Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA BRONKOSKOPI

Tugas ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah


Asuhan Keperawatan Anestesi Pada Pembedahan Khusus

Disusun oleh:
Kelompok 2

Edward :
210106235
Eko Hermawan Krisiyanto : 210106236
Eva muntasirah :
210106239
Fadil : 210106240
Feldi Paputungan : 210106243
Fender Stefen Tangkilisan : 210106244
Fristela Takaliuang : 210106247

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2022
LATAR BELAKANG
Bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani; broncho yang berarti batang
tenggorokan dan scopos yang berarti adalah suatu prosedur medis yang
memberikan visualisasi trakeobronkial dengan menempatkan instrumen optik ke
dalam saluran napas. Instrumen tersebut disebut bronkoskop, yaitu sejenis
endoskop yang digunakan untuk pemeriksaan organ dalam tubuh. Tindakan ini
dilakukan oleh dokter yang mempunyai kompetensi dengan memeriksa bronkus
atau percabangannya untuk tujuan diagnostik atau terapeutik.
Bronkoskopi dilakukan pertama kali pada tahun 1897 oleh seorang
Otolaryngologist berkebangsaan Jerman, Gustav Killian, dengan menggunakan
endoskopi kaku untuk mengeluarkan tulang babi dari bronkus utama kanan
(mainsterm bronkus). Oleh karena itu, Killian secara umum dikenal sebagai Bapak
Bronkoskopi.Pada awal abad ke-19, Chevalier Jackson, seorang laryngologist di
Philadelphia, mulai mengembangkan “tabung” endoskopi. Jackson terus
merancang dan membuat endoskopi baru serta alat-alat tambahan untuk
menyempurnakan teknik baru untuk evakuasi atau pengeluaran benda asing.
Tahun 1950-an, teknologi untuk fiber optic endoskopi mulai berkembang.
Pada tahun 1966 Shigeto Ikeda memperkenalkan bronkoskopi fleksibel dengan
teknologi pencitraan serat optik. Hal ini merupakan revolusi dalam bidang
bronkoskopi. Kemampuan untuk flexi distal ujung bronkoskopi memungkinkan
bronchoscopist (operator bronkoskopi) untuk mencapai ke hampir semua bagian
dari saluran nafas yang lebih kecil. Seiring dengan semakin kompleksnya kasus
penyakit paru dan kebutuhan akan prosedur minimal invasif, maka kontribusi
bronkoskopi semakin penting. Prosedur ini mengalami perkembangan yang
signifikan dalam dua dekade terakhir.3 Penting bagi dokter dan tenaga medis
untuk mengetahui aplikasi klinis bronkoskopi dalam tindakan diagnostik dan
terapeutik penyakit paru. Oleh karena itu, penulisan ini bertujuan untuk membahas
tentang prinsip dasar bronkoskopi, peranan bronkoskopi dalam tindakan
diagnostik dan terapeutik pada penyakit paru, komplikasi serta keterbatasan
tindakan bronkoskopi.
LANDASAN TEORI

A. KONSEP TEORI BRONKOSKOPI


1. Pengertian
Bronkoskopi adalah suatu prosedur medis yang memberikan
visualisasi trakeobronkial dengan menempatkan Diagnostic Sign
(bronkoskop) ke dalam saluran napas dan dilakukan oleh dokter yang
mempunyai kompetensi. Bronkoskop terdiri dari 2 jenis berdasarkan
bentuk dan sifat alat, yaitu bronkoskop kaku (rigid) dan bronkoskop
fleksibel.
1. Bronkoskop Kaku
Bronkoskop kaku merupakan alat yang berbentuk tabung lurus
terbuat dari bahan stainless steel. Panjang dan lebar bervariasi, tetapi
bronkoskop untuk dewasa biasanya berukuran panjang 40 cm dan
diameter berkisar 9-13,5 mm, tebal dinding bronkoskop berkisar 2-3
mm. Tindakan ini harus dilakukan oleh bronchoscopist yang
berpengalaman di ruang operasi. Bronkoskop kaku diindikasikan pada
penderita dengan obstruksi saluran napas ketika tidak dapat
ditatalaksanan dengan bronkoskop fleksibel.

Gambar 1. Bronkoskop kaku

2. Bronkoskop fleksibel
Bronkoskop fleksibel atau bronkoskop serat optik lentur (BSOL)
juga dikenal sebagai Fiber Optic Bronchoscopy (FOB), sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis pada kelainan paru.
Bronkoskop fleksibel berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6
mm.

