Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PEMBEDAHAN MATA (KATARAK)


(Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Perioperatif)

Dosen Pembimbing : Bangun Wijonarko, SST, M.Kes

DISUSUN OLEH :

Fauziah Siti Rozanah P27904117017


Febriyanti Shoolihah P27904117018
Fifi Maghfiroh P27904117019

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah pencurah kasih sayang tiada batas kepada yang dikehendaki-
Nya. Allah telah mencurahkan rahmat-Nya kepada penyusun sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Pembedahan Mata. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemberi syafaat dan pembawa
kabar gembira.
Penyusun menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang bersangkutan dalam
menyelesaikan penulisan makalah ini. Makalah ini penyusun ajukan untuk memenuhi tugas
yang ditetapkan oleh dosen Keperawatan Perioperatif Poltekkes kemenkes Banten. Penyusun
telah berusaha sangat maksimal untuk memberikan yang terbaik, tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk menerima kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa
yang akan datang.

Tangerang, Juli 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan..................................................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan................................................................... 2
1.4 Metode Penulisan.................................................................... 2
1.5 Sistematika Penulisan.............................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertiaan Katarak …..................................................................... 3
2.2 Epidemiologi………......................................................................... 4
2.3 Anatomi…........................................................................................ 4
2.4 Fisiologi lensa…............................................................................... 5
2.5 Etiologi ……………….................................................................... 6
2.6 Gambaran klinis ............................................................................... 7
2.7 Klasifikasi katarak..............................................................................9
2.8 Patofisiologi……............................................................................... 9
2.9 Penatalaksanaan …………………................................................... 9
2.10 Teknik operasi katarak …………………………............................ 12
2.11 Komplikasi…………........................................................................ 12
2.12 Prognosis…………………………................................................... 13
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan............................................................................. 27
5.2 Saran....................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 28

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Mata merupakan salah satu dari panca indera manusia yang sangat
penting kegunaannya. Jika pada mata/ sistem penglihatan terjadi gangguan
fungsi, maka akibatnya akan mengganggu dalam kehidupan sehari-hari. Ada
berbagai macam gangguan penglihatan, mulai dari yang ringan sampai yang
sangat parah yaitu hilangnya fungsi penglihatan atau kebutaan.
Kebutaan merupakan puncak dari kelainan-kelainan yang terjadi pada
mata. Beberapa penyakit mata yang dapat menyebabkan kebutaan seperti
katarak, kelainan kornea, glaukoma, kelainan refraksi, kelainan retina dan
kelainan nutrisi. Dari macam-macam penyakit yang dapat menjadikan kebutaan,
katarak merupakan penyebab kebutaan yang utama.
World Health Organization memperkirakan terdapat 45 juta penderita
kebutaan di Dunia, dimana sepertiganya berasal dari Asia Tenggara. Jika
dibandingkan di wilayah Asia Tenggara, Indonesia termasuk dalam memiliki
angka kebutaan yang tinggi dibanding negara lain.
Menurut hasil riset kesehatan dasar yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (2007), prevalensi katarak yang tejadi pada
umur > 30 tahun yang pernah didiagnosa tenaga kesehatan mencapai 1,8 % dari
total penduduk. Ditinjau dari tingkat provinsi, Jawa Tengah memiliki prevalensi
katarak 1,3 % dari total penduduk Jawa Tengah. Dari prevalensi kejadian
katarak di Jawa Tengah, kabupaten Boyolali memiliki prevalensi katarak secara
keseluruhan mencapai 16,9 % dari jumlah penduduk, baik yang pernah
didiagnosa katarak oleh tenaga kesehatan atau yang baru merasa ditemukan
tanda-tanda katarak.
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada lensa mata
seseorang. Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur
yang tidak dapat dicegah. Katarak memiliki derajat keparahan yang sangat
bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagi hal, seperti kelainan bawaan,
kecacatan, keracunan obat, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan. Sebagian
besar kasus bersifat bilateral, walaupun kecepatan perkembangan pada masing-
masing mata jarang sama.

1
Penanganan utama pada katarak yaitu dengan dilakukannya pembedahan.
Pembedahan yang dilakukan akan membersihkan atau mengangkat lensa yang
keruh dan mengganti dengan lensa pengganti. Walaupun kini telah berkembang
teknologi, sampai sekarang belum ditemukan pengobatan katarak selain dengan
pembedahan.

