Anda di halaman 1dari 13

BAB I

DEFINISI

A. PENGERTIAN
Triage adalah pengelompokan korban yang berdasarkan atas berat ringannya trauma /
penyakit serta kecepatan penanganan / pemindahan. Tujuan dari pelayanan triage adalah:
1. Memperlancar pelayanan Unit Gawat Darurat
2. Agar prioritas penanganan di Unit Gawat Darurat sesuai dengan kegawatan pasien.
Petugas yang melakukan triage adalah dokter jaga UGD atau perawat yang sudah bersertifikat
dan mampu dalam mengklasifikasikan pasien.
Di UGD RSKIA Arvita Bunda menggunakan metode ESI (Emergency Severity Index) dalam
mengelompokkan prioritas penanganan pasien. UGD menggunakan metode ini karena dinilai
lebih mudah digunakan, lebih obyektif dan bisa digunakan di berbagai keadaan termasuk
mempertimbangkan usia pasien.

B. KLASIFIKASI
ESI adalah pengelompokan pasien berdasarkan keadaan/kegawatan pasien dan sumber
daya yang dibutuhka. Ada empat (4) kunci pertanyaan dalam memutuskan tingkatan ESI
yaitu:
1. Apakah pasien dalam keadaan gawat darurat dan membutuhkan penanganan live saving
segera? (pasien akan mengalami kematian jika tidak segera ditangani)
2. Apakah pasien tidak dapat menunggu pelayanan?
3. Berapa sumber daya yang dibutuhkan pasien dalam sakitnya?
4. Bagaimana dengan tanda-tanda vital pasien?
Ada lima (5) tingkatan dalam ESI yaitu ESI 1, ESI 2, ESI 3, ESI 4 dan ESI 5.
Algoritma/flowchart dalam penilaian pasien dapat dilihat dari gambar berikut:

Keterangan :
1. Membutuhkan penanganan life-saving segera meliputi: jalan nafas (airway),pengobatan
emergency (emergency medications)atau hymodynamik intervensi (IV, O2, Monitor, lab,
dan ECG). Atau pasien dalam kondisi terintubasi, apnoe, pulseless , distres nafas,
SPO2<90, penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran disini diartikan sebagai:
2. Dalam keadaan mendadak kehilangan respon verbal dan tidak mengikuti perintah.
3. Membutuhkan stimulasi yang kuat, skala P atau U pada AVPU.
4. Keadaan yang beresiko terjadi kegawatan: yang dimaksud dengannyeri hebat/distress
diartikan sebagai nyeri derajat 7 sampai 10.
5. Sumber daya (resources): dihitung berdasarkan jumlah jenis pemeriksaan/tindakan yang
dilakukan terhadap pasien:
Tabel 1.1
Sumber Daya Dan Bukan Sumber Daya
Resources Not Resourches
1. Labs (darah, urine) 1. History & physical (including
2. ECG, X-rays
pelvic)/riwayat dan pemeriksaan
3. CT-MRI-ultrasound-angiography
fisik
2. Pemeriksaan rutin dalam perawatan
misalnya TD, suhu.
IV fluids (hydration), infus yang Saline or heplock
bertujuan untuk hydrasy.
IV or IM or nebulized medications 1. PO medications
2. Tetanus immunization
3. Prescription refills (resep
berulang)
konsultasi spesialis. Phone call to PCP
1. Simple procedure =1 1. rawat luka sederhana.
Pemasangan cateter, jahit luka. (dressings, recheck)
2. Complex procedure =2 2. Crutches, splints, slings
pembiusan

Tanda tanda vital yang berbahaya


Pertimbangkan triage ESI 2 jika ditemukan tanda-tanda vital pada paediatric:
1. 1 28 hari, masuk ke ESI 2 jika suhu > 38C
2. 1 3 bulan pertimbangkan masuk ESI 2 jika suhu > 38C
3. 3 bulan 3 tahun pertimbangkan ESI 3 jika suhu > 39C. Atau pada kondisi imunisasi
yang tidak lengkap atau panas yang tidak jelas penyebabnya.
BAB II
RUANG LINGKUP

Triage ini dilakukan di Rumah Sakit Perkebunan merupakan skrining awal dan menggunakan
Emergency Severity Index (ESI)