Gambar 2. Bronkoskop fleksibel

Sepanjang 55 cm tabung bronkoskop fleksibel mengandung serat


optik yang memancarkan cahaya. Ujung distal bronkoskop memiliki
sumber cahaya yang dapat memperbesar 120o dari 100o lapangan
pandang yang diproyeksikan ke layar video atau kamera. Tabungnya
sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk melihat sudut
160o-180o keatas dan 100o- 130o ke bawah. Hal ini memungkinkan
bronchoscopist untuk melihat ke segmen yang lebih kecil dan segmen
sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah dari bronkus utama, dan juga
ke depan belakang (anterior dan superior).

2. Indikasi Bronkoskopi
Dua indikasi utama penggunaan bronkoskopi adalah sebagai
alat diagnostik dan terapeutik.
a. Malignan/Keganasan
b. Infeksi
c. Kolaps paru yang tidak diketahui penyebabnya
d. Interstisial lung disease
e. Hemoptisis
f. Drainage abses
g. Injeksi intralesi
h. Trauma dinding dada
i. Penutupan fistula bronkogenik
j. Airway maintenance
k. Bronkial termoplasti

3. Kontraindikasi Bronkoskopi
Bronkoskopi tidak dapat dilakukan jika memiliki kontraindikasi
absolut dan sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan kontraindikasi
relatif. Jika bronkoskopi terpaksa dilakukan pada pasien yang memiliki
kontraindikasi relatif, maka harus dilakukan dengan pengontrolan yang
sangat ketat dan kehati-hatian.
1. Kontraindikasi absolut:
a. Tidak ada informed consent dari pasien
b. Tidak ada operator terlatih
c. Kurangnya peralatan dan fasilitas
2. Kontraindikasi relatif:
a. Recent Myocard Infark
b. Unstable Angina
c. Uncontrolled arrhythmia
d. Hipoksemia refrakter
e. Hiperkarbia berat

4 Komplikasi Bronkoskopi
Bronkoskopi merupakan tindakan yang cukup aman, tapi tetap
berpotensi terjadinya komplikasi yang serius walaupun jarang. Beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi seperti karakteristik
pasien, pemberian sedasi, dan prosedur pengambilan sampel. Komplikasi
akibat pemberian sedasi dan anestesi lokal diantaranya adalah reaksi
alergi, hiperventilasi, dan hipoksemia karena sedasi yang berlebihan
hingga depresi napas.
Gejala awal dari toksisitas lidokain meliputi gemetar, menggigil, dan
delirium. Lidokain dapat menyebabkan sinus arrest dan AV block jika
diberikan dalam jumlah berlebihan, terutama pada pasien dengan riwayat
dasar penyakit jantung.4 Padapenelitian Hen dkk, melaporkan terdapat
4,3% kasus komplikasi akibat bronkoskopi dari 1358 prosedur, 2,8%
komplikasi tidak terkait pernapasan dan angka kematian 0,1%.5 Leiten
dkk melakukan sistematik review terhadap 45 publikasi ilmiah sejak 8
Februari 2016 tentang komplikasi akibat bronkoskopi. Mereka
menemukan komplikasi yang berat akibat tindakan bronkoskopi jarang
ditemukan, kejadian pneumotroak yang memerlukan tindakan intervensi
dilaporkan sebanyak 0- 2,1% pasien. Komplikasi yang tersering berupa
desaturasi oksigen 0,7-76,3% pasien dan perdarahan 2,5-89,9% pasien.
5. Keterbatasan Bronkoskopi
Diameter mempengaruhi sejauh mana bronkoskopi dapat
menelusuri saluran pernapasan. Diameter bronkoskopi yang sering
digunakan 5-6 mm sehingga dapat mencapai generasi ke 3 dan ke 5 dari
bronchial tree. Bronkoskopi dengan ukuran diameter yang lebih kecil (3,1
– 3,8 mm ) tersedia, tapi ukuran ruang kerjanya juga kecil sehingga
terbatas untuk biopsi dan kekuatan daya hisap.6 Keterbatasan lain dari
bronkoskopi fleksibel adalah saat menatalaksana obtruksi akibat keganasan
dan perdarahan saluran nafas. Pada obtruksi saluran pernapasan karena
keganasan, jaringan tumor di dalam lumen harus diangkat. Bronkoskopi
kaku lebih cepat mengangkat jaringan ini dibanding menggunakan
bronkoskopi fleksibel, mengatasi jika terjadi perdarahan dan memasang
silikon stent jika diperlukan. Bronkoskopi hanya memberikan informasi
tentang kondisi endoluminal, sedangkan untuk melihat jaringan
ekstralumen dibutuhkan endosonografi.
6. Peranan Bronkoskopi Pada Diagnostik Penyakit Paru
1. Biopsi
Bronkoskopi adalah tindakan intervensi utama yang
digunakandalam menentukan diagnosis dan staging pasien kanker serta
berperan dalam penyakit interstisial disease dan infeksi. Teknik
pegambilan sampel dibagi atas endobronchial biopsy, bronchial brushing,
bronchial washing, transbronchial biopsy, bronchoalveolar lavage (BAL),
dan transbronchial needle aspiration (TBNA).