1.2 Tujuan Penulisan


Makalah Keperawatan Perioperatif ini dapat menggambarkan bagaimana
proses pembedahan mata di rumah sakit.

1.3 Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis
Sebagai sumber informasi khususnya bagi mahasiswa program profesi
D4 Keperawatan dalam melaksanakan kegiatan proses Pembedahan Mata,
melalui kegiatan perkuliahan mata kuliah Keperawatan Perioperatif.
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan khususmya bagi mahasiswa program profesi D4
Keperawatan untuk meningkatkan pengetahuan dan praktek klinik
Keperawatan Perioperatif.

1.4 Metode Penulisan


Data-data yang diperlukan diperoleh dengan menggunakan teknik
pengumpulan data Studi kepustakaan yaitu usaha memperoleh data secara
teori yang berhubungan dengan proses Pembedahan Mata.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dalam penyusunan makalah instrumentasi ini adalah
sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Katarak


Katarak merupakan penyakit yang sering menyebabkan kebutaan, umumnya
terjadi pada usia lanjut akan tetapi dapat juga akibat kelainan kongenital atau
penyulit penyakit mata lokal menahun.
Katarak berasal dari bahasa Yunani yang berarti Katarrahakies, bahasa
Inggris Cataract, dan bahasa latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa
Indonesia disebut bular, dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa
yang keruh. Katarak dapat terjadi akibat hidrasi, denaturasi protein atau keduanya.
Katarak juvenil adalah katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda,
yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
Katarak juvenile merupakan kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak juvenile
biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolic dan penyakit
lainnya seperti katarak metabolik, otot, katarak traumatik, katarak komplikata,
kelainan kongenital lain, dan katarak radiasi.

https://www.slideshare.net/puspitasari_whardani/katarak-60011107

3
2.2 Epidemiologi
Katarak kongenital dan infantile secara umum terjadi dalam 1 dalam setiap
2000 kelahiran hidup, yang terjadi akibat gangguan pada perkembangan normal
lensa. Prevalensi pada negara berkembang sekitar 2-4 tiap 10.000 kelahiran hidup.
Adapun frekuensi kejadiannya sama antara jenis kelamin laki- laki dan
perempuan. Katarak congenital bertanggung jawab pada 10% kejadian kehilangan
penglihatan pada anak-anak.

2.3 Anatomi
1. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan
transparan. Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 10 mm. Dibelakang iris lensa
digantung oleh zonula ( zonula Zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus
siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus dan disebelah posterior
terdapat vitreus. Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan
sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan
kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam
askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah ataupun saraf di lensa.

2. Kapsul Lensa
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang dapat dilewati
air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus
lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-
serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
kurang elastic.

4
https://www.juraganles.com/2016/07/alat-indra-manusia-plus-pembahasan-lengkap.html

2.4 Fisiologi Lensa


Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot- otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya
paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot
siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang.
Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus
siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-
lahan berkurang.

Metabolisme Lensa Normal


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium
dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di
bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di
bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke
aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior

5
untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan
kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase.
Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).
Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose,
juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah
enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose
oleh enzim sorbitol dehidrogenase.

2.5 Etiologi
Katarak juvenile terjadi pada orang muda yang mulai terbentuk dari usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya merupakan
penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya. Katarak juvenile
dapat juga disebabkan oleh beberapa jenis obat seperti eserin (0,25- 0,5%),
kortikosteroid, ergot, antikolinesterase topikal, kelainan sistemik atau metabolik yang
dapat menimbulkan katarak juvenile adalah diabetes mellitus, galaktosemi, dan
distrofi miotonik.
Sebagian besar katarak timbul akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh
lingkungan seperti merokok, radiasi UV serta nutrisi yang buruk. Katarak biasanya
berkembang tanpa penyebab yang nyata, bagaimana pun katarak bisa juga timbul
akibat trauma pada mata, paparan yang lama terhadap obat seperti kortikosteroid
menyebabkan katarak. Akibat induksi kortikosteroid menyebabkan katarak subkapsul
posterior, Phenotiazin dan amiodaron menyebabkan deposit pigmen di epitel lensa
anterior. Katarak juvenile juga dapat disebabkan karena kelainan herediter.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya katarak seperti usia lanjut,
kongenital, penyakit mata (glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa, penyakit
intraokular lain), bahan toksis khusus (kimia dan fisik), keracunan obat (eserin,
kotikosteroid, ergot, asetilkolinesterase topikal), kelainan sistemik atau metabolik
(DM, galaktosemi, distrofi miotonik), genetik dan gangguan perkembangan, infeksi
virus dimasa pertumbuhan janin. Faktor resiko dari katarak antara lain DM, riwayat
keluarga dengan katarak, penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu, pembedahan
mata, pemakaian kortikosteroid, terpajan sinar UV dan merokok.

