TRAUMA DADA
Oleh: Nurma Afiani, S.Kep., Ners
LATAR BELAKANG
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardio Pulmonary Resuscitation
(CPR) merupakan tindakan dasar untuk membantu kelangsungan hidup pasien.
Pada dasarnya, teknik RJP yang dikeluarkan oleh American Heart Association
(AHA) ditujukan untuk pasien non trauma terutama pasien yang tidak sadar akibat
cardiac arrest.
Namun tidak menutup kemungkinan, pasien trauma juga memerlukan
tindakan RJP tersebut, termasuk pasien dengan trauma dada. Padahal dalam teknik
RJP, dilakukan penekanan pada sternum untuk memompa jantung dari luar.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana teknik Resusitasi Jantung Paru (RJP) pada pasien dengan
trauma dada?
TINJAUAN KONSEP
Definisi Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan suatu metode untuk memberikan
bantuan sirkulasi. Resusitasi Jantung Paru (RJP) dapat meningkatkan angka
kelangsungan
hidup
korban
yang
mengalami
henti
jantung
dengan
Bantuan hidup dasar meliputi aktivasi respon sistem gawat darurat, dan defibrilasi
dengan menggunakan defibrillator (Shaharudin, N. A., 2010).
Rantai kehidupan (chain survival) terdiri dari beberapa tahap berikut ini
(AHA, 2010):
1. Mengenali tanda-tanda cardiac arrest dan segera mengaktifkan panggilan
2.
3.
4.
5.
Setelah nafas dan nadi korban ada, bila tidak ada kontraindikasi untuk
mencegah kemungkinan jalan nafas tersumbat oleh lidah, lender, atau
muntah berikan posisi recovery pada korban dengan langkah sebagai
berikut (Suharsono, T., & Ningsih, D. K., 2008):
a. Letakkan tangan korban yang dekat dengan anda dalam posisi lengan
lurus dan telapak tangan menghadap keatas kearah paha korban
b. Letakkan lengan yang jauh dari anda menyilang diatas dada korban
dan letakkan punggung tangannya menyentuh pipinya
c. Dengan menggunakan tangan anda yang lain, tekuk lutut korban yang
jauh dari anda sampai membentuk sudut 90
d. Gulingkan korban kearah penolong
e. Lanjutkan untuk memonitor denyut nadi korban, tanda sirkulasi, dan
pernafasan tiap 2 menit hingga bantuan datang.
2.
3.
4.
5.
2. Pasien dengan luka tembus/ tusuk yang ditemukan dalam kondisi apneu
dan tidak ada nadi
3. Korban dengan leher yang terpenggal atau hemicorporectomy
4. Korban yang mengalami henti jantung ditolong petugas medis dan setelah
15 menit melakukan resusitasi tidak berespon.
Perubahan Pada BLS AHA Guidelines 2010
Terdapat beberapa perubahan pada BLS AHA Guidelines 2010
dibandingkan dengan AHA Guidelines 2005. Beberapa perubahan yang telah
dilakukan adalah seperti berikut (AHA, 2010):
Trauma Dada
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax,
baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul (Pusponegoro, A.D., 1995).
Trauma thorax juga dapat diartikan sebagai luka atau cedera yang mengenai
rongga thorax atau dada yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax
atau dada ataupun isi dari cavum thorax (rongga dada) yang disebabkan oleh
benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan sakit pada dada
(Handaya, 2011).
Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua yakni: trauma tumpul dan
trauma tembus/ penetrasi. Trauma pada dada sering mengancam jiwa dan
mengakibatkan satu atau lebih mekanisme patologi berikut (Smeltzer and Bare,
2004):
1. Hipoksemia akibat gangguan jalan nafas, cedera pada parenkim paru, iga,
dan otot pernafasan, kolaps paru, dan pneumothoraks.
2. Hipovolemia akibat kehilangan cairan massif dari pembuluh darah besar,
rupture jantung, atau hemothoraks.
3. Gagal jantung akibat tamponade jantung, kontusio jantung, atau tekanan
intrathoraks yang meningkat.
Mekanisme diatas sering kali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan
perfusi yang mengarah pada gagal nafas akut, syok hipovolemia, dan kematian.
Berikut ini beberapa trauma yang dapat terjadi pada dinding dada (Smeltzer and
Bare, 2004):
1. Fraktur Costa
Fraktur costa merupakan tipe trauma dada yang paling umum, terjadi lebih
dari 60% pasien yang masuk rumah sakit dengan cedera dada tertutup.