a. Endobronchial biopsy

Gambar 3. Contoh dari berbagai jenis forsep untuk biopsi. a.Forsep alligator b.
Forsep Alligator dengan jarum. c. Forsep oval. d. Forsep oval dengan
jarum

b. Bronchial brushing
Bronchial brushing bertujuan mengambil sampel dari epitel saluran
pernapasan, tumor ataupun kelainan yang lain menggunakan brush
yang fleksibel.

Gambar 4. Bronchial brush


c. Bronchial washing
Bronchial washing bertujuan untuk membersihkan saluran napas
dari debris dan secret, dilakukan ditempat yang diindikasikan untuk
dianalisis dengan menyemprotkan NaCL 0,9 % 10-20 cc dan
kemudian dilakukan suction.

d. Transbronchial biopsy (TBLB)


Transbronchial biopsy dilakukan ketika lesi berada saluran
pernapasan perifer dan tidak terlihat saat dilakukan bronkoskopi.
e. Bronchoalveolar lavage (BAL)
Bronchoalveolar lavage (BAL) adalah teknik pengambilan sampel,
terutama untuk saluran pernapasan bagian perifer. Caranya dengan
menyemprotkan NaCl 0,9 % melalui working channel sebanyak 30-60
cc setiap kali semprot, dan total cairan yang digunakan bisa 100-300
cc cairan tergantung protokol yang digunakan.
f. Transbronchial needle aspiration (TBNA)
Transbronchial needle aspiration merupakan metode untuk
mengambil sampel dengan menggunakan jarum melalui dinding
trakeobronkus. Dua tipe jarum TBNA yaitu jarum sitologi (22G) dan
jarum histologi (19G). Prosedur ini memungkinkan mengambil massa
atau kelainan yang tak terlihat secara visual oleh operator, seperti
massa atau lesi yang menekan trakeobronkial (trakea, bronkus utama,
karina, dan karina sekunder). TBNA juga digunakan mengambil
sampel perifer, submukosa dan endobronkial untuk membantu
penentuan lokasi tumor.

2. Benda Asing

Aspirasi benda asing merupakan kasus yang mengancam jiwa,


sebesar 75%- 85% aspirasi benda asing terjadi pada anak dibawah 15
tahun. Benda asing dapat menyebabkan obstruksi parsial ataupun
total.6,21 Benda asing diklasifikasikan berdasarkan asalnya menjadi
organik (contoh: kacang, buah, sayur), inorganik (contoh: obat, koin,
plastik), mineral (gigi palsu, tulang), endogenous (contoh:
broncholithiasis) dan lain-lain. Proses ektraksi benda asing harus sangat
hati- hati karena bisa mengakibatkan erosi dan bergeser terlalu jauh.
Bronkoskop kaku adalah pilihan untuk ekstraksi benda asing dengan
keefektifan > 95 %. Teknik ini lebih aman karena oksigenasi dan ventilasi
aman. Bronkoskopi kaku memiliki working channel yang besar, forsep
yang besar dan kuat serta basket yang besar dapat digunakan. Teknik ini
juga memungkinkan menggunakan suction yang besar. Komplikasi yang
bisa terjadi yaitu rupture bronchial, udem laring yang berat,
bronkospasme, pneumotoraks, pneumomediastinum, gigi patah, kerusakan
pita suara, dan laserasi bronkus(Sari et al., n.d.)