6
2.6 Gambaran Klinis
Suatu opasitas pada lensa mata menyebabkan hilangnya penglihatan tanpa
rasa nyeri, menyebabkan rasa silau, dapat mengubah kelainan refraksi. Pada bayi
katarak dapat mengakibatkan ambliopia (kegagalan penglihatan normal) karena
pembentukan bayangan pada retina buruk. Gejala yang pertama katarak adalah
biasanya pandangan kabur. Silau dan halo dan penurunan tajam, bayangan ganda
dapat juga awal dari katarak. Selain itu kadang dapat ditemukan gejala awal seperti
silau dan diplopia monokular yang tidak dapat dikoreksi. Diplopia monokular ini
umumnya terjadi akibat perubahan indeks refraksi antara lapisan nuklear dengan
korteks lensa sehingga membentuk daerah refraksi yang multipel.
Walaupun katarak jarang memberikan gejala nyeri, namun lensa katarak
memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan proliferasi dan
kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa
bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak. Katarak imatur (insipien) hanya
sedikit opak. Katarak matur yang keruh total (tahap menengah lanjut) mengalami
sedikit edema. Apabila kandungan air maksimum dan kapsul lensa teregang, katarak
disebut mengalami intumesensi (membengkak). Pada katarak hipermatur (sangat
lanjut), air telah keluar dari lensa dan meninggalkan lensa yang sangat keruh, relatif
mengalami dehidrasi, dengan kapsul berkeriput.

2.7 Klasifikasi Katarak


Klasifikasi katarak diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria berbeda,
yakni :
1. Klasifikasi Morfologik
a. Katarak Kapsular
b. Katarak Subkapsular
c. Katarak Nuclear
d. Katarak Kortikal
e. Katarak Lamellar
f. Katarak Sutural

7
2. Klasifikasi berdasarkan etiologinya
a. Katarak yang berhubungan dengan usia
b. Trauma
Pembedahan Intraoculer sebelumnya seperti Vitrectomy pars plana,
pembedahan glukoma (trabeculoctomy atau iridotomy).
c. Metabolik
d. Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan katarak senilis.
e. Galactosemia
f. Toxic pada obat-obatan steroid yang dapat menyebabkan katarak
subcapsular.

3. Klasifikasi berdasarkan kejadian :


a. Kongenital
b. Didapat seperti :
a) Katarak juvenile
b) Katarak presenil
c) Katarak senil