A. Emergency Severity Index (ESI 1)


Cara yang sederhana untuk memutuskan bahwa pasien masuk pada triage ESI 1 adalah
petugas triage menanyakan apakah pasien membutuhkan tindakan life saving segera?. Jika
jawabannya ya maka pasti pasien trersebut ESI 1. Beberapa pertanyaan yang bisa digunakan
untuk menyatakan bahwa pasien membutuhkan tindakan life saving adalah :
1. Apakah jalan nafas (airway) pasien lancar?
2. Apakah pasien bernapas?
3. Apakah masih ada nadi?
4. Jika masih ada nadi adakah gangguan pada rate, ritme dan kualitasnya?
5. Apakah pasien sudah terintubasi sebelum masuk rumah sakit, dikarenakan gangguan jalan
nafas, nafas tidak spontan, atau untuk menjaga saturasi oksigen yang optimal.
6. Apakah ada gangguan perfusi jaringan?
7. Apakah pasien membutuhkan pengobatan segera, atau tindakan untuk menjaga kestabilan
hemodinamik misalnya cairan replacement atau darah?
8. Apakah pasien memenuhi kriteria; memerlukan intubasi, nadi lemah, apnoe, gagal nafas,
SpO2 < 90%, dan terjadi penurunan kesadaran?
Dapat disimpulkan pada ESI 1 bahwa pasien akan mengalami kematian jika tidak segera
dilakukan tindakan life saving.
Tabel 2.1 Tindakan Life Saving
Tindakan Life saving Bukan life saving
Airway/breathing BVM ventilasi Terapi oksigen
Intubasi Nasal kanul
Jalan nafas buatan Masker sederhana
Emergent CPAP
Emergent BiPAP
Terapi listrik Defibrilasi ECG monitor
Cardioversi
Alat pacu jantung (pace
maker)
Prosedur Chestneedle dekompresi Diagnostik test:
Pericardiosintesis ECG
Thoracotomy Lab
Intraoseus access USG
Hemodinamik Resusitasi cairan Pemasangan infus untuk
Pemberian produk darah pengobatan
Observasi perdarahan yang
hebat
pengobatan Naloxone ASA IV
D 50 nitroglyserin
Dopamin Anti biotik
Atropin Heparin
Adenocard Pengobatan nyeri
Penatalaksanaan pernapasan
dengan beta agonist
Pada penderita dengan nyeri dada, tidak semua bisa dimasukkan dalam ESI 1, dikarenakan
banyak penderita dengan nyeri dada kondisinya sangat stabil dan masih memerlukan
observasi ECG kira-kira selama 10 menit. Tetapi apabila pasien dengan nyeri dada diserta
wajah yang pucat, diaphoresis, sesak, distres nafas, dan hymodinamik yang tidak stabil maka
termasuk level 1 dan harus segera dilakukan tindakan life saving.
Selain kriteria diatas. ESI level 1 juga bisa dilihat dari tingkat kesadaran adalah sebagai
berikut:
1. A : Alert, yaitu pasien sadar, bangun dan merespon suara. Orientasinya baik terhadap
waktu, tempat dan orang. Petugas triage bisa menggali data secara subyektif terhadap
pasien.
2. V: Verbal, pasien merespon perintah verbal dengan membuka mata ketika diajak berbicara.
Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang tidak penuh.
3. P: Painful, yaitu pasien tidak bisa merespon terhadap stimulasi suara, tetapi merespon
terhadap nyeri hebat.
4. U: Unresponsive, yaitu pasien tidak mampu merespon stimulasi apapun.
Contoh kasus pada ESI 1 :
1. Henti jantung
2. Henti nafas
3. Distress nafas
4. SpO2 < 90%
5. Trauma yang mengakibatkan tidak sadar
6. Overdosis dengan RR < 6
7. Pernafasan agonal atau gasping
8. Bradicardi atau tachycardia dengan hypoperfusi.
9. Hypotensi dengan hypoperfusi
10. Trauma yang memerlukan cairan colloid dan crystaloid
11. Nyeri dada yang disertai denga pucat, diaporesis dan hypotensi.
12. Kelemahan denan nadi <30
13. Shock anaphylaktik.
14. Bayi yang lemah.
15. Penurunan kesadaran.
16. Hypoglikemi dengan penurunan kesadaran.
17. Perdarahan kepala dengan penurunan respon pupil
18. Trauma pada anak yang mengakibatkan penurunan kesadaran.

