Latar belakang
Pelayanan keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada
ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-
spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada pasien yang mempunyai masalah aktual atau
resiko yang mengancam kehidupan terjadinya secara mendadak atau tidak dapat
diperkirakan, dan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.
Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dikembangkan sedemikian rupa sehingga
mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi. Asuhan keperawatan gawat
darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada
klien oleh perawat yang berkompeten di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang
diberikan meliputi biologis, psikologis, dan sosial klien baik aktual yang timbul secara
bertahap maupun mendadak. (Dep.Kes RI, 2005). Proses keperawatan gawat darurat berbeda
dengan asuhan keperawatan yang ada di ruangan lain, karena ketika perawat melakukan
pengkajian faktor waktu dan informasi terbatas , Prioritasnya adalah mengkaji dan mengatasi
masalah yang mengancam kehidupan. Intervensi yang dilakukan berdasarkan masalah yang
ada , Sedangkan sifat evaluasi dalam menit, bukan jam atau hari.
Data pasien yang over crowding di IGD Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan
menunjukkan peningkatan disetiap bulannya dan angka kematian terjadi peningkatan pada
tahun 2016 dari bulan januari sampai dengan mei sebanyak 102 pasien , triase merah
sebanyak 50 pasien, triase Hitam atau DOA sebanyak 36 pasien dan 4 pasien berasal dari
triase kuning. Akibat dari waktu tunggu yang lama selama 6 jam di IGD serta kurang
optimalnya monitoring tanda tanda vital menyebabkan pasien mengalami perburukan dari
kuning menjadi merah bahkan kuning meninggal dunia.
Early Warning Scoring System adalah sebuah sistem skoring fisiologis yang umumnya
digunakan di unit medikal bedah sebelum pasien mengalami kondisi kegawatan. Skoring
EWSS disertai dengan algoritme tindakan berdasarkan hasil skoring dari pengkajian pasien.
(Duncan & McMullan, 2012). Penerapan EWSS di gawat darurat karena terjadinya over
crowding,sehingga memperpanjang waktu tunggu rawat di IGD, Monitoring yang dilakukan
tidak optimal menyebabkan pasien mengalami perburukan dari katagori kuning menjadi
merah. Early warning scores lebih berfokus kepada mendeteksi kegawatan sebelum hal
tersebut terjadi. Sehingga diharapkan dengan tatalaksana yang lebih dini, kondisi yang
mengancam jiwa dapat tertangani lebih cepat atau bahkan dapat dihindari, sehingga output
yang dihasilkan lebih baik (Firmansyah, 2013). Sistem dalam early warning scoring dikenal
dengan sistem “Melacak dan Memicu’. Pendeteksian dini untuk melacak atau menemukan
pasien yang mengalami perburukan kondisi dengan hasil analisa tanda-tanda vital dalam
parameter fisiologis sesuai hasil scoring. Dan Memicu panggilan team medik reaksi cepat
untuk memberikan intervensi secara cepat pada pasien dengan status kondisi yang
memburuk. (NHS, Report 2012).
Oleh karena itu diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan yang
bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai
permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau
terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan
yang tidak dapat dikendalikan. Aspek – aspek yang dapat dilihat dari mutu pelayanan
keperawatan yang dapat dilihat adalah kepedulian, lingkungan fisik, cepat tanggap,
kemudahan bertransaksi, kemudahan memperoleh informasi, kemudahan mengakses,
prosedur dan harga. (Joewono, 2003). Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat
darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal
yang akan menentukan keberhasilan Asuhan Keperawatan pada sistem kegawatdaruratan.
1. Tujuan Penulisan
Mengetahui hubungan early warning system dengan tingkat keberhasilan asuhan keperawatan
sistem gawatdarurat
Tinjauan Pustaka
Early Warning system Scoring adalah sebuah sistem skoring fisiologis yang umumnya
digunakan di unit medikal bedah sebelum pasien mengalami kondisi kegawatan. Skoring
EWSS disertai dengan algoritme tindakan berdasarkan hasil skoring dari pengkajian pasien.
(Duncan & McMullan, 2012).
Early warning scores lebih berfokus kepada mendeteksi kegawatan sebelum hal
tersebut terjadi. Sehingga diharapkan dengan tatalaksana yang lebih dini, kondisi yang
mengancam jiwa dapat tertangani lebih cepat atau bahkan dapat dihindari, sehingga output
yang dihasilkan lebih baik (Firmansyah, 2013). Sistem dalam early warning scoring dikenal
dengan sistem “Melacak dan Memicu’,
1. EWSS dapat digunakan pada pasien anak ataupun dewasa dengan parameter yang
berbeda.
2. Pada pasien dewasa parameter yang dinilai : Frekuensi Nadi; Tekanan Darah Sistolik;
Laju Pernapasan; Tingkat Kesadaran dan Suhu Tubuh.
