaupun belum menimbulkan keluhan penglihatan

buram, kekeruhan lensa tahap awal dapat menimbulkan keluhan berupa kesulitan

melihat objek dengan latar belakang terang dan kesulitan menghadapi sinar lampu

dari depan saat malam hari yang menyebabkan pasien sulit untuk berkendara.

Pasien juga dapat mengeluhkan penglihatan berkabut atau berasap, penglihatan

ganda pada penglihatan dengan satu mata yang mengalami katarak, sukar melihat

dimalam hari atau penerangan redup, dan terganggu saat melihat warna.1,2

2.8.2 Pemeriksaan Fisik

Pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan

(pemeriksaan visus) sebelum dilakukan pembedahan. Tujuannya untuk menilai

menilai apakah kekeruhan sebanding dengan penurunan tajam penglihatan. Dapat

juga dilakukan pemeriksaan shadow test dengan cara menyinari pupil pada sudut

45° dari dataran iris dengan penlight untuk melihat kekeruhan lensa dari bayangan

iris yang terlihat. Tujuannya untuk menilai bayangan iris, dengan tujuan

menentukan derajat kekeruhan lensa.1

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan funduskopi

dan slitlamp. Bila mungkin, pada pemeriksaan funduskopi, dilakukan dengan

jarak 50 cm dari mata pasien, lalu sinar diarahkan ke pupil. Pada kekeruhan lensa

sebagian akan tampak sebagai bayangan gelap yang menutupi refleks fundus.1,2

18
Pada pemeriksaan slitlamp, akan dievaluasi tingkat dan letak kekeruhan

lensa secara lebih detail. Jika fungsi retina masih baik maka derajat kekeruhan

lensa sebanding dengan penurunan tajam penglihatan.2

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang

Pasien katarak dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti

pemeriksaan kadar gula darah apabila dicurigai katarak diabetes melitus. Selain

itu, pemeriksaan laboratorium lainnya berupa pemeriksaan kadar hemoglobin,

leukosit, trombosit, gula darah dibutuhkan sebelum tindakan operasi. Apabila

ditemukan masalah maka perlu mendapat penanganan terlebih dahulu.

2.9. Tatalaksana

2.9.1 Medikamentosa

Jika tajam penglihatan atau visus pasien 6/24 atau 20/80 atau lebih baik dari

itu, dilatasi pupil dengan phenylephrine 2,5% atau kacamata refraksi cukup dalam

membantu aktivitas sehari – hari. Cyclopentolate dan atropine juga dapat

digunakan.3 Pemberian vitamin C dan E diketahui dapat memperlambat

pertumbuhan kekeruhan lensa, tetapi belum efektif untuk menghilangkan katarak.

2.9.2 Pembedahan

Terapi utama katarak adalah tindakan pembedahan. Sesuai dengan tujuan

mengatasi kebutaan dan gangguan penglihatan, maka operasi katarak sangat

dianjurkan jika penurunan tajam penglihatan yang disebabkan oleh katarak telah

menyebabkan penurunan tajam penglihatan dengan koreksi sama dengan/kurang

dari 6/18 (kriteria WHO visual impairment). Rekomendasi penatalaksanaan

operasi katarak juga didasari oleh kondisi ditemukannya penyerta katarak lainnya

19
seperti glaukoma fakomorfik, glaukoma fakolitik, dislokasi lensa dan

anisometropia. Selain itu, bila katarak tersebut sangat mengganggu untuk aktivitas

fungsional penderita sehari-hari.