B. Emergency Severity Index 2 (ESI 2)


Ada 3 kriteria yang digunakan untuk menyatakan pasien masuk ke ESI 2:
1. Apakah ada keadaan yang menimbulkan resiko tinggi?
2. Pasien dengan resiko tinggi adalah seseorang yang keadaannya dapat memburuk dengan
mudah, atau pasien yang menunjukkan tanda bahwa kondisinya memberi kesan
membutuhkan penanganan segera. Pasien ini berpotensi terancam jiwanya, berbahaya dan
mendesak. Contoh keadaan yang beresiko tinggi:
3. Nyeri dada yang aktif, curiga adanya ACS tapi tidak membutuhkan penanganan life
saving segera, kondisi masih stabil.
4. Membutuhkan kehadiran tenaga kesehatan segera.
5. Tanda-tanda stroke tapi tidak ditemukan kriteria level 1.
6. KET dengan hymodinamik yang stabil.
7. Bunuh diri atau pasien yang berhubungan dengan kasus pembunuhan.
8. Apakah pasien mengalami kegelisahan, kelemahan atau disorientasi?
9. Ini adalah pertanyaan kedua untuk memasukkan pasien pada kriteria ESI 2. Perhatian
utama pada perubahan tingkat kesadaran yang mendadak. Untuk pasien yang pada
dasarnya sudah mengalami gangguan kesadaran tidak bisa dimasukkan kriteria ESI 2.
Contoh pasien dengan penurunan kesadaran adalah:
10. Penurunan kesadaran yang mendadak (sebelumnya baik-baik saja) pada lansia
11. Bayi dibawah 3 bulan yang diketahui tidur sepanjang hari.
12. Remaja yang mengalami penurunan kesadaran
13. Semua contoh diatas mengindikasukan adanya gangguan pada otak baik berupa struktur
fisik maupun kimia.
14. Apakah pasien mengalami nyeri yang hebat atau distress?
15. Nyeri hebat dinyatakan dengan observasi klinis dan atau keluhan pasien dengan nilai
nyeri diatas 7. Nyeri adalah alasan yang umum bagi pasien mengunjungi IGD. Dan
kenyataannya pasien selalu mengeluhkan bahwa dirinya mengalami nyeri yang hebat
(>7), keluhan nyri hebat yang dimasukkan ke ESI level 2 adalah nyeri hebat yang disertai
dengan tanda-tanda fisik sebagai berikut:
a. Ekspresi wajah yang tertekan, grimace, dan menangis
b. Diaphoresis
c. Posisi tubuh
d. Perubahan tanda-tanda vital; hypertensi, tachycardi, tachypnoe.
Cotoh ESI level 2 yang berkaitan dengan nyeri; pasien dengan nyeri perut, disertai
dengan diaphoresis, tachycardi, dan kenaikan tekanan darah; pasien denga nyeri panggul,
disertai muntah, pucat dan riwayat colic renal.
16. Apakah pasien dalam zona tanda vital yang berbahaya?
17. Ini adalah pertanyaan terakhir pada ESI level 2 sebelum memasukkan pasien di ESI level
3. Tanda-tanda vital yang digunakan adalah nadi, respirasi rate dan saturasi oksigen yang
disesuaikan dengan usia pasien, meliputi:
18. Usia < 3 Bulan : Nadi > 180 X permenit, RR > 50X permenit, SaO2 < 92%.
19. Usia 3 bulan sampai 3 tahun: Nadi > 160X permenit, RR > 40X permenit, SaO2< 92%.
20. Usia lebih dari 8 Tahun : Nadi > 100X permenit, RR > 20X permenit, SaO2 < 92%.
21. Parameter suhu > 38C hanya diberlakukan untuk pasien dengan usia dibawah 3 bulan.

C. Emergency Severity Index 3 (ESI 3)


Pada ESI level 3 ini pertanyaan yang perlu dijawab adalah berapa banyak sumber daya yang
dibutuhkan? Pada level ini petugas triage harus mampu memperkirakan berapa jumlah sumber
daya yang dibutuhkan pasien dalam mengatasi masalahnya(tabel sumberdaya ada di atas).
Masing-masing Rumah Sakit mempunyai sumber daya yang berbeda, namun pasien
mempunyai kebutuhan sumberdaya tertentu, sehingga kebutuhan akan sumberdaya tetap
harus dihitung walaupun untuk memperolehnya pasien harus dirujuk ke Rumah sakit yang
lain. Jika pasien membutuhkan lebih dari 2 sumber daya maka dia dimasukkan ke ESI level 3.