2.8 Patofisiologi
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi, ditandai dengan adanya perubahan pada serabut halus multiple (zunula)
yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat
menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa
dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga terjadinya pengkabutan pandangan
/kekeruhan lensa sehingga dapat menghambat jalannya cahaya ke retina. Hal ini
diakibatkan karena protein pada lensa menjadi water insoluble dan membentuk
partikel yang lebih besar. Dimana diketahui dalam struktur lensa terdapat dua jenis
protein yaitu protein yang larut dalam lemak (soluble) dan tidak larut dalam lemak
(insolube) dan pada keadaan normal protein yang larut dalam lemak lebih tinggi
kadarnya dari pada yang larut dalam lemak.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi karena
disertai adanya influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
8
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak.
Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan menjadi
tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat.
Adapun lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus
untuk melihat benda dekat berkurang.
Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa
yang mengakibatkan nukleus lensa terdesak danmengeras (sklerosis nuklear). Pada
saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan berat
molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga
memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa. Perubahan kimia ini
juga diikut dengan pembentukan pigmen pada nuklear lensa. Pada keadaan normal
lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia lensa mata dapat
mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini
dapat menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram) pada
seseorang.
Adapun patofisiologi katarak adalah kompleks dan perlu untuk dipahami.
Pada semua kemungkinan, patogenesisnya adalah multifaktorial yang melibatkan
interaksi kompleks antara proses fisiologis yang bermacam-macam. Sebagaimana
lensa berkembang seiring usia, berat dan ketebalan terus meningkat sedangkan daya
akomodasi terus menurun.
Bermacam mekanisme memberikan kontribusi pada hilangnya kejernihan
lensa. Epitelium lensa dipercaya mengalami perubahan seiring dengan pertambahan
usia, secara khusus melalui penurunan densitas epitelial dan differensiasi abberan
dari sel-sel serat lensa. Sekali pun epitel dari lensa katarak mengalami kematian
apoptotik yang rendah di mana menyebabkan penurunan secara nyata pada densitas
sel, akumulasi dari serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan
gangguan pembentukan serat lensa dan homeostasis dan akhirnya mengakibatkan
hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan bertambahnya usia lensa,
penurunan ratio air dan mungkin metabolit larut air dengan berat molekul rendah
dapat memasuki sel pada nukleus lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi
dengan penurunan transport air, nutrien dan antioksidan. Kemudian, kerusakan
oksidatif pada lensa pada pertambahan usia terjadi yang mengarahkan pada
perkembangan katarak senilis. Berbagai macam studi menunjukkan peningkatan
9
produk oksidasi (contohnya glutation teroksidasi) dan penurunan vitamin
antioksidan serta enzim superoksida dismutase yang menggaris-bawahi peranan
yang penting dari proses oksidatif pada kataraktogenesis.
Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa dengan
berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul tinggi larut air,
fase tak larut air dan matriks protein membran tak larut air. Hasil perubahan protein
menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks refraksi lensa,
menyebarkan jaras-jaras cahaya dan menurunkan kejernihan. Area lain yang sedang
diteliti meliputi peran dari nutrisi pada perkembangan katarak secara khusus
keterlibatan dari glukosa dan mineral serta vitamin.

2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan yang dilakukan jika penderita
tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk melakukan
kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih
baik hanya dengan mengganti kaca matanya, menggunakan kaca mata bifokus yang
lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak tidak mengganggu
biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan.
Adapun indikasi operasi :

1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan dari
tajam penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-
hari, maka operasi katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika
prognosis kembalinya penglihatan kurang baik :
a. Katarak hipermatur
b. Glaukoma sekunder
c. Uveitis sekunder
d. Dislokasi/Subluksasio lensa
e. Benda asing intra-lentikuler
f. Retinopati diabetika
g. Ablasio retina
10
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus,
namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada
pasien muda, maka operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil
tampak hitam meskipun pengelihatan tidak akan kembali.

2.10 Teknik Operasi Katarak


1. Intracapsular Cataract Extraction ( ICCE)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa besama kapsul.
Dapat dilakukan pada zonula Zinn telah rapuh atau bergenerasi dan mudah
diputus. Pada katarak ekstraksi intrascapular tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.
Akan tetapi pada tehnik ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada
pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai segmen hialoidea
kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedaha ini yaitu astigmat,
glaucoma, uveitis, endoftalmitis dan perdarahan, sekarang jarang dilakukan.
2. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
a. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan
tesebut. Termasuk dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan ligasi.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan
kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glaucoma, mata dengan predisposisi
untuk tejadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi
retina, mata dengan sitoid macula edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti
prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini
yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.

