Anda di halaman 1dari 12

BENDA ASING PADA HIDUNG

ICPC – 2 : R87
ICD – 10 : T17.1
Tingkat Kompetensi: 4A

PENDAHULUAN
Benda asing didaerah telinga hidung dan saluran nafas serta cerna bagian atas merupakan
kegawatan. Benda asing dalam suatu organ ialah benda asing yang berasal dari luar tubuh
atau dari dalam tubuh yang pada keadaan normal seharusnya tidak ada. Benda asing yang
berasal dari luar tubuh disebut eksogen sering masuk melalui hidung atau mulut, sedangkan
benda asing dari dalam tubuh disebut benda asing endogen. Benda asing eksogen terdiri dari
benda padat, cair atau gas. Benda asing padat dapat dibagi menjadi organik seperti kacang-
kacangan, tulang dan non-organik seperti paku, peniti, batu, spons dan batu baterai.
Sebuah penelitian retrospektif pada RS pelayanan tersier di Burdwan, India melaporkan
selama 2 tahun penelitian didapatkan 334 penderita dengan benda asing di traktus
aerodigestive atas , dengan data demografis; sering pada laki-laki (52 %), usia terbanyak 0-
5 tahun (43,8%), benda asing terbanyak koin di tenggorok (24,85%), sedangkan benda asing
di hidung paling banyak berupa sayuran dan biji-bijian (14,67 %). Penelitian lain yang
berlangsung di Nigeria selama 4 tahun dengan melibatkan 181 anak, 51,9 % laki-laki, dengan
usia terbanyak 0-3 tahun (61,88%). Benda asing ditemukan terbanyak dihidung dan jenis
benda asing terbanyak adalah manik-manik.

TUJUAN PEMBELAJARAN

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM

Mampu melakukan diagnosis dan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas pada kejadian
Benda asing di hidung

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

1. Mampu menganalisis dan mensintesis diagnosis benda asing di hidung


2. Mampu menganalisis dan mensintesis manajemen penatalaksanaan kegawatdaruratan
dan proses rujukan terkait benda asing di hidung
3. Mengetahui dan mampu menerapkan pengambilan / ekstraksi benda asing di hidung

DEFINISI
Benda asing dalam suatu organ ialah benda asing yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam
tubuh yang pada keadaan normal seharusnya tidak ada. Benda asing dinamakan berdasarkan
lokasi tempat benda asing tersebut berada.
ETIOLOGI
Benda asing yang berasal dari luar tubuh disebut eksogen sering masuk melalui hidung atau
mulut, sedangkan benda asing dari dalam tubuh disebut benda asing endogen. Benda asing
eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing padat dapat dibagi menjadi
organik seperti kacang-kacangan, tulang dan non-organik seperti paku, peniti, batu, spons
dan batu baterai. Benda asing cair terbagi menjadi iritatif dan non iritatif. Benda asing
endogen dapat berupa sekret kental darah atau bekuan darah, nanah, rinolith, krusta,
mekoneum yang dapat masuk ke saluran nafas terutama pada bayi. Klasifikasi benda asing
lain dapat dibagi menjadi animasi (hidup) dan nonanimasi (tidak hidup). Untuk benda asing
nonanimasi terbagi lagi menjadi benda organik dan non organik dan hidrofilik atau
hidrofobik

PATOMEKANISME
Benda asing di hidung sering terjadi pada anak-anak atau penderita retardasi mental atau
gangguan kejiwaan. Pada kelompok pasien tersebut sering memasukkan sesuatu ke dalam
lubang pada tubuhnya seperti hidung, telinga dan mulut terutama pada anak usia kurang dari
4 tahun. Lokasi terbanyak dari benda asing dalam kavum nasi adalah berada diantara septum
dan konka inferior (dimana merupakan bagian tersempit), tempat lain yakni pada sisi depan
konka media atau dibawah konka inferior.3,6 Benda asing di cavum nasi seringkali unilateral
dan paling banyak terjadi pada sisi kanan, dikarenakan seringnya menggunakan tangan
kanan.

