Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KATARAK

Disusun Oleh :

DJANITA E. TALLANE

NIM : 201401071 A
Prodi : IKM

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA


STIKES PAPUA SORONG
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat-Nyalah makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan. Dalam makalah ini, penulis membahas mengenai
“Epidemiologi Penyakit Katarak”.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai


definisi katarak, epidemiologi katarak, gambaran klinis, diagnosa medisnya,
penyebab terjadinya katarak serta cara penanganan dan cara mencegahnya. Dengan
harapan bahwa mahasiswa bisa lebih memahami dan mengenal materi tersebut.

Menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan makalah ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan
semoga makalah ini bermanfaat.

Sorong, 10 Desember 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 1
C. TUJUAN ................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 15
A. KESIMPULAN ........................................................................................ 15
B. SARAN ..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epidemiologi katarak penting untuk di pelajari karena katarak merupakan
salah satu penyebab kebutaan di Indonesia maupun di dunia. Menurut WHO
(1979) prevalensi kebutaan di negara berkembang adalah 10 - 40 x lebih besar
daripada negara industri. Penyebab kebutaan itu sendiri dapat di sebabkan
karena penyakit infeksi dan rudapaksa pada mata. Penyakit mata yang
menyebabkan kebutaan antara lain adalah :glaucoma, penyakit retina oleh
karena Diabetes mellitus dan katarak. Di negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia penyebab utamanya adalah katarak.

B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi penyakit Katarak.
2. Untuk mengetahui epidemiologi mengenai penyakit Katarak.
3. Untuk mengetahui Faktor Resiko Katarak.
4. Untuk mengetahui Gambaran Klinis dan Diagnosis Katarak.
5. Untuk mengetahui Mekanisme Katarak.
6. Untuk mengetahui Pencegahan Katarak.
7. Untuk mengetahui Penanggulangan Katarak.

C. Tujuan
Makalah ini di susun untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca
tentang penyakit katarak agar dapat mengenalinya, memberikan informasi
bagaimana epidemiologi katarak, dan pencegahan serta penanggulangannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Katarak
Katarak berasal dari bahasa latin ‘CATARACA’ dan bahasa yunani Katarak
yang artinya adalah air terjun. Sedangkan menurut WHO adalah hilangnya
kejernihan lensa kristalin dari mata. Terjadinya kekeruhan karena akibat
penimbunan air di susunan serabut - serabut lensa dan absorbsi intra selular
atau dapat juga di sebabkan karena koagulasi, yaitu perubahan kimia dari
kandungan protein lensa yang semula air menjadi tidak larut.
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang mengakibatkan
pandangan kabur. Pada keadaan normal, lensa yang jernih berfungsi
meneruskan cahaya ke dalam mata agar mata dapat memfokuskan benda dari
jarak yang berbeda-beda. Seseorang yang menderita katarak akan melihat
benda seperti ditutupi kabut. Penderita katarak akan melihat seakan-akan
melalui kaca mobil dengan banyak butiran air hujan sehingga berada tidak
terlihat jelas, melainkan berkabut (Gindjing, 2006).
Masih banyak orang yang menyangka, bahwa katarak merupakan selapis
selaput kulit yang terletak di depan mata. Hal ini tidak benar, karena yang
keruh adalah lensa mata. Kelainan ini juga bukan merupakan pertumbuhan
jaringan maupun tumor, melainkan berupa kondisi lensa yang menjadi
berkabut (Gindjing, 2006).
Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa
sehingga pandangan dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Penyebab
utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti
trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter
(Vaughan & Asbury, 2007).
Menurut terjadinya katarak dapat di klasifikasikan menjadi :
1. Katarak developmen
2. Katarak degeneratif
3. Katarak komplikata
4. Katarak traumatik
Sedangkan menurut usia penderita katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Katarak Kongenital
2. Katarak Juvenil
3. Katarak Preseninel
4. Katarak Senile