Gambar 15. Peralatan bronkoskopi yang digunakan untuk ekstraksi benda


asing: a. Forsep tripod, b.Basket, c. Forsep crocodile- grip, d.
Snare, e. Fishnet.
KESIMPULAN

Bronkoskopi merupakan prosedur medis yang memberikan visualisasi


trakeobronkial dengan menempatkan instrumen optik (bronkoskop) dan
dilakukan oleh dokter yang mempunyai kompetensi. Bronkoskopi merupakan
tindakan yang cukup aman tapi tetap berpotensi menimbulkan komplikasi.
Bronkoskopi telah luas digunakan sebagai prosedur diagnostik dan terapeutik,
namun bronkoskopi juga memiliki keterbatasan yaitu tidak dapat mencapai
bagian perifer paru.
DAFTAR PUSTAKA

Sari, E. P., Khairsyaf, O., & Medison, I. (n.d.). TERAPEUTIK PENYAKIT PARU.
A. Persiapan Bronkoskopi
Pelayanan Anestesia Perioperatif
Pelayanan anestesia peri-operatif merupakan pelayanan anestesia yang
mengevaluasi, memantau dan mengelola pasien pra, intra dan pasca anestesia berdasarkan
keilmuan yang multidisiplin.
1. Pra-Anestesia
a. Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesiologi harus dilakukan
sebelum tindakan anestesia untuk memastikan bahwa pasien berada dalam
kondisi yang layak untuk prosedur anestesi.
b. Dokter spesialis anestesiologi bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan
status medis pasien pra-anestesia berdasarkan prosedur sebagai berikut :
1) Anamnesis dan pemeriksaan pasien.
2) Meminta dan/atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi yang
diperlukan untuk melakukan anestesia.
3) Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan anestesia yang akan dilakukan dan
memastikan bahwa pasien dan/atau keluarga pasien telah mengerti dan
menandatangani persetujuan tindakan.
4) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesia dan obat-obat
yang akan dipergunakan.
c. Pemeriksaan penunjang pra-anestesia dilakukan sesuai Standar Profesi.
d. Tersedianya oksigen dan gas medik yang memenuhi syarat dan aman.
Pelayanan pra-anestesia ini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalankan
tindakan anestesia. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya gawat darurat, langkah-
langkah pelayanan praanestesia sebagaimana diuraikan di atas, dapat diabaikan.
2. Pelayanan Intra Anestesia
a. Tim pengelola harus berada di kamar operasi selama tindakan anestesia umum
dan regional serta prosedur yang memerlukan tindakan sedasi.
b. Selama pemberian anestesia harus dilakukan pemantauan dan evaluasi secara
kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan,
serta didokumentasikan pada catatan anestesia.
c. Pengakhiran anestesia harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu
dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil.
3. Pelayanan Pasca-Anestesia
a. Setiap pasien pasca tindakan anestesia harus dipindahkan ke ruang pulih (Unit
Rawat Pasca-anestesia/PACU) atau ekuivalennya kecuali atas perintah khusus
dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang bertanggung jawab terhadap
pasien tersebut, pasien juga dapat dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis
(ICU/HCU).
b. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi salah satu atau lebih dari
tim pengelola anestesia. Selama pemindahan, pasien harus dipantau/dinilai
secara kontinual dan diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien.
c. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat ruang
pulih dan disertai laporan kondisi pasien.
d. Kondisi pasien di ruang pulih harus dinilai secara kontinual.
e. Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang
pulih.
4. Anestesi Bronkhoskopi
Pemberian anestesi dimaksudkan agar selama dilakukan bronkhoskopi
penderita tidak merasa sakit, rileks dan tenang sehingga operator dapat bekerja
secara maksimal. Pada tindakan bronkhoskopi, anestesi diberikan dengan dua
macam cara, yaitu:
a.Anestesi lokal
1. Secara rutin semua tindakan bronkhoskopi menggunakan
anestesi lokal
2. Anestesi lokal diberikan 30 menit setelah premedikasi,
dengan menyemprotkan xylocain spray 10% pada pangkal
lidah, faring dan laring. Penyemprotan tidak boleh lebih
dari 20 kali semprotan.
3. Selanjutnya dilakukan instilasi lidocain 2% 4-6 cc dan
diharapkan lidocain ini dapat tersebar merata dikedua
bronkhus utama dan cabang-cabangnya.
4. Pemakain keseluruhan tidak boleh lebih dari 400 mg.
b. Anestesi umum
Pada umumnya tindakan bronkhoskopi tidak memerlukan anestesi
umum kecuali pada keadaan sebagai berikut :
1. Bila penderita sensitif atau peka terhadap obat-obat anestesi
lokal
2. Bila pemakaian bronkhoskopi memerlukan waktu yang
lama.
3. Obat sedasi yang digunakan pada tindakan bronkoskopi
haruslah mudah digunakan, memiliki onset cepat, durasi
aksi yang pendek, dan waktu pemulihan yang cepat. Pilihan
obat sedasi yang sering digunakan untuk tindakan
bronkoskopi adalah benzodiazepine, opioid, propofol.
Tindakan bronkoskopi memerlukan keterampilan khusus baik spesialis