1. Ekstrasi katarak intrakapsular (EKIK)

Pembedahan ini dilakukan dengan cara seluruh lensa akan dikeluarkan

bersama kapsul lensa termasuk kapsul posterior. Saat ini teknik tersebut sudah

mulai ditinggalkan karena tingginya kejadian komplikasi pascaoperasi, seperti

ablasio retina, edema makular sistoid, astigmatisme, robekan iris, dan edema

kornea. Selain itu, diperlukan insisi limbus superior 14-1600 sehingga

membutuhkan waktu penyembuhan yang lebih lama. Teknik ini masih dapat

digunakan jika tidak tersedia fasilitas yang cukup untuk dilakukan teknik ekstraksi

katarak ekstrakapsular.1,3,9

2. Ekstrasi katarak ekstrakapsular (EKEK)

Tindakan pembedahan pada lensa dengan pengeluaran isi lensa dengan

memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks

lensa dapat keluar melalui robekan tersebut, kemudian dikeluarkan melalui insisi

9 – 10 mm, lensa intraocular diletakkan pada kapsul posterior, terdapat ruang

bebas di tempat bekas lensa yang memungkinkan untuk ditempatkan lensa

pengganti (lensa intraokuler ruang posterior). Insisi dilakukan di limbus atau

sebelah perifer kornea, biasanya di bagian superior (kadang temporal), sedangkan

pembukaan dilakukan di kapsul anterior lalu nukleus dan korteks dikeluarkan dan

diganti dengan lensa intraokular yang ditempatkan di “capsular bag” yang

disokong oleh kapsul posterior. Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan

20
katarak imatur, kelainan endotel, keratoplasty, implantasi lensa intra ocular

posterior, implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan dilakukan

glaukoma, predisposisi prolaps vitreous, sebelumnya mata mengatasi abalasi

retina dan sitoid macular edema.1,3,9

Gambar 2.11 Operasi EKEK

3. Small Incision Cataract Surgery(SICS)

Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan

irisan lebih kecil kecil dan hampir tidak memerlukan jahitan, yaitu SICS. Insisi

pada SICS dibuat lebih ke arah sklera dan dengan membuat terowongan (tunnel) dari

sklera ke kornea untuk kemudian menembus bilik mata depan. Luka insisi yang lebih

kecil sebesar 6-9 mm dan tunnel berukuran 4 mm menyebabkan luka menjadi kedap

meskipun tanpa jahitan, sehingga dapat menurunkan risiko astigmatisma pasca operasi.

Beberapa dokter memilih memberikan 1 jahitan pada luka insisi SICS untuk menutup

luka dengan lebih baik. Pemasangan IOL pada operasi SICS sudah menjadi baku emas

untuk tindakan operasi SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan

21
relatif lebih cepat. SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau

dihancurkan. Teknik ini populer di negara berkembang karena tidak

membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan anestesi

topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus yang padat. Beberapa indikasi SICS

adalah sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak subkapsuler posterior, dan awal

katarak kortikal.

4. Fakoemulsifikasi

Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonic untuk

menghancurkan nukleus yang kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5 – 3 mm, dan

kemudian dimasukkan lensa intraocular yang dapat dilipat. Keuntungan dari insisi

kecil ini adalah bekas sayatan tidak perlu dijahit, penyembuhan luka lebih cepat

dengan distorsi kornea lebih sedikit, mengurangi inflamasi intraokuler

pascaoperasi, dan pemulihan fungsi visual lebih cepat. Risiko terlepasnya bahan

posterior lensa melalui robekan kapsular posterior dapat dihindari.2,9

Gambar 2.12 Tahapan operasi katarak fakoemulsifikasi

2.10. Komplikasi

Komplikasi katarak dapat terjadi selama dan setelah operasi. Komplikasi

selama operasi bisa pendangkalan kamera okuli anterior, posterior capsule rupture

(PCR), nucleus drop, sedangkan komplikasi setelah operasi bisa terjadi edema

22
kornea, perdarahan, glaukoma sekunder, uveitis kronik, edema makula kistoid,

ablasio retina, endoftalmitis, toxic anterior segment syndrome, posterior capsule

opacification (PCO), dan dislokasi lensa intra okuler.3,9

2.11. Prognosis

Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan

pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya

ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat

pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini.3,14

Sebagian besar kasus, operasi katarak mengembalikan penglihatan yang

efektif. Prognosisnya baik (70-80%) kasus. Hampir seluruh pasien tersebut

menunjukkan hasil baik apabila secara ketat mengikuti perawatan pasca operasi

dan konsumsi obat yang diberikan. Beberapa pasien dengan IOL monofokal

membutuhkan tambahan kacamata refraktif untuk mencapai ketajaman

penglihatan mereka pasca operasi pengangkatan katarak.3

23
BAB 3

KESIMPULAN

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi

akibat hidrasi atau penambahan cairan pada lensa, denaturasi protein lensa

ataupun terjadi akibat kedua hal tersebut. Umumnya merupakan penyakit pada

usia lanjut akibat proses degeneratif, akan tetapi dapat juga terjadi akibat kelainan