PENEGAKAN DIAGNOSIS

ANAMNESIS

Untuk dapat menangani kasus benda asing hidung dengan tepat dan cermat dibutuhkan
anamnesis yang sistematis beberapa hal yang harus termuat dalam anamnesis : Riwayat
memasukkan benda asing ke dalam hidung
1. Keluhan sumbatan hidung yang unilateral, dengan derajat sumbatan yang bervariasi
tergantung sifat, bentuk dan ukuran benda asing
2. Adanya sekret yang berbau
3. Kadang bisa tanpa gejala
4. Kadang- kadang terdapat rasa nyeri, demam, epistaksis, bersin, dan disertai bekuan darah.

PEMERIKSAAN FISIK

Untuk menegakkan diagnosis yang tepat dibutuhkan pemeriksaan fisik yang cermat. Untuk
melakukan pemeriksaan fisik pada kasus epistaksis dibutuhkan beberapa alat yaitu lampu
kepala, spekulum hidung, alat penghisap (bila ada) dan pinset bayonet serta kapas. Untuk
pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang
memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau
mengeksplorasi sisi dalam hidung.
Pemeriksaan hidung dengan menggunakan spekulum hidung, dimasukkan dan dibuka
kemudian dengan alat pengisap membersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan,
sekret maupun darah yang sudah membeku, perlu diingat hati-hati saat melakukan
penghisapan agar tidak mendorong benda asing kea rah nasofring ataupun ke dalam meatus.
Sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari benda asing
tersebut dan menilai kondisi rongga hidung. Kadang – kadang terjadi udem dan granulasi
yang menutup benda asing, sehingga diperlukan penyemprotan agen vasokonstriktor atau
pemasangan tampon cairan vasokonstriktor untuk mengecilkan mukosa.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto rontgen polos pada kasus benda asing radioopaq
2. Pada benda asing organik yang radioluscen dapat dilakukan videofluoroskopi
3. Nasoendoskopi

PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF

TERAPI NON FARMAKOLOGIS

Benda asing didalam hidung harus segera dikeluarkan karena dapat menyebakan banyak
komplikasi. Pengambilan benda asing pada anak sedikit sulit, bila anak tidak kooperatif maka
dapat dengan bantuan pemberian sedasi. Beberapa persiapan pengeluaran benda asing pada
hidung antara lain :
1. Posisi ideal saat pengeluaran benda asing pada hidung adalah meminta pasien untuk
duduk, pada pasien pediatrik maka akan di pangku, kemudian akan menahan tangan dan
lengan pasien, dan seseorang lainnya akan membantu menahan kepala pasien dalam
posisi ekstensi 30 derajat .
2. Visualisasi yang adekuat penting untuk membantu pengeluaran benda asing pada hidung.
Lampu kepala dan kaca pembesar dapat membantu pemeriksa untuk memeroleh sumber
pencahayaan yang baik dan tidak perlu di pegang, sehingga kedua tangan pemeriksa
dapat digunakan untuk melakukan tindakan.
3. Anestesi lokal sebelum tindakan dapat memfasilitasi ekstraksi yang efisien dan biasanya
dalam bentuk spray. Lignokain (Lidokain) 4% merupakan pilihan yang biasa digunakan,
walaupun kokain biasa digunakan dan bersifat vasokonstriktor. Namun, penggunaan
kokain pada anak-anak dapat menimbulkan toksik, sehingga biasanya digantikan dengan
adrenalin (epinefrin) 1:200.000. Akan tetapi, penggunaan anestesi local tidak terlalu
bermanfaat pada pasien pediatrik, sehingga anestesi umum lebih sering digunakan pada
kasus anak-anak.
4. Alat-alat yang diguanakan dalam proses ekstraksi benda asing pada hidung adalah forsep
bayonet, serumen hook, kateter tuba eustasius, dan suction. Adapun, beberapa teknik
pengeluaran benda asing pada hidung yang dapat digunakan antara lain.
A. Penatalaksanaan benda asing hidung yang tidak hidup
1. Pengeluaran atau ekstraksi benda yang berbentuk bulat merupakan hal yang sulit karena
tidak mudah untuk mencengkram benda asing tersebut. Serumen hook yang sedikit
dibengkokkan merupakan alat yang paling tepat untuk digunakan. Pertama-tama, pengait
menyusuri hingga bagian atap cavum nasi hingga belakang benda asing hingga terletak di
belakangnya, kemudian pengait diputar ke samping dan diturunkan sedikit, lalu ke depan.
Dengan cara ini benda asing itu akan ikut terbawa keluar. Selain itu, dapat pula digunakan
suction. Tidaklah bijaksana bila mendorong benda asing dari hidung kearah nasofaring
dengan maksud supaya masuk ke dalam mulut. Dengan cara itu, benda asing dapat terus
masuk ke laring dan saluran napas bagian bawah yang menyebabkan sesak napas,
sehingga menimbulkan keadaan yang gawat.
2. Suction (teknik tekanan negatif) biasanya digunakan apabila ekstraksi dengan forsep atau
hook tidak berhasil dan juga digunakan pada benda asing berbentuk bulat. Suction dapat
dengan mudah ditemukan pada bagian emergensi dan kemudian diatur pada tekanan 100
dan 140 mmHg sebelum digunakan.
3. Benda asing mati yang bersifat non-organik pada hidung lainnya seperti spons dan
potongan kertas dapat diekstraksi dengan menggunakan forsep.
4. Benda asing mati lain yang bersifat organik seperti kacang-kacangan dapat diekstraksi
dengan menggunakan pengait tumpul.