anestesi maupun operator. Kesulitannya karena tindakan anestesi dan intervensi yang
dilakukan merupakan jalan napas. Dua-duanya bekerja pada jalan napas, oleh
karena itu mempertahankan oksigenasi dan menghindari hipoksemia
merupakan tujuan utama. Beberapa pilihan ventilasi dapat digunakan dan
bervariasi mulai dari nasal kanul and masker sampai LMA dan pipa endotrakeal,
masing-masing memiliki keuntungan dan kerugiannnya.
Bronkoskopi yang dilakukan dengan anestesi umum memerlukan penilaian
standar preoperatif. Pasien harus diperiksa dan diketahui termasuk dalam kategori
status fisik berapa menurut ASA (American Society of Anesthesiologists).
Penilaian preanestesi/preoperatif sama dengan pasien yang akan menjalani
pembedahan. Pemeriksaan fisis rutin dan laboratorium dasar serta faal koagulasi. Tes
fungsi paru harus dilakukan pada pasien yang memiliki obstruksi respirasi berat
dan perlu dilakukan pemeriksaan CT-Scan pada pasien hemoptoe apalagi yang
dicuriga menderita keganasan. Pemeriksaan gas darah dilakukan untuk
evaluasi pada beberapa pasien dengantujuan mengetahui keadaan hipokemia atau
hiperkarbia. Perhatian khusus untuk ahli anestesi pada buka mulut, rahang, dan
pergerakan leher dari pasien. Pasien yang sudah menderita dispneu dan
membutuhkan oksigen atau dengan hemodinamik yang tidak stabil memiliki
risiko tinggi terhadap komplikasi
intra dan pasca operatif.
Ketika diduga adanya benda asing pada jalan napas, penilaian pre-
operatif harus mencakup beberapa hal, yaitu :
1. Dimana benda asing tersebut: jika berada di trakea, dapat berisiko
terjadiya obstruksi total dan sebaiknya dilakukan tindakan segera di kamar
operasi.
2. Apa yang teraspirasi? Material organik dapatmengabsorbsi cairan dan
bengkak, minyak dari kacang dapat menyebabkan inflamasi lokal dan benda tajam
dapat menyebabkan luka pada jalan napas.
3. Kapan aspirasi terjadi? Edema jalan napas, granulasi jaringan ikat dan infeksi
dapat menghambat dan mempersulit dalam ekstraksi.
4. Waktu makan terakhir harus diketahui untuk meghindari risiko aspirasi
lagi.
5. Potensi jalan napas harus dapat dikuasai.
Ketika benda asing yang diaspirasi tidak menyebabkan obstruksi jalan napas
distal atau menyebabkan obstruksi jalan napas distal minimal, terdapat waktu yang
dapat digunakan untuk mempuasakan pasien dan melengkapi persiapan lain
untuk bronkoskopi. Waktu puasa yang optimal adalah 4-6 jam untuk makanan
padat dan 2 jam untuk cairan bening. Puasa penting untuk mengurangi risiko
aspirasi lanjut karena jalan napas tidak dapat diproteksi penuh selama pelaksanaan
prosedur.
Anestesi topikal yang diberikan adalah hand-nebulized lidokaindan lidokain
jelly sebagai pelumas, serta instilasi 3 ml lidokain 1% atau 2% di karina utama
dan jika dibutuhkan hingga ke saluran napas bawah, dosis lidokain maksimal 45
mg/kg. Midazolam diberikan dengan titrasi dosis hingga menghasilkan sedasi
ringandosis total jangan lebih dari 20 mg. Jenis dan kadar sedasi yang diberikan pada
prosedur bronkoskopi ditentukan oleh keadaan klinis pasien, analgesia atau
bahkan relaksan otot untuk mempertahankan oksigenasi dan mencegah pasien
yang berusaha melawan ventilator.
Golongan narkotika sintetis seperti alfentanil atau fentanil akan menekan
batuk dan memberi efek analgesia yang cukup. Sedasi dapat diberikan
benzodiazepin atau propofol sedangkan beberapa pasien hanya membutuhkan sedasi
ringan dengan anestesi topikal menggunakan suntikan lignokain selama bronkoskopi.
Premedikasi umumnya menggunakan obat-obat antisialogogue (injeksi atropin
10mcg/kgBB IM/IV), benzodiazepin (midazolam 0.05 –0.07 mg/kg iv), dan
bronkodilator.
Anestesia yang ideal terdiri dari hipnosis, analgesia, dan relaksasi otot. Untuk
premedikasi, obat yang sering digunakan yaitu antikolinergik seperti atropin atau glycol
pyrrolate, benzodiazepine seperti midazolam, dan bronkodilator. Ventilasi pada
bronkoskopi merupakan hal yang menantang bagi ahli anestesi. Pasien yang diindikasikan
untuk dilakukan tindakan bronkoskopi biasanya memiliki status pulmonal yang berada
pada batas bawah. Pilihan metode ventilasi pada tindakan bronkoskopi adalah oksigenasi
apnoeik, bantuan ventilasi spontan, ventilasi terkontrol. Pemantauan yang dilakukan
selama tindakan yaitu elektrokardiogram, oksimetri, denyut nadi, dan tekanan darah.
Pada bronkoskopi rigid, pilihan obat untuk induksi anestesi adalah propofol,
etomidate, atau ketamine dengan fentanil atau remifentanil pada orang dewasa atau agen
inhalasi pada anak. Pada bronkoskopi fleksibel, sedasi yang diberikan adalah level
sedang. Sedasi diberikan ketika pasien merespon perintah verbal. Pada bronkoskopi
fleksibel, anestesi topikal sangatlah penting untuk diberikan dengan tujuan membuat
pasien lebih nyaman. Anestesi lokal diberikan pada hidung, orofaring, dan hipofaring.
Lignocaine merupakan agen yang sering digunakan dalam anestesi topikal selama
tindakan bronkoskopi fleksibel.