B. Data Epidemiologi
Menurut WHO, angka kebutaan di Indonesia 1,5% dari jumlah penduduk
di Indonesia atau sekitar 20 juta orang. Angka kejadian buta katarak
diperkirakan 0,1% atau sekita 210.000 orang per tahun. Tetapi kemampuan
operasi katarak hanya 80.000 orang per tahun sehingga tiap tahun terjadi
penumpukan sekitar 130.000 orang penderita (Gindjing, 2006).
Berdasarkan studi potong lintang prevalensi katarak pada usia 65 tahun
adalah 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75
tahun (Vaughan & Asbury, 2007). Katarak merupakan masalah penglihatan
yang serius karena katarak dapat mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO
pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling utama di
dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia. Setidaknya terdapat 18 juta
orang di dunia menderita kebutaan akibat katarak.
Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey Riset Kesehatan tahun 2013
prevalensi kebutaan nasional sebesar 0,4%, jauh lebih kecil dibanding
prevalensi kebutaan tahun 2007 (0,9%). Prevalensi kebutaan penduduk umur 6
tahun keatas tertinggi ditemukan di Gorontalo (1,1%) diikuti Nusa Tenggara
Timur (1,0%), Sulawesi Selatan dan Bangka Belitung (masing-masing 0,8%).
Prevalensi kebutaan terendah ditemukan di Papua (0,1%) diikuti Nusa
Tenggara Barat dan DI Yogyakarta (masing-masing 0,2%).
Prevalensi severe low vision penduduk umur 6 tahun ke atas secara
nasional sebesar 0,9%. Prevalensi severe low vision tertinggi terdapat di
Lampung (1,7%), diikuti Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat (masing-
masing 1,6%). Provinsi dengan prevalensi severe low vision terendah adalah DI
Yogyakarta (0,3%) diikuti oleh Papua Barat dan Papua (masing-masing 0,4%).
Prevalensi pterygium, kekeruhan kornea dan katarak secara nasional berturut-
turut adalah 8,3%; 5,5%; dan 1,8 %. Prevalensi pterygium tertinggi ditemukan
di Bali (25,2%), diikuti Maluku (18,0%) dan Nusa Tenggara Barat (17,0%).
Provinsi DKI Jakarta mempunyai prevalensi pterygium terendah, yaitu 3,7%,
diikuti oleh Banten 3,9%. Prevalensi kekeruhan kornea tertinggi juga
ditemukan di Bali (11,0%), diikuti oleh DI Yogyakarta (10,2%) dan Sulawesi
Selatan (9,4%). Prevalensi kekeruhan kornea terendah dilaporkan di Papua
Barat (2,0%) diikuti DKI Jakarta (3,1%). Prevalensi katarak tertinggi di
Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). Prevalensi
katarak terendah ditemukan di DKI Jakarta (0,9%) diikuti Sulawesi Barat
(1,1%).

C. Faktor Resiko Penderita Katarak


Pada banyak kasus penyakit katarak sering tidak diketahui penyebabnya.
Penyakit katarak biasanya terjadi pada usia lanjut, tetapi bisa juga menimpa
pada usia muda dan bisa bersifat menurun. Katarak senilis merupakan proses
kemunduran fungsi lensa mata secara bertahap. Gejalanya berupa pandangan
kabur secara bertahap dikarenakan kekeruhan lensa mata. Apabila katarak ini
masih muda yaitu kurang dari 35% masih bisa diobati dengan pengobatan
tradisional. Namun, bila tingkat keparahannya lebih dari 40% sebaiknya
pengobatan dilakukan dengan operasi. Kebanyakan lensa mata agak keruh
ketika mencapai usia diatas 60 tahun. Sebagian besar penderita mengalami
perubahan yang serupa pada kedua matanya, meskipun perubahan pada salah
satu mata lebih buruk daripada mata yang lainnya. Banyak penderita katarak
yang hanya mengalami gangguan penglihatan yang ringan dan tidak sadar
bahwa mereka telah mengalami katarak (Gindjing, 2006).