Kekuatan kompresi/ penekanan mengakibatkan costa melengkung dan
fraktur pada titik yang terlemah.
Fraktur Costa 1-3: Jarang terjadi karena memerlukan kekuatan/
energy yang besar untuk terjadi fraktur namun mengakibatkan
angka kematian yang tinggi karena bekaitan dengan laserasi arteri
akibatnya,
dinding
dada
kehilangan
stabilitasnya
dan
hemothoraks
bergantung
pada
jumlah
dan
kecepatan
perdarahan thoraks.
7. Contusio Paru
Contusio paru merupakan kerusakan jaringan paru yang terjadi pada
hemoragi dan edema setempat. Kontusio paru berhubungan dengan trauma
dada ketika terjadi kompresi dan dekompresi cepat pada dinding dada
(trauma tumpul).
14 Essay RJP Pada Pasien Trauma Dada/NURMA AFIANI/
116070300111029
PEMBAHASAN
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardio Pulmonary Resuscitation
(CPR) merupakan tindakan dasar untuk membantu kelangsungan hidup pasien.
Pada dasarnya, teknik RJP yang dikeluarkan oleh American Heart Association
(AHA) ditujukan untuk pasien non trauma terutama pasien yang tidak sadar akibat
cardiac arrest.
Namun tidak menutup kemungkinan, pasien trauma dengan cardiac arrest
juga memerlukan tindakan RJP tersebut, termasuk pasien dengan trauma dada.
Padahal dalam teknik RJP, dilakukan penekanan/ kompresi pada sternum untuk
memompa jantung dari luar.
Pada tahun 2003, The National Association of EMS Physicians
(NAEMSP) mempublikasikan pedoman untuk tidak melakukan resusitasi pada
pasien trauma yang:
1. Pasien dengan trauma tumpul yang ditemukan dalam kondisi apneu, tidak
ada nadi dan tidak ada irama ECG (flat)
2. Pasien dengan luka tembus/ tusuk yang ditemukan dalam kondisi apneu
dan tidak ada nadi
3. Korban dengan leher yang terpenggal atau hemicorporectomy
4. Korban yang mengalami henti jantung ditolong petugas medis dan setelah
15 menit melakukan resusitasi tidak berespon.
Berdasarkan kriteria yang dibuat oleh The National Association of EMS
Physicians (NAEMSP) pada tahun 2003 tersebut pasien dengan trauma dada baik
trauma tembus maupun trauma tumpul termasuk dalam kriteria pasien yang tidak
boleh di resusitasi karena tindakan tersebut dianggap dapat menimbulkan cedera
lebih lanjut pada organ dalam korban yang dapat mengakibatkan kematian
(NAEMSP, 2003).
Namun berdasarkan jurnal tahun 2004 yang berjudul Open-chest
cardiopulmonary resuscitation after cardiac arrest in cases of blunt chest or
abdominal trauma: a consecutive series of 38 cases, direkomendasikan untuk
dilakukan
resusitasi
jantung
paru
(RJP)
untuk
meningkatkan
peluang
DAFTAR PUSTAKA
AHA. (2006). 2005 AHA Guidelines For CPR and ECG. Critical Care Nurse, 26,
8-13.
AHA. (2010). Highlights of The 2010 American Hearth Assosiation Guidlines for
CPR and ECC. AHA, 1-28.
Cadogan, M. P. (2010). CPR Decision Making and Older Adults. Clinical
Concepts.
Fialka, Sebok, Kemetzhofer, Kwasny, Sterz, & Vecsei. (2004). Open-chest
cardiopulmonary resuscitation after cardiac arrest in cases of blunt chest or
abdominal trauma: a consecutive series of 38 cases. Journal of Trauma,
57(4):809-14.
Handaya,
Yuda.
(2011).
Trauma
Thorax.
Diakses
dari
Liza.
(2008).
Resusitasi
Jantung
dan
Paru.
Diakses
dari
http://www.scribd.com/doc/6240591/Resusitasi-Jantung-DanParu
Pusponegoro, A.D. (1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Shaharudin, N. A. (2010). AHA Guidlines For CPR and ECC. Bandung.
Document Number).
Smeltzer and Bare. (2004). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 1.
Edisi 8. Jakarta: EGC.
Suharsono, T., & Ningsih, D. K. (2008). Penatalaksanaan Henti Jantung Di Luar
Rumah Sakit Sesuai dengan Algoritma AHA 2005. Malang: UMM Press.