BRONKOSKOPI
PENGERTIAN
Bronkhoskopi adalah pemeriksaan visual jalan nafas atau saluran pernafasan paru yaitu
bronkus.
Fiber optic bronkhoskopi merupakan alat berupa tabung yang tipis panjang dengan
diameter 5-6 mm, merupakan saluran untuk tempat penyisipan peralatan tambahan yang
digunakan untuk mendapatkan sample dahak ataupun jaringan. Biasanya, 55 cm dari total
panjang FOB mengandung serat optic yang memancarkan cahaya. Ujung distal FOB
memiliki sumber cahaya yang dapat memperbesar 1200 dari 1000 lapangan pandang yang
diproyeksikan ke layar video atau kamera. Tabungnya sangat fleksibel sehingga
memungkinkan operator untuk melihat sudut 1600-1800 keatas dan 1000-1300 ke bawah. Hal
ini memungkinkan bronkhoskopist FOB untuk melihat ke segmen yang lebih kecil dan
segmen sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah dari bronkus utama, dan juga ke depan
belakang (anterior dan superior).
TUJUAN
Tujuan diagnostik mencakup pemeriksaan jaringan, evaluasi lanjut tumor untuk
memungkinkan bedak reseksi, pengumpulan spesimen jaringan untuk keperluan diagnosa,
dan evaluasi tempat perdarahan. Sementra bronkoskopi terapeutik dilakukan untuk tujuan
mengangkat benda asing, mengangkat sekresi yang kental dan banyak, pengobatan atelektasis
pascaoperatif, dan menghancurkan dan mengangkat lesi. Tujuan dan keuntungan pemeriksaan
ini adalah melihat langsung trakea dan broncus untuk mendeteksi adanya tumor, benda asing,
kerusakan saraf atau struktur lain atau kelainan-kelainan lain. Disamping itu juga dapat
berfungsi sebagai biopsi untuk mengambil contoh jaringan.
INDIKASI
Indikasi dari bronkoskopi adalah untuk membantu dalam menegakkan diagnosis,
sebagai terapeutik serta evaluasi pre operatif / post operatif.
1. Indikasi diagnostik
a. Batuk
b. Batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya
c. Wheezing lokal dan stridor
d. Gambaran foto thorak yang abnormal
e. Obstruksi dan atelektasis
f. Adanya benda asing dalam saluran nafas
g. Pemeriksaan broncoalveolar lavage (BAL)
h. Lmyphadenopathy atau masa intrabronkial pada intra toraks
i. Karsinoma bronkus
j. Ada bukti sitologi atau masih terdangka
k. Penentuan derajat karsinoma bronkus
l. Follow up karsinoma bronkus
2. Indikasi terapi
a. Mengeluarkan sekret/gumpalan mukus yang tertahan penyebab atelektasis,
pneumonia, dan abses paru
b. Mengeluarkan benda asing pada trakeobronkial
c. Pemasangan stent pada trakeobronkial
d. Dilatasi bronkus dengan menggunakan balomn
e. Kista pada mediastinum
f. Kista pada bronkus
g. Mengeluarkan sesuatu dengan bronkospi
h. Brachyteraphy
i. Laser therapy
j. Abses paru
k. Trauma dada
l. Therapeutic lavage
PERSIAPAN ALAT
1. Meja anestesi dan premedikasi
2. Lampu kepala
3. Kaca tenggorok (keel spiegel)
4. Xylocain spray 10%
5. Lampu spiritus
6. Disposibble spuit 5 cc
7. Tongue spatel
8. Spuit instilasi
9. Cucing berisi lidocain 2%
10. Obat-obatan sulfas atropin dan dipenhydramin
11. Dispossible spuit 50 cc, 10 cc, 5 cc
12. Cucing berisi PZ
13. Handscoon
14. Botol penampung washing
15. Alat untuk aspirasi biopsi, alat untuk forcep biopsi, alat untuk brushing, alat untuk
bronkhoskopi
16. Alkohol 90%
17. Formalin cair 10%
18. Kassa dan tissue
19. Object glass
20. Pengaman gigi (mouth piece)
21. Obat-obatan emergency (pethidin, adrenalin, kalmethason, midzolam, aminophylin,
valium, transamin, epidrin, alupent, dll)
22. Tabung oksigen dan masker oksigen
23. Suction
PERSIAPAN PASIEN
1. Informasi berkaitan dengan riwayat penyakit sebelumnya, penyakit sekarang, kondisi
fisik dan mental penderita dan riwayat reaksi alergi terhadap yang akan digunakan untuk
tindakan bronkoskopi.
2. Memberikan informasi kepada penderita tentang tahapan yang kan dilakukan mulai
dari persiapan bronkoskopi sampai pasca bronkoskopi, penjelasan tentang tindakan
anestesi yang dilakukan dan efek anestesi yang dirasakan penderita.
3. Persiapan fisik antara lain :
a. Puasa mininal 6 jam sebelum dilakukan tindakan.
b. Test lidocain 2% 0,1 cc diberikan intracutan dan dibaca setelah 15 menit.
4. Persiapan penunjang
a. Foto thoraks AP lateral
b. Faal paru
c. VC > 1000 cc
d. FEV1 > 800 cc
e. PaO2 > 65 mmHG
f. Faal hemostasis
g. Hb > 10 gr%
h. EKG
PROSEDUR KERJA
Tahap I
1. Diberikan motivasi tentang tujuan dan akibat yang mungkin timbul dari tindakan
bronkhoskopi, diharapkan penderita kooperatif agar tindakan ini berhasil secara
maksimal.