3. Pada pasien anak parameter yang dinilai : Perilaku;Status Kardiovaskular dan Status
Pernapasan
SKORING
Frekuensi Nadi
x/menit
<40 40-50 51-100 101-110 111-129 >130
Tekanan darah
<70 71-80 81-100 101-159 160-199 200-220 >220
Sistolik (mmHg
Onset
Tingkat Kesadaran Respon Respon Alert/ Gelisah baru
Tidak
terhadap terhadap Compos atau gelisah
respon
nyeri suara Mentis Bingung atau
bingung
Suhu Tubuh (oC)
35.05- 36.05- 38.05-
<350C >38.50C
360C 38.0C 38.50C
Merah
0–1
4–5
≥6
2–3
Orange
Kuning
Hijau
Norma
l tidak
Respiras
ada
i
retraks RR >10 di atas normal, menggunakan otot otot aksesoris pernapasan
i
3
4
≥5
Hiaju
Kuning
Orange
Merah
Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ Shift. Jika skor pasien
akurat maka perawat primer atau PP harus menentukan tindakan terhadap kondisi
pasien dan melakukan pengkajian ulang setiap 2 jam oleh perawat pelaksana. Pastikan
kondisi pasien tercatat di catatan perkembangan pasien
Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ Shift dan diketahui oleh
dokter jaga residen. Dokter jaga residen harus melaporkan ke DPJP dan memberikan
instruksi tatalaksana pada pasien tersebut. Perawat pelaksana harus memonitor tanda
vital setiap jam.
Aktifkan code blue, TMRC melakukan tata laksana kegawatan pada pasien, dokter
jaga dan DPJP diharuskan hadir disamping pasien dan berkolaborasi untuk
menentukan rencana perawatan pasien selanjutnya. Perawat pelaksana harus
memonitor tanda vital setiap jam
Triage di IGD dapat dilakukan dengan lebih baik dan spesifik dimana perawat triage dapat
melakukan skrining awal dengan menilai kegawatan pasien secara visualisasi dengan menilai
berdasarkan katagori kegawatan pasien
Level 1 Resusitasi :
adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat dan mengancam nyawa dan harus
mendapat penanganan resusitasi SEGERA.
Level 2 Emergent :
adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat karena dapat mengakibatkan
kerusakan organ permanen dan pasien harus ditangani dalam waktu maksimal 10 menit.
Level 3 Urgent :
adalah pasien yang datang dengan keadaan darurat tidak gawat yang harus ditangani dalam
waktu maksimal 30 menit.
Level 4 Non Urgent
adalah pasien yang datang dengan kondisi tidak gawat tidak darurat dengan keluhan yang
ringan-sedang, tetapi mempunyai kemungkinan atau dengan riwayat penyakit serius yang
harus mendapat penanganan dalam waktu 60 menit
adalah pasien yang datang dengan kondisi tidak gawat tidak darurat dengan keluhan ringan
dan tidak ada kemungkinan menderita penyakit atau mempunyai riwayat penyakit yang
serius, pasien dapat menunggu untuk ditangani oleh dokter jaga dalam waktu 120 menit.
PRIMARY SURVEY
Pengelolaan penderita dengan mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu,
dengan berpatokan pada urutan berikut :
Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali, dan resusitasinya
dilakukan pada saat itu juga. Prioritas pada anak pada dasarnya sama dengan orang dewasa.
Walaupun jumlah darah, cairan, obat, ukuran anak, kahilangan panas, dan pola perlukaan
dapat berbeda, namun prioritas penilaian dan resusitasi adalah sama.
SECONDARY SURVEY
Riwayat Penyakit
SAMPLE ( Sign & Symptoms,Allergy,Medication,Past medical history,Last
Meal,Event Leading
Metode untuk mengkaji nyeri : PQRST
Untuk Fraktur : 5 P
Pengkajian Head To Toe
Psikososial
Pemeriksaan Penunjang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
observasi,
Pemantauan/monitor,
Tindakan mandiri keperawatan,
K
4. EVALUASI
1. Pembahasan
Pasien datang pertama ke IGD akan dilakukan triase untuk menentukan skala prioritas dari
penangganan yang akan dilakukan. Skrining awal ini terkadang dapat berubah sewaktu waktu
sesuai dengan kondisi pasiennya. Data yang ada di rumah sakit muhammahdiyah lamongan
menunjukan bahwa pada triase kuning ada yang meninggal sebesar 4 pasien selama semester
1 2016. Perubahan triase belum terdokumentasi dengan baik.
Dengan adanya early warning system score ini akan sangat membantu bagi perawat
melalukan observasi sekaligus mengambil keputusan. Early warning sistem ini yang perlu
dilihan adalah tanda tanda vital ( tensi, suhu, nadi dan respiratori) serta kesadaran pasien.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa TTV tidak secara konsisten dikaji, dicatat dan
diinterpretasikan ,Penyebab hal ini adalah Tingginya beban kerja , Menurunnya kesadaran
thd pentingnya monitoring TTV, Tidak jelasnya kewenangan dalam pengambilan
keputusan(Rose, 2010)
Kemampuan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan gawat darurat ini sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan penangganan pasien. Kemampuan perawat ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti serta jam terbang masing
masing perawat ini sangat menentukan kemampuan dalam penilaian kegawat daruratan.
1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan adanya early warning
system maka sangat membantu perawat dalam mealukan observasi serta dalam mengambil
keputusan. Hal ini akan dapat mendeteksi sejak dini penurunan kondisi pasien sehingga tidak
terjadi pasien meninggal secara tiba tiba. Tindakan yan sedini mungkin akan mencegah dari
kondisi pasien yang tidak kita inginkan. Dengan pelaksanaan early warning system yang baik
maka tingkat keberhasihan asuhan keperawatan gawat darurat juga akan baik. Keberhasilan
pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan
dalam melakukan pengkajian awal yang akan menentukan keberhasilan Asuhan Keperawatan
pada sistem kegawatdaruratan.
1. Daftar pustaka
Suzzane, Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi III. Jakarta : EGC.