11
b. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
SICS adalah salah satu teknik operasi katarak yang pada umumnya
digunakan di Negara berkembang. Teknik ini biasanya menghasilkan hasil
visus yang bagus dan sangat berguna untuk operasi katarak dengan
volume yang tinggi. Teknik ini dilakukan dengan cara insisi 6 mm pada
sclera (jarak 2 mm dari limbus), kemudian dibuat sclera tunnel sampai di
bilik mata depan. Dilakukan CCC, hidrodiseksi, hidrideliniasi dan disini
nucleus dikeluarkan dengan manual, korteks dikeluarkan dengan aspirasi
dan irigasi kemudian dipasang IOL in the bag.
c. Phacoemulsification
Phacoemulsifikasi adalah teknik yang paling mutakhir. Hanya
diperlukan irisan yang sangat kecil saja. Dengan menggunakan getaran
ultrasonic yang dapat menghancurkan nukleus lensa. Sebelum itu dengan
pisau yang tajam, kapsul anterior lensa dikoyak. Lalu jarum ultrasonik
ditusukkan ke dalam lensa, sekaligus menghancurkan dan menghisap
massa lensa keluar. Cara ini dapat dilakukan sedemikian halus dan teliti
sehingga kapsul posterior lensa dapat dibiarkan tanpa cacat. Dengan
teknik ini maka luka sayatan dapat dibuat sekecil mungkin sehingga
penyulit maupun iritasi pasca bedah sangat kecil. Irisan tersebut dapat
pulih dengan sendirinya tanpa memerlukan jahitan sehingga
memungkinkan pasien dapat melakukan aktivitas normal dengan segera.
Teknik ini kurang efektif pada katarak yang padat.

2.11 Komplikasi
Terdapat banyak komplikasi yang bisa terjadi dari operasi katarak dan
komplikasi ini bisa dibagi menjadi :
1. Intraoperation
Selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior mungkin akan
menjadi dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat dari keseimbangan
solution garam kedalam ruangan anterior, kebocoran akibat insisi yang terlalu
lebar, tekanan luar bola mata, tekanan positif pada vitreus, perdarahan pada
suprachoroidal.

12
2. Postoperation
Komplikasi selama postoperative dibagi dalam Early Complication Post
Operation dan Late Complication Post Operation.
a. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama
operasi maka gel vitreous dapat masuk kedalam bilik anterior, yang
merupakan resiko terjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini
membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang mengaspirasi
dan mengeksisi gel (vitrektomi).
b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada
periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai faerah berwarna gelap pada
lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan
perbaikan segera dengan pembedahan.
c. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun
jarang terjadi. Pasien datang dengan :
a) Mata merah yang terasa nyeri.
b) Penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari setelah
pembedahan.
c) Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
d. Astigmatisme pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan
kornea untuk mengurangi astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum
pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh.
e. Ablasio retina. Tehnik-tehnik modern dalam ekstraksi katarak
dihubungkan dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat
komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
f. Edema macular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan,
terutama bila disertai hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring waktu
namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
g. Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul
posterior berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel
epitel residu bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi
kabur dan mungkin didapatkan rasa silau.

13
2.12 Prognosis
Tidak adanya penyakit okular lain yang menyertai pada saat
dilakukannya operasi yang dapat mempengaruhi hasil dari operasi, seperti
degenerasi makula atau atropi nervus optikus memberikan hasil yang baik
dengan operasi standar yang sering dilakukan yaitu ECCE dan
Phacoemulsifikasi.

14
CONTOH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM
SENSORI VISUAL: PRE DAN POST OPERASI KATARAK DI BANGSAL
CEMPAKA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDANARANG BOYOLALI

A. Diagnosa
Diagnosa preoperasi :
a. Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan (Carpernito, 2009).
b. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian operasi
(NANDA, 2011).

Diagnosa postoperasi :
a. Nyeri berhubungan dengan luka postoperasi (Carpernito, 2009).
b. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan, sekunder akibat
interupsi bedah pada permukaan mata (Carpenito, 2009).
c. Defisit pengetahuan perawatan dirumah berhubungan dengan terbatasnya
informasi (Carpernito, 2009).

B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 2 Mei 2013 jam 14.30 di ruang Cempaka
RSUD Pandanarang Boyolali pengkajian didapat melalui wawancara dengan
pasien, keluarga dan melalui data status pasien.
1. Identitas
Identitas pasien bernama Tn. S, berumur 65tahun, jenis kelamin laki-laki,
bersuku bangsa Jawa, beragama Islam, status kawin, pendidikan terakhir
SD,bekerja sebagai petani, Tn.S saat ini tinggal di Kedung Wuluh RT 13
RW3, Temon,Simo, Boyolali. 2. Riwayat penyakit a. Keluhan utama Mata
tidak dapat digunakan untuk melihat dengan baik, pandangan kabur tidak
jelas, terlihat silau dan kemerah-merahan.
2. Riwayat penyakit sekarang Pasien mengungkapkan bahwa kondisi matanya
tidak dapat digunakan untuk melihatdengan jelas terutama pada mata sebelah