1. Faktor Predisposisi
a. Usia
Sebagian besar penyebab terjadinya penyakit katarak karena
bertambahnya usia atau proses degeneratif seseorang. Pada umunya
penyakit ini terjadi pada usia lanjut, data setatistik juga menunjukkan
sekitar 90% penderita katarak berada pada usia diatas 65 tahun. Sekitar
50% orang yang berusia 75 sampai 85 tahun daya penglihatannya
berkurang akibat katarak (Ilyas, 2006).
b. Gangguan Sistemik
Diabetes juga dapat menyebabkan penderita mengalami katarak atau
pandangan menjadi buram akibat rusaknya lensa mata. Rusaknya lensa
mata ini disebabkan karena gula membentuk suatu lapisan dan menutup
lensa mata sehingga menghalangi cahaya yang masuk ke bola mata.
Katarak dapat disembuhkan melalui operasi mata dengan cara
menggantikan lensa mata yang rusak dengan lensa plastik (Ilyas, 2006).
Disusun suatu hipotesa bahwa sarbitol menaikkan tekanan osmose
intraseluler dengan akibat meningkatkan water uptake dan selanjutnya
secara langsung maupun tidak langsung terbentuklah katarak. Pengaruh
klinis yang lama akan mengakibatkan terjadinya katarak lebih dini pada
pasien diabetes dibandingkan dengan pasien non diabetes (Ilyas, 2006).
2. Faktor Presipitasi
a. Cedera atau trauma pada lensa mata.
Bola mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh
bubungan bertulang yang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup
untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa
mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan. Meskipun
demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan
akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata
harus diangkat. Cedera mata harus diperiksa untuk menentukan
pengobatan dan menilai fungsi penglihatan (Ilyas, 2006).
b. Pekerjaan yang beresiko mengalami paparan sinar ultraviolet berlebihan.
Sinar ultraviolet dari matahari dapat mempercepat kekeruhan pada lensa
mata. Seseorang dengan pekerjaan sehari-hari sering terpapar sinar
ultraviolet meningkatkan faktor risiko katarak, seperti petani, nelayan,
tukang lass dan pekerjaan-pekerjaan yang lebih banyak menuntut
pekerja berada di bawah terik matahari. Bukti epidemiologi
menunjukkan bahwa paparan dengan waktu yang lama radiasi
ultraviolet, dihubungkan dengan peningkatan risiko dari katarak sub
kapsular. Berbagai penelitian telah berhasil membuktikan adanya
hubungan antara radiasi ultraviolet yang berasal dari sinar matahari dan
kejadian katarak (Ilyas, 2006).

D. Gambaran Klinis dan Diagnosis Katarak


1. Gambaran Klinis
Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri.
Biasanya penyakit ini muncul secara bertahap dengan gangguan sebagai
berikut (Gindjing, 2006).
a. Kesulitan melihat pada malam hari.
b. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan
di mata.
c. Penurunan ketajaman penglihatan bahkan pada siang hari sekalipun.
d. Sering berganti kacamata.
e. Penglihatan ganda pada salah satu.

Katarak pada orang biasanya berhubungan dengan proses penuaan. Katarak


tersebut dikelompokkan sebagai berikut:
a. Katarak immature yaitu lensa masih memiliki bagian yang jernih.
b. Katarak matur yaitu lensa yang seluruhnya sudah keruh.
c. Katarak hipermatur yaitu ada bagian permukaan lensa yang sudah
merembes melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan peradangan pada
struktur mata yang lainnya.

2. Diagnosis Katarak bisa dilakukan dengan pemeriksaan, yaitu :


a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat ketajaman penglihatan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan kartu Snellen yang merupakan kartu
untuk melihat ketajaman penglihatan seseorang. Satu mata ditutup
untuk menguji mata lainnya untuk membaca huruf yang makin lama
ukurannya semakin kecil.
b. Pemeriksaan Lampu Celah (Slit-lamp)
Melihat semua susunan mata bagian depan dengan pembesaran. Dengan
alat ini dapat dilihat keadaan kornea, manik mata (pupil), selaput hitam
dan lensa. Pemeriksaan mata dengan pupil mata dilebarkan untuk
melihat lensa yang keruh dan retina di belakangnya.
c. Oftalmoskopi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengkaji struktur internal okuler,
atrofi lempeng optik, papiledema, serta perdarahan. Bila telah
terdiagnosis katarak dan dipertimbangkan untuk dilaksanakan operasi
katarak, maka diperlukan pemeriksaan prabedah yang mencakup
kesehatan tubuh secara umum untuk menentukan apakah ada kelainan
yang menjadi halangan untuk dilakukan pembedahan, pemeriksaan
tersebut termasuk:
d. Uji Ultrasonografi Sken.
Ultrasonografi Sken uuntuk mengukur panjang bola mata. Pada pasien
tertentu kadang-kadang terdapat perbedaan lensa yang harus ditanam
pada kedua mata. Dengan cara ini dapat ditentukan ukuran lensa yang
akan ditanamkan untuk mendapatkan kekuatan refraksi pasca bedah.
Kelengkungan kornea dapat menentukan kekuatan lensa intraokuler
yang akan ditanam.
e. Keratometri.
Keratometri yaitu mengukur kelengkungan kornea untuk bersama
Ultrasonografi dapat menentukan kekuatan lensa yang akan ditanam.
Dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan khusus mata untuk mencegah
terjadinya penyulit pembedahan seperti adanya infeksi sekitar mata,
glaukoma dan penyakit mata lainnya yang dapat menimbulkan penyulit
waktu pembedahan dan sesudah pembedahan.
f. Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan
lain pada mata selain katarak.
CT-Scan orbita: adanya fraktur, benda asing dan kelainan lainnya.
g. Pemeriksaan khusus mata yang penting Ultrasonografi (USG) dan
biametri untuk menentukan ukuran kekuatan (power) Lensa Intra
Okuler (IOL) dan adalah astigmatism (silinder) pada mata penderita.
(Brunner and Suddarth, 2001).

