Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH III

KATARAK

DOSEN PEMBIMBING:
Ns.SILVIA NORA AGGRARENI M.kep
OLEH :
KELOMPOK 5

DIANA SARI 18010034


NORA TRI ANGGRAINI 18010022

PRODI SI KEPERAWATAN
STIKES PEKANBARU MEDICAL CENTER
PEKANBARU
2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ..............................................................................................
1.4 Manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi .............................................................................................................
2.2 Patofisiologi.......................................................................................................
2.3 Pathway.............................................................................................................
2.4 Tanda dan gejala................................................................................................
2.5 Penatalaksanaan medis......................................................................................
2.6 Komplikasi klinis...............................................................................................
2.7 Pemeriksaan penunjang.....................................................................................

BAB III KESIMPULAN


3.1 Kesimpulan........................................................................................................
3.2 Saran..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendak-
Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Katarak.
Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW., beserta keluarga dan sahabat beliau.
Makalah ini diajukan kepada dosen pengampu mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah tersebut. Penulis
menyadari bahwa tanpa bantuan, saran, dukungan dan kerjasama yang baik
dengan berbagai pihak, maka akan sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan
penulisan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Hal ini semata-mata karena
kekurangan dan keterbatasan yang penulis miliki. Oleh sebab itu, kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan. Dan akhirnya semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis dan seluruh pihak yang konsern dalam pendidikan
keperawatan.

Pekanbaru, April 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Katarak merupakan salah satu penyakit yang menyerang mata yang
merupakan salah satu jenis penyakit mata tenang visus menurun perlahan.
Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa,
atau akibat keduanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif
(Mansjoer dkk, 2008).
Kata katarak berasal dari bahasa Latin, cataracta, atau dalam bahasa
Yunani, kataraktes, yang berarti terjun seperti air. Istilah ini dipakai orang
Arab sebab orang-orang dengan kelainan ini mempunyai penglihatan yang
seolah-olah terhalang oleh air terjun (American Academy Ophtalmology, Lens
and Cataract. Basic and clinical Science Course, Section, 2006)
Katarak dapat menimbulkan gangguan penglihatan seperti penglihatan
kabur, penglihatan bagian sentral hilang sampai menjadi buta setelah 10-20
tahun dari mulai terjadinya kekeruhan lensa (Kupler, 1984).
WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia,
dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Angka kebutaan di Indonesia
tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara (Depkes
RI, 2003).
Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-
1996 menunjukkan bahwa angka kebutaan sebesar 1,5% 5. Penyebab
kebutaan adalah katarak sebesar 0,78%, glaucoma 0,2%, kelainan refraksi
sebesar 0,14%, dan penyakit lain yang berhubungan dengan lanjut usia
sebesar 0,38%. Jumlah buta katarak di Indonesia, terdapat 16% buta katarak
pada usia produktif (40-54 tahun), pada hal sebagai penyakit degenerative
buta katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (Depkes RI, 2003).
Menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga – Survei Kesehatan
Nasional (SKRT – SUSENAS) tahun 2001, prevalensi katarak di Indonesia
sebesar 4,99%. Prevalensi katarak Jawa Bali sebesar 5,48% lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah Indonesia lainnya. Prevalensi katarak di daerah
perdesaan 6,29% lebih tinggi jika dibandingkan daerah perkotaan 4,5%
(Depkes RI, 2004).
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2003, umlah katarak di
Indonesia saat ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut yang
pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 15,3 juta (7,4% dari total penduduk).
Jumlah ini cenderung akan bertambah besar dengan meningkatnya penduduk
Indonesia (pada tahun 2025 terjadi peningkatan sebesar 414% dibandingkan
dengan penduduk tahun 1990).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa definisi, etiologi dan faktor pencetus, tanda dan gejala, patofisologi
dan pathway, penatalaksanaan medis, komplikasi klinis, pemeriksaan
penunjang dan laboratorium pada katarak?
2. Bagaimana asuhan keperawatan dengan katarak?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penyusunan makalah ini, secara umum bertujuan untuk mengetahui
konsep dasar penyakit katarak dan asuhan keperawatan yang dapat
ditegakkan pada klien dengan katarak.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi definisi, etiologi dan faktor pencetus, tanda dan gejala,
patofisologi dan pathway, penatalaksanaan medis, komplikasi klinis,
pemeriksaan penunjang dan laboratorium pada katarak.
b. Mengidentifikasi pengkajian yang perlu dilakukan pada klien dengan
katarak.
c. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien dengan katarak.
d. Mengidentifikasi intervensi keperawatahn secara umum yang dapat
diterapkan pada klien dengan katarak.

D. Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah memperoleh pengetahuan
tentang definisi, etiologi dan faktor pencetus, tanda dan gejala, patofisologi
dan pathway, penatalaksanaan medis, komplikasi klinis, pemeriksaan
penunjang dan laboratorium pada katarak. Selain itu, pengetahuan tersebut
nantinya dapat diterapkan secara tepat dalam memberikan penanganan
katarak pada klien dan dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien
klien katarak dengan tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Katarak merupakan salah satu penyakit yang menyerang mata yang
merupakan salah satu jenis penyakit mata tenang visus menurun perlahan.
Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa,
atau akibat keduanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif
(Mansjoer dkk, 2008).
Kata katarak berasal dari bahasa Latin, cataracta, atau dalam bahasa
Yunani, kataraktes, yang berarti terjun seperti air. Istilah ini dipakai orang
Arab sebab orang-orang dengan kelainan ini mempunyai penglihatan yang
seolah-olah terhalang oleh air terjun (American Academy Ophtalmology, Lens
and Cataract. Basic and clinical Science Course, Section, 2006).
Menurut Kadek dan Darmadi (2007) katarak adalah kekeruhan lensa
mata atau kapsul lensa yang mengubah gambaran yang diproyeksikan pada
retina . Katarak merupakan penyebab umum kehilangan pandangan secara
bertahap (Springhouse Co). Derajat disabilitas yang ditimbulkan oleh katarak
dipengaruhi oleh lokasi dan densitas keburaman . Intervensi diindikasikan
jika visus menurun sampai batas klien tidak dapat menerima perubahan dan
merugikan atau mempengaruhi gaya hidup klien (yaitu visus 5/15). Katarak
biasanya mempengaruhi kedua mata tetapi masing-masing berkembang
secara independen . perkecualian ,katarak traumatic bisanya unilateral dan
katarak congenital biasanya stasioner.
Tindakan operasi mengembalikan pandangan mata kurang lebih
95% klien (Springhouse Co). Tanpa pembedahan , katarak yang terjadi dapat
menyebabkan kehilangan pandangan komplet. Katarak terbagi menjadi jenis
menurut perkembangan (katarak congenital) dan menurut proses degenerative
( katarak primer dan katarak komplikata).
1. Katarak Kongenital

