Anda di halaman 1dari 12

Definisi

Benda asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing eksogen (berasal dari luar
tubuh) dan benda asing endogen (berasal dari dalam tubuh) yang dalam keadaan normal
seharusnya benda tersebut tidak ada. Benda asing eksogen dapat berupa padat, cair, atau gas.
Benda asing eksogen terdiri dari zat organik seperti kacang-kacangan, tulang, dan zat anorganik
seperti peniti, jarum, batu dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yang
bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4. Benda
asing endogen contohnya sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, perkijuan,
membrane difteri, bronkolit, cairan amnion, dan meconium (Soepardi, Efianty Arsyad, dkk.
2007).

Peristiwa tertelannya benda asing merupakan masalah utama pada anak usia 6 bulan
sampai 6 tahun, tampak dari 70% banyaknya yang mengalami tertelan benda asing adalah anak-
anak, meskipun dapat terjadi pada semua umur karena anak-anak sering memasukkan benda ke
dalam mulutnya, bahkan sering bermain atau menangis pada waktu makan5. Secara statistik,
persentase aspirasi benda asing berdasarkan letaknya masing-masing adalah; hipofaring 5%,
laring/trakea 12%, dan bronkus sebanyak 83%. Kebanyakan kasus aspirasi benda asing terjadi
pada anak usia <15 tahun; sekitar 75% aspirasi benda asing terjadi pada anak usia 1–3 tahun
(Dinkes Jatim. 2010).

Benda asing di saluran napas dapat menjadi penyebab berbagai macam penyakit paru,
baik akut maupun kronis. Sumbatan total saluran nafas atas yang berlangsung lebih dari lima
menit pada dewasa akan mengakibatkan kerusakan jaringan otak dan henti jantung (Soepardi,
Efianty Arsyad, dkk. 2007). Mengingat pentingnya penanganan obstruksi benda asing di jalan
napas ini, maka kami membawanya dalam diskusi kelompok ini.

Penatalaksanaan
Benda asing disaluran nafas harus dikeluarkan segera dalam kondisi
optimal dengan trauma yang minimal untuk mencegah komplikasi. Ada
beberapa faktor yang menentukan keberhasilan penatalaksanaan benda
asing di saluran nafas antara lain : a) tim yang berpengalaman dalam
ekstraksi benda asing di saluran nafas, b) tim anestesi yang berpengalaman,
c) Perawat dan teknisi yang familiar dengan alat yang tersedia dan d)
ketersediaan peralatan sesuai dengan yang dibutuhkan.
Bronkoskopi merupakan pilihan untuk ekstraksi benda asing di saluran
nafas, disamping juga digunakan untuk diagnosis pada kasus kecurigaan
benda asing .Jenis bronkoskop yang digunakan sampai saat in masih
merupakan perdebatan apakah rigid atau fiberoptic, pengambilan keputusan
tergantung pilihan operator, lokasi benda asing dan ukuran pasien (umur),
meskipun untuk anak dan sebagian besar dewasa penggunaan bronkoskop
rigid merupakan pilihan untuk ekstraksi benda asing karena ventilasi lebih
terjamin melalui tube bronkoskop selama tindakan disamping juga operator
dapat memasukkan peralatan seperti forsep dan optical telescope.
Benda asing di laring.Pasien dengan benda asing di laring harus diberi pertolongan
dengan segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya beberapa menit. Pada anak
dengan sumbatan total pada laring, dapat dicoba menolongnya dengan memegang anak dengan
posisi terbalik, kepala ke bawah, kemudian daerah tengkuk/punggung dipukul, sehingga
diharapkan benda asing dapat dibatukkan ke luar.Cara lain untuk mengeluarkan benda asing
yang menyumbat di laring secara total ialah dengan cara perasat dari Heimlich dapat dilakukan
pada anak maupun orang dewasa. Menurut teori Heimlich, benda asing masuk ke dalam laring
ialah pada waktu inspirasi. Dengan demikian paru penuh oleh udara, diibaratkan sebagai botol
plastik yang tertutup, dengan menekan botol itu, maka sumbatannya akan terlempar ke luar.