15
kanan. Yang terlihat hanya samar-samar dan warna kemerah-merahan dan
tak jelas.Hal ini dirasakan pasien sejak 3 bulan yang lalu.
3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum sedang.Kesadaran compos mentis.
Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 82x/ menit, suhu 36C, respirasi 22x/
menit. Pada pemeriksaan, mata di dapat bentuk simetris, terlihat warna
kehitaman disekitar kedua mata, konjuctiva tidak anemis, seklera tidak
ikterik, pupil warna putih keruh.
4. Pemeriksaan Penunjang Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb :
14,2 g/dl,Hematroktit : 4,8 %,Trombosit : 223 10*/uL,Eritrosit : 4,98
10*6/uL,Urium : 37 mg/uL,Creatinin : 13 mg/uL

C. Data Fokus
1. Data fokus preoperasi
a) data subjektif : Pasien mengatakan pandangan mata samar-samar,
kemerah-merahan dan silau. Pasien juga mengatakan merasa cemas
menghadapi tindakan operasi yang akan datang.
b) Data objektif : Pasien nampak hanya melihat ke satu arah, pasien terlihat
bingung terhadap lingkungan sekitar, pasien juga nampak cemas.

2. Data fokus postoperasi dari wawancara dan dari penglihatan didapatkan


a) Data subjektif : Pasien mengatakan mata kanan terasa nyeri senutsenut.
P: luka operasi, Q: nyeri senut-senut, R: mata kiri, S: 5, T: hilang timbul.
Pasien mengatakan tidak mengetahui tentang perawatan luka setelah
operasi.Pasien dan keluarga menanyakan tentang perawatan dirumah.
b) Data objektif :Terlihat mata kanan tertutup kassa setelah operasi, klien
tampak bingung.

D. Daiagnosa keperawatan Preoperasi


1. Gangguan perubahan persepsi sensori: (penglihatan) berhubungan
denganperubahan penerimaan sensori.
2. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
kejadianoperasi. Postoperasi
3. Nyeri berhubungan dengan luka postoperasi.

16
4. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan, sekunder
akibat interupsi bedah pada permukaan mata.
5. Defisit pengetahuan perawatan dirumah berhubungan dengan
terbatasnya informasi.

1) Hasil Evaluasi Preoperasi


a) Diagnosa pertama yaitu Gangguan perubahan persepsi sensori:
(penglihatan) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori,
dengan hasil evaluasi pasien mengatakan gangguan penglihatan
dirasakan minimal, pasien tampak menggunakan sensori pendengaran
untuk memperhatikan, masalah teratasi sebagian, sehingga intervensi
dilanjutkan.
b) Diagnosa yang kedua kecemasan berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang kejadianoperasi setelah dievaluasi didapatkan
evaluasi keperawatan berupa pasien mengatakan siap untuk operasi,
pasien tampak tenang, masalah teratasi sehingga intervensi
dihentikan.

2) Postoperasi Untuk diagnose pertama

a) Nyeri berhubungan dengan luka postoperasi, didapatkan respon


evaluasi pasie nmengatakan nyeri berkurang, keadaan umum baik,
skala nyeri 3, nyeri teratasi sebagian maka intervensi di lanjutkan.
b) Evaluasi untuk diagnosa yang kedua yaitu resiko infeksi berhubungan
dengan peningkatan kerentanan, sekunder akibat interupsi bedah pada
permukaan mata. Didapatkan respon evaluasi pasien mengatakan
kondisinya lebih terasa nyaman, tidak ada tanda infeksi, kondisi luka
baik, masalah teratasi, maka intervensi dipertahankan.
c) Evaluasi diagnosa ketiga yaitu defisit pengetahuan berhubungan
dengan terbatasnya informasi. Didapatkan data evaluasi pasien dan
keluarga mengatakan memahami dengan apa yang telah dijelaskan,
Pasien dan keluarga nampak kooperatif serta antusias, masalah
teratasi, sehingga intervensi dihentikan.