kongenital, gangguan tumbuh kembang, penyakit metabolik seperti diabetes

melitus, penyakit mata menahun, trauma pada mata, riwayat keluarga dengan

katarak, penggunaan obat-obatan, seperti kortikosteroid dan inhibitor

antikolinesterase secara rutin dan gaya hidup, seperti paparan sinar ultraviolet,

merokok dan kurang nutrisi.

Berdasarkan usia, katarak diklasifikasikan menjadi tiga, yakni katarak

kongenital, katarak juvenil dan katarak sensil dimana pada katarak sensil

dibedakan menjadi 3 menurut lokasi kekeruhannya yaitu katarak nuklearis,

kortikal dan subkapsuler. Sedangkan untuk maturitas katarak dibagi menjadi 4

stadium yakni katarak insipien, imatur, matur dan hipermatur.

Untuk mendiagnosis katarak dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik

maupun pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat ditanyakan keluhan

berupa penurunan tajam penglihatan, merasa silau, berkabut atau berasap,

penglihatan ganda, sukar melihat dimalam hari dan terganggu melihat warna.

Sedangkan pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan pemeriksaan visus, Shadow

test, funduscopi dan pemeriksaan dengan slitlamp. Pemeriksaan penunjang dapat

dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium terutama sebelum dilakukan operasi.

24
Pengobatan katarak yang utama adalah tindakan pembedahan. Dimana

terdapat beberapa teknik pembedahan seperti Ekstrasi katarak intrakapsular

(EKIK), Ekstrasi katarak ekstrakapsular (EKEK), Small Incision Cataract Surgery

(SICS) dan Fakoemulsifikasi. Sebagian besar kasus, operasi katarak

mengembalikan penglihatan yang efektif. Prognosisnya baik (70-80%) kasus.

Hampir seluruh pasien tersebut menunjukkan hasil baik apabila secara ketat

mengikuti perawatan pasca operasi dan konsumsi obat yang diberikan.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Sidarta, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta : FK UI. 2018.

2. Menkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Katarak


pada Dewasa. 2018.

3. AA, Nizami. AC G. Cataract. StatPearls Publ [Internet]. 2021; Available


from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539699/

4. Cataracts statistics and data [Internet]. National Eye Institute; 2010; Available
from: https://nei.nih.gov/eyedata/cataract.

5. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013.

6. Whitcher PREJP. Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. 17th ed. Jakarta:
EGC. 2010. p.175–184

7. Amalius AA. Anatomi dan Fisiologi Lensa. Makassar : FK Universitas


Hasanuddin. 2017.

8. Lukitasari A. Lensa Mata. J Kedokt Syiah Kuala. 2010;10(3):153–6.

9. Astari P. Katarak : Klasifikasi , Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Jurnal


Cermin Dunia Kedokteran. 2018;45(10):748-753.

10. Mohammadpour, M. Shaabani, A. Sahrain, A. et al. Update on Management


of Pediatric Cataract. Journal of Current Ophthalmology 31 (2019):118-126

11. Nartey A. The Pathophysiology of Cataract and Major Interventions to


Retarding Its Progression: A Mini Review. Adv anced Ophthalmology and
Visual System. 2017;6(3):76–8.

12. Alshamrani, AZ. Cataract Pathophysiology and Managements. The Egyptian


Journal of Hospital Medicine. January 2018;70(1):p 151-154

13. Gupta, VB. Rajagopala, M. Ravishankar, B. Etiopathogenesis of cataract : An


appraisal. Indian Journal of Ophthalmology. 2014;62(2):103-110

14. Vicente Victor DO. Senile Cataract. Medscape [Internet]. 2021; Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview#a5

26

Anda mungkin juga menyukai