B. Penatalaksanaan benda asing hidung yang hidup


1. Teknik berbeda diterapkan pada benda asing hidup. Pada kasus benda asing hidup berupa
cacing, larva, dan lintah, penggunaan kloroform 25% yang dimasukkan ke dalam hidung
dapat membunuh benda asing hidup tersebut. Hal ini mungkin harus kembali dilakukan
2-3 perminggu selama 6 minggu hingga semua benda asing hidup mati. Setiap tindakan
yang selesai dilakukan, ekstraksi dapat dilanjutkan dengan suction, irigasi, dan kuretase.
2. Setelah proses ekstraksi selesai dilakukan, pemeriksaan yang teliti harus dilakukan untuk
mengeksklusi kehadiran benda asing lainnya.

TERAPI FARMAKOLOGIS

Pemberian medikamentosa pada kasus benda asing hidung dapat disesuaikan dengan
komplikasi yang terjadi. Pada kasus benda asing yang belum berkomplikasi maka dapat
diberikan edukasi dan nasal salin untuk membersihkan hidung. Pemberian antibiotika
sistemik selama 5-7 hari hanya diberikan pada kasus benda asing hidung yang telah
menimbulkan infeksi hidung maupun sinus. Pada pasien myasis dengan angka komplikasi
dan morbiditas tinggi dilakukan operasi debridement dan diberikan antibiotik parenteral,
serta Ivermectin (antiparasit) dapat dipertimbangkan.

KONSELING DAN EDUKASI

Orang tua juga harus diberikan edukasi untuk menjauhkan paparan benda asing hidung
potensial lainnya dari anak-anaknya.
KRITERIA RUJUKAN
Prinsip penatalaksanaan benda asing di hidung harus segera dikeluarkan. Bila tenaga dan
saran di pusat pelayanan keseshatan tidak memadai maka harus dilakukan rujukan.

KOMPLIKASI
Komplikasi dapat muncul sebagai akibat dari benda asing itu sendiri, pemeriksaan, ataupun
teknik ekstraksi (baik oleh tenaga kesehatan maupun pasien). Beberapa komplikasi yang
ditemukan, antara lain abrasi, perdarahan, infeksi pada struktur sekitar, aspirasi, dan
perforasi, serta pembentukan dan perkembangan rhinolith. Selain sinusitis akut, ditemukan
pula infeksi sekunder lain, yaitu selulitis periorbital, meningitis, epiglositis akut, difteri, dan
tetanus. Badan asing kaustik, seperti baterai dapat menyebabkan ulserasi dan nekrosis
mukosa hidung.