D. Emergency Severity Index 4 (ESI 4)


Adalah pasien-pasien yang hanya membutuhkan 1 sumber daya untuk mengatasi masalahnya.

E. Emergency Severty Index 5 (ESI 5)


Adalah pasien yang tidak membutuhkan sumberdaya apapun untuk mengatasi masalah
kesehatannya (false emergency). Pasien ini seharusnya tidak ke IGD untuk berobat, cukup ke
poliklinik. Namun untuk memberikan pelayanan terbaik terhadap pasien maka diluar jam
kerja dan pada keadaan khusus bisa dilayani di IGD.

BAB III
TATA LAKSANA

A. APLIKASI TRIAGE DENGAN METODE ESI


1. Penggunaan Emergency Severity Index (ESI) di IGD pada beberapa kasus:
Gastrointestinal
ESI level 1: Pasien dengan keluhan pada saluran pencernaan yang membutuhkan tindakan
live saving segera, misalkan hematemesis melena yang membuat pasien shock
hypovolemik, diare yang menyebabkan pasien shock hypovolemik dan tidak sadar maka
dimasukkan ke ESI level 1.

Nyeri adalah masalah yang umumnya membawa pasien dengan gangguan gastrointestinal
ke IGD. Beberapa pertanyaan yang membantu petugas triage untuk menentukan level
ESInya adalah;
a. Bearapa lama pasien mengalami nyeri?
b. Bagaimana pasien menggambarkan nyerinya?
c. Apa yang membuat pasien mengunjungi IGD hari ini?
d. Apakah pasien mengalami muntah, mual, atau diare?
e. Apakah mengalami gejala lain seperti panas atau tak nafsu makan?
f. Apakah pasien kurang cairan?
Pasien dengan nyeri perut selalu dicurigai level 3 pada awalnya, pada pemeriksaan
selanjutnya jika ditemukan adanya resiko tinggi terjadinya kegawatan misalnya, muntah
darah, berak darah, tachycardi, nyeri yang hebat, kelemahan maka dimasukkan ke level 2.
2. Cardiovasculer
Nyeri dada adalah masalah jantung yang umumnya dikeluhkan pasien jantung di IGD.
ACS tidaklah spesifik sehingga terkadang sulit membedakan pasien resiko ACS. Apalagi
ECG bukanlah alat untuk triage namun merupakan sumber daya. Pasien dengan nyeri dada
dan membutuhkan live saving maka dimasukkan pada ESI level 1.