b. Persiapan Tindakan Bronkhoskopi


Persiapan tindakan bronkhoskopi ada dua macam yaitu persiapan
penderita dan persiapan alat serta obat.
a.Persiapan penderita
1. Informasi yang berkaitan dengan riwayat penyakit
sebelumnya, penyakit sekarang, kondisi fisik dan mental
penderita dan riwayat reaksi alergi terhadap obat yang akan
digunakan untuk tindakan bronkoskopi.
2. Memberikan informasi kepada penderita tentang tahapan
yang akan dilakukan mulai dari persiapan bronkoskopi
sampai pasca bronkoskopi, penjelasan tentang tindakan
anestesi yang dilakukan dan efek anestesi yang dirasakan
penderita
3. Menandatangani surat persetujuan tindakan (informed
consent)
4. Persiapan fisik antara lain :
a. Puasa minimal 6 jam sebelum dilakukan tindakan
b. Test lidocain 2% 0.1 cc diberikan intracutan dan dibaca
setelah 15 menit
5. Persiapan penunjang
a. Foto toraks AP Lateral
b. Faal paru
VC > 1000 cc
FEV1 > 800 cc
c. PAO2 > 65 mmHg
d. Faal hemostatis
Hb > 10 gr%
e. EKG
b. Persiapan alat dan obat
Meja anestesi dan premedikasi
a. Lampu kepala (head lamp)
b. Kaca tenggorok (keel spiegel)
c. Xylocain spray 10%
d. Lampu spiritus
e. Disp spuit 5 cc
f. Tong spatel
g. Spuit instilasi
h. Cucing berisi lidocain 2%
i. Kasa dan tissue secukupnya
j. Obat-obat sulfas atropine dan dipenhydramin
Obat-obat emergency
a. Pethidin
b. Adrenalin
c. Midazolam
d. Aminophylin
e. Valium
f. Transamin
g. Epedhrin
h. Ketamin
B. Pelaksanaan Bronkhoskopi
a. Tahap I
1. Diberikan motivasi tentang tujuan dan akibat yang mungkin timbul dari
tindakan bronkhoskopi, diharapkan penderita kooperatif agar tindakan ini
berhasil secara maksimal
2. Menandatangani surat persetujuan tindakan, baik oleh penderita maupun
keluarganya
3. Ukur gejala cardinal ( tekanan darah, nadi)