PROGNOSIS
Prognosis pada kasus benda asing di hidung yang belum berkomplikasi adalah baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Parajuli R. Foreign bodies in the ear, nose and throat: an experience in a tertiary care
hospital in central Nepal. Int Arch Otorhinolaryngol 2015;19:121-3.
2. Carrie S. Nasal foreign bodies, epistaxis and nasal tauma In: Graham JM, Scadding GK,
Bull PD, editors. Pediatric ENT. New York Springer - Verlag Berlin Heidenberg 2007.
p. 285-8.
3. Ray R, Dutta M, Mukherjee M, Gayen GC. Foreign body in ear, nose and throat:
experience in a tertiary hospital. Indian J otolaryngol : head and neck surg.
2014;66(1):13-6.
4. Ibekwe MU, Onotai LO, Otaigbe B. foreign body in the ear, nose and throat in children: a
five year review in Niger delta. African Journal of Pediatric Surgery. 2012;9(1):3-7.
5. Hilger, Peter A. Epistaksis: Penyakit Hidung. In: Effendi H, Kuswidayati S, editors.
Boies: Buku Ajar Penyakit THT (BOIES Fundamentals of Otolaryngology). 6th ed.
Editor: Harjanto. Jakarta: EGC; 1997. p. 224-33.
6. Hafeez M, Zakirullah, Inayatullah. Foreign body nose in children : A common problem
with social roots. Abasyn university journal of social sciences. 2009;2(1):22-5.
7. Purnagi AQ. Benda asing hidung. Departemen I.K.THT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. 2017
8. Modul utama rinologi – benda asing hidung. Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. 2015.
EPISTAKSIS
ICPC – 2 : R06
ICD – 10 : R04.0
Tingkat Kompetensi : 4A

PENDAHULUAN
Epistaksis secara definisi adalah perdarahan dari hidung dapat berasal dari bagian anterior
rongga hidung maupun dari bagian posterior rongga hidung. Pada prinsipnya epistaksis
adalah gejala dari beberapa kelainan hidung. Epistaksis diperkirakan terjadi pada 60% warga
dunia selama hidupnya dan dapat terjadi pada segala umur. Epistaksis seringkali lebih
banyak dialami pria daripada wanita. Keadaan ini lebih sering terjadi ketika musim dingin
berlangsung, yang dapat diperparah pada tempat yang kurang kelembapan, infeksi saluran
pernapasan atas, dan alergi. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum
atau kelainan sistemik.

TUJUAN PEMBEELAJARAN
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
Mampu melakukan diagnosis dan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas pada kejadian
Epistaksis.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


1. Mampu menentukan etiologi dari epistaksis
2. Mampu menentukan patomekanisme epistaksis
3. Mampu menganalisis dan mensintesis diagnosis epistaksis
4. Mampu menganalisis dan mensintesis manajemen penatalaksanaan kegawatdaruratan
dan proses rujukan terkait epistaksis
5. Mengetahui dan mampu menerapkan pemasangan tampon anterior di hidung

DEFINISI
Epistaksis secara definisi adalah perdarahan dari hidung dapat berasal dari bagian anterior
rongga hidung maupun dari bagian posterior rongga hidung. Pada prinsipnya epistaksis
adalah gejala dari beberapa kelainan hidung.

ETIOLOGI
Epistaksis dapat timbul spontan, kadang dapat diketahui penyebabnya kadang tidak.
Banyak faktor yang bisa menjadi etiologi epistaksis , yakni 1
1. Trauma
2. Kelainan pembuluh darah
3. Infeksi lokal
4. Tumor
5. Penyakit kardiovaskuler
6. Kelainan darah
7. Kelainan kongenital
8. Infeksi sistemik
9. Perubahan udara atau tekanan atmosfer
10. Gangguan hormonal

PATOMEKANISME

Epistaksis

Epistaksis Anterior Epistaksis Posterior

Timbul dari robeknya pembuluh


Timbul dari robeknya pembuluh darah pada pleksus woodruff yang
darah pada pleksus kiesselbach, yang
terletak di septum bagian posterior
terletak di bagian bawah dari septum
atau pembuluh darah yang berada
hidung anterior (Little’s Area) di cavum nasi bagian posterior

Epistaksis traumatik Epistaksis non traumatik

Sering terjadi pada orang muda Sering pada usia lebih tua (di atas
(dibawah usia 35 tahun) dan paling usia 50 tahun) dan mungkin karena
sering disebabkan oleh trauma kegagalan organ, kondisi neoplastik,
digital, cedera wajah, atau benda peradangan, atau faktor lingkungan
asing di rongga hidung. (suhu, kelembaban, ketinggian).

PENEGAKKAN DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Untuk dapat menangani epistaksis dengan tepat dan cermat dibutuhkan anamnesis yang
sistematis beberapa hal yang harus termua dalam anamnesis :5
1. Riwayat perdarahan sebelumnya
2. Lokasi perdarahan
3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan ataukah ke hidung depan bila pasien
duduk tegak
4. Lama perdarahan dan frekuensinya
5. Kecenderungan perdarahan
6. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
7. Hipertensi
8. Diabetes melitus
9. Penyakit hati
10. Penggunaan antibiotika
11. Trauma hidung yang belum lama
12. Obat – obatan , misalnya aspirin , fenilbutazone
13. Gejala yang menyertai.