17
E. Tindakan keperawatan pada pasien pre dan post operasi katarak adalah
sebagai berikut :
Tindakan keperawatan pre operasi
1. Diagnosa : Gangguan persepsi (sensori) : penglihatan berhubungan
dengan perubahan penerimaan sensori.
a) Tindakan keperawatan yaitu pengkajian ketajaman penglihatan
untuk mengetahui kemampuan visual klien.
b) Menganjurkan penggunaan alternatif rangsang untuk
meningkatkan stimulus terhadap lingkungan.
c) Mencegah sinar yang menyilaukan untuk mencegah
distress.Menganjurkan keluarga ada yang menemani klien untuk
membantu pemenuhan kebutuhan klien dan mengurangi resiko
terjadinya cidera.
2. Diagnosa : Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
kejadian operasi.
a) Tindakan keperawatan yaitu pengkajian tingkat kecemasan, untuk
mengetahui kecemasan klien.
b) Mendorong klien mengungkapkan perasaannya, hal ini dapat
mengurangi rasa cemas pada klien.
c) Menjelaskan gambaran yang terjadi pada saat pembedahan,
peningkatan pemahaman tentang kejadian yang mungkin terjadi
dapat menurunkan kecemasan.
d) Memberikan kesempatan klien untuk bertanya, dapat memerjelas
pemahaman dan menurunkan kecemasan. Tindakan keperawatan
postoperasi :
3. Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan luka postoperasi.
a) Tindakan keperawatan yaitu pengkajian nyeri klien, untuk
mengetahui derajat nyeri klien.
b) Mengajarkan teknik relaksasi, dapat menurunkan intensitas nyeri.
c) Memberikan posisi yang nyaman, posisi yang tepat mempengaruhi
perasaan nyeri.
d) Melakukan kolaborasi pemberian antalgesik, untuk mengurangi
nyeri dengan menaikkan ambang nyeri. Memonitor kenyamanan
18
manajemen nyeri, untuk dapat memantau perkembanagan dan
memberikan rasa aman.
4. Diagnosa : Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan
sekunder, akibat interupsi bedah pada permukaan mata.
a) Tindakan keperawatan yaitu, menganjurkan istirahat yang cukup
meminimalisir terjadi infeksi.
b) Memeberikan asupan nutrisi cukup, untuk meningkatkan
imunitas tubuh.
c) Mengajarkan teknik aseptik, untuk mencagah terhindar dari
infeksi, memonitor tanda-tanda infeksi, berguna memantau
perkembangan klien.
d) Kolaborasi pemberian antibiotic, meningkatkan imun tubuh klien

5. Diagnosa :Defisit pengetahuan perawatan dirumah berhubungan dengan


terbatasnya informasi.
a) Tindakan keperawatan yaitu pengkajian tingkat pengetahuan
keluarga, untuk mengetahui pemahaman keluarga tentang penyakit
yang diderita klien.
b) Menjelaskan tindakan yang diperbolehkan dan yang perlu
dihindari, meningkatkan pemahaman keluarga.
c) Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya.

F. intraoperative
Rencana Tindakan:
a) Penggunaan baju seragam bedah.
Penggunaan seragam bedah didesain secara khusus dengan harapan dapat
mencegah kontaminasi dari luar. Hal itu dilakukan dengan berprinsip bahwa
semua baju dari luar hrus diganti dengan baju bedah yang steril; atau baju harus
dimasukan ke dalam celana atau harus menuti pinggang untuk mengurangi
menyebarnya bakteri; serta gunakan tutup kepala, masker, sarung tangan, dan
celemek steril.

b) Mencuci tangan sebelum pembedahan.


19
c) Menerima pasien didaerah bedah. Sebelum memasuki wilayah bedah, pasien
harus melakukan pemeriksaan ulang diruang penerimaan untuk mengecek
kembali nama, bedah apa yang akan dilakukan, nomor status registrasi
pasien, berbagai hasil laboratorium dan X-ray, persiapan darah setelah
dilakukan pemeriksaan silang dan golongan darah, alat protesis, dan lain-
lain.Pengiriman dan pengaturan posisi dikamar bedah.
d) Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah terlentang, terlungkup,
trendelenburg, litotomi, lateral, atau disesuaikan dengan jenis opersai yang
akan dilakukan.
e) Pembersihan dan persiapan kulit. Pelaksanaan tindakan ini bertjuan untuk
membuat daerah yang akan dibedah bebas dari kotoran dan lemak kulit, serta
untuk mengurangi adanya mikroba. Bahan yang digunakan dalam
pembersihan kulit ini harus memiliki spectrum khasiat; memiliki kecepatan
khasiat; memiliki potnsi yang baik dan tidak menurun bila terdapat kadar
alhokol, sabun detergen atau bahan organik lainnya.
f) Penutupan daerah steril Penutupan daerah steril dilakukan dengan
menggunakan duk steril agar tetap sterilnya daerah seputar bedah dan
mencegah perpindahnya mikroorganisme antara daerah steril dan tidak.
g) Pelaksanaan anastesia Anatesia dapat dilakukan dengan berbagai macam,
antara lain anastesia umum, inhalasi atau intravena, anastesi regional, dn
anastesia lokal.
h) Pelaksaan pembedahan. Setelah dilakukan anastesia, tim bedah akan
melaksanakan pembedahan sesuai dengan ketentuan pembedahan.

20
G. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada pasien pre dan post operasi katarak
Evaluasi tindakan preoperasi :
1. Diagnosa gangguan persepsi (sensori): penglihatan berhubungan dengan
perubahan penerimaan sensori. Telah dilakukan evaluasi dengan respon
klien mengatakan kebutuhan terpenuhi dengan bantuan keluarga, keadaan
umum klien baik. Maka diambil kesimpulan masalah teratasi, sehingga
intervensi dihentikan.
2. Diagnosa kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
kejadian operasi. Telah dilakukan evaluasi dengan respon pasien
mengungkapkan siap untuk menjalani operasi, klien tampak tenang. Maka
dapat disimpulkan masalah teratasi, sehingga intervensi dihentikan.

Evaluasi tindakan postoperasi :


1. Diagnosa nyeri berhubungan dengan luka postoperasi. Telah dilakukan
evaluasi dengan respon pasien mengatakan nyeri terasa berkurang,
keadaan umum klien baik, skala nyeri tiga. Maka dapat disimpulkan
masalah teratasi sebagian, sehingga intervensi dilanjutkan: anjurkan
istirahat cukup dan anjurkan melakukan teknik relaksasi.
2. Diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan
sekunder, akibat interupsi bedah pada permukaan mata. Telah
dilakukan evaluasi dengan respon pasien mengungkapkan dalam
kondisi nyaman dan tidak ada tanda infeksi, kondisi luka baik. Maka
dapat disimpulkan masalah teratasi, sehingga intervensi dihentikan.
3. Diagnosa Defisit pengetahuan perawatan perawatan dirumah
berhubungan dengan terbatasnya informasi. Telah dilakukan evaluasi
dengan respon keluarga klien paham mengenai perawatan dirumah,
keluarga kooperatif dan antusias. Maka dapat disimpulkan masalah
teratasi, sehingga intervensi dihentikan.

21
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada lensa mata
seseorang. Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur yang
tidak dapat dicegah. Katarak memiliki derajat keparahan yang sangat bervariasi dan
dapat disebabkan oleh berbagi hal, seperti kelainan bawaan, kecacatan, keracunan
obat, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan.
Katarak juvenil adalah katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang
mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak
juvenile merupakan kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak juvenile biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolic dan penyakit lainnya seperti
katarak metabolik, otot, katarak traumatik, katarak komplikata, kelainan kongenital
lain, dan katarak radiasi.
Walaupun kini telah berkembang teknologi, sampai sekarang belum ditemukan
pengobatan katarak selain dengan pembedahan.

B. SARAN
Saran-saran yang disampaikan yang dilakukan adalah: Uuntuk pembedahan mata
perawat bisa mengupdate lagi dan lebih mahir mengetahui berbagai pembedahan mata

22
DAFTAR PUSTAKA

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/2510d1100f1907d00e20a19ef61166d
8.pdf
http://repository.dinamika.ac.id/id/eprint/982/6/BAB_II.pdf
file:///C:/Users/USER/Downloads/Katarak-Klasifikasi%20Tatalaksana%20dan
%20Komplikasi%20Operasi.pdf
file:///C:/Users/USER/Downloads/2804-8499-1-PB.pdf
http://eprints.ums.ac.id/25664/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf

23

Anda mungkin juga menyukai