2. Menandatangani surat persetujuan tindakan, baik oleh penderita maupun keluarganya.
3. Observasi tanda-tanda vital.
Tahap II
1. Test lidocain 2% 0,1 cc intracutan dan dibaca setalah 15 menit.
2. Diberikan dypenhydramin 1 cc (10 mg) dan sulfas atropin 2 amp (0,5 mg) intramuscular
dan ditunggu selama 30 menit.
3. Lepas gigi palus terlebih dahulu agar tidak tertelan saat penderita batuk atau selama
tindakan bronkhoskopi dilakukan.
4. Sesudah 30 menit dilakukan lokal anestesi dengan pemberian xylocain spray 10% pada
pangkal lidah dengan dosis tidak boleh lebih dari 20 kali semprotan.
5. Instilasi lidocain 2% sebanyak 4-6 cc pada plika vokalis dan trakea. Pemakaian lidocain
tidak boleh lebih dari 400 mg.
6. Penderita ditidurkan di meja operasi dengan posisi supinasi dan mata ditutup dengan
mitella.
7. Pasang oxymeter untuk memonitor nadi dan saturasi oksigen.
8. Diberikan oksigen 2 lpm melalui nasal kanul.
9. Mouth piece (pengaman gigi) dipasang, selanjutnya operator memasukkan ujung
bronkhoskopi yang sudah diolesi jelly ke dalam mulut melalui mouth piece.
10. Posisi perawat berdiri di sebelah kiri penderita dan dokter untuk meudahkan membantu
pelaksanaan tindakan tersebut.
11. Skop masuk ke dalam plika vokalis, trakea, karina utama, bronkus dan cabang-
cabangnya.
12. Pada cabang bronkus yang diduga ada kelainan dilakukan pengambilan specimen.
a.Aspirasi biopsi. Pengambilan specimen dengan cara memasukkan jarum panjang di
tempat yang dicurigai ada keganasan, dihisap dengan dispossible spuit 50 cc dan
specimen disemprotkan di atas object glass.
b. Biopsi forcep. Pengambilan jaringan dengan memakai forcep. Forceps
diarahkan ke tempat yang dicurigai adanya keganasan, mulut forceps dibuka dan
ditancapkan ke jarigan tersebut dan ditutup.
c.Bronkial brushing. Dilakukan sikatan di tempat yang dicurigai adanya keganasan
atau keradangan untuk mendapatkan bahan pemeriksaan. Hasil sikatan di oleskan
pada ojek glass yang sudah disediakan.
d. Bronkial washing. Dilakukan pencucian di tempat yang dicurigai adanya
keganasan dan dilakukan sesudah biopsi. Pencucian pada luka diharapkan terdapat
sisa-sisa jaringan yang ikut dalam cairan bilas tersebut.
KOMPLIKASI
Pada umumnya FOB mempunyai batas kemampuan yang tinggi dengan angka
mortality 0-0,4% dengan komplikasi mayor (perdarahan pada waktu dilakukan biopsi, depresi
pernafasan, henti jantung, aritmia, dan pneumothoraks) < 1 % pada waktu tindakan
bronkonskopi. Komplikasi akibat premedikasi adalah:
1. Depresi pernapasan
2. Hipotensi
3. Sinkope
4. Henti nafas
5. Spasme laring
6. Gagal nafas
7. Pneumonia
8. Pneumothoraks
9. Perdarahan
10. Henti jantung (cardiac arrest)
11. Takikardia
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL TERAPI OKSIGENASI
Pengertian
Terapi oksigen merupakan suatu terminologi untuk penggunaan oksigen sebagai
bahan farmakologis utama yang diberikan pada individu tertentu berkaitan dengan
penyakitnya, baik akut maupun kronik, dalam jumlah, cara, dan durasi tertentu demi
meringankan gejala penyakit dasar, meningkatkan kualitas hidup, atau berkaitan dengan
prognosis yang lebih baik bilamana terapi tersebut diberikan. Terapi oksigen telah lama
dikenal (kurang lebih 1 abad yang lalu), khususnya bagi pasien-pasien dengan gangguan
kardiopulmoner akut.
Pada terapi ini, oksigen yang diberikan konsentrasinya harus lebih tinggi daripada
udara atmosfer atau fraksi oksigen lebih dari 21%. Pemberian oksigen ini dapat dilakukan
dengan memasang nasal atau masker ke saluran pernapasan pasien lalu menghubungkan
dengan tabung oksigen.
Tujuan
Tujuan utama pemberian terapi oksigen adalah untuk mempertahankan PaO 2> 60
mmHg atau SaO2> 90% dan mencegah dan mengatasi hipoksia jaringan dan beban kerja
kardiorespirasi yang berlebih (Perry & Potter, 2006). Selain itu, terapi oksigen juga dapat
meningkatkan bersihan napas klien, mencegah infeksi, dan meningkatkan rasa nyaman pada
klien.
Indikasi
Terapi ini dilakukan pada penderita:
1. Klien anoksia atau hipoksia
2. Kelumpuhan alat-alat pernapasan
3. Selama dan sesudah dilakukan narcose umum
4. Mendapat trauma paru
5. Tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda shock, dispneu, cyanosis, apneu
6. Dalam keadaan coma.
g. Evaluasi
1. Observasi kondisi hidung mulut dan perawatan lubang hidung atau iritasi
nasofaringeal.
2. Kaji respon klien setelah pemberian oksigen (pola pernapasan dan kecepatan)
3. Pastikan pasien tidak makan minum atau batuk dan menyeka (bisa terjadi aspirasi bila
pasien muntah, serta perlu segel pengikat)
4. Kondisi hipoksia dapat teratasi.
5. Frekuensi pernapasan 14-20%.
6. Observasi adanya iritasi pada kulit disekitar masker