PEMERIKSAAN FISIK
Untuk menegakkan diagnosis yang tepat dibutuhkan pemeriksaan fisik yang cermat. Untuk
melakukan pemeriksaan fisik pada kasus epistaksis dibutuhkan beberapa alat yaitu lampu
kepala, spekulum hidung , alat penghisap (bila ada), pinset bayonet, kapas, dan kain kasa.
Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan ketinggian
yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau
mengeksplorasi sisi dalam hidung.
Pemeriksaan hidung dengan menggunakan spekulum hidung, dimasukkan dan dibuka
kemudian dengan alat pengisap membersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan,
sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan dalam
hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan.
1. Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum,
mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha inferior harus
diperiksa dengan cermat.
2. Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan
epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.
3. Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi
dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Nasoendoskopi
2. Foto rontgen polos sinus paranasal (atas indikasi)
3. Tomografi komputer (atas indikasi)

Pemeriksaan laboratorium
1. Darah lengkap
2. Hemostatis
3. Fungsi hepar dan ginjal
4. Gula darah (atas indikasi)
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
TERAPI NON FARMAKOLOGIS
Penatalaksanaan awal yang dilakukan adalah penilaian keadaaan umum dan tanda vital
pasien prinsip CAB (circulation, airway, breathing), pada keadaaan umum buruk, epistaksis
yang banyak dan sulit berhenti serta usia lanjut, segera lakukan akses intravena dan resusitasi
cairan dan pemeriksaan darah serta golongan darah untuk keperluan transfusi.
Tujuan penanganan epistaksis adalah untuk mengevaluasi perdarahan aktif dan mencari
lokasi serta penyebab perdarahan. Apabila perdarahan berhenti dan pasien stabil, pasien
dapat dipulangkan dengan beberapa saran edukasi. Apabila sumber perdarahan tidak dapat
diidentifikasi dengan lampu kepala dan masih aktif dapat dipasang tampon hidung secara
hati-hati untuk mencegah terjadinya laserasi mukosa. Tahapan prosedur pemasangan
tampon anterior adalah sebagai berikut :
1. Memegang spekulum dengan cara : ibu jari pada joint, jari telunjuk diletakkan pada
dorsum hidung dan jari lainnya pada batang spekulum untuk memegang
2. Masukkan spekulum ke nostril kiri / kanan, spekulum harus selalu terbuka dan diarahkan
ke superior dan jangan ke lantai hidung. Inspeksi akan lebih baik dengan menekan puncak
hidung
3. Berikan ansetesi topical untuk menekan rasa tidak nyaman dengan menggunakan tampon
kapas yang telah diberikan larutan pantocaine 1 % atau lidocaine ( dengan atau tanpa 1-2
tetes larutan epinephrine 1 : 1000 ) disimpna ke dalam rongga hidung selama 3 – 5 menit . evaluasi
sumber perdarahan setelah tampon kapas dibuka
4. Pasanglah tampon hidung anterior yang telah dilapisi vaselin atau salep antibakteri ke
dalam rongga hidung.
5. Tampon dipasang dengan cara berlapis-lapis (layering) mulai dari dasar hidung ke koana
dibelakang sampai setinggi konka media diatas attau menggunakan tampon yang
dimasukkan ke dalam handscoon dan dipasang dalam kavum nasi.