b. Tahap II
1. Test lidocain 2% 0.1 cc intracutan dan dibaca setelah 15 menit
2. Diberikan dipenhydramin 1 cc (10 mg) dan sulfas atropine 2 amp (0.5 mg)
intramuscular dan ditunggu selama 30 menit
3. Lepas gigi palsu kalau ada (agar tidak tertelan saat penderita batuk, selama
dilakukan tindakan bronkhoskopi)
4. Sesudah 30 menit dilakukan lokal anestesi dengan pemberian xylocain
spray 10% pada pangkal lidah dengan dosis tidak boleh lebih dari 20 kali
semprotan
5. Instilasi lidocain 2% sebanyak 4-6 cc pada plika vokalis dan trakea.
Pemakaian lidocain tidak boleh lebih dari 400 mg
6. Penderita ditidurkan dimeja operasi dengan posisi terlentang dan mata
ditutup dengan mitella
7. Dipasang oxymeter untuk memonitor nadi dan saturasi oksigen
8. Diberikan oksigen 2 lpm melalui nasal kanul
9. Mouth piece (pengaman gigi) dipasang, selanjutnya operator memasukkan
ujung bronkhoskop yang sudah diolesu jelly (lubricating gel) kedalam
mulut melalui mouth piece
10. Posisi perawat berdiri disebelah kiri penderita dan dokter untuk
memudahkan membantu pelaksanaan tindakan tersebut
11. Skop masuk malalui plika vokalis, trakea, karina utama, bronkhus dan
cabang-cabangnya
12. Pada cabang bronkhus yang diduga ada kelainan dilakukan pengambilan
specimen dengan cara :

a) Aspirasi Biopsi
Pengambilan specimen dengan cara memasukkan jarum
panjang ditempat yang dicurigai ada keganasan, dihisap dengan
disp spuit 50 cc dan specimen disemprotkan diatas ojek glass.

Gambar 2.6. Aspirasi Biopsi


b) Biopsi Forcep
Cara pengambilan jaringan dengan memakai forcep. Forcep
diarahkan ketempat yang dicurigai adanya keganasan, mulut forcep
dinuka dan ditancapkan ke jaringan tersebut dan ditutup (sesuai aba-
aba operator). Hal ini dilakukan 2-3 kali sampai didapatkan jaringan
untuk bahan pemeriksaan

Gambar 2.7. Forcep Biopsi

C. Perawatan Post Bronkhoskopi


Perawatan penderita
1. Observasi gejala cardinal
Tekanan darah/nadi, apakah ada tanda-tanda :
c) Aritmia
d) Bradikardi
e) Takikardi
Tanda-tanda lain :
Pusing, mual, muntah, keringat dingin dan adanya bronkhospasme,
catat semua tanda tersebut pada lembar observasi. Observasi dilakukan
diruang tindakan paru dan selanjutnya dilaksanakan diruang penderita
dirawat. Bagi penderita yang rawat jalan apabila tidak terdapat kelainan-
kelainan tersebut datas, maka penderita diperbolehkan pulang dengan
catatan : bila timbul keluhan-keluhan diharapkan penderita dibawa
kembali atau langsung dibawa ke IGD
2. Observasi pernapasan dan perdarahan
f) Bila terjadi sesak napas, diberikan oksigen 3 lpm atau dengan masker
oksigen 6 lpm, pemberian bisa ditambah sesuai petunjuk dokter.
g) Perdarahan bisa terjadi setelah dilakukan biopsi, dan bila terjadi
perdarahan : catat warna dan jumlahnya. Perlu dijelaskan pada
penderita bahwa perdarahan tersebut adalah sisa-sisa dari tindakan
bronkhoskopi dan penderita tidak perlu takut, nanti akan berhenti
sendiri karena sudah diberi obat. Sebaiknya kalau penderita merasa
ingin batuk jangan ditahan, agar sisa-sisa perdarahan keluar semua,
dan tidur penderita dengan posisi trendelenberg.
3. Penderita puasa minimal 2 jam sesudah tindakan bronkhoskopi
Dengan tujuan : agar sisa-sisa efek obat anestesi hilang dan fungsi
menelan kembali normal.

Anda mungkin juga menyukai