Nyeri dada selalu dikaitkan dengan resiko tinggi terjadinya kegawatan (bukan kegawatan
itu sendiri) maka dimasukkan pada ESI level 2. Kecuali ditemukan adanya keadaan yang
membutuhkan life saving, maka dimasukkan ke ESI level 1. Beberapa resiko tinggi pada
kasus cardiovaskuler adalah hypertensi, panas > 38C pada penderita post op katup
jantung. Pasien-pasien dengan gangguan pada sistem cardiovasculer (keluhan utama di
dada) selalu dicurigai level 2 pada awalnya.
3. THT
Pasien tidak sadar yang ditemukan dalam keadaan secret berlebih, dapat dipastikan akan
segera mengalami gangguan airway, epiglotitis, benda asing di jalan nafas, serta
peritonsilar abscess merupakan keadaan yang membahayakan dan diduga akan masuk ke
level 1. Epistaksis sering menjadi penyebab pasien masik IGD, apabila tanda-tanda vitalo
stabil maka epistaksis bukan merupakan kegawatan segera, melainkan keadaan yang
mengancam. Maka epistaksiis bisa dimasukkan ke ESI level 2.
4. Lingkungan
Pasien dengan trauma inhalasi dan ditemukan tanda-tanda distres nafas, misalnya terpapar
gas beracun, luka bakar pada wajah, pasien yang menghirup asap ditempat yang tertutup
termasuk dalam level ESI 1.
Pasien dengan luka bakar derajat 3 tidak diwajah, tanpa ada tanda-tanda distress napas
maka termasuk keadaan yang mengancam dan masuk di level ESI 2.
5. Penyakit dalam
Beberapa keadaan penyakit dalam menempatkan pasien pada resiko tinggi:
a. Diabetik ketoasidosis
b. Hyper atau hypo glycemia
c. Sepsis
d. Penurunan kesadaran
e. Keabnormalan elektrolit.
Pasien dengan riwayat DM, harus diperiksa gula darahnya di ruang triage hal ini untuk
mengetahui kegawatannya karena hyper atau hypoglikemi, pasien dengan kelainan
elektrolyt berupa hyperglikemi sangat mengancam irama jantung. Apabila disertai
penurunan kesadaran dan vital sign yang mengancam maka kasus diatas termasuk ke level
1. Kalau tanda vital masih normal dan kesadaran masih bagus maka masuk ke level 2.
Untuk pasien-pasien kanker apalagi yang menjalani kemoterapi, selalu curigai level 2
karena adanya keadaan yang resiko tinggi yaitu penurunan imunitas tubuh.
6. Genitourinary
Pasien dengan dialysis selalu pada keadaan yang beresiko tinggi terjadinya kegawatan
dikarenakan ketidaksetabilan elektrolyt. Pasien laki-laki dengan torsio testis adalah
keadaan yang beresiko tinggi permanen, dan sensitif walaupun tanpa nyeri yang hebat,
tanpa penurunan kesadaran pasien tetap dimasukkan ke level 2.
7. Gangguan kejiwaan.
Pasien dengan gangguan jiwa berada pada keadaan resiko tinggi, karena mereka berbahaya
bagi dirinya sendiri, lingkungan dan orang lain. Percobaan bunuh diri, ketergantungan
alkohol juga merupakan resiko tinggi, maka dimasukkan ke level 2, jika tidak ditemukan
keadaan yang mengancam.
8. Kandungan
Perempuan dengan perdarahan pervagina dan nyeri perut selalu tanyakan riwayat
kehamilan, kegawatan yang terjadi seringkali dikarenakan KET dan abortus. Bila keadaan
stabil maka masuk ke level 2 ESI. Namun bila disertai tanda-tanda hypovolemik berat
maka dimasukkan ke level 1 ESI.
9. Mata
Trauma pada mata adalah hal yang sering membawa seseorang ke IGD. Trauma itu
meliputi trauma dari dalam (perdarahan intra oculer) maupun trauma dari luar (fisik dan
kimia). Resiko kerusakan organ mata menempatkan pasien pada ESI level 2.
10. Paru-paru
Beberapa pasien dengan penyakit paru yang mengalami distress nafas, sehingga
membutuhkan pertolongan life saving segera seperti intubasi menemp[atkan pasien pada
ESI 1. Beberapa keadaan resiko tinggi yang menjadi penyebab distress nafas dan termasuk
ke ESI 2 dan dengan cepat bisa berubah ke ESI 1 adalah; asthma, emboli paru, effusi
pleura, pneumothorax, tertelan benda asing, dan menghirup gas beracun, nafas pendek dan
disertai nyeri dada.
11. Keracunan
Banyak pasien yang mengalami keracunan, overdosis obat berada pada level 2 ESI.
Kecuali pasien dengan keracunan yang disertai dengan penurunan kesadaran dan distress
nafas.
12. Trauma
Trauma dengan ancaman kerusakan jaringan menempatkan pasien pada level 2 ESI.
Namun trauma dengan penurunan kesadaran, dan tanda vital yang tidak stabil
menempatkan pasien pada ESI level 1. Perawat triage harus mencermati hal-hal berikut:
a. Mekanisme trauma
b. Kapan trauma terjadi
c. Penurunan kesadaran post trauma
d. Adanya cidera otak yang ditandai dengan peningkatan TIK (pusing dan muntah).
e. Usia pasien.
f. Jarak ketinggian (apabila pasien jatuh dari ketinggian)
g. Kecepatan kendaraan yang dipakai/yang menabrak pasien
h. Lokasi trauma
i. Jenis dan ukuran senjata.
j. Pasien dengan trauma selalu pada posisi level minimal 2. Hati-hati pada trauma
tembakan yang mengenai kepala, leher, dada, dn perut. Karena pasien akan dengan
cepat berubah dari level 2 ke level 1.
Mengingat pentingnya triage dalam pelayanan IGD, maka semua petugas yang mentriage
pasien harus selalu meningkatkan pengetahuan, ketrampilan bahkan harus mempertajam
dugaan apa yang sebelumnya terjadi dan apa yang akan terjadi pada pasien yang meminta
pertolongan ke IGD.

