DEFINISI
A. PENGERTIAN
Triage adalah pengelompokan korban yang berdasarkan atas berat ringannya trauma /
penyakit serta kecepatan penanganan / pemindahan. Tujuan dari pelayanan triage adalah:
1. Memperlancar pelayanan Unit Gawat Darurat
2. Agar prioritas penanganan di Unit Gawat Darurat sesuai dengan kegawatan pasien.
Petugas yang melakukan triage adalah dokter jaga UGD atau perawat yang sudah bersertifikat
dan mampu dalam mengklasifikasikan pasien.
Di UGD RSKIA Arvita Bunda menggunakan metode ESI (Emergency Severity Index) dalam
mengelompokkan prioritas penanganan pasien. UGD menggunakan metode ini karena dinilai
lebih mudah digunakan, lebih obyektif dan bisa digunakan di berbagai keadaan termasuk
mempertimbangkan usia pasien.
B. KLASIFIKASI
ESI adalah pengelompokan pasien berdasarkan keadaan/kegawatan pasien dan sumber
daya yang dibutuhka. Ada empat (4) kunci pertanyaan dalam memutuskan tingkatan ESI
yaitu:
1. Apakah pasien dalam keadaan gawat darurat dan membutuhkan penanganan live saving
segera? (pasien akan mengalami kematian jika tidak segera ditangani)
2. Apakah pasien tidak dapat menunggu pelayanan?
3. Berapa sumber daya yang dibutuhkan pasien dalam sakitnya?
4. Bagaimana dengan tanda-tanda vital pasien?
Ada lima (5) tingkatan dalam ESI yaitu ESI 1, ESI 2, ESI 3, ESI 4 dan ESI 5.
Algoritma/flowchart dalam penilaian pasien dapat dilihat dari gambar berikut:
Keterangan :
1. Membutuhkan penanganan life-saving segera meliputi: jalan nafas (airway),pengobatan
emergency (emergency medications)atau hymodynamik intervensi (IV, O2, Monitor, lab,
dan ECG). Atau pasien dalam kondisi terintubasi, apnoe, pulseless , distres nafas,
SPO2<90, penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran disini diartikan sebagai:
2. Dalam keadaan mendadak kehilangan respon verbal dan tidak mengikuti perintah.
3. Membutuhkan stimulasi yang kuat, skala P atau U pada AVPU.
4. Keadaan yang beresiko terjadi kegawatan: yang dimaksud dengannyeri hebat/distress
diartikan sebagai nyeri derajat 7 sampai 10.
5. Sumber daya (resources): dihitung berdasarkan jumlah jenis pemeriksaan/tindakan yang
dilakukan terhadap pasien:
Tabel 1.1
Sumber Daya Dan Bukan Sumber Daya
Resources Not Resourches
1. Labs (darah, urine) 1. History & physical (including
2. ECG, X-rays
pelvic)/riwayat dan pemeriksaan
3. CT-MRI-ultrasound-angiography
fisik
2. Pemeriksaan rutin dalam perawatan
misalnya TD, suhu.
IV fluids (hydration), infus yang Saline or heplock
bertujuan untuk hydrasy.
IV or IM or nebulized medications 1. PO medications
2. Tetanus immunization
3. Prescription refills (resep
berulang)
konsultasi spesialis. Phone call to PCP
1. Simple procedure =1 1. rawat luka sederhana.
Pemasangan cateter, jahit luka. (dressings, recheck)
2. Complex procedure =2 2. Crutches, splints, slings
pembiusan
Triage ini dilakukan di Rumah Sakit Perkebunan merupakan skrining awal dan menggunakan
Emergency Severity Index (ESI)
BAB III
TATA LAKSANA
Nyeri adalah masalah yang umumnya membawa pasien dengan gangguan gastrointestinal
ke IGD. Beberapa pertanyaan yang membantu petugas triage untuk menentukan level
ESInya adalah;
a. Bearapa lama pasien mengalami nyeri?
b. Bagaimana pasien menggambarkan nyerinya?
c. Apa yang membuat pasien mengunjungi IGD hari ini?
d. Apakah pasien mengalami muntah, mual, atau diare?
e. Apakah mengalami gejala lain seperti panas atau tak nafsu makan?
f. Apakah pasien kurang cairan?
Pasien dengan nyeri perut selalu dicurigai level 3 pada awalnya, pada pemeriksaan
selanjutnya jika ditemukan adanya resiko tinggi terjadinya kegawatan misalnya, muntah
darah, berak darah, tachycardi, nyeri yang hebat, kelemahan maka dimasukkan ke level 2.
2. Cardiovasculer
Nyeri dada adalah masalah jantung yang umumnya dikeluhkan pasien jantung di IGD.
ACS tidaklah spesifik sehingga terkadang sulit membedakan pasien resiko ACS. Apalagi
ECG bukanlah alat untuk triage namun merupakan sumber daya. Pasien dengan nyeri dada
dan membutuhkan live saving maka dimasukkan pada ESI level 1.
Nyeri dada selalu dikaitkan dengan resiko tinggi terjadinya kegawatan (bukan kegawatan
itu sendiri) maka dimasukkan pada ESI level 2. Kecuali ditemukan adanya keadaan yang
membutuhkan life saving, maka dimasukkan ke ESI level 1. Beberapa resiko tinggi pada
kasus cardiovaskuler adalah hypertensi, panas > 38C pada penderita post op katup
jantung. Pasien-pasien dengan gangguan pada sistem cardiovasculer (keluhan utama di
dada) selalu dicurigai level 2 pada awalnya.