E. Mekanisme Katarak
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung 3 komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus,
di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior
dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan
warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti
duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior
merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju
pada jendela (Smeltzer, 2002).
Juga suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak
ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. (Smeltzer, 2002)
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan
yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang
memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-
obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang
kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2002).
Bagian tengah lensa tidak mendapat suplai kapiler secara langsung.
Dengan demikian saat individu menua, sel di bagian tengah lensa adalah
bagian yang paling tua dan paling sedikit mendapat oksigen. Apabila sel di
bagian tengah lensa mati, sel tersebut tidak diganti. Hilangnya sel ini
cenderung menyebabkan lensa menjadi kaku dan kurang transparan. Lensa
menjadi kurang mampu mengubah bentuknya untuk memfokuskan benda pada
retina sehingga menyebabkan benda tampak kabur. Kualitas penglihatan sering
menurun pada lansia. Lensa juga dapat menjadi legap (keruh) sejalan dengan
penuaan, kondisi yang dikenal sebagai katarak. Katarak lebih lanjut membatasi
penglihatan. (Corwin, 2007)
Pada metabolisme lensa normal, transparansi lensa dipertahankan oleh
keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari
humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian lensa lebih tinggi di
bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K
bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar ion Na
masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K
dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap
dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase (Corwin, 2007).
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).
Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan
ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose
reduktase adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol
diubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehydrogenase. (Corwin, 2007)
Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu lama menyebabkan kehilangan
kejernihan secara progresif, yang dapat menimbulkan nyeri hebat dan sering
terjadi pada kedua mata.
Lensa berisi 65% air, 35% protein dan mineral penting. Katarak merupakan
kondisi penurunan ambilan oksigen, penurunan air, peningkatan kandungan
kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut menjadi tidak dapat larut.
Pada proses penuaan, lensa secara bertahap kehilangan air dan mengalami
peningkatan dalam ukuran dan densitasnya. Kekeruhan dapat berkembang
diberbagai bagian lensa atau kapsulnya. Pada gangguan ini sinar yang masuk
melalui kornea dihalangi oleh lensa yang keruh atau buram. Kondisi ini
mengaburkan bayangan semu yang sampai pada retina. Akibatnya otak
menginterpretasikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarak yang tidak
diterapi, lensa menjadi putih susu kemudian berubah kuning, bahkan menjadi
coklat atau hitam dank lien mengalami kesulitan dalam membedakan warna
(Indriana, 2004).

F. Pencegahan Katarak
Pencegahan utama penyakit katarak dilakukan dengan mengontrol
penyebab yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor-faktor
yang mempercepat terbentuknya katarak. Cara pencegahan yang dapat
dilakukan dengan menggunakan kacamata hitam ketika berada di luar
ruangan pada siang hari. cara ini dapat mengurangi sinar UV yang masuk ke
dalam mata. Selain itu berhenti merokok juga bisa mengurangi resiko
terjadinya katarak (Gindjing, 2006).
Cara pencegahan katarak yang terbaik adalah mengurangi atau
mengendalikan faktor-faktor risiko terjadinya katarak. Faktor-faktor risiko
katarak itu ada yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik
meliputi faktor umur, gender dan genetik, pengaruh faktor ini tidak mungkin
dimanipulasi. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi penyakit, penggunaan
obat tertentu, paparan sinar matahari, merokok, minuman beralkohol,
ketidakseimbangan nutrisi dan adanya ruda paksa pada bola mata. Faktor-
faktor ini masih dapat dikendalikan seperti mengonsumsi cukup protein dan
vitamin, menghentikan kebiasaan merokok atau minum minuman
beralkohol, memakai pelindung mata atau kacamata dan lain-lain
(Djatikusumo, 2002).