B. PRIORITAS PENANGANAN PASIEN IGD (TRIAGE)


Tabel 3.1
Prioritas Penanganan Pasien Igd (Triage) Berdasarkan Emergency Severity Index (ESI)
Pasien datang ke UGD dalam kondisi gawat darurat dan
ESI Level 1 mengancam nyawa sehingga memerlukan intervensi life saving
sesegera mungkin, tanpa ditunda sama sekali. Pasien ini diberi
label Resusitation.
Contoh: Pasien henti jantung, renjatan dalam kondisi apapun,
obstruksi airway total, pasien yang memerlukan tindakan terapi
listrik, pasien yang dalam kondisi sama sekali tidak ada respon
apapun, pasien dengan pemberian sedasi.
Pasien yang datang datang ke UGD dalam kondisi high-risk,
ESI Level 2 dalam keadaan lethargic/konfusi/disorientasi, atau dengan severe
pain (skala nyeri di atas 7). Pasien ini tidak memerlukan intervensi
life-saving segera. Pasien ini diberi label Emergency.
Contoh: Pasien dengan colic abdomen, infark myocard acute,
trauma oculi, krisis hipertensi, kehamilan ektopik tanpa gangguan
hemodinamik, cedera otak sedang, GEA pada pediatrik dengan
dehidrasi sedang.

Pasien yang datang ke UGD dengan kondisi yang memerlukan


ESI Level 3 penanganan lewat lebih dari dua sumber daya (resources).
Pasien ini diberi label Urgent.
Contoh: Pasien dengan dehidrasi ringan, DHF tanpa renjatan,
Demam thypoid, hipertensi yang terkontrol, trauma mekanik
ringan sampai sedang.
Pasien yang datang ke UGD dengan kondisi yang memerlukan
ESI Level 4 penanganan hanya dengan satu sumber daya (resource).
Pasien ini diberi label Semi-Urgent.
Contoh: Pasien dengan demam lebih dari 3 hari, luka robek ringan,
luka kronis yang memerlukan perawatan rutin.
ESI level 5 Pasien yang datang ke UGD dengan kondisi yang memerlukan
penanganan tanpa sumber daya (no resource). Pasien ini
mendapatkan prioritas penanganan paling akhir atau diberi label
No Urgent
Contoh: Pasien dengan ISPA, Demam 1-2 hari, Pasien yang
memerlukan obat lanjutan tanpa keluhan.

C. PELAYANAN FALSE EMERGENCY


False emergency adalah pasien yang tidak gawat dan darurat yang berobat ke IGD (ESI level
4 5). RS Perkebunan memiliki kebijakan terkait false emergency adalah sbb:
1. Unit Gawat Darurat hanya memberikan pelayanan kepada pasien yang tergolong akut dan
gawat darurat.
2. Kriteria pasien akut dan gawat darurat :
3. Akut adalah pasien yang tiba- tiba atau mendadak sakit.
4. Gawat Darurat adalah pasien yang berada dlam keadaan gawat darurat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan terjadi cacat) bila tidak
terdapat pertolongan secepatnya.
5. Bagi pasien yang tidak tergolong akut dan tidak gawat pada jam kerja poliklinik umum
dianjurkan ke poliklinik umum.
6. Di luar jam kerja poliklinik umum, pasien tidak akut dan tidak gawat darurat tetap dilayani
dengan mengutamakan pasien yang akut dan gawat darurat.
Apabila ada potensial complain, maka pasien tidak akut dan tidak gawat darurat bisa dilayani
di IGD dengan mengutamakan pasien yang akut dan gawat darurat, dan dengan biaya yang
disamakan dengan pelayanan pasien akut dan gawat darurat. Adapun beberapa penyakit yang
tergolong false emergency adalah:
1. Hordeolum / Khalazion
2. Katarak
3. Otorhea
4. Rhinorhea
5. Nyeri Telan
6. Thifus Abdominalis tanpa Komplikasi
7. Flu, Batuk Pilek dan Faringitis Akut
8. Muntah Ringan
9. Hepatitis Akut Ringan
10. Gatal / Eritema karena Alergi
11. Asma Tanpa tanda - tanda Sianosis / Asma Ringan
12. UTI
13. Bronchitis Cronis
14. Bronchiectasis
15. Hernia Reponibilis
16. Memar Otot
17. BPH tanpa Retensio Urine
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi pada triage berbasis bukti dengan metode ESI dilakukan di lembar asuhan medis
gawat darurat. Di kolom atas, di bawah lajur identitas pasien, diberikan kotak 1-5 yang diisi
sesuai dengan hasil penilaian triage. Pengisian dilakukan dengan membubuhkan tanda centang
() pada kotak yang disediakan.

Anda mungkin juga menyukai