3. THT
Pasien tidak sadar yang ditemukan dalam keadaan secret berlebih, dapat dipastikan akan
segera mengalami gangguan airway, epiglotitis, benda asing di jalan nafas, serta
peritonsilar abscess merupakan keadaan yang membahayakan dan diduga akan masuk ke
level 1. Epistaksis sering menjadi penyebab pasien masik IGD, apabila tanda-tanda vitalo
stabil maka epistaksis bukan merupakan kegawatan segera, melainkan keadaan yang
mengancam. Maka epistaksiis bisa dimasukkan ke ESI level 2.
4. Lingkungan
Pasien dengan trauma inhalasi dan ditemukan tanda-tanda distres nafas, misalnya terpapar
gas beracun, luka bakar pada wajah, pasien yang menghirup asap ditempat yang tertutup
termasuk dalam level ESI 1.
Pasien dengan luka bakar derajat 3 tidak diwajah, tanpa ada tanda-tanda distress napas
maka termasuk keadaan yang mengancam dan masuk di level ESI 2.
5. Penyakit dalam
Beberapa keadaan penyakit dalam menempatkan pasien pada resiko tinggi:
a. Diabetik ketoasidosis
b. Hyper atau hypo glycemia
c. Sepsis
d. Penurunan kesadaran
e. Keabnormalan elektrolit.
Pasien dengan riwayat DM, harus diperiksa gula darahnya di ruang triage hal ini untuk
mengetahui kegawatannya karena hyper atau hypoglikemi, pasien dengan kelainan
elektrolyt berupa hyperglikemi sangat mengancam irama jantung. Apabila disertai
penurunan kesadaran dan vital sign yang mengancam maka kasus diatas termasuk ke level
1. Kalau tanda vital masih normal dan kesadaran masih bagus maka masuk ke level 2.
Untuk pasien-pasien kanker apalagi yang menjalani kemoterapi, selalu curigai level 2
karena adanya keadaan yang resiko tinggi yaitu penurunan imunitas tubuh.
6. Genitourinary
Pasien dengan dialysis selalu pada keadaan yang beresiko tinggi terjadinya kegawatan
dikarenakan ketidaksetabilan elektrolyt. Pasien laki-laki dengan torsio testis adalah
keadaan yang beresiko tinggi permanen, dan sensitif walaupun tanpa nyeri yang hebat,
tanpa penurunan kesadaran pasien tetap dimasukkan ke level 2.
7. Gangguan kejiwaan.
Pasien dengan gangguan jiwa berada pada keadaan resiko tinggi, karena mereka berbahaya
bagi dirinya sendiri, lingkungan dan orang lain. Percobaan bunuh diri, ketergantungan
alkohol juga merupakan resiko tinggi, maka dimasukkan ke level 2, jika tidak ditemukan
keadaan yang mengancam.
8. Kandungan
Perempuan dengan perdarahan pervagina dan nyeri perut selalu tanyakan riwayat
kehamilan, kegawatan yang terjadi seringkali dikarenakan KET dan abortus. Bila keadaan
stabil maka masuk ke level 2 ESI. Namun bila disertai tanda-tanda hypovolemik berat
maka dimasukkan ke level 1 ESI.
9. Mata
Trauma pada mata adalah hal yang sering membawa seseorang ke IGD. Trauma itu
meliputi trauma dari dalam (perdarahan intra oculer) maupun trauma dari luar (fisik dan
kimia). Resiko kerusakan organ mata menempatkan pasien pada ESI level 2.
10. Paru-paru
Beberapa pasien dengan penyakit paru yang mengalami distress nafas, sehingga
membutuhkan pertolongan life saving segera seperti intubasi menemp[atkan pasien pada
ESI 1. Beberapa keadaan resiko tinggi yang menjadi penyebab distress nafas dan termasuk
ke ESI 2 dan dengan cepat bisa berubah ke ESI 1 adalah; asthma, emboli paru, effusi
pleura, pneumothorax, tertelan benda asing, dan menghirup gas beracun, nafas pendek dan
disertai nyeri dada.
11. Keracunan
Banyak pasien yang mengalami keracunan, overdosis obat berada pada level 2 ESI.
Kecuali pasien dengan keracunan yang disertai dengan penurunan kesadaran dan distress
nafas.
12. Trauma
Trauma dengan ancaman kerusakan jaringan menempatkan pasien pada level 2 ESI.
Namun trauma dengan penurunan kesadaran, dan tanda vital yang tidak stabil
menempatkan pasien pada ESI level 1. Perawat triage harus mencermati hal-hal berikut:
a. Mekanisme trauma
b. Kapan trauma terjadi
c. Penurunan kesadaran post trauma
d. Adanya cidera otak yang ditandai dengan peningkatan TIK (pusing dan muntah).
e. Usia pasien.
f. Jarak ketinggian (apabila pasien jatuh dari ketinggian)
g. Kecepatan kendaraan yang dipakai/yang menabrak pasien
h. Lokasi trauma
i. Jenis dan ukuran senjata.
j. Pasien dengan trauma selalu pada posisi level minimal 2. Hati-hati pada trauma
tembakan yang mengenai kepala, leher, dada, dn perut. Karena pasien akan dengan
cepat berubah dari level 2 ke level 1.
Mengingat pentingnya triage dalam pelayanan IGD, maka semua petugas yang mentriage
pasien harus selalu meningkatkan pengetahuan, ketrampilan bahkan harus mempertajam
dugaan apa yang sebelumnya terjadi dan apa yang akan terjadi pada pasien yang meminta
pertolongan ke IGD.
Dokumentasi pada triage berbasis bukti dengan metode ESI dilakukan di lembar asuhan medis
gawat darurat. Di kolom atas, di bawah lajur identitas pasien, diberikan kotak 1-5 yang diisi
sesuai dengan hasil penilaian triage. Pengisian dilakukan dengan membubuhkan tanda centang
() pada kotak yang disediakan.