G. Penanggulangan Katarak
Tidak terdapat pengobatan untuk katarak, meskipun tersedia 2 teknik
pembedahan yaitu Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) dan Ekstraksi
Katarak Ekstrakapsular (EKEK).
1. Indikasi dari pembedahan adalah kehilangan penglihatan yang mengganggu
aktivitas normal atau katarak yang menyebabkan glaukoma.
2. Katarak diangkat dibawah anestesi lokal dengan rawat jalan.
3. Kehilangan penglihatan berat dan akhirnya kebutaan akan terjadi kecuali
dilakukan pembedahan. (Brunner & Suddart, 2001)
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan
penyulit seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000).
Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dari
penggantian lensa dengan implant plastic. Saat ini pembedahan semakin
banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi
lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan
secara topikal. Jika keadaan sosial memungkinkan, pasien dapat dirawat
sebagai kasus perawatan sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit
(Bruce James, 2006).
Operasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Insisi pada luas perifer kornea atau sclera anterior, diikuti oleh ekstraksi
katarak ekstrakapsular (EKKE). Insisi harus dijahit.
2. Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan
melalui insisi yang lebih kecil dikornea atau sclera anterior. Biasanya tidak
dibutuhkan penjahitan.
Kekuatan implant lensa intraocular yang akan digunakan dalam operasi
dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan
kelengkungan kornea (maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa
sebelumnya dihitung sehingga pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk
penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh refraksi mata
kontralateral dan terdeteksi katarak mata tersebut yang membutuhkan operasi.
Jangan biarkan pasien mengalami perbedaan refraktif pada kedua mata (Bruce
James, 2006).

BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
1. Katarak adalah suatu keabnormalan yang terjadi di lensa mata, yang mana
menyebabkan penglihatan menjadi berkurang. Keabnormalan ini
disebabkan oleh terurainya protein-protein.
2. Katarak ini memiliki klasifikasi antara lain : Katarak terkait usia (katarak
senilis), katarak anak-anak, katarak traumatik, katarak komplikata, katarak
akibat penyakit sistemik, katarak toksik dan katarak ikutan.
3. Katarak dapat diatasi dengan cara prosedur operasi/bedah, penggunaan
kacamata, obat aldose reductase inhibitor, dan obat-obat lainnya.
B. SARAN
1. Agar katarak tidak dapat menyerang kita, maka pencegahan utama penyakit
katarak dilakukan dengan mengontrol penyebab yang berhubungan dengan
katarak dan menghindari faktor-faktor yang mempercepat terbentuknya
katarak.

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin H et al. 2013. NANDA NIC NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta:
Mediaction Publishing.
Istiqomah, Indriana N. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta:
EGC.
Ilyas, H Sidarta. 2006. Katarak Lensa Mata Keruh Edisi Kedua. Jakarta: FKUI.
Brunner & Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Agung
Waluyo. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Alih Bahasa.
Jakarta: EGC.
Hegner, Barbara R. 2003. Asisten Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Elizabeth J. Corwin. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Ilyas DSM, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2013
American Academy of Opthalmology, Basic and aclinical Science Course. Lens
and Cataract. Section 11. San Fransisco : American Academy of
Opthalmology : 17-22, 81-97, 103-10 Diakses tanggal 8 Desember 2015
kBoyd FB. Highlight of opthalmology. World atlas series of ophthalmic surgery.
Vol 1. Eldorado : Highlight Opthalmology Intl : 123-4. 172-75. Diakses tanggal
8 Desember 2015
Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc Graw-
Hill; 2007. Diakses tanggal 8 Desember 2015
(buku kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1 editor arif mansjoer)
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31307/5/Chapter%201.pdf. Diakses
tanggal 8 Desember 2015

Anda mungkin juga menyukai