Dengan perasat Heimlich, dilakukan penekanan pada paru.Caranya ialah, bila pasien
masih dapat berdiri, maka penolong berdiri di belakang pasien, kepalan tangan kanan penolong
diletakkan di atas prosesus xifoid, sedangkan tangan kirinya diletakkan di atasnya. Kemudian
dilakukan penekanan ke belakang dan ke atas paru beberapa kali, sehingga diharapkan benda
asing akan terlempar ke luar dari mulut pasien. Bila pasien sudah terbaring karena pingsan, maka
penolong bersetumpu pada lututnya di kedua sisi pasien, kepalan tangan di letakkan di bawah
prosesus xifoid, kemudian dilakukan penekanan ke bawah dan ke arah paru beberapa kali,
sehingga diharapkan benda asing akan terlempar ke luar mulut pasien.pada tindakan ini posisi
muka pasien harus lurus, leher jangan ditekuk ke samping, supaya jalan napas merupakan garis
lurus.

Perasat Heimlich

Komplikasi perasat Heimlich ialah kemungkinan terjadi rupture lambung atau hati dan
fraktur iga. Oleh Karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya tidak dengan menggunakan
kepalan tangan, tetapi cukup dengan dua buah jari kanan dan kiri.

Pada sumbatan benda asing tidak total di laring, perasat Heimlich tidak dapat
digunakkan. Dalam hal ini pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit terdekat untuk diberi
pertolongan dengan menggunakan laringoskop atau bronkoskop, atau kalau alat-alat itu tidak
ada, dilakukan trakeostomi. Pada waktu tindakan trakeostomi, pasien tidur dengan posisi
Trendelenburg, kepala lebih rendah dari badannya, supaya benda asing tidak turun ke trakea.
Perasat Heimlich

Benda asing di trakea.Benda asing di trakea dikeluarkan dengan bronkoskopi.Tindakan


ini merupakan tindakan yang harus segera dilakukan, dengan pasien tidur terlentang posisi
Trendelenburg, supaya benda asing tidak turun ke dalam bronkus.Pda waktu bronkoskopi, benda
asing dipegang dengan cunam yang sesuai dengan benda asing itu, dan ketika dikeluarkan
melalui laring diusahakan sumbu panjang benda asing segaris dengan sumbu panjang trakea, jadi
pada sumbu vertikal, untuk memudahkan pengeluaran benda asing itu melalui rima glotis.Bila
fasilitas untuk melakukan bronkoskopi tidak ada, maka kasus benda asing di trakea dapat
dilakukan trakeostomi, dan bila mungkin benda asing itu dikeluarkan dengan memakai cunam
atau alat penghisap melalui trakeostomi. Bila tidak berhasil pasien dirujuk ke rumah sakit dengan
fasilitas endoksopi, ahli dan personal yang tersedia optimal.
Benda asing di bronkus.Untuk mengeluarkan benda asing dari bronkus dilakukan
bronkoskopi, menggunakan bronkoskop kaku atau serat optic dengan memakai cunam yang
sesuai dengan benda asing itu.Tindakan bronkoskopi harus segera dilakukan, apalagi bila benda
asing bersifat organic. Benda asing yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara bronkoskopi,
seperti benda sing tajam, tidak rata dan tersangkut pada jaringan, dapat dilakukan servikotomi
atau torakotomi.

Antibiotik dan kortikosteroid tidak rutin diberikan setelah tindakan endoskopi pada
ekstraksi benda asing.Fisioterapi dada dilakukan pada anak kasus pneumonia, bronchitis
purulenta dan atelektasis. Pasien dipulangkan 24 jam setelah tindakan, jika paru bersih dan tidak
demam.

Foto toraks pasca bronkoskopi dibuat hanya bila gejala pulmonum tidak menghilang.
Gejala-gejala persisten seperti batuk, demam, kongesti paru, obstruksi jalan napas atau
odinofagia memerlukan penyelidikan lebih lanjut dan pengobatan yang tepat dan adekuat.

2.9.1 Persiapan Ekstraksi Benda Asing


Persiapan ekstraksi benda asing harus dilakukan sebaik-baiknya,
dengan peralatan yang lengkap, forsep dengan berbagai ukuran harus
tersedia, ukuran dan bentuk benda asing harus diketahui dengan membuat
duplikat dan mencobanya dengan forsep yang sesuai, sesaat menjelang
dilakukan brokoskopi dibuat foto thorak untuk menilai kembali letak benda
asing. Komunikasi antara operator dengan dokter anestesi untuk
menentukan rencana tindakan juga sangat penting.Pemberian steroid dan
antibiotika pre operatif dapat mengurangi kompikasi seperti edema jalan
nafas dan infeksi.
(A) Bronkoskopi Rigid (B) Flexible Fiberoptic Bronchoscopy