Gambar. Pemasangan tampon anterior dengan cara lapis demi lapis


6. Setelah tampon terpasang dengan baik di dalam rongga hidung, dilanjutkan dengan
memasang kasa dan plester di anterior untuk menahan tampon supaya tidak keluar. Pada
pemasangan tampon hidung bilateral:
a. Bila perlu berilah oksigen yang telah dihumidifikasi
b. Penderita harus diobservasi
Epistaksis yang tidak bisa ditanggulangi dengan tampon anterior dilakukan tampon
posterior. Tampon dapat berupa tampon Bellocq, balon Brighton atau kateter Foley yang
diinflasi dengan 3-4 ml air atau udara yang diletakkan pada koana posterior. Prosedur
pemasangan tampon posterior adalah sebagai berikut :
1. Berikan anestesi lokal pada hidung/orofaring dengan larutan anestesi dengan atau tanpa
larutan adrenalin.
2. Masukkan Nelaton kateter melalui lubang hidung sampai terlihat di orofaring dengan cara
pasien membuka mulut dengan bantuan spatula lidah, lalu ditarik keluar dari mulut.
3. Pada ujung kateter ini dikaitkan 2 benang tampon bellocq tadi, kemudian kateter ditarik
kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu didorong
dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat melewati palatum mole masuk ke nasofaring.
Atau masukkan Nelaton kateter melalui lobang hidung sampai terlihat di orofaring, menggunakan
spatula lidah. Isi balon dengan udara atau cairan secukupnya (antara 2 –3 cc). Nelaton ditarik
kembali lewat hidung perlahan- lahan sampai dirasakan menyangkut di nasofaring, di belakang
choana posterior dan tidak keluar atau meluncur ke kavum nasi
4. Perhatikan adakah refleks naso vagal.
5. Setelah tampon posterior terpasang dengan baik, pasang tampon anterior Kedua benang
yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa di depan nares anterior,
supaya tampon yang terletak di nasofaring tetap ditempatnya. Benang lain yang keluar
dari mulut difiksasi longgar di pipi. Atau Nelaton kateter yang di depan hidung difiksasi
dengan gulungan kasa kecil.

Gambar. Cara pemasangan tampon bellocq


Gambar. Posisi balon kateter yang dapat digunakan sebagai tampon posterior

TERAPI FARMAKOLOGI
Pemberian medikamentosa pada kasus epistaksis dapat disesuaikan dengan etiologinya.
Selain itu beberapa pengobatan karena epistaksisnya, bila dilakukan pemasangan tampon
dapat dipertahankan 2-3 hari, sehingga kenyamanan pasien akan terganggu dan untuk itu
perlu pemberian analgetik untuk mengontrol rasa nyeri, diperlukan pemberian antibiotik
broad spektrum untuk mencegah terjadinya infeksi akibat kuman patogen selama
pemasangan tampon.

KONSELING DAN EDUKASI


1. Cara menggunakan saline nasal spray yang benar
2. Menghindari buang ingus/sisi secara keras dan bersin jangan terlalu keras
3. Jika bersin lalukan dengan mulut terbuka
4. Jangan melakukan manipulasi atau mengorek hidung
5. Hindari penggunaan aspirin atau NSAID lainnya
6. Hindari penggunaan semprot hidung kortikosteroid sementara waktu
7. Jika terjadi epistaksis berulang yang ringan (pencet ala nasi 5-10 menit), gunakan
kompres es
8. Pada pasien paska epistaksis anterior disarankan untuk mengoleskan vaselin pada
septum anterior 3 kali sehari selama 10 hari.

KRITERIA RUJUKAN
Epistaksis merupakan gejala dari banyak etiologi yang mendasar. Pada kasus epistaksis
yang profuse dan rekuren serta yang tidak dapat teratasi dengan pemasangan tampon
membutuhkan pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul karena epistaksisnya sendiiri atau karena tindakan yang
dilakukan untuk menhentikan epistaksis tersebut. Adapun komplikasi yang dapat timbul
antara lain :
1. Karena perdarahannya ; syok , anemia , gagal ginjal, hipotensi, hipoksia, iskemia serebri,
insufisiensi coroner sampai infark miokardia
2. Karena pemasangan tampon dapat menyebabkan Infeksi, sinusitis, otits media,
septicemia, toxic shock syndrome, hemotympanum, bloody tears, laserasi palatum, bibir,
nekrosis mukosa hidung dan palatum.

PROGNOSIS
Prognosis pada kasus epistaksis terutama epistaksis anterior adalah baik, dengan
penatalaksanaan yang adekuat dan mengatasi penyebabnya, pada umumnya tidak terjadi
kekambuhan. Beberapa faktor yang berperanan dalam kekambuhan adalah: usia, riwayat
hipertensi, penggunaan antikoagulan, tipe tampon (rol tampon atau balon), riwayat
epistaksis hebat sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E, Wardani R. Epistaksis. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
Restuti, RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. 6th ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 155-9.
2. Kucik CJ dan Clenney T. Management of Epistaxis [cited 2005 January 15].American
family physician. 2005;71:305-11, 312.
3. Calhoun, K. H., Wax, M. K., & Eibling, D. E. (2010). Expert Guide to Otolaryngology.
Philadelphia: American College of Physicians.

Anda mungkin juga menyukai