Katarak congenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada


saat pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir.
Katarak ini sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita rubella, DM, toksoplasmosis, hipoparatiroidisme, galaktosemia.
Ada pula yang menyertai kelainan bawaan pada mata itu sendiri seperti
mikroftalmus, aniridia, koloboma,keratokonus, ektopia leentis,
megalokornea, hetekronia iris. Kekeruhan dapat dijumpai dalam bentuk
arteri hialoidea yang persisten, katarak Polaris anterior, posterior, katarak
aksialis, katarak zonularis, katarak stelata, katarak totalis dan katarak
kongenita membranasea.
2. Katarak Primer
Katarak primer, menurut umur ada tiga golongan yaitu atarak
juvenilis (umur <20 tahun), katarak senilis (umur >50 tahun ). Katarak
primer dibagi menjadi empat stadium :
1) Stadium Insipien
Jenis katarak ini adalah stadium paling dini . Visus belum
terganggu , dengan koreksi masih bisa 5/5 -6/6. Kekeruha terutama
terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti jari-jari roda.
2) Stadium Imatur
Kekeruhan sebelum mengenai seluruh lapisan lensa , terutama
terdapat dibagian posterior dan bagian belakang nucleus lensa .
Shadow test posotif . Saat ini mungkin terjadi hidrasi korteks yang
menyebabkan lensa menjadi cembung sehingga indeks refraksi
berubah dan mata menjadi miopa. Keadaan ini disebut intumesensi.
Cembungnya lensa akan mendorong iris kedepan, menyebabkan sudut
bilik mata depan menjadi sempit dan menimbulkan komplikasi
glaucoma.
3) Stadium Matur
Pada stadium ini terjadi pengeluaran air sehingga lensa akan
berukuran normal kembali. Saat ini lensa telah keruh seluruhnya
sehingga semua sinar yang masuk pipil dipantulkan kembali. Shadow
tes negative .Di pupil tampak lensa seperti mutiara.
4) Stadium Hipermatur (Katarak Morgagni)
Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nucleus
lensa turun karena daya beratnya. Melalui pupil, nucleus terbayang
sebagai setengah lingkaran dibgian bawah dengan warna berbeda dari
yang diatasnya yaitu kecoklatan .Saat ini juga terjadi kerusakan kapsul
lensa yang menjadi lebih permeable sehingga isi korteks dapat keluar
dan lensa menjadi kempis yang dibawahnya terdapat nucleus
lensa.Keadaan ini disebut katarak morgani.
(Carpenito dan Lynda, 2000)
3. Komplikasi katarak
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagian komplikasi dari
penyakit lain . Penyebab katarak jenis ini adalah :
a. Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa, glaucoma, ablasio
retina yang sudah lama , uveitis, myopia maligna.
b. Penyakit siskemik , DM, hipoparatiroid, sindromdown, dermatritis
atopic.
c. Trauma , trauma tumpul, pukulan , benda asing didalam mata terpajan
panasa yang berlebihan , sinar X , radio aktif, terpajan sinar matahari,
toksik kimia.
(Ilyas, 2005)
B. PATOFISIOLOGI
Lensa berisi 65% air, 35% protein dan mineral penting. Lensa yang
normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung
tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada
korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri
di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan
bentuk katarak yang paling bermakna seperti kristal salju (Ilyas, 2008).
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam
lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak (Ilyas, 2008).
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma
atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan
yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak
meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama (Guyton, 1997).
Katarak merupakan kondisi penurunan ambilan oksigen,penurunan
air,peningkatan kandungan kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut
menjadi tidak larut. Pada proses penuaan, lensa secara bertahap kehilangan
air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan densitasnya. Peningkatan
densitas diakibatkan oleh kompresi sentral serta lensa yang lebih tua. Saat
serat lensa yang baru diproduksi dikorteks,serat lensa ditekan menuju sentral.
Serat-serat lensa yang padat lama-lama menyebabkan hinlangnya transparansi
lensa yang tidak terasanyeri dan sering bilateral (Ilyas, 2005).
Selain itu berbagai penyebab katarak diatas menyebabkan gangguan
metabolism pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini , menyebabkan
perubahan kandungan bahan-bahan yang ada didalam lensa yang pada
akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat berkembang
diberbagai bagian lensa atau kapsulnya. Pada gangguan ini sinar yang masuk
memalui kornea yang dihalangi oleh lensa yang keruh atau huram. Kondisi
ini memburamkan bayangan semu yang sampai pada retina. Akibat otak
mengiterprestasikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarak yang
tidak diterapi, lensa mata menjadi putih susu, kemudian berubah kuning ,
bahkan menjadi coklat atau hitam dank lien mengalami kesulitan dalam
membedakan warna (Mansjoer, 2008).
PATHWAY

Usia lanjut dan Congenital atau Cedera mata Penyakit metabolik


proses penuaan bisa diturunkan. (misalnya DM)

Nukleus mengalami perubahan warna


Kurang menjadi coklat kekuningan
pengetahuan

Perubahan fisik (perubahan pd serabut halus multiple


(zunula) yg memanjang dari badan silier kesekitar
Tidak daerah lensa)
mengenal Kurang terpapar
sumber terhadap
informasi Hilangnya informasi tentang
tranparansi lensa
prosedur
tindakan
Perubahan kimia dlm protein lensa pembedahan
Resiko Cedera

Ansietas
koagulasi

Gangguan
penerimaan
mengabutkan pandangan
sensori/status
organ indera
prosedur
Terputusnya protein lensa invasive
Menurunnya disertai influks air kedalam lensa pengangkatan
ketajaman katarak
penglihatan
Usia meningkat

Resiko
tinggi
Defisit Gangguan Penurunan enzim menurun terhadap
perawata persepsi infeksi
n diri sensori-
perseptual
penglihata Degenerasi pd lensa
n

KATARAK

Post op Nyeri
C. TANDA DAN GEJALA
Menurut Priska tahun 2008, latarak biasanya tumbuh secara perlahan
dan tidak menyebabkan rasa sakit. Pada tahap awal kondisi ini hanya akan
mempengaruhi sebagian kecil bagian dari lensa mata anda dan mungkin saja
tidak akan mempengaruhi pandangan. Saat katarak tumbuh lebih besar maka
noda putih akan mulai menutupi lensa mata dan mengganggu masuknya
cahaya ke mata. Pada akhirnya pandangan mata akan kabur dan mengalami
distorsi. Berikut adalah tanda dan gejala yang terdapat pada penyakit katarak:
1. Pandangan mata yang kabur, suram atau seperti ada bayangan awan atau
asap. Noda putih yang semakin berkembang akan mengalami pandangan
mata menjadi kabur, objek terhadap suatu benda menjadi sulit untuk
dikenali bahkan tak dapat membedakan warna cahaya.
2. Sulit melihat pada malam hari. Penderita penyakit mata apapun akan
merasa kesulitan ketika melihat suatu objek atau cahaya pada malam
hari, hal ini dikarenakan lensa mata akan membaca kefokusan objek yang
diterima oleh lensa mata.
3. Sensitif pada cahaya. Penderita mata katarak akan merasa sensitif pada
intensitas cahaya yang diterima oleh lensa mata, mata menjadi sensitif
karena ketidakmampuan retina menerima cahaya dan lensa mata tidak
dapat memfokuskan cahaya untuk dikirim ke retina.
4. Terdapat lingkaran cahaya saat memandang sinar. Pada saat lensa mata
memandang atau menangkap cahaya atau sinar, lensa mata hanya mampu
menangkap sinar seperti sebuah lingkaran.
5. Membutuhkan cahaya terang untuk membaca atau ketika beraktifitas
Penderita katarak sangat membutuhkan pencahayaan yang cukup terang
ketika melakukan berbagai aktivitas.
6. Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena ketidaknyamanan
tersebut. Penderita katarak yang menggunakan alat bantu untuk membaca
dan melihat, cenderung lebih sering mengganti kacamata atau kontak
lensa karena faktor ketidaknyamanan seperti ketika dirasa mata tidak lagi
dapat melihat atau menangkap suatu objek benda atau cahaya sekalipun,
penderita katarak mampu mengganti kacamata atau kontak lensa 2x
dalam sebulan.
7. Warna memudar atau cenderung menguning saat melihat. Penderita
katarak hanya mampu melihat dan menangkap cahaya seperti sebuah
lingkaran, namun lama-kelamaan akan memudar karena urat syaraf retina
akan menguning jika melihat suatu objek benda terlalu lama.
8. Pandangan ganda jika melihat dengan satu mata. Penderita katarak tidak
membahayakan fisik jika diketahui sejak dini dan belum memasuki
stadium yang semakin parah. Jika dalam kondisi yang parah, penderita
katarak akan merasakan rasa nyeri di sekeliling mata, sering sakit kepala,
kemudian terjadi peradangan. Kemudian objek atau cahaya yang
ditangkap seperti berbayang jika katarak yang diderita hanya sebelah.
9. penyebab katarak itu terjadi, yakni seiring bertambahnya usia tingkat
kesehatan suatu tubuh akan semakin menurun tak terkecuali mata, karena
mata merupakan organ terpenting dari segala organ tubuh yang bekerja
maksimal terkadang waktu istirahat yang dibutuhkan oleh mata
berkurang, sehingga ketebalan, kejernihan, tingkat kefokusan pun
semakin menurun. Lensa mata terdiri dari air dan serat protein. Tingkat
usia juga mempengaruhi kondisi mata seseorang, mulai dari perubahan
warna pada lensa mata, struktur mata, protein dan vitamin mata semakin
berkurang dan menurun. Beberapa serat protein akan menggumpal dan
menyebabkan noda pada lensa mata.

D. PENATALAKSANAAN MEDIS
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat
sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka
penanganan biasanya konservatif. Pembedahan diindikasikan bagi mereka
yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan.
Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yangterbaik yang dapat
dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang
mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen
posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit
retina atau saraf optikus, seperti diabetes dan glaukoma (Priska, 2008).
1. Bedah Katarak Senil.
Bedah katarak senil dibedakan dalam bentuk ekstraksi lensa
intrakapsular dan ekstraksi lensa ekstrakapsular menurut Priska tahun 2008
adalah sebagai berikut:
a) Ekstraksi lensa intrakapsular
Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum
dilakukan pada katarak senil. Lensa dikeluarkan berama-sama dengan
kapsul lensanya dengan memutus zonula Zinn yang telah pula
mengalami degenerasi.
Pada ekstraksi lensa intrakapsular dilakukan tindakan dengan
urutan berikut :
1. Dibuat flep konjungtiva dari jam 9.00 sampai 3.00 melalui jam 12.
2. Dilakukan fungsi bilik mata depan dengan pisau.
3. Luka kornea diperlebar seluas 1600
4. Dibuat iridektomi untuk mencegah glaucoma blokade pupil pasca
bedah.
5. Dibuat jahitan korneosklera.
6. Lensa dikeluarkan dengan krio.
7. Jahitan kornea dieratkan dan ditambah.
8. Flep konjungtifa dijahit.
Faktor yang mempersulit saat pembedahan yang dapat terjadi
adalah pecahnya kapsul lensa sehingga lensa tidak dapat dikeluarkan
bersama-sama kapsulnya. Pada keadaan ini terjadi ekstraksi lensa
ekstrakapsular tanpa rencana karena kapsul posterior akan tertinggal.
Selain itu, prolaps badan kaca pada saat lensa dikeluarkan juga dapat
mempersulit pembedahan.
Bedah ekstraksi lensa intrakapsular saat ini sudah jarang
digunakan, namun masih dikenal pada negera dengan ekonomi rendah
karena dianggap merupakan teknik yang masih baik untuk
mengeluarkan lensa keruh yang mengganggu penglihatan dengan
ongkos rendah. Teknik ini membutuhkan sayatan yang lebih besar lagi
dibandingkan dengan teknik ekstrakapsuler. Pada teknik ini, ahli
bedah akan mengeluarkan lensa mata beserta selubungnya. Berbeda
dengan kedua teknik sebelumnya, pemasangan lensa mata buatan pada
teknik pembedahan intrakapsuler bukan pada tempat lensa mata
sebelumnya, tapi ditempat lain yaitu di depan iris. Teknik ini sudah
jarang digunakan. Walaupun demikian, masih dilakukan pada kasus
trauma mata yang berat
b) Ekstraksi Lensa Ekstrakapsular
Pada ekstraksi lensa kapsuler dilakukan tindakan sebagai berikut :
a. Flep konjungtiva antara dasar dengan fornik pada limbus dibuat
dari jam 10.00 – 14.00
b. Dibuat pungsi bilik mata depan.
c. Melalui pungsi ini dimasukkan jarum untuk kapsulotomi anterior.
d. Dibuat luka dari jam 10 sampai jam 2.
e. Nucleus lensa dikeluarkan.
f. Sisa korteks lensa dilakukan irigasi sehingga tinggal kapsul
posterior saja.
g. Luka kornea dijahit.
h. Flep konjungtifa dijahit.
Penyulit yang dapat timbul adalah terdapat korteks lensa yang
akan membuat katarak sekunder. Cara ini umumnya dilakukan pada
katarak yang sudah parah, dimana lensa mata sangat keruh sehingga
sulit dihancurkan dengan teknik fakoemulsifikasi. Selain itu, juga
dilakukan pada tempat-tempat dimana teknologi fakoemulsifikasi
tidak tersedia. Teknik ini membutuhkan sayatan yang lebih lebar,
karena lensa harus dikeluarkan dalam keadaan utuh. Setelah lensa
dikeluarkan, lensa buatan dipasang untuk menggantikan lensa asli,
tepat di posisi semula. Teknik ini membutuhkan penjahitan untuk
menutup luka. Selain itu perlu penyuntikan obat pemati rasa di sekitar
mata.
2. Fakoemulsifikasi
Ekstraksi lensa dengan fakoemulsifikasi, yaitu teknik operasi katarak
modern menggunakan gel, suara berfrekuensi tinggi, dengan sayatan 3 mm
pada sisi kornea. Fakoemulsifikasi adalah tehnik operasi katarak terkini.
Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di
kornea. Getaran ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin phaco akan menyedot massa katarak yang telah hancur
tersebut sampai bersih. Sebuah lensa Intra Ocular (IOL) yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Untuk lensa lipat (foldable lens)
membutuhkan insisi sekitar 2.8 mm, sedangkan untuk lensa tidak lipat
insisi sekitar 6 mm. Karena insisi yang kecil untuk foldable lens, maka
tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan dengan cepat kembali melakukan aktifitas sehari-hari
Prisla (2008).
Indikasi teknik fakoemulsifikasi berupa calon terbaik pasien muda
dibawah 40-50 tahun, tidak mempunyai penyakit endotel, bilik mata
dalam, pupil dapat dilebarkan hingga 7 mm. Kontraindikasinya berupa
tidak terdapat hal – hal salah satu diatas, luksasi atau subluksasi lensa.
Prosedurnya dengan getaran yang terkendali sehingga insiden prolaps
menurun. Insisi yang dilakukan kecil sehingga insiden terjadinya astigmat
berkurang dan edema dapat terlokalisasi, rehabilitasi pasca bedahnya
cepat, waktu operasi yang relatif labih cepat, mudah dilakukan pada
katarak hipermatur. Tekanan intraokuler yang terkontrol sehingga prolaps
iris, perdarahan ekspulsif jarang. Kerugiannya berupa dapat terjadinya
katarak sekunder sama seperti pada teknik Ekstra Kapsuler, sukar
dipelajari oleh pemula, alat yang mahal, pupil harus terus dipertahankan
lebar, endotel ’loss’ yang besar. Penyulit berat saat melatih keterampilan
berupa trauma kornea, trauma iris, dislokasi lensa kebelakang, prolaps
badan kaca. Penyulit pasca bedah berupa edema kornea, katarak sekunder,
sinekia posterior, ablasio retina (Tana, 2006).
Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah
pembedahan jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang
bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang serius. Untuk mencegah
infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan, selama
beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep.
Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan
pelindung mata sampai luka pembedahan sembuh.Untuk mencegah
astigmat pasa bedah Ekstra Kapsuler, maka luka dapat diperkecil dengan
tindakan bedah fakoemulsifikasi. Pada tindakan fako ini lensa yang
katarak di fragmentasi dan diaspirasi (Tana, 2006).
3. SICS
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang
merupakan teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih
menguntungkan karena lebih cepat sembuh dan murah.
Adapun penatalaksanaan pada saat post operasi antara lain :
1. Pembatasan aktivitas, pasien yang telah melaksanakan pembedahan
diperbolehkan:
 Menonton televisi; membaca bila perlu, tapi jangan terlalu lama.
 Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi
2. Tidak diperbolehkan membungkuk pada wastafel atau bak mandi;
condongkan sedikit kepala ke belakang saat mencuci rambut. Hindari
memakai sabun mendekati mata
3. Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari; mengenakan
kacamata pada siang hari.
4. Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring pada posisi mata yang tidak
dioperasi, dan tidak diperbolehkan telungkup.
5. Aktivitas dengan duduk.
6. Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan.
7. Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai dihindari (paling
tidak selama 1 minggu). Dianjurkan untuk melipat lututdan punggung
tetap lurus untuk mengambil sesuatu dari lantai
8. Hindari menggosok mata, menekan kelopak untuk menutup, mengejan saat
defekasi, batuk, bersin, dan muntah
(American Academy Ophtalmology, Lens and Cataract. Basic and clinical
Science Course, Section, 2006)
E. KOMPLIKASI KLINIS
1. Glaucoma
2. Uveitis
3. Kerusakan endotel kornea
4. Sumbatan pupil
5. Edema macula sistosoid
6. Endoftalmitis
7. Fistula luka operasi
8. Pelepasan koroid
9. Bleeding (Ilyas, 2008)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Diagnostik
 Keratometri
 Pemeriksaan lampu slit
 Oftalmoskopi
 Ct - scan ultrasauna (echografi)
 Perhitungan sel endotel penting untuk falkoemulsifikasi dan implantasi
 Olkamoskopi tidak langsung menunjukan area gelap di reflek merah
yang normalnya homogen.
 Pemeriksaan slip lamp memastikan diagnosis kekeruhan lensa.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Katarak merupakan gangguan pada lensa mata akibat dari hidrasi lensa
atau denaturasi protein ataupun keduanya yang berjalan secara progresif.
Katarak ini sering mengenai pada orang-orang usia produktif dan juga pada
orang yang sudah lanjut usia, hal ini mungkin terjadi karena kurangnya
pengetahuan terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya katarak
seperti terkena pajanan sinar radiasi secara langsung dan berkala, trauma,
penyakit sistemik, adanya zat pathogen yang menginvasi dan juga kurangnya
pengetahuan terhadap bagaimana cara mencegahnya.

2. Saran
1. Tenaga kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang
katarak dan problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita
memberikan informasi atau health education mengenai katarak kepada
para lansia yang utama.
2. Pemerintah
Untuk mengurangi angka kebutaan yang diakibatkan katarak, pemerintah
sudah mencanangkan program vision 2020 untuk menanggulangi kebutaan
di Indonesia. Dengan terus berputarnya waktu diharapkan pemerintah bisa
mempercepat program tersebut dengan pertimbangan semakin
meningkatnya kebutaan yang diakibatkan karena katarak.
3. Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya
katarak dan meningkatkan pola hidup yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA
American Academy Ophtalmology, Lens, And Cataract, Basis And Clinical
Science Course, Section 11. 2005-2006. Sanfransisco: p 21-32, 96-37,
153-154.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek
Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Departmen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Rencana Strategis Nasional
Penanggunalangan Gangguan Penglohatan dan Kebutaan (PGPK) untuk
mencapai Vision 2020. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Khusus dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Gangguan Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran. Analisis Data Morbiditas-Disabilitas,
SKRT-SURKRSNAS 2001. Sekretariat SURKESNAS: Direktorat Jenderal
Bina Kesehatan Khusus dan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Guyton and Hall. 1997. Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ilyas, S. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Ilyas, S. 2008. Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Kadek dan S. Darmadi. 2007. Gejala rubela bawaan (kongenital) berdasarkan
pemeriksaan serologis dan RNA virus. Surabaya RSUD Soetomo:
Indonesian Journal of Clonical Pathology and Medical Laboratory Vol.
13 No.2
Kupfer, C. 1984. the consequest of cataract: a global challenge. UK: Trans
Ophtalmol Soc.
Mansjoer, Arif., et al. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius
Priska, Dewi Kusuma. 2008. Perbedaan Tajam Penglihatan Pasca Operasi
Katarak Senilis di RSUP dr. Kariadi Semarang Periode 1 Januari 2007 –
31 Desember 2007. Semarang: eprint.undip.ac.id di akses pada tanggal 10
Desember 2012.
Tana, Lusianawaty. 2006. Faktor resiko dan upaya pencegahan katarak pada
kelompok pekerja. Jakarta: Puslitbang pemberantasan penyakit, Badan
Litbangkes Depkes RI. Media Litbang Kesehatan Vol XVI Nomot 1 Tahun
2006.
DAFTAR PUSTAKA

American Academy Ophtalmology, Lens, and Cataract, Basis and Clinical


Science Course, Section 11. 2005-2006. Sanfransisco: p 21-32, 96-37,
153-154.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek
Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Departmen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Rencana Strategis Nasional
Penanggunalangan Gangguan Penglohatan dan Kebutaan (PGPK) untuk
mencapai Vision 2020. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Khusus dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Gangguan Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran. Analisis Data Morbiditas-Disabilitas,
SKRT-SURKRSNAS 2001. Sekretariat SURKESNAS: Direktorat Jenderal
Bina Kesehatan Khusus dan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Guyton and Hall. 1997. Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ilyas, S. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Ilyas, S. 2008. Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Kupfer, C. 1984. The Consequest of Cataract: a Global Challenge. UK: Trans
Ophtalmol Soc.
Mansjoer, Arif., et al. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius
http://mypotik.blogspot.com/2010/08/penyakit-katarak.html

Anda mungkin juga menyukai