2.9.2 Bronkoskopi
Bronkoskopi dengan menggunakan bronkoskop rigid dilakukan dalam
anestesi umum. Ada beberapa variasi teknik intubasi bronkoskop tergantung
pada keterampilan ahli bronkoskopi, anatomi dan keadaan klinis pasien yaitu
:
a). Teknik intubasi tanpa laringoskop (teknik klasik).
b).Teknik intubasi bronkoskop dengan laringoskop.
c). Teknik intubasi bronkoskop dengan pipa endotrakeal, dan
d). Teknik bronkoskopi kombinasi.

Penggunaan Bronkoskopi
Cara yang dipilih harus didiskusikan dengan ahli anastesi, termasuk
resiko anastesi.Pada kasus ini menggunakan teknik ke-2.
Teknik ini menggunakan laringoskop lurus untuk melihat
epiglotis.Setelah tampak epiglotis, dasar lidah diangkat dengan spatula
laringoskop, sehingga epiglotis sedikit terangkat.Bronkoskop dipegang
dengan tangan kanan dan ujung bronkoskop dimasukkan sedikit di bawah
epiglotis. Pada saat ini pandangan dipindahkan pada bronkoskop, bronkoskop
dimasukkan ke laring bersamaan dengan mengeluarkan laringoskop. 18
Ujung bronkoskop harus berjalan diantara kedua pita suara dengan
memutar bronkoskop 900 searah jarum jam. Setelah memasuki trakea
bronkoskop diputar kembali 900 , sehingga ujung bronkoskop kembali
mengarah ke anterior. Kemudian sungkupanastesi dipasang pada lubang
ventilasi di samping bronkoskop untuk oksigenisasi dan sekret dihisap.
Trakea dilihat dengan optik Hopkins, jika memilliki kamera dapat dipasang,
sehingga gambaran endoskopi dapat dilihat dengan monitor. Bronskoskop
diteruskan ke distal dengan gerakan membelok ( twisting motion ) dan
bronkoskop dipegang dengan jari tangan seperti memegang tongkat bilyard.
Untuk memasuki bronkus kanan kepala pasien diputar sedikit ke kiri,
bronkoskop diteruskan dengan gerakan membelok ( twisting motion ) melalui
karina. Untuk memasuki bronkus kiri kepala pasien diputar ke arah bahu
kanan. Mengeluarkan bronkoskop selalu dilakukan dengan melihat lumen
dengan hati-hati dan gerakan membelok (twisting motion), bronkoskop
berhenti beberapa millimeter diatas karina menunggu pernafasan spontan,
kemudian ekstubasi dengan sekali gerakan (one single movement).
Sekret tenggorok dihisap secara hati-hati dengan bantuan laringoskop,
mandibula diangkat untuk membantu pernafasan spontan, sekret di hidung
dihisap dan menunggu pasien batuk. Jika menggunakan teleskop, ujung
distal teleskop harus berada di dalam lumen bronkoskop, lebih kurang 1,5 cm
dari ujung distal bronkoskop. Bila sekret menghambat pandangan harus
dihisap, ujung distal teleskop diberi zat anti embun (anti fog).Bila bronkoskop
tidak dapat masuk dengan mulus, jangan menggunakan tenaga, lebih baik
menggganti bronkoskop dengan ukuran yang lebih kecil. Penyangga gigi
(bite block) dapat diletakkan antara gigi dan bronkoskop, sehingga tangan
operator dapat lebih bebas.
Pada beberapa kasus namun sangat jarang, benda asing tidak dapat
dikeluarkan dengan bronkoskopi, dalam hal ini dilakukan torakotomi. Pada
kasus lain mengharuskan bronkotomi dan reseksi parenkim paru yang
terdapat benda asing.

Bronkoskopi
Faktor penyulit pada petalaksanaan benda asing di bronkus antara lain
Faktor penderita, lamanya benda asing teraspirasi, lokasi benda asing,
kelengkapan alat, kemapuan tenaga medis dan paramedis dan anestesi.
Skema yang menunjukkan, trakeobronchial tree, segmen
bronkopulmoner, dan endoscopic landmark

DAFTAR PUSTAKA
1. Deskin, Ronald, Young, Gregory, Hoffman, Robert. Management of
Pediatric Aspirated Foreign Bodies. The Laryngoscope 1997; 107(4) :
540-543
2. Murray AD. Foreign Bodies of the Airway. Diakses dari :
www.emedicine.com/article/ 872498, last updated: Februari 16, 2014
3. Saleem MM. The Clinical Spectrum of Foreign Body aspiration in
Children. International Pediatrics. 2004;19(1):42-7
4. Kaur K, Sonkhya N, Bapna AS. Foreign bodies in the tracheobronchial
Tree : a prospective study of fifty cases. Indian J of Otolaryngotogy and
Head and Neck Surgery 2002;54(I):304
5. Kula Ö, et al. Foreign Body Aspiration in Infants and Children. Turkish
Respir Jour. 2003;4(2):76-8
6. Gibson SE. Aerodigestive Tract Foreign Body. In : Catton RT et al.
Practical Pediatric Otolaryngology. Philadelphia: lippincott-
Raven,1999:561-73
7. Munter DW. Foreign Bodies, Trachea. Diakses dari :
www.emedicine.com/ article/764615, last updated Februari 14 2014
8. Scanlon VC, Sanders T, Davis FA. Essential of Anatomy and Physiology.
5thed. 2007
9. Rovin JD, Rodgers BM. Pediatric Foreign Body Aspiration. Pediatrics in
Review. 2000;21:86-90
10. Warshawsky ME. Foreign Body Aspiration. Diakses dari :
www.emedicine.com /article/298940, last updated August 20, 2004
11. Tamin S. Benda Asing Saluran Nafas dan Cerna. Satelit
Simposium Penanganan Mutakhir kasus THT. Jakarta 2003
12. Iskandar N. Ingested and inhaled foreign bodies in Dr. Cipto
Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia. Med J ORLI, 1994; 25: 311-
8.
13. Lewis WH. The Trachea and Bronchi. Gray Anatomy of the human
body, 20th ed. Philadelphia: Lea & Febiger, 1918. Diakses dari :
http://www.bartleby.com/107/237.html
14. Ballenger JJ. Laringology and Bronchology. In : Disease of the
Nose, Throat, Ear Head and Neck.16th ed. Philadelphia: Lea &
Febiger,2003 : 1331-53
15. Merchant SN, Kirtane MV, Shah KL, Karnik PP. Foreign bodies in
the bronchi (a 10 year review of 132 cases). J of Postgraduate Med,
1984;30 (4):219-23
16. Jackson C, Jackson CL. Bronchoesophagology. Philadelphia; WB
Saunders, 1964 : 13-106
17. Friedman EM. Caustic Ingestion and Foreign Bodies in the
Aerodigestive Tract. In :Bailey BJ, eds. Head and Neck Surgery-
Otolaryngology, 3 rd ed vol 1 . Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 2001:925-32
18. Adam GL, Boies LR, Jr.Higler PA. Boeis Buku Ajar THT. Edisi 6.
Effendi H, Santoso RAK. Jakarta: EGC,1997
19. Huchton DM, Marsh B. Foreign Bodies in the Upper Aerodigestive
Tract. In : Eisele DW, McQuone SJ. Emergencies of the Head and Neck.
Missouri: Mosby, 2000:156-67
20. Junizaf MH. Benda Asing di Saluran Napas. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Kesehatan THT-Kepala Leher, edisi kelima. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI,2003: 246-55
21. Fong EW. Foreign Body Aspiration. diakses dari :
http://www.hawaii.edu/medicine/pediatrics/pedtext/s08c06.html, last
updated March 2002
22. Miller RH, Wang RC, Nemechek AJ. Airway Evaluation and
Imaging. In : Bailey BJ, Calhoun KH, eds. Head and Neck Surgery-
Otolaryngology, 3rded vol 1. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins, 2001: 497-507
23. Rosbe, Cristina W. Foreign Body Trachea and Esophagus. 2008.
In: Current Diagnosis and Treatment in Otorinholaringology – Head &
Neck Surgery, Second edition. New York: Mc- GrawHill.
24. Falsafah: Saanin, Syaiful. 2011. Falsafah Dasar Kegawatdaruratan. RS Dr. M.
Djamil. Padang.
25. Dinkes Jatim. 2010. Slide Presentasi Pengenalan Penanggulangan Penderita
Gawat Darurat. Surabaya.
26. Soepardi, Efianty Arsyad